Diajukan untuk
Memenuhi TugasKepaniteraanKlinikdan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus
Disusun oleh:
Novia Karina
30101207029
Pembimbing:
dr. Djoko Heru S., Sp.M
Disusun Oleh :
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Umur : 17 tahun
Agama/suku : Islam/Jawa
Pekerjaan : Siswa
Nomor CM : 793xxx
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada hari Selasa, 13 November 2018 pukul 10.30 WIB secara
1. Keluhan utama
DM (-)
Asma (-)
HT (-)
DM (-)
Asma (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Status Generalisata
Kesadaran : Composmentis
Aktivitas : normoaktif
Kooperativitas : kooperatif
Status gizi : baik
Vital Signs
Nadi : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5°C
2. Status Ophtalmologi
Gambar:
OD OS
D. RESUME
Subyektif
Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus dengan keluhan
kedua mata merah sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai rasa gatal dan keluar
cairan bening yang cukup banyak. Saat bangun tidur pasien juga merasa kedua matanya
sulit dibuka karena lengket. Sebelumnya sudah diberikan tetes mata tapi tidak
membaik.
Obyektif
Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis viral
Skleritis
Episkleritis
F. DIAGNOSIS KERJA
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
H. PROGNOSIS
I. Saran:
1. Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat
dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis pada
bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika
melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya
perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh
bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa
mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang
terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika
tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk
mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik1.
2. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra
dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar
juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah
dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet
yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang
memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
3. Tanda Konjungtivitis2
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas,
sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting konjungtivitis adalah
hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma
konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran,
granuloma, dan adenopati preaurikuler.
4. Klasifikasi konjuntivitis
A. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptococcus, Corynebacterium
diphtherica, pseudomonas, neisseria dan haemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan purulen. Pada kasus akut
dapat juga menjadi kronis. Konjungtivitis bakteri ditandai hiperemi konjungtiva,
edema kelopak, papil dan kornea yang jernih.
Pada konjungtivitis yang disebabkan gonorrea, infeksi yang terjadi lebih berat,
radang konjungtiva lebih berat dan disertai sekret purulen. Pada neonatus infeksi
terjadi saat berada pada jalan lahir, ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit GO.
Pada orang dewasa penularan melalui hubungan seksual.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung dari temuan agen
mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dapat diberikan antibiotik
topikal. Setelah hasil laboratorium diperoleh, dapat diberikan terapi sistemik3.
B. Konjungtivitis virus
1. Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C, sakit
tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata merah dan berair sering terjadi.
Limfadenopati preaurikuler yang tidak nyeri tekan khas ditemukan pada demam
faringokonjungtival4.
Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva, folikel
konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran5,6.
Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri. Biasanya
hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik3.
2. Keratokonjungtivitis epidemi
Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang pada kedua
mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan mengeluarkan air mata
diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan sub
epitel. Pada penyakit ini khas ditemukan nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase
akut ditandai edema palpebra, kemosis dan hiperemi konjungtiva. Dapat juga
terbentuk pseudomembran dan diikuti simblefaron2,3.
Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-bulan namun dapat
sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di luar mata. Namun pada anak-
anak dapat ditemukan gejala infeksi seperti demam, diare, otitis media7.
Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk mengurangi gejala.
Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik diberikan hanya bila terjadi infeksi
sekunder8,9.
3. Konjungtivitis virus herpes simpleks
Biasanya dijumpai pada anak-anak. Ditandai hiperemi, iritasi, sekret mukoid,
nyeri dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi epitelial yang membentuk ulkus
yang bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes muncul pada palpebra dan
disertai oedema yang berat. Nodus preaurikuler nyeri bila ditekan. Diagnosis pasti
dengan ditemukannya sel raksasa pada pengecatan Giemsa, kultur virus dan sel
inklusi intranuklear10.
Pengobatan yang sesuai dengan kompres dingin. Pengobatan saat ini yang
biasa diberikan adalah asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid sebaiknya
dihindari karena memperburuk infeksi herpes1,2.
C. Konjungtivitis Chlamydia3
Konjungtivitis chlamydia juga disebut trakoma, disebabkan oleh Chlamydia
trakomatis. Dapat menyerang segala umur tapi biasanya pada anak muda dan anak-
anak. Cara penularan melalui kontak langsung dengan penderita. Inkubasinya berkisar
selama 5-14 hari.
Pada pewarnaan giemsa terlihat sel polimorfonukleat, tetapi juga dapat ditemukan
sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas). Sel leber dapat menyokong diagnosa
trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosa yang penting bagi trakoma.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair. Penyakit ini
mempunyai 4 stadium4,5:
1. Stadium insipien
Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva palpebra superior,
yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pembuluh darah konjungtiva. Sekret
jernih dan sedikit bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea jarang
didapatkan.
2. Stadium established
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada konjungtiva
palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva (pembuluh darah yang
terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat) yang jelas. Terdapat hipertrofi papil
yang berat seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior.
3. Stadium parut
Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat sebagai garis putih
halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus kornea disebut lengkungan
herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
4. Stadium sembuh
Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tarsus yang dapat mengakibatkan enteropion dan
trikiasis.
Pengobatan trakoma adalah dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari selama
3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan menjaga higienie3.
D. Konjungtivitis Alergi
1. Konjungtivitis vernalis
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pada kedua mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata
pada konjungtiva palpebra, rasa gatal yang berat, sekret gelatin berisi eosinofil,
pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi dan tukak indolen. Pada tipe limbal
terdapat benjolan pada daerah limbus dan bercak Horner Trantas berwarna
keputihan yang terdapat di dalam benjolan6.
Penyakit ini mengenai pada usia muda dan insidensi pada laki-laki sama dengan
perempuan. Dua bentuk utama berupa:
Bentuk Palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat pertumbuhan
papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid. Konjungtiva palpebra
inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih berat dari bentuk limbal. Papil
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dengan
kapiler ditengahnya7,8.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan hiperplastik
gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau oesinofil
pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus dengan sedikit eosinofil9.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi kompres
dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Bila terdapat tukak kornea dapat
diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sdekunder disertai siklopegik3,10.
2. Konjungtivitis flikten1
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi tipe IV
terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea, leismaniasis,
infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil dikelilingi sel limfosit,
makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan infiltrasi seluler
subepitel yang terutama terdiri atas sel limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di konjungtiva
terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi. Gejalanya adalah mata
berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan hingga berat. Bila kornea ikut
terkena akan terjadi silau dan blefarospasme.
Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan bila terkena
kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah steroid topikal dan
midriatik bila ada penyulit.
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa dengan
konjungtivitis bakteri.
B. Saran
Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih.
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak bersih,
dan mencuci tangan setelah memegang mata.
Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari kontaminasi
dari lingkungan luar.
DAFTAR PUSTAKA