Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

ULKUS ATEROMATOSA

Oleh :

Poppy Novita 1210312097

Faudila Novita Ladyana 1210312071

Ratih Gusma Pratiwi 1210311014

Endri Pristiwadi 0910312144

Preseptor :

dr. RindaWati, Sp.M

Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

RSUP DR. M. Djamil Padang

2016
Bab 1

Pendahuluan

1.1 Anatomi Kornea


Kornea bersifat transparan dan avaskular dengan ukuran horizontal sekitar
11-12 mm dan ukuran vertical sekitar 10-11 mm. Kornea memiliki ketebalan
0,5 mm pada bagian sentral, sedangkan pada bagian perifer 1 mm. Hal ini
disebabkan oleh bagian posterior kornea lebih cekung dibandingkan dengan
bagian anteriornya.1
Kornea memiliki indeks refraksi 1,37 serta indeks bias sebesar 43 dioptri,
yang artinya kornea memberikan kontribusi 74 % (43,25 dari 58,60) kekuatan
dioptri mata manusia.1

Gambar1Kornea

Korea terdiri atas 5 lapisan, yaitu:


 Epitel adalah lapisan terluar yang terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih, selapis sel basal, sel poligonal, dan
sel gepeng.2
 Membran Bowman adalah lapisan yang berada di bawah epitel. Lapisan
ini merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur. Membran Bowman
memiliki ketebalan 8-14 µm dan tidak memiliki daya regenerasi. 1,2
 Stroma adalah lapisan yang paling tebal (90% dari ketebalan kornea).
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihata nyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.2
 Membran Descement adalah lapisan tipis, kuat, namun sang atlentur.
Ketebalan lapisan ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada
saat lahir ketebalannya berkisar 3-4 µm, sedangkan pada saat dewasa
ketebalannya bertambah kurang lebih 10-12 µm.1
 Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membrane descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.2

Gambar2LapisanKornea

Persarafan kornea berasal dari safaf siliar longus, saraf nasosiliar, sarafke
V siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk kedalam stroma, menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humouraquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh
strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.3

1.2 Fisiologi Kornea


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema
lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.
Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air
mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.3
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak
dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang
utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut
air sekaligus.3
Epitel pada korea merupakan lapisan yang ampuh dalam menangkal
mikroorganisme masuk ke dalam kornea. Namun apabila sekali saja lapisan
epitel ini rusak, maka lapisan berikutnya ( membran Bowman dan Stroma)
akan sangat rentan terinfeksi berbagai organisme termasuk bakteri, amoeba,
dan fungi.3
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.1 Ulkus ateromatosa adalah tukak yang terjadi
pada jaringan parut kornea. Jaringan parut kornea atau sikatrik pada kornea
sangat rentan terhadap serangan infeksi. Ulkus ini berkembang secara cepat ke
segala arah yang sering terjadi perforasi dan diikuti dengan panoftalmitis.

2.2 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu :2
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenic
trauma ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.
b. Abnormalitas pada permukaan mata
Misdirection of lashes, Incomplete lid closure
c. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye, Dacryocystitis
d. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
e. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
f. Compromised cornea
Viral keratitis, bullous keratoplasty, recurrent erosion syndrome,
Neurotrophic keratitis
2. Faktor Sistemik
Diabetes mellitus, Stevens-Johnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis, Infeksi
Gonococcal dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.
2.3 Patogenesis
Karena kornea terletak paling luar maka kornea dapat dengan mudah
terpapar mikroorganisme dan faktor lingkungan lainnya. Sebenarnya lapisan
epitel kornea merupakan barier utama terhadap paparan mikroorganisme
namun jika epitel ini rusak maka stroma yang avaskuler dan membran
bowman akan mudah terjadi infeksi oleh berbagai macam organisme seperti
bakteri, amuba dan jamur. Apabila infeksi ini dibiarkan atau tidak mendapat
pengobatan yang tidak adekuat maka akan terjadi kematian jaringan kornea
atau ulkus kornea.

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:


1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis

 Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke


arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
 Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah
sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke
dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi
kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna
abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-
kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat
terlihat hipopion yang banyak.
 Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral
yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan
sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus
Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat
ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus
ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan
beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.

b. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan
yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi
siliar disertai hipopion.
c Ulkus Kornea Virus

 Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya
gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat
subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya
berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna
abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi
dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai
dengan infeksi sekunder.
 Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini
dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit
atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal
kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk
dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin
dengan benjolan diujungnya

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.

e. Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A

Ulkus kornea ini terletak di sentral dan bilateral, bewarna kelabu dan indolen,
disertai kehilangan kilau kornea di sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik dan
sering perforasi. Epitel konjungtiva mengalami keratinisasi yang tampak sebagai
bercak Bitot (daerah berbuih berbentuk baji) pada sisi temporal konjuntiva.

f. Ulkus kornea neurotropik


Ulkus kornea neurotropik/ neuroparalitik terjadi akibat gangguan nervus
trigeminus (V) atau ganglion Gaseri karena trauma, tindakan bedah, tumor, atau
peradangan. Pada keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek
mengedip hilang. Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan,
selain itu kuman dapat berkembang biak. Terjadi pengelupasan epitel dan stroma
kornea sehingga terjadi ulkus. Pada tahap awal terdapat edema epitel berbercak
difus, kemudian terdapat daerah-daerah tanpa epitel yang dapat meluas mencakup
sebagian besar kornea.

2. Ulkus kornea perifer


a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya
tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya
menahun.4

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Manifestasi klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
g. Silau;
h. Nyeri
2. Gejala objektif
a. Injeksi silier;
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c. Hipopion7
2.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan lampu celah serta pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit
kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek
yang sering kambuh. Hendaknya ditanyakan pula riwayat pemakaian obat topikal
oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit
bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.
Pada pemeriksaan oftakmologis didapatkan gejala berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai adanya
jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti ketajaman
penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan kornea dengan
zat fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa
atau KOH).
Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
etiologik secara spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum
diberikan pengobatan empirik dengan antibiotika7
Untuk ulkus korne akibat jamur sangat membantu diagnosis pasti

1. Melakukan pemeriksaan kerokan kornea


pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula
kimura yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India,
dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%,50-60%,60-75% dan
80%.

2. Biopsi Jaringan kornea


Diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver.

3. Nomarski differential interference contrast microscope


Untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea ( metode Nomarski )
yang dilaporkan cukup memuaskan.

2.7 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea
1. Penatalaksanaan non-medikamen-tosa:
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskan-nya;
b. Jangan memegang atau meng-gosok-gosok mata yang mera-dang;
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih;
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang
proses penyembuhan luka.8
2. Penatalaksanaan medikamentosa:
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi yang
tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme
penyebab. Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:
A. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3 mg,
Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg,
Polimisin B 10.000 unit.
Penatalaksanaan ulkus kornea bakteri menggunakan antibiotik. Keputusan
pemberian antibiotik awal harus didasarkan pada :4

1. gambaran klinik berat ringannya ulkus kornea bakteri pada pemeriksaan


awal
2. enterpretasi dari hasil pulasan gram
3. efektivitas dan keamanan antibiotic
Pada kasus ulkus kornea bakteri terdapat 2 prinsip terapi antibiotik yaitu :4

1. Kombinasi antibiotik berspektrum luas, fortified secara intensif tanpa


memperhatikan kasil pulasan (shoot gun therapy)
2. antibiotik tunggal spesifik berpedoman pada hasil pemeriksaan
mikrobiologi. Cara ini diindikasikan untuk ulkus kornea bakteri ringan dan
pemeriksaan pulasan gram hanya ditemukan satu jenis bakteri.
Pengobatan awal dinilai setelah 24-48 jam.

Tabel 1. Evaluasi klinis pengobatan ulkus kornea bakteri

Tanda Perbaikan Perburukan

Ukuran defek epitel Tidak berubah/mengecil Meluas

Infiltrasi stroma

- batas
- dalam
Menurun Meningkat
- ukuran
Reaksi sel darah putih pada Lebih jelas Kurang jelas

stroma Tidak berubah Lebih dalam

Reaksi pada bilik mata Tidak berubah/mengecil Lebih luas


depan
Menurun/terlokalisasi Meningkat

Menurun Meningkat

Terapi awal dilanjutkan jika respon klinik terhadap pengobatan membaik


walaupun pada hasil uji resistensi menunjukkan bakteri resisten. Untuk merubah
pengobatan awal perlu dipertimbangkan respon klinik terhadap pengobatan awal,
hasil kultur, dan hasil uji resistensi. Jenis antibiotik dapat diubah jika secara klinis
terjadi perburukan dan hasil uji resistensi menunjukkan organisme resisten.4

Obat-obatan penunjang :4
1. Sikloplegi
2. Kortikosteroid
3. Inhibitor enzim
4. lensa kontak lunak
5. antioksidan

Tidak terdapat kesepakatan waktu dihentikannya atau dikuranginya


pemberian antibiotik pada ulkus kornea bakteri. Keberhasilan keberhasilan
eradikasi kuman tergantung pada jenis bakteri, lamanya infeksi, beratnya supurasi
dan faktor-faktor lain.

Tanda yang memperlihatkan perbaikan adalah 4

1. reepitelisasi
2. infiltrat seluler yang berkurang
3. stroma supurasi menjadi kasar
4. edema pada perbatasan antara ulkus dengan stroma berkurang
B. Anti jamur
Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi:
a. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, Thiomerosal, Natamicin, Imidazol;
b. Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1% tetes
mata
c. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.
C. Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder,
analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa salep asiklovir 3%
tiap 4 jam.
D. Anti acanthamoeba
Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau salep
klorheksidin glukonat 0,02%.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:
a. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas atropin
karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
1. Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
2. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
3. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga
mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi
midriasis sehinggga sinekia posterior yang ada dapat terle-pas dan dapat
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
b. Skopolamin sebagai midriatika.
c. Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain
tetapi jangan sering-sering
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian nerve growth factor
(NGF) secara topikal menginisiasi aksi penyembuhan luka pada ulkus kornea
yang disebabkan oleh trauma kimia, fisik dan iatrogenik serta kelainan autoimun
tanpa efek samping 9

3. Penatalaksanaan bedah:
a. Flap Konjungtiva
Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah mungkin gagal,
kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap
konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk penyakit
permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan kornea
yang terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan mekanik untuk
penyembuhan kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis,
memberikan pasokan nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya.
Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama
kornea tidak terlalu menipis.
b. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi
keratoplasti:
1. Dengan pengobatan tidak sembuh;
2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perfo-rasi.
Ada dua jenis keratoplasti yaitu:
A. Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuh-nya.
B. Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari kornea.10
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
1. Kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis;
2. Prolaps iris;
3. Sikatrik kornea;
4. Katarak;
5. Glaukoma sekunder.11
6. Perforasi kornea
7. Iritis dan ridosiklitis
8. Descematoke

2.9 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.12
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 35 tahun dirawat di Bangsal Mata RS. Dr. M.
Djamil Padang tanggal 19 Agustus 2016 dengan:

Keluhan Utama:
Mata kiri semakin kabur dan merah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Mata kiri semakin kabur dan merah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Bagian hitam pada mata semakin memutih sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami hal seperti ini beberapa
kali dan sudah pernah dilakukan operasi 2 kali. Pasien adalah seorang supir yang
selalu terpapar dengan cahaya matahari dan debu. Pasien tidak pernah kontrol.
Akhirnya pasien dibawa ke RSUP Dr M. Djamil Padang dan dilakukan injeksi
flukonazole (pada tanggal 22 Agustus 2016) serta dilakukan spooling setiap pagi.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pertama kali mengalami hal ini sejak usia 3 tahun. Pada usia 3
tahun mata kiri pasien memerah dan kabur sehingga dibawa ke salah satu RS dan
dianjurkan operasi oleh dokter. Setelah operasi pasien mengatakan
penglihatannya kembali normal sehingga pasien tidak pernah kontrol setelah
operasi. Pada tahun 2010, mata pasien kembali kabur dan memerah, pasien pun
dibawa ke RSUP Dr M. Djamil Padang dan dianjurkan untuk operasi dengan
diagnosis ulkus kornea. Setelah operasi pasien mengatakan penglihatannya
kembali membaik meski titik putih di matanya tetap ada. Pasien pun tidak pernah
kontrol. Pada tahun 2012, mata pasien kembali kabur dan memerah serta bernanah
sehingga pasien kembali dibawa ke RSUP Dr M. Djamil Padang dan dilakukan
injeksi. Pasien pun mengatakan penglihatannya kembali membaik meski titik
putih di matanya tetap ada.
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan alergi
Riwayat penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki peyakit yang sama dengan
pasien.

Status Ophtalmikus
Status Ophtalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 5/5 3/60

Refleks fundus + Sulit dinilai

Silia/supersilia Trikiasis (-),madarosis (- Trikiasis (-),madarosis (-)


)

Palpebra superior Udem -, hiperemis – Udem -, hiperemis –

Palpebra inferior Udem -, hiperemis - Udem -, hiperemis -

Aparat lakrimalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Konjungtiva tarsalis Hiperemis-, injeksi injeksi silier+, injeksi


silier-, konjungtiva - konjungtiva +
Konjungtiva fornik

Konjungtiva bulbi

Sclera Putih Putih

Kornea Bening Ulkus + sentral parasentral,


diameter 5 mm, infiltrat +,
pinggir tidak teratur,
sikatrik +

Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam, hipopion + 2


mm

Iris coklat, rugae (+) Sulit dinilai


Pupil Bulat, reflex (+/+), Sulit dinilai
diameter 3 mm

Lensa Bening Sulit dinilai

Fundus:
- media bening Tidak tembus
- papil Bulat, batas tegas
- pembuluh darah aa:vv= 2:3
- retina perdarahan (-), eksudat
(-)
- macula refleks fovea (+)
Tekanan bulbus okuli N(palpasi) N(Palpasi)

Posisi bulbus okuli Orto Orto

Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

Pemeriksaan lainnya

Gambar

Diagnosis Kerja : Ulkus ateromatosa OS


Renacana Pemeriksaan: kultur
Terapi : Spooling betadine
Fluconazole inj OS
Itraconazole 2x200 mg
Ciprofloxacin 2x 500mg
SA 3X1 OS
LFX ed OS
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun dirawat di
bangsal mata RSUP Dr. M Djamil Padang tanggal 19 Agustus 2016 dengan
diagnosis ulkus ateromatosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik pada mata, serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesa didapatkan keluhan utama mata kiri pasien tampak merah
dan nyeri sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan bagian hitam di mata
tampak semakin memutih sejak ± 2 minggu yang lalu. Pasien pada tahun 2010
dan 2012 pernah dirawat dengan keluhan yang sama dan bagian hitam pada mata
sudah memutih sejak saat itu. Satu minggu yang lalu tampak nanah pada mata.

Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri terdapat penurunan visus (3/60),
Injeksi konjungtiva dan silier (+), pada kornea didapatkan ulkus di sentral
berukuran diameter 5 mm, infiltrate, sikatrik, hipopion, warna putih keabuan.
Terdapat gambaran hipopion pada mata kiri pasien, COA cukup dalam. Iris,pupil,
dan lensa sukar dinilai.. Tekanan bulbus okuli normal dengan palpasi.
Pemeriksaan pada mata kanan didapatkan dalam batas normal.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat ulkus berulang


pada usia 3 tahun, tahun 2010 dan 2012, sebelumnya pasien sudah pernah
menjalani perawatan di rumah sakit sebanyak 3 kali. Satu minggu yang lalu
pasien mengeluhkan mata menjadi kabur, merah, dan nyeri. Penderita juga
mengeluh adanya perubahan bagian hitam mata menjadi putih. Diagnosa yang
sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus ateromatosa. Faktor risiko
terjadi ulkus pada pasien ini yaitu ulkus yang berulang pada mata kiri pasien,
jaringan parut kornea atau sikatrik pada kornea membuat rentan terhadap infeksi.
Kornea terletak paling luar sehingga mudah terpapar mikroorganisme dan faktor
lingkungan lainnya. Lapisan epitel kornea merupakan barier utama terhadap
paparan mikroorganisme namun jika epitel ini rusak maka stroma yang avaskuler
dan membran bowman akan mudah terjadi infeksi oleh berbagai macam
organisme seperti bakteri, amuba dan jamur. Apabila infeksi ini dibiarkan atau
tidak mendapat pengobatan yang tidak adekuat maka akan terjadi kematian
jaringan kornea. Beradasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pada kasus ini dapatkan diagnosa Ulkus Ateromatosa OS

Saat ini pasien diberikan pengobatan anti jamur untuk mengobati dan
mencegah terjadinya infeksi yang meluas. Pemberian antibiotik spektrum luas
juga dilakukan karena mungkin saja infeksi disebabkan oleh bakteri dan
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Prognosis pasien ini, quo ad vitam adalah
bonam, karena tanda-tanda vitalnya masih dalam batas normal, sedangkan quo ad
functionam adalah dubia ad malam karena walaupun dengan pengobatan yang
tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh, namun meninggalkan bekas berupa
sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan tajam penglihatan.
Daftar Pustaka
1. American Academy of Ophtalmology, BSCS 2011-2012 Section 2:
Pundamental and Principles of Opthalmology
2. Ilyas, Sidharta. 2010. IlmuPenyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Penerbit FKUI.
3. Vaughan dan Asbury. 2010. OftalmologiUmum. Edisi 17. Jakarta: EGC.

4. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2012: 220
5. Sitompul R, dkk. Arah penatalaksanaan ulkus kornea bakteri dalam
Understanding okulator infection and inflamation. Jakarta. Perdami Jaya,
1999, 25-35
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
8. Jetton, J.A., Ding, K., Stone, DU. Effects of tobacco smoking on human
corneal wound healing. Cornea. 2014 May;33(5):453-6.
9. Kunwar M, Adhikari, R.K., Karki, D.B. Microbial flora of corneal ulcers
and their drug sensitivity. MSJBH.2013;12(2):14-16.
10. Edward J. H. Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva and Tear
Film 1st Edition. Elsevier. USA. 2013
11. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari
www.tempo.co.id. 2007.

Anda mungkin juga menyukai