Anda di halaman 1dari 3

Melihat Secara Kritis Dibalik Ebook Gratis

Dewasa ini sangatlah mudah untuk mencari informasi apapun di internet. Asalkan terkoneksi
dengan jaringan ISP atau provider dapat dengan mudah untuk membuka konten terkait atas apa
yang dicari. Pun perkembangan teknologi juga berjalan selaras dan sangat mempengaruhi
persebaran informasi ini dengan cepat dan mudah. Dulunya bisa dikatakan jika informasi di
internet sangatlah mahal, dimana biaya akses internet mencapai Rp. 15.000 rupiah per jam hanya
untuk browsing melalui Google. Namun sekarang, pergeseran begitu cepat, bertumbuhnya jumlah
pengguna internet dan majunya teknologi sekarang hanya Rp. 5000 rupiah per jam dimungkinkan
berselancar di dunia maya melalui warnet.

Dengan jargonnya WYIWYG (What You See Is What You Get), Apa yang dilihat adalah apa
yang didapat, menempatkan internet sebagai sumber yang luar biasa kaya dan tentu saja gratis.
Ditambah dengan sudah merambahnya akses-akses wifi gratis di kafe atau Universitas mendorong
kemajuan pengguna dalam hal mencari informasi di internet baik itu terkait dengan pendidikan,
ilmu pengetahuan, hiburan, hobi, pekerjaan, media sosial, hingga informasi sekecil apa pun ada di
internet.

Tidak terkecuali penerbitan ebook. Ebook merupakan bentuk buku elektronik yang
diterbitkan oleh pengguna dan kemudian diupload dalam bentuk format portabel (PDF) yang
notabene dapat diunduh (download) dengan mudah. Bisa dikatakan jika ebook merupakan bentuk
mentah dari buku yang belum dicetak atau masuk ke level produksi dalam penerbitan. Artinya,
masih dalam bentuk digital yang mudah diakses dan ditransmisikan. Oleh karenanya ebook
menjadi populer dikalangan pengguna. Sebab hanya dalam bentuk digital setiap individu dapat
memproduksi ebook dengan mudah dan membagikannya di internet melalui media sosial atau
media website.

Hal di atas ini berkontribusi terhadap kaburnya antara siapa pemproduksi konten dan siapa
pengguna. Karena sekarang setiap individu yang memiliki akses internet, melalui komputer atau
laptop mereka dapat memproduksi ebook mereka sendiri. Pada kasus ini dapat dipahami jika,
pertama, biaya yang dibutuhkan untuk penerbitan ebook dalam bentuk digital biaya margin
produksi nyaris nol dan kedua, keunggulan ebook lebih mudah dan praktis dibawa kemana-mana.
Proses antara siapa yang menjadi pembaca atau pembuat konten kini dapat berbalik dan semakin
kabur.

Downloaded from http://tiotoo.com/lpdpesai


Hal ini juga berdampak menjamurnya website-website baru yang muncul. Karena semakin
mudah pula akses pembuatan website dan murahnya biasa produksi konten berbasis informasi di
internet. Perkembangan ini juga tidak lepas dari persebaran ebook sendiri, selain mudah diproduksi
dan biaya margin nyaris nol, ebook juga diyakaini dapat menjadi alat ampuh untuk menarik
pengunjung kepada sebuah website menjadi loyal kepada website tersebut.

Alurnya, pemilik website membuat sebuah konten berbasis informasi yang tidak ada
sebelumnya di dunia nyata (offline) dan mengemasnya dalam bentuk ebook. Kemudian, ebook ini
dibagi melalui sebuah website yang notabene telah diatur sebelumnya untuk mendapatkan data
pengunduh ebook dalam bentuk nama dan email. Nantinya setelah ebook terunduh, melalui mesin
pengirim otomatis setiap minggunya email tersebut dikirimi email-email lanjutan yang berisi
promosi terhadap produk premium atau produk lanjutan dari ebook tersebut, entah seminar, ebook
premium, sebuah jasa tertentu atau melalui ebook tersebut menjadi alat untuk mengukuhkan jika
dirinya dianggap seorang guru atau ahli dalam bidang yang ditulisnya.

Proses di atas memang menjadi hal yang biasa terjadi di dunia online. Pada kasus di atas, hal
ini menjadi sebuah budaya yang biasa di dunia online. Sebenarnya jika dicermati secara detail,
proses sampainya ebook gratis yang disediakan tersebut kepada pengguna merupakan proses yang
sudah disusun secara rapih dan terbentuk sebuah sistem di sana. Hal yang biasa ini seringkali
menjadi pemandangan yang biasa dan akan menjadikan pengguna hanya pada proses
menggunakan, mengaplikasikan dan mengunduh konten saja tanpa memperhatikan proses apa
yang terjadi dan dilihat secara kritis.

Dinamika ini adalah sebuah proses budaya yang telah menjamur, dan menjadi taken-for-
granted karena adanya proses komodifikasi. Padalah tidak ada yang namanya budaya itu muncul
dengan sendirinya. Bagaimana proses terbentuknya, siapa agen-agen yang berperan dan apa yang
sedang dimaksudkan, tidak lagi menjadi penting disini. Proses ebook sebagai sumber informasi
yang dapat diunduh secara gratis, setelah itu budaya apa yang dilekatkan pada ebook dilupakan.
Seakan menutup mata, karena apa yang dibutuhkan telah didapat di ebook, lalu apa yang terjadi
pada pemilik website bukanlah menjadi fokus utama.

Sebagai mahasiswa, saya turut mencoba untuk melihat secara kritis terhadap perkembangan
ebook ini. Pertama, melihat antara pemilik website dan ebook bukanlah taken-for-granted. Apa
yang sebenarnya sedang diunduh itu bukanlah proses instan dan terjadi begitu saja. Artinya makna

Downloaded from http://tiotoo.com/lpdpesai


yang terkandung dalam ebook tidaklah hadir dengan sendirinya. Keselarasan latar belakang
pemilik website juga menjadi acuan apa motif dibalik pemproduksian ebook ini. Dengan begitu,
secara kritis kita dapat melihat apa yang dimaksudkan pemilik website terhadap ebook yang
digratiskan tersebut.

Kedua, melihat media sosial yang berkembang, hal ini juga mendorong pengunduh ebook
tidak sadar jika menjadi agen pendistribusian konten ini secara gratis atau disebut juga free labor.
Karena merasa pemilik website telah berbaik hati untuk membolehkan ebooknya diunduh, maka
sebagai imbalannya adalah pengunduh dengan senang hati berbagi dengan teman lain yang
terkoneksi melalui media sosial juga ikut mengunduh ebook ini. Jadi pada konteks ini, pengunduh
ebook menjadi agen yang penting dalam proses pendistribusian ebook.

Ketiga, proses kaburnya pengguna (pengunduh) dan pemroduksi konten juga ikut proses
pendistribusian ebook lebih luas. Pada kasus ini pengguna menjadi agen tambahan yang tidak
dibayar pemilik website. Karena setelah mengunduh ebook, pengguna dengan senang hati menulis
kembali apa yang telah dia baca melalui blog pribadi atau website miliknya yang meletakkan link
terkait pada pemilik ebook yang diunduh.

Keempat, melihat bahwa ebook ini merupakan produk budaya dan adanya proses
komodifikasi di dalamnya. Hal ini dapat menjadi jembatan kepada ekplorasi selanjutnya terkait
dengan motif dari pemilik website mengapa dia menggratiskan ebook yang dapat diunduh tersebut.
Proses ini akan membawa kepada pemahaman terhadap konten yang didistribusikan pemilik
website memiliki motif ekonomi atau yang lain. Entah melalui ebook ini pemilik website akan
mengirimkan serangkaian email promosi untuk membeli produk yang telah disediakan
sebelumnya. Atau bisa saja menjadi legitimasi pemilik website sebagai guru atau ahli di bidang
yang telah ditulis pada ebook. Jadi semacam promosi awal untuk dapat diundang sebagai
pembicara pada sebuah seminar-seminar.

Dengan demikian, beberapa alternatif pandangan terhadap ebook gratis di atas menjadi
sebuah pijakan baru untuk melihat ebook sebagai produk budaya yang tidak hadir dengan
sendirinya untuk dapat diunduh. Jadi tidak hanya ebook yang diunduh, tetapi juga memperhatikan
motif-motif tertentu dibaliknya. Secara implisit terdapat proses yang disusun secara rapih oleh
pemilik website, dari awal produksi konten hingga tersebarnya ebook kepada pengguna lain yang
tanpa disadari menjadi agen dari website tersebut.

Downloaded from http://tiotoo.com/lpdpesai

Anda mungkin juga menyukai