Anda di halaman 1dari 19

CBD

ODS Konjungtivitis Bakterial

Diajukan untuk
Memenuhi TugasKepaniteraanKlinikdan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh:
Novia Karina
30101207029

Pembimbing:
dr. Djoko Heru S., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUDDR. LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITRAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

CASE BASED DISCUSION


dengan judul :

ODS Konjuntivitis Bakterial

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik

Di Departemen Ilmu Kesehatan Mata

RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Novia Karina 30101307029

Semarang, 14 November 2018

Telah disetujui oleh,


Pembimbing

dr. Djoko Heru S., Sp.M


BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Nn. I

Umur : 17 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status pernikahan : Belum Menikah

Agama/suku : Islam/Jawa

Alamat : Bratas 2/2 , Kudus

Pekerjaan : Siswa

Nomor CM : 793xxx

Cara Pembayaran : BPJS Kesehatan

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada hari Selasa, 13 November 2018 pukul 10.30 WIB secara

autoanamnesis di Poliklinik Mata RSUD Kudus.

1. Keluhan utama

Kedua mata merah

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh kedua matanya merah.


Pasien juga mengeluh kedua matanya terasa gatal, sehingga pasien sering
menggosok-gosok kedua matanya dan keluar cairan berwarna bening tapi
tidak banyak (nrocos). Pasien mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran
mata yang cukup banyak. Tidak ada pandangan mata kabur pada kedua
matanya dan keluhan lain yang mengganggu aktivitasnya. Pasien mengaku
disatu kelasnya terdapat penderita dengan keluhan yang sama. Sebelum
berobat ke poliklinik Mata, pasien pernah memberikan tetes mata tapi
keluhan tidak berkurang sehingga pasien berobat ke poli mata RSUD Dr.
Loekmono Hadi Kudus. Tidak ada riwayat trauma pada kedua matanya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penggunaan kacamata (-)

 Riwayat memakai lensa kontak (-)

 Riwayat operasi katarak (-)

 Riwayat operasi mata (-)


 HT (-)

 DM (-)

 Asma (-)

 Penyakit Jantung (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

 Dikeluarga tidak ada yang mengalami hal serupa

 HT (-)

 DM (-)

 Asma (-)

 Penyakit Jantung (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK :

1. Status Generalisata

Tanggal pemeriksaan : Selasa, 13 November 2018

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Aktivitas : normoaktif

Kooperativitas : kooperatif
Status gizi : baik

Vital Signs

 Tensi : 120/90 mmHg

 Nadi : 84 x/menit

 RR : 22 x/menit

 Suhu : 36,5°C

2. Status Ophtalmologi

Gambar:

OD OS

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)


6/6 Visus 6/6
Tidak dilakukan Tonometri Tidak dilakukan
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), enoftalmus (-),
eksoftalmus (-), Bulbus okuli eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (+), hiperemis(-), nyeri Edema (+), hiperemis(-),
tekan(-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus blefarospasme (-),
Palpebra
(-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), ektropion (-),
entropion (-) entropion (-)
Edema (-), Edema (-),
injeksi konjungtiva (+), injeksi konjungtiva (+),
injeksi siliar (-), Konjungtiva injeksi siliar (-),
infiltrat (+), infiltrat (+),
hiperemis (+) hiperemis (+)
Putih Sklera Putih
Bulat, edema (-), Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-), Kornea keratik presipitat(-),
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat(-), sikatriks (-)
Arkus senilis (-) Arkus senilis (-)
Jernih, kedalaman cukup Camera Oculi Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), Anterior hipopion (-),
hifema (-), (COA) hifema (-),
Kripta(N), warna coklat,(- Iris Kripta(N), warna coklat,(-),
),edema (-) synekia (-) edema(-), synekia (-),
bulat, diameter : ± 3mm, bulat, diameter ± 3 mm,
letak sentral, Pupil letak sentral,
refleks pupil langsung (+), refleks pupil langsung (+),
refleks pupil tak langsung (+) refleks pupil tak langsung (+)
Normal Bilik Mata Depan Normal

Normal Sudut Bilik Mata Normal

Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (-)

Shadow Test (-) Shadow Test (-)

(-) Shadow test (-)


Jernih Vitreus Jernih
Papil NII bulat, batas tegas, Papil NII bulat, batas tegas,
ablatio (-), mikroaneurisma (-), Retina ablatio (-), mikroaneurisma (-),
eksudat (-), perdarahan (-), eksudat (-), perdarahan (-),
CD ratio (N) CD ratio (N)
Fundus refleks (+), cemerlang Fundus Refleks Fundus refleks (+), cemerlang
Tidak dilakukan Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan

D. RESUME
Subyektif

Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus dengan keluhan

kedua mata merah sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai rasa gatal dan keluar

cairan bening yang cukup banyak. Saat bangun tidur pasien juga merasa kedua matanya

sulit dibuka karena lengket. Sebelumnya sudah diberikan tetes mata tapi tidak

membaik.

Obyektif

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)


6/6 Visus 6/6
Tidak dilakukan Tonometri Tidak dilakukan
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), enoftalmus (-),
eksoftalmus (-), Bulbus okuli eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-),
tekan(-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus blefarospasme (-),
Palpebra
(-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), ektropion (-),
entropion (-) entropion (-)
Edema (-), Edema (-),
injeksi konjungtiva (+), injeksi konjungtiva (+),
injeksi siliar (+), Konjungtiva injeksi siliar (+),
infiltrat (+), infiltrat (+),
hiperemis (+) hiperemis (+)
hiperemis Sklera hiperemis
Bulat, edema (-), Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-), Kornea keratik presipitat(-),
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat(-), sikatriks (-)
Arkus senilis (-) Arkus senilis (-)
Jernih, kedalaman cukup Camera Oculi Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), Anterior hipopion (-),
hifema (-), (COA) hifema (-),
Kripta(N), warna coklat,(- Iris Kripta(N), warna coklat,(-),
),edema (-) synekia (-) edema(-), synekia (-),
bulat, diameter : ± 3mm, bulat, diameter ± 3 mm,
letak sentral, Pupil letak sentral,
refleks pupil langsung (+), refleks pupil langsung (+),
refleks pupil tak langsung (+) refleks pupil tak langsung (+)
Normal Bilik Mata Depan Normal

Normal Sudut Bilik Mata Normal

Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (-)

Shadow Test (-) Shadow Test (-)

(-) Shadow test (-)

Jernih Vitreus Jernih


Papil NII bulat, batas tegas, Papil NII bulat, batas tegas,
ablatio (-), mikroaneurisma (-), Retina ablatio (-), mikroaneurisma (-),
eksudat (-), perdarahan (-), eksudat (-), perdarahan (-),
CD ratio (N) CD ratio (N)
Fundus refleks (+), cemerlang Fundus Refleks Fundus refleks (+), cemerlang
Tidak dilakukan Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS BANDING

 Konjungtivitis bakteri

 Konjungtivitis viral

 Skleritis

 Episkleritis

F. DIAGNOSIS KERJA

ODS Konjungtivitis Bakterial

G. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

 Gentamycin ED 6 dd gtt I ODS

 Cendo lyteers 4 dd gtt II ODS

H. PROGNOSIS

OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER

Quo Ad Vitam ad bonam Ad bonam

Quo AD Functionam Ad bonam Ad bonam

Quo Ad sanationam Ad bonam Ad bonam

Quo Ad kosmetikan Ad bonam Ad bonam

I. Saran:

 Gunakan tetes mata secara teratur

 Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih.


 Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak

bersih, dan mencuci tangan setelah memegang mata.

 Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari

kontaminasi dari lingkungan luar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat
dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis pada
bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika
melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya
perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh
bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa
mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang
terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika
tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk
mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik1.

2. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra
dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar
juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah
dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet
yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang
memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

3. Tanda Konjungtivitis2
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas,
sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting konjungtivitis adalah
hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma
konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran,
granuloma, dan adenopati preaurikuler.

4. Klasifikasi konjuntivitis
A. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptococcus, Corynebacterium
diphtherica, pseudomonas, neisseria dan haemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan purulen. Pada kasus akut
dapat juga menjadi kronis. Konjungtivitis bakteri ditandai hiperemi konjungtiva,
edema kelopak, papil dan kornea yang jernih.
Pada konjungtivitis yang disebabkan gonorrea, infeksi yang terjadi lebih berat,
radang konjungtiva lebih berat dan disertai sekret purulen. Pada neonatus infeksi
terjadi saat berada pada jalan lahir, ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit GO.
Pada orang dewasa penularan melalui hubungan seksual.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung dari temuan agen
mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dapat diberikan antibiotik
topikal. Setelah hasil laboratorium diperoleh, dapat diberikan terapi sistemik3.

B. Konjungtivitis virus
1. Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C, sakit
tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata merah dan berair sering terjadi.
Limfadenopati preaurikuler yang tidak nyeri tekan khas ditemukan pada demam
faringokonjungtival4.
Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva, folikel
konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran5,6.
Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri. Biasanya
hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik3.
2. Keratokonjungtivitis epidemi
Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang pada kedua
mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan mengeluarkan air mata
diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan sub
epitel. Pada penyakit ini khas ditemukan nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase
akut ditandai edema palpebra, kemosis dan hiperemi konjungtiva. Dapat juga
terbentuk pseudomembran dan diikuti simblefaron2,3.
Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-bulan namun dapat
sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di luar mata. Namun pada anak-
anak dapat ditemukan gejala infeksi seperti demam, diare, otitis media7.
Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk mengurangi gejala.
Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik diberikan hanya bila terjadi infeksi
sekunder8,9.
3. Konjungtivitis virus herpes simpleks
Biasanya dijumpai pada anak-anak. Ditandai hiperemi, iritasi, sekret mukoid,
nyeri dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi epitelial yang membentuk ulkus
yang bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes muncul pada palpebra dan
disertai oedema yang berat. Nodus preaurikuler nyeri bila ditekan. Diagnosis pasti
dengan ditemukannya sel raksasa pada pengecatan Giemsa, kultur virus dan sel
inklusi intranuklear10.
Pengobatan yang sesuai dengan kompres dingin. Pengobatan saat ini yang
biasa diberikan adalah asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid sebaiknya
dihindari karena memperburuk infeksi herpes1,2.

C. Konjungtivitis Chlamydia3
Konjungtivitis chlamydia juga disebut trakoma, disebabkan oleh Chlamydia
trakomatis. Dapat menyerang segala umur tapi biasanya pada anak muda dan anak-
anak. Cara penularan melalui kontak langsung dengan penderita. Inkubasinya berkisar
selama 5-14 hari.
Pada pewarnaan giemsa terlihat sel polimorfonukleat, tetapi juga dapat ditemukan
sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas). Sel leber dapat menyokong diagnosa
trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosa yang penting bagi trakoma.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair. Penyakit ini
mempunyai 4 stadium4,5:
1. Stadium insipien
Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva palpebra superior,
yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pembuluh darah konjungtiva. Sekret
jernih dan sedikit bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea jarang
didapatkan.
2. Stadium established
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada konjungtiva
palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva (pembuluh darah yang
terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat) yang jelas. Terdapat hipertrofi papil
yang berat seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior.
3. Stadium parut
Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat sebagai garis putih
halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus kornea disebut lengkungan
herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
4. Stadium sembuh
Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tarsus yang dapat mengakibatkan enteropion dan
trikiasis.
Pengobatan trakoma adalah dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari selama
3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan menjaga higienie3.

D. Konjungtivitis Alergi
1. Konjungtivitis vernalis
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pada kedua mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata
pada konjungtiva palpebra, rasa gatal yang berat, sekret gelatin berisi eosinofil,
pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi dan tukak indolen. Pada tipe limbal
terdapat benjolan pada daerah limbus dan bercak Horner Trantas berwarna
keputihan yang terdapat di dalam benjolan6.
Penyakit ini mengenai pada usia muda dan insidensi pada laki-laki sama dengan
perempuan. Dua bentuk utama berupa:
Bentuk Palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat pertumbuhan
papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid. Konjungtiva palpebra
inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih berat dari bentuk limbal. Papil
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dengan
kapiler ditengahnya7,8.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan hiperplastik
gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau oesinofil
pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus dengan sedikit eosinofil9.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi kompres
dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Bila terdapat tukak kornea dapat
diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sdekunder disertai siklopegik3,10.
2. Konjungtivitis flikten1
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi tipe IV
terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea, leismaniasis,
infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil dikelilingi sel limfosit,
makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan infiltrasi seluler
subepitel yang terutama terdiri atas sel limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di konjungtiva
terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi. Gejalanya adalah mata
berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan hingga berat. Bila kornea ikut
terkena akan terjadi silau dan blefarospasme.
Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan bila terkena
kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah steroid topikal dan
midriatik bila ada penyulit.

E. Konjungtivitis kimia atau iritan


Asap, asam, alkali, angin dan hampir semua substansi iritan yang masuk ke
saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,
asap dan kabut dapat menyebabkan konjungtivitis ringan2,3.
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan berefek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup dan
menetap dalam jaringan konjungtiva, merusak selama berjam-jam atau berhari-hari.
Perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra dan leukoma kornea lebih besar terjadi bila
penyebabnya alkali. Gejala utamanya adalah rasa sakit, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia dan blefarospasme4.
Pembilasan segera dan menyeluruh pada saccus konjungtiva dengan air atau larutan
fisiologis. Dapat juga diberi kompres dingin selama 20 menit setiap jam, atropin 2 kali
sehari,bila perlu beri analgetik sistemik. Parut kornea mungkin memerlukan
transpalantasi kornea, simblefaron memerlukan bedah plastik. Luka bakar berat pada
konjungtiva dan kornea prognosis buruk meskipun di bedah. Namun bila ditangani
segera prognosisnya lebih baik5-7.

F. Konjungtivitis hemoragik akut


Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva. Penyakit ini
pertama kali ditemukan di Ghana, Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik.
Disebabkan oleh golongan enterovirus-70 dari golongan pikornavirus RNA. Disebabkan oleh
golongan enterovirus-70 dari golongan pikornavirus RNA dan virus coxsackie A24.
Masa inkubasi 24-48 jam dan gejala klinis mulai timbul setelah 5-7 hari terinfeksi,
dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbita. Edema kelopak,
kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia disertai lakrimasi. Biasanya mengenai mata
bilateral.
Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler ringan, sakit
periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan
subkonjungtiva yang dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi
folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dala 3-4 hari.
Tanda dan gejala pada penyakit ini yaitu adanya nyeri pada mata, fotofobia, sensasi
benda asing, keluarnya air mata berlebih, hiperemia, edema palpebra, dan perdarahan
subkonjungtival. Perdarahan subkonjungtival tersebut biasanya menyebar, namun perlahan
mulai terlihat dari konjungtiva bulbar atas dan menyebar hingga ke bawah. Selain itu, demam,
malaise, myalgia, folikel konjungtiva, limfadenopati preaurikular, dan keratitis epitelial dapat
juga ditemukan pada penyakit ini.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menemukan gejala dan tanda pada pasien.
Sedangkan, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:
1. PCR, untuk menemukan DNA atau RNA dari virus patogen
2. Molecular serotyping, merupakan metode identifikasi virus yang lebih cepat daripada
kultur
3. Pemeriksaan sensitivitas terhadap antibiotik
4. Pemeriksaan histologis, dapat ditemukan adanya sel mononuklear, eksudat interselular,
dan adanya perdarahan pada subkonjungtiva
5. Belum ada terapi spesifik untuk menangani penyakit ini, karena penyembuhannya
biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Perlu untuk menjaga kebersihan diri dan edukasi
terhadap penularan penyakit ini. Selain itu, perlu untuk menghindari kontak langsung
dengan pasien.
Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik. Pengobatan
antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi sekunder.
Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan.
Penularannya terjadi melalui kontak langsung, air, dan peralatan yang terkontaminasi.
Beberapa negara yang menjadi endemi penyakit ini yaitu India, Ghana, Thailand, Pakistan,
Cina, Jepang, Taiwan, dan Brazil. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada negara-negara
berkembang. Usia anak-anak (10-14 tahun) merupakan usia dengan prevalensi konjungtivitis
hemoragik akut terbanyak.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa dengan
konjungtivitis bakteri.

B. Saran
 Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih.
 Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak bersih,
dan mencuci tangan setelah memegang mata.
 Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari kontaminasi
dari lingkungan luar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ventocilla M. 2012. Allergic conjunctivitis.


http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview
2. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. 2007. Ocular and orbital trauma. Dalam: General
Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA
3. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur Diagnostik
dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa, dan Bedah Refraktif.
Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31
4. Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS (eds). 2010.
Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Sagung Seto
5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1999.
Halaman 657-9
6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses Maret 2014
7. Al-Ghozi M. 2002. Konjungtivitis, dalam Buku ajar oftalmologi. Yogyakarta: FKUMY;
pp: 54-9
8. Mc Kinley Health Center. 2006. Conjunctivitis. http://www.mckinley.vive.edu
9. Hall A, Shilio B. 2005. Vernal keratoconjunctivitis. Community Eye Health; pp: 18(53):
76-78
10. Scott IU. 2013. Viral conjunctivitis. http://emedicine.medscape.com/article/1191370-
overview

Anda mungkin juga menyukai