Pendahuluan
Tuberculosis paru sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan yang masih
sulit terpecahkan. Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis . Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB
(droplet infeksi) yang dihirup oleh orang sehat. Sumber penularan adalah penderita yang
mengeluarkan kuman tuberkulosis dengan dahak yang dibatukkan keluar . Berdasarkan cara
penularan ini penyakit TB disebut sebagai airborne disease. Diperkirakan sepertiga penduduk
di seluruh dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Tahun 1995 WHO
memperkirakan diseluruh dunia terdapat 9 juta kasus baru TB dengan jumlah kematian 3 juta
orang/tahun. Sebagian besar kasus terjadi d inegara-negara berkembang, dua pertiga kasus
terjadi di Benua Asia. Di negara-negara berkembang TB paru menyumbangkan angka 25%
dari seluruh angka kematian. Penyakit ini telah diketahui penyebabnya, cara penularan,
faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan dapat disembuhkan asalkan diberi pengobatan
yang adekuat, namun penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia.
WHO ditahun 1993 mendeklarasikan TB sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan
sebutan "Global Emergency".
Di Indonesia, sejak tahun 1995, program pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah
dilaksanakan
dengan
strategi
DOTS
(Directly
Observed
Treatment,
Shortcourse
Tuberkulosis.
Diharapkan
penanggulangan
dengan
DOTS
dapat
Bab II
Tinjauan Pustaka
1
2.1
Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacerium
tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airborne). Pada
hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis didapat melalui inhalasi partikel kuman yang cukup
kecil. Droplet dikeluarkan selama batuk, tertawa atau bersin. Nukleus yang terinfeksi
kemudian terhirup oleh individu yang rentan. Sebelum infeksi pulmonari dapat terjadi,
organisme yang terhirup terlebih dahulu harus melawan mekanismes pertahanan paru dan
masuk jaringan paru.1
2.2
Etiologi
Penyebab dari penyakit tuberkulosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai
ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai penyebab
kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya,
penyakit ini masih termasuk penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang
mematikan ini adalah consumption.
Di negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara, angka kesakitan maupun
angka kematian TB paru pernah menurun secara tajam. Di Amerika Utara, saat awal orang
Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke sana, kematian akibat TB pada tahun 1800 sebesar
650 per 100.000 penduduk, tahun 1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, di tahun
1900 menjadi 210 per 100.000 penduduk, pada tahun 1920 turun lagi menjadi 100 per
100.000 penduduk, dan pada tahun 1969 turun secara drastis menjadi 4 per 100.000
penduduk per tahun. Angka kematian karena tuberkulosis di Amerika Serikat pada tahun
1976 telah turun menjadi 1.4 per 100.000 penduduk.2 Berdasarkan estimasi World Health
Organization (WHO), daerah dengan kasus TB baru yang tertinggi pada tahun 2009 adalah di
2
daerah Asia Tenggara yang merupakan 35% dari insidensi global. Sekitar 1.3 juta populasi
meninggal akibat TB pada tahun 2009. Di Indonesia, penyakit ini terus berkembang setiap
tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan
kematian. Bahkan Indonesia menduduki lima besar negara di dunia dalam kasus TB.3
2.4
Patofisiologi
Infeksi primer. Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberkulosis disebut sebagai infeksi
primer dan biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi primer
mungkin hanya berukuran mikrokopis, dan karenanya tidak tampak pada foto rontgen.
Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkijuan) tetapi bisa
saja tidak, yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel
seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,
material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabanagn trakeobronkial dan
dibatukkan. Rongga yang terisi udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan
rontgen dada.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan
membentuk jaringan parut dan akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai
tuberkel Ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali, meski telah
bertahun-tahun, dan menyebabkan infeksi sekunder.
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil
tuberkel dan proteinnya. Respons imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T
dan terdeteksi oleh reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensitifitas
tuberkulin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh 2 sampai 6 minggu setelah infeksi primer. Dan
akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya
menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif.
Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit
aktif termasuk usia lanjut, imunosupresi, infeksi HIV, malnutrisi, alkhoholisme, dan
penyalahgunaan obat, adanya keadaan penyakit lain (mis diabetes melitus, gagal ginjal kronis
atau malignansi) dan predisposisi genetik.
Infeksi sekunder. Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah
pada bentuk klinis TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap
laten selama bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien
menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secara periodik klien yang telah
mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya penyakit aktif.4
3
2.5
Manifestasi Klinis
Keluhan dapat bermacam-macam dan bisa juga tanpa keluhan. Keluhan yang
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
A. Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan identitas pasien, keluhan utama, keluhan tambahan,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat pribadi dan sosial,
riwayat penggunaan obat, dan riwayat keluarga. Pada riwayat penyakit sekarang,
ditanyakan onset batuk, apakah batuk berdahak atau tidak, dahak berwarna apa,
apakah ada batuk yang disertai darah, apakah ada keluhan sesak napas dan nyeri dada.
Ditanyakan juga apakah ada keluhan tambahan seperti tidak nafus makan, berat badan
semakin menurun atau tidak naik, demam, sakit kepala, nyeri otot, atau keringat
malam. Ditanyakan juga apakah ada keluhan nyeri perut yang hebat, konstipasi, atau
diare. Pada riwayat penyakit dahulu, ditanyakan apakah sering mengalami batuk
dalam jangka panjang sebelumnya, adakah penyakit penyerta lain seperti hipertensi,
diabetes, sakit jantung. Pada riwayat sosial ditanyakan juga faktor pencetus
tuberkulosis seperti banyak orang di sekitarnya yang menderita tuberkulosis atau
batuk lama atau batuk darah dan sempat berhubungan baik dari percikan ludah,
4
makanan dan minuman bersama, adakah pasien menggunakan narkoba. Pada riwayat
obat ditanyakan apakah sebelumnya sempat menjalani pengobatan TB selama 6 bulan,
obat apa saja yang sudah dikonsumsi dan bagaimana perkembangannya, adakah alergi
obat/tidak.
B. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, maupun
suhu tubuh. Pada inspeksi, harus diperhatikan kondisi tubuh pasien yang cenderung
kurus, jika ditemukan keluhan sesak perhatikan adanya napas cuping hidung dan
retraksi di dada. Tidak lupa untuk menimbang berat badan pasien untuk memantau
perkembangan berat badannya terutama pada anak. Palpasi dilakukan untuk
menemukan kondisi akut abdomen seperti nyeri tekan. Perkusi untuk mengetahui
apakah terdapat tanda-tanda pleuritis seperti ditemukannya perkusi pekak karena
berisi cairan dan apakah terdapat kondisi hipertimpani pada kondisi diare atau nyeri
ketuk pada peritonitis. Selain itu juga dilakukan auskultasi untuk menemukan adanya
ronkhi basah kasar dan untuk menilai bising usus pasien.
C. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan sputum (BTA)
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan. Tetapi kadang-kadang tidak
mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang
non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum,
pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks
batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik selama 20-30
menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batangkuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman
dalam 1 mL sputum. Kuman berbentuk batang yang ramping (diameter kurang dari
0,5 m), kadang melengkung, sering bermanik-manik polikromatik, seringkali
tampak pada specimen klinis sebagai pasangan atau kelompok beberapa organism
yang terletak bersisian. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan
Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan
Gabbet. Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens
5
c. Tes Mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai utuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Teknik standar tes Mantoux adalah
dengan menyuntikkan tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) sebanyak 0,1
ml yang mengandung 5 T.U. tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas
permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan
alkohol. Jarum dipegang dengan permukaan miring diarahkan ke atas dan ujungnya
dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu gelembung
berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml
disuntikkan dengan tepat dan cermat. Untuk memperoleh reaksi kulit yang
maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi
harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi
lengan bawah sedikit ditekuk. Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba) dan
bukan eritem yang bernilai. Hasil tes mantoux ini dibagi dalam :
Indurasi berdiameter 0-5 mm : Mantoux negatif
Indurasi berdiameter 6-9 mm : hasil meragukan
Indurasi berdiameter 10-15 mm : Mantoux positif
Indurasi berdiameter > 15 mm : Mantoux positif kuat5)Untuk pasien
dengan HIV positif, tes mantous 5 mm, dinilai positif.
2.7
Penatalaksanaan
a. Promotif
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
Mensosialisasiklan imunisasi BCG di masyarakat.
b. Preventif
Vaksinasi BCG
Menggunakan isoniazid (INH) pada orang yang kontak serumah dengan TBC
Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.
c. Kuratif
Pengobatan Penyakit TBC:
Dosis
Efek Toksik
5 mg/kg/hari (maksimum
Hepatitis
300 mg/hari)
Neuropati
Rifampisin
Diberikan PO atau IM
10 mg/kg/hari (maksimum
Ethambutol
600mg/hari)
15-25 mg/kg/hari selama
60 hari, kemudian 15
Dermatitis
Preparat Primer
Isoniazid
Pirazinamid
gram
15 mg/kg/hari. Maksimum
Ototoksisitas
Nefrotoksisitas
IM
15-30 mg/kg/hari. Dosis
Hepatotoksisitas
maksimum 2 g/hari
Hiperurisemia
Capreomisin
Nefrotoksisitas
Ototoksisitas
diberikan IM.
15-30 mg/kg/hari. Dosis
maksimum 1 g/hari.
Nefrotoksisitas
Asam paraamino
Diberikan IM
150 mg/kg/hari.
Gangguan pencernaan
salisiklat
Sikloserin
Psikosis
maksimum 1 g/hari
Kejang
Kanamisin
Ruam kulit
2.8
i.
ii.
iii.
menanggulangi TBC.
Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi
iv.
v.
Prognosis
Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
BAB III
DATA PASIEN
Puskesmas
: Kecamatan Pedes
Identitas pasien :
Nama
: Ny. I
Umur
: 40 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Pendidikan
: Tamat SD
Alamat
II.
: Cukup
b. Kebersihan perorangan
: Cukup
: Batuk berkepanjangan
d. Penyakit keturunan
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
9
III.
g. Pola makan
h. Pola istirahat
: 5 orang
Psikologis keluarga
a. Kebiasaan buruk
: Tidak ada
b. Pengambilan keputusan
: Suami
c. Ketergantungan obat
: Tidak ada
: Kurang
: Semi Permanen
b. Lantai rumah
: Tanah
c. Luas rumah
: 56 m2 (8m x 7m)
d. Penerangan
: Kurang
e. Kebersihan
: Cukup
f. Ventilasi
: Kurang
g. Dapur
h. Jamban keluarga
: Ada
: Air Sumur
: Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan
: Tidak ada
: Ada
V.
VI.
: Kurang
Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah
: Cukup
: Cukup
10
VII.
: Baik
: Sedang
: Sedang
e. Keadaan ekonomi
: Cukup
Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh
: Sunda
b. Lain-lain
: Tidak ada
Keterangan
1. Pasien
: Perempuan, 40 tahun.
2. Suami pasien
: Laki-laki, 56 tahun
3. Anak pasien
4. Anak pasien II
I.
: Laki-laki, 20 Tahun
: Perempuan, 7 tahun
II.
Keluhan Tambahan
Batuk berdarah, sesak napas, penurunan berat badan, keringat malam
III.
11
Sejak 3 bulan yang lalu os mengeluh sering batuk berdahak dan pernah bercampur
darah, menggumpal dan berwarna merah tua. Os juga mengeluh dada terasa sesak,
demam dan badan terasa linu. Os juga mengaku, terdapat keringat malam dan berat
badannya terasa semakin turun meski napsu makan baik. Pasien menyangkal adanya
mual dan muntah, menyangkal adanya sesak saat beraktifitas dan berkurang saat
istirahat, menyangkal nyeri di ulu hati dan rasa cepat kenyang.
IV.
V.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah
: 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi
: 90x/menit
- Frekuensi napas
: 23x/menit
- Suhu
: afebris
Berat badan
: 40 kg
Tinggi badan
: 150 cm
Status gizi
: Kurang
Pemeriksaan umum :
- Kepala
: Normocephali
- Mata
: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
- Hidung
: Septum deviasi (-), Sekret (-)
- Telinga
: Lapang, Tidak tampak kelainan dari luar
- Leher
: Kelenjar getah bening regional dan kelenjar tiroid
tidak tampak membesar.
- Paru
: Suara napas vesikuler, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
- Jantung
: Bunyi jantung I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen
: Tampak datar, teraba supel, bising usus (+) normal, NT (-)
- Ekstremitas : Bentuk normal, atrofi (-), reflex fisiologis (+), patologis (-)
VI.
Pemeriksaan Penunjang
Sputum BTA (+)
VII.
Diagnosis Penyakit
Tuberkulosis Paru Kategori II
IX.
a.
Promotif:
Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakit Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis gratis di puskesmas.
b.
Preventif:
Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, berhenti merokok, berolahraga, menghindari stres.
c.
X.
XI.
Prognosis
Penyakit
Keluarga
Masyarakat
: dubia ad bonam
: dubia
: dubia
Resume
Telah diperiksa Ny. I umur 40 tahun dengan keluhan batuk berdahak sejak 3 bulan
yang lalu dan pernah bercampur darah, menggumpal dan berwarna merah tua. Os juga
mengeluh dada terasa sesak, demam dan badan terasa linu. Os juga mengaku, terdapat
13
keringat malam dan berat badannya terasa semakin turun meski napsu makan baik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal, Status gizi os kurang, terdapat ronki +/+ pada
kedua lapang paru. Hasil pemeriksaan penunjang dengan sputum BTA +.
Analisa Kasus
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 30 Agustus 2015,
didapatkan bahwa pasien menderita tuberkulosis paru kategori II. Pasien berusia 40 tahun.
Pasien seorang ibu rumah tangga dan tinggal dengan suami beserta tiga orang anaknya.
Pasien tampak cukup memperhatikan kesehatan dirinya dan anggota keluarganya.
Rumah pasien tergolong tidak sehat dilihat dari sisi penerangan yang kurang, ventilasi
yang cukup memadai dan kebersihan rumah yang kurang. Rumah pasien berlantaikan tanah
di keseluruhan lantai rumahnya. Di dalam rumah terdapat kamar tidurnya yang berjumlah 2
yang berupa ruangan kecil, terdapat jendela dan ventilasi disetiap kamar. Namun, jendela
jarang dibuka untuk pertukaran udara. Di dalam rumah sudah terdapat jamban yang tidak
terawat kebersihannya dan bak penampungan air yang airnya keruh serta jarang dibersihkan.
Dapur menyatu dalam satu rumah dan tidak terawat kebersihannya. Pasien dan keluarganya
menggunakan air sumur untuk minum, mandi dan memasak.
Melihat kondisi rumah dan lingkungan pasien dengan penyakit yang sedang diderita
pasien maka dirasa perlu untuk menyarankan kepada pasien melakukan pencegahan sekunder
untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dan juga menjaga kesehatan keluarga yang
14
tinggal bersama pasien yaitu dengan minum obat antituberkulosis secara teratur tanpa putus
sekali pun, rajin kontrol ke fasilitas kesehatan, makan makanan yang sehat dan bergizi, dan
olahraga secara teratur, serta tidak bersin, batuk, dan bicara terlalu dekat dengan anggota
keluarga terutama anak pasien yang ke III. Sedangkan kepada keluarga pasien sebagai
kelompok risiko tinggi, dianjurkan untuk tidak berhubungan dengan ludah pasien dengan
tidak makan dan minum dari tempat yang sama dengan penderita.
Bab IV
Penutup
4.1
Kesimpulan
Dari hasil kunjungan rumah pada tanggal 30 Agustus 2015, didapatkan bahwa pasien,
Ny. I adalah penderita tuberkulosis paru kategori II. Pasien tidak memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai penyakit tuberkulosis. Ditinjau pula rumah pasien tergolong rumah yang
tidak sehat dilihat dari kurangnya penerangan di dalam rumah dengan ventilasi yang cukup
untuk sirkulasi udara. Pada kasus ini keluarga pasien merupakan kelompok risiko tinggi
terutama karena terdapat anak kecil berumur 1 dan 7 tahun sehingga dianjurkan untuk
berperilaku sehat sedini mungkin dan hidup dengan pola makan yang sehat. Untuk
mengupayakan kondisi sehat bagi penderita maupun keluarganya adalah dengan
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga dan kembali meninjau
kondisi rumah sehingga dapat mengubahnya mendekati rumah sehat. Oleh karena itu,
disarankan kepada penderita untuk memperbaiki kondisi rumah, menganjurkan memakai
masker atau menutup mulut ketika batuk dan menganjurkan untuk tidak meludah
disembarang tempat.
4.2
Saran
a. Puskesmas
15
Puskesmas diharapkan untuk lebih terlibat dalam kegiatan promotif dan preventif
kesehatan masyarakat yaitu dengan mengadakan penyuluhan yang atraktif dan mudah
dimengerti oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat lebih peduli terhadap kesehatan
dirinya sendiri.
b. Penderita
Penderita diharapkan meningkatkan kesehatannya dengan makan makanan yang sehat,
bersih, dan bergizi, berhenti kebiasaan merokok di dalam maupun di luar rumah, dan yang
terpenting bagi penderita adalah tetap minum obat secara teratur sampai tuntas.
Daftar Pustaka
1. Somantri I. Keperawatan medikal bedah : asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan. Jakarta : Salemba Medika, 2007. h. 97-5.
2. Yasmin NG, Asih. Keperawatan medikal bedah : klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta : EGC, 2008. h. 85-2.
3. Kanwil Depkes Propinsi DKI Jakarta. Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit
Tuberkulosis Tingkat Puskesmas- Modul 1. Tahun 1999 / 2002.
4. W.Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K.M dan Setiati S, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam (Tuberkulosis paru). Pusat Penerbitan IPD Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007; Edisi IV(Jilid I).h.(988-993)
5. Mansjoer A,Triyanti K,Savitri S,Ika Wardhani W,Setiowulan W.Tuberkulosis paru.Kapita
Selekta Kedokteran.ed 3.Jakarta;2008.h.472-47
6. Kesehatan Lingkungan. 5 Mei 2013. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/, 30
Agustus 2014.
16
LAMPIRAN
Dokumentasi Acara :
17
18