PENDAHULUAN
1
2
1.2 TUJUAN
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus berupa seorang pria 47 tahun
dengan tuberkulosis milier. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih
dalam tentang pengertian, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, penegakan
diagnosis, penerapan radiodiagnostik, dan pengobatan yang digunakan pada
penderita tuberkulosis milier.
1.3 MANFAAT
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
kedokteran untuk belajar menegakan diagnosis, melakukan pengelolaan, dan
mengetahui prognosis penderita tuberkulosis milier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.5–7
Tuberkulosis milier adalah bentuk tuberkulosis yang ditandai dengan
penyebaran luas ke dalam tubuh manusia dengan lesi ukuran kecil (1-5 mm),
namanya berasal dari pola yang khas terlihat pada rontgen dada dari banyak bintik-
bintik kecil yang didistribusikan ke seluruh bidang paru-paru dengan tampilan yang
mirip dengan milet biji, sehingga disebut TB ’miliaria’. Tuberkulosis milier adalah
jenis tuberkulosis yang bervariasi dari infeksi progresif lambat hingga penyakit
fulminan akut, ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari
perkijuan yang terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ.3
3
4
2.3 ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis
pada manusia, berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm.
Obligat aerob yang tumbuh dalam media kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik
pada suhu 37-410C, dinding sel yang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek
bakterisidal antibodi dan komplemen, tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-24
jam.9
2.4 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan
sebagian besar negara-negara di dunia.10 Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru
(2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3
di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan
jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan
nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.9 Baik di Indonesia maupun
di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Walaupun
sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman,
Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus
berkembang.8 Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga
6
disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan
yang tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat,
(4) infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk,
(6) mengobati sendiri (self treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8)
pelayanan kesehatan yang kurang memadai.10,11
TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus, hampir 50%
kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien TB, 1,5% di
perkirakan merupakan TB milier. Laporan dari Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) Amerika Serikat, dari tahun 1996 menunjukkan bahwa 257
pasien (1,2%) dari 21.337 pasien TB adalah TB milier. Insiden TB milier lebih
tinggi pada orang Afrika Amerika di Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial
ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita. Pada beberapa kasus di
temukan bahwa kulit hitam lebih tinggi insidennya di bandingkan kulit putih
karena pengaruh sosial ekonomi.10
2.5 PATOGENESIS
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran
kuman TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik
(droplet nuclei) dapat mencapai alveolus. Sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga
tidak terjadi respons imunologis spesifik, sedangkan sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Individu yang tidak dapat menghancurkan
seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian
besar di hancurkan. Sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan
terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang di
namakan fokus primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman TB dari fokus primer
Ghon menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer,
7
Gejala lain yang dapat di temukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid,
papula nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid di temukan pada 13-87%
pasien, dan jika ditemukan dini dapat menjadi tanda yang sangat spesifik dan sangat
membantu diagnosis TB milier, sehingga pada TB milier perlu di lakukan
funduskopi untuk menemukan tuberkel koroid.16
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu
berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan
bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi kecil dapat
bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrat
yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto thorak dapat
di lihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju.7,17
18
19
Thoraks
Dada : Bentuk normal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal
(-), retraksi epigastrial (-), hipertrofi m. Sterno-
cleidomastoideus (-)
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler di kedua lapangan paru, suara
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V, 2 cm medial linea
midclavicula sinistra, kuat angkat (-), thrill (-), strernal lift
(-), pulsasi epigastrial (-), pulsasi parasternal (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial linea midclavicula
sinistra
Batas kanan : Linea parasternal dekstra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
21
Palpasi : Nyeri di pinggang kanan (+), hepar dan lien tidak teraba,
massa (-), defans muskuler (-), nyeri tekan flank (+), nyeri ketok flank (+)
Murphy sign tekan (-).
Perkusi : Timpani
Suprapubik :VU: I: datar
Pa: distensi (-), licin (-), bulat (-)
Per: tympani
Aus:-
X-FOTO POLOS
- Preperitoneal fat line kanan kiri tampak baik
- Psosasline kanan kiri dan kontur kedua ginjal tampak baik
- Tampak opasitas bentuk staghorn pada herniabdomen kanan
setinggi corpus lumbal 2-3 (ukuran 3 x 3,5 cm)
- Distribusi udara usus normal
- Tak tampak distensi mauoun dilatasi usus
- Tak tampak free air
X-FOTO IVP
Ginjal kiri : Bentuk, letak dan axis normal. Kontras tampak mengisi
PCS pada menit ke-5. PCS tak melebar, kaliks minor bentuk
cupping. Tak tampak filling defect
Ureter kanan : Tak dapat dinilai (sampai menit ke-90 tidak terisi kontras)
Ureter kiri : Tak tampka melebar. Tak tampak bendungan
Vesika Urinaria : Dinding regular. Tak tampak indentasi, filling defect,
maupun additional shadow
Post miksi : Masih tampak sisa kontras pada PCS kiri, ureter kanan kiri,
dan vesika urinary
KESAN
-Nefrolithiasis kanan bentuk staghorn (ukuran x 3,35 cm)
-Penurunan fungsi ginjal kanan
-Fungsi ekskresi ginjal kiri baik
3.3 DIAGNOSIS
Nefrolithiasis dekstra
3.4 TERAPI
3.5 EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyakit
yang dideritanya dan kemungkinan komplikasi yang mungkin terjadi
Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang pemeriksaan penunjang
yang digunakan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. L (47 tahun) datang dengan keluhan batuk berdahak disertai
sesak napas dan demam disertai keluar keringat pada malam hari sejak ± 3 minggu
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah isi makanan, penurunan
nafsu makan, serta penurunan berat badan hingga 3 kg. Pasien kemudian
memeriksakan diri ke RSDK dan menjalani pemeriksaan Gene Xpert pada 14
Februari 2019 dan didiagnosis menderita TB MDR. Kemudian pasien datang lagi
RSDK dan dilakukan pemeriksaan radiologis berupa X foto thoraks pada tanggal
21 Februari 2019.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala dan tanda yang
didapatkan pada pasien mengarah kepada kecurigaan pasien menderita tuberkulosis,
di mana gejala khas pada penderita TB adalah batuk lama (lebih dari 2 minggu),
demam mengginggil dan keringat pada malam hari, dan kadang disertai penurunan
nafsu makan dan berat badan. Selain itu kecurigaan juga diperkuat dengan adanya
riwayat istri pasien yang menderita TB dan mendapat pengobatan selama 6 bulan,
sehingga ada kemungkinan pasien tertular oleh istri.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang berupa Gene Xpert, didapatkan hasil
MTB detected low dan Rif resistence not detected. Sedangkan dari pemeriksaan X
foto thoraks tampak bentuk dan letak jantung normal, corakan vaskuler tampak
meningkat, dan bercak milier diffuse pada lapangan paru kanan dan kiri sehingga
didapatkan kesan gambaran TB milier. Gambaran bercak milier ini biasanya
berukuran 1-3 mm dan berukuran seragam serta tersebar merata di seluruh lapangan
paru. Hal ini disebabkan karena pada daerah infeksi akan dikelilingi oleh makrofag
dan terbentuk granuloma. Dari pemeriksaan radiologis tidak tampak adanya efusi
pleura yang ditandai dengan sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip serta tidak
ada kardiomegali.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan didukung oleh pemeriksaan
penunjang, maka pasien dapat didiagnosis menderita TB milier.
25
26
Pada pasien ini diberikan terapi berupa obat anti tuberkulosis (OAT) berupa
kombinasi dosis tetap (KDT) sebanyak 3 tablet per hari sesuai dengan panduan
tatalaksana TB yang disarankan oleh WHO. Obat ini berisi rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, dan ethambutol. Pemberian obat ini diiringi suplementasi vitamin B6
untuk mengurangi efek samping komposisi OAT yaitu isoniazid yang dapat
menyebabkan neuritis perifer. Pasien juga mendapatkan terapi berupa oksigen nasal
kanul 3 lpm untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien yang mengalami sesak
napas. Pasien diberi injeksi metoclopramide untuk mengurangi keluhan mual dan
muntah. Selain itu pasien diberi n-asetyl sistein dan nebul kombinasi combivent dan
bisolvon yang berfungsi untuk mengencerkan dan memudahkan pengeluaran dahak.
Paracetamol juga diberikan kepada pasien untuk mengurangi gejala demam yang
dialami.
BAB V
SIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29
14. Barreto ML, Cunha SS, Pereira SM, Genser B, Hijjar MA, Ichihara MY, et
al. Neonatal BCG protection against tuberculosis lasts for 20 years in Brazil.
Int J Tuberc Lung Dis. 2005;
15. Gunadi D, Lubis B, Rosdiana N. Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak.
Sari Pediatr. 2017;
16. Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja E. Skrofuloderma pada Dada. In:
Pertemuan Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin XIV. Surabaya; 2002.
17. Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. Tuberculosis 2007: From Basic Science
To Patient Care. TuberculosisTextbook.com. 2007.
18. Sharma SK, Mohan A, Sharma A. Challenges in the diagnosis & treatment
of miliary tuberculosis. Indian Journal of Medical Research. 2012.
19. Lewinsohn DM, Leonard MK, Lobue PA, Cohn DL, Daley CL, Desmond E,
et al. Official American thoracic society/Infectious diseases society of
America/Centers for disease control and prevention clinical practice
guidelines: diagnosis of tuberculosis in adults and children. Clin Infect Dis.
2017;
20. World Health Organisation. CHEST RADIOGRAPHY IN
TUBERCULOSIS. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2016.
21. Basem Abbas Al U. The Radiological Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis
(TB) in Primary Care. J Fam Med Dis Prev. 2018;4(1):1–7.
22. Pai M, Rabinovitch B. Interpretation of Chest X-rays in Tuberculosis. Let’s
Talk TB. 2018;3.
23. Kim WS, Choi J-I, Cheon J-E, Kim I-O, Yeon KM, Lee HJ. Pulmonary
Tuberculosis in Infants: Radiographic and CT Findings. Am J Roentgenol
[Internet]. 2006 Oct 1;187(4):1024–33. Available from:
https://doi.org/10.2214/AJR.04.0751
24. Nachiappan A, Rahbar K, Shi X, Guy E, Mortani Barbosa E, Shroff G, et al.
Pulmonary Tuberculosis: Role of Radiology in Diagnosis and Management.
RadioGraphics. 2017;
25. Furqan M, Butler J. Miliary Pattern on Chest Radiography: TB or not TB?
Mayo Clin Proc. 2010;
30