Anda di halaman 1dari 15

Rabu, 09 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS KORNEA

A. PENGERTIAN

Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi
(kerusakan) pada bagian epitel kornea.
(Darling,H Vera, 2000, hal 112).
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibatkematian jaringan
kornea.
(Arif mansjoer, DKK, 2001, hal 56)

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu :
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

1. Ulkus Kornea Sentral


a. Ulkus Kornea Bakterialis
1). Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi
ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea,
karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
2). Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara
adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.
Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
3). Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus
sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat
mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna
abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus
ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
4). Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan
berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat
bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular
dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah
tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak
kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk
tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
c. Ulkus Kornea Virus
1). Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan
lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan
fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada
kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
2). Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex
dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang
kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

2. Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi
dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral.
Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus,
alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang
seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring
ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.

B. ETIOLOGI
Faktor penyebabnya antara lain:
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan
saluran lakrimal), dan sebagainya

b. Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa
kontak, luka bakar pada daerah muka

c.Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis


(pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis
neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.

d. Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom


defisiensi imun. bat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid,
IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif1.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
a. Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae,
sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.

b. Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola

c. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium

d. Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC


(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)

(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60).

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:3
1. Gejala subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
2. Gejala objektif
Injeksi silier
Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrate
Hipopion

D. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil. Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial
maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat
dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek
yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Penyakit ini bersifat
progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat
dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam.
Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah
infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.

E. PATHWAYS

1. Kelainan pada bulumata dan system air mata 1. Bakteri


2. Trauma mata 2. Virus
3. Kelainan kornea 3. Jamur

4. Kelainan sistemik 4. Hipersensitivitas


5. Obat penurun mekanisme imun

Menginfeksi kornea

Terpajannya reseptor nyeri

Ulkus

nyeri

T
umpukan
pus di
camera

Perforasi kornea
oculi anterior

Rupture
kornea

TI
O
meningka
t

Pengelihatan terganggu
Perubahan persepsi sensori : pengelihatan Resiko cidera Gangguan body image

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:


1) Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

2) Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis

3) Prolaps iris

4) Sikatrik kornea

5) Katarak

6) Glaukoma sekunder

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )

b. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg

c. Pemeriksaan oftalmoskopi

d. Pemeriksaan Darah lengkap, LED

e. Pemeriksaan EKG

f. Tes toleransi glukosa

H. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1) Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2) Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

3) Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan


mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4) Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang
dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara
yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A,
vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu
badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini
diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis
harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena
bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.


- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan
keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi
jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya
tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1) Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml,
Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

2) Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol

3) Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4) Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi
pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1) Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat 20.
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus
sampai berwarna keputih-putihan.
2) Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan
dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung
antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva,
dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus
dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat
penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas atropine,
antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
- Iridektomi dari iris yang prolaps

- Iris reposisi

- Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

- Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat


Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti ulkus
biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
3) Keratoplasti
3. Tindakan bedah meliputi
1) Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membrane Bowman
2) Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
3) Flap konjungtiva
4) Patch graft dengan flap konjungtiva
5) Keratoplasti tembus
6) Fascia lata graft
I. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian :

1) Aktifitas istirahat
Gejala : perubahan aktifitas sehubungan dengan gangguan penglihatan
Gangguan istirahat karena nyeri dan ketidaknyamanan.
2) Intregitas ego
Kecemasan tentang status kesehatan dan tindakan pengobatan.
3) Neurosensor
Gejala: gangguan penglihatan, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap
tentang penglihatan perifer dan lakrimasi.
Tanda: kornea keruh, iris, dan pupil tidak kelihatan serta peningkatan air mata.
4) Keamanan
Terjadi trauma karena penurunan penglihatan.
5) Nyeri
Gejala;: ketidak nyamanan ringan, mata berair dan merak, myeri berat disertai tekanan pada
sekitar bola mata dan menyebabkan sakit kepala.
6) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glukoma, DM, gangguan sustem vaskuler, riwayat stress, alergi,
ketidak seimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,polusi, steroid.
7) Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan tranportasi, penyediaan makanan, perawatan diri, pemeliharaan
rumah.
(Doenges, 2000)

2. Pemeriksaan fisik
1. Insfeksi
Amati :
1) Kelopak mata .Apakah ada bengkak, benjolan,ekimosis,ekstropion, entropion,pseudoptosis
dan kelainan kelopak mata lainnya.
2) Konjungtiva. Apakah warnanya lebih pucat dari warna normalnya merah muda pucat
mengkilat. Apakah ada kerehanan / pus mungkin karena alergi / konjungtivitis
3) Sclera. Apakahapakah ikterik atau unikterik, adanya bekas trauma
4) Iris. Apakah ada ke abnormalan seperti iridis, atropi (pada DM, glaucoma, ishkemi,lansia)
dll
5) Kornea. Apakah ada arkus senilis (cincin abu abu dipinggir luar kornea),edema/ keruh
/menebalnya kornea atau adanya ulkus kornea.
6) Pupil. Apakah besarnya normal (3-5 mm/ isokor), atau amat kecil (pin point), miosis (< 2
mm), midriasis (>5mm)
7) Lensa. Apakah warnanya jernih (normal), atau keruh (katarak)

2. Palpasi
Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada mata dan struktur yang berhubungan.
Digunakan untuk menentukan adanya tumor. Nyeri tekan dan keadaan tekanan intraokular
(TIO). Mulai dengan palpasi ringan pada kelopak mata terhadap adanya pembengkakan dan
kelemahan. Untuk memeriksa TIO dengan palpasi, setelah klien duduk dengan enak, klien
diminta melihat ke bawah tanpa menutup matanya. Secara hati hati pemeriksa menekankan
kedua jari telunjuk dari kedua tangan secara bergantian pada kelopak atas. Cara ini diulangi
pada mata yang sehat dan hasilnya dibandingkan. Kemudian palpasi sakus lakrimalis dengan
menekankan jari telunjuk pada kantus medial. Sambil menekan, observasi pungtum terhadap
adanya regurgitasi material purulen yang abnormal atau airmata berlebihan yang merupakan
indikasi hambatan duktus nasolakrimalis.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan

2) Nyeri b.d trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata
dilator
3) Risiko cedera b.d kerusakan penglihatan

4) Ketakutan atau ansietas b.d kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai
perawatan pasca operatif, pemberian obat

5) Potensial terhadap kurang perawatan diri b.d dengan kerusakan penglihatan

6) Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit

K. FOKUS INTERVENSI
1. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan
Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil :
1) Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan

2) Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat


Intervensi:
1) Perkenalkan pasien dengan lingkungannya

2) Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan

3) Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas

4) Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

5) Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang


2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau
pemberian tetes mata dilator.
Intervensi :
1) Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep

2) Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul

3) Kurangi tingkat pencahayaan

4) Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat


3. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :

1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
2) Orientasikan pasien pada ruangan

3) Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan

4) Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma

5) Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata


4. Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman
mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
Intervensi :
1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual

2) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru

3) Jelaskan rutinitas perioperatif

4) Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu

5) Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :

1) Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang
harus segera dilaporkan pada dokter

2) Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang
benar dalam memberikan obat

3) Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan

4) Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan


6. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit
Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil:
1) Pasien memahami instruksi pengobatan

2) Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan


Intervensi:
1) Beritahu pasien tentang penyakitnya

2) Ajarkan perawatan diri selama sakit


3) Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan
keluarga

4) Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D G, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi umum. 14th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2000: 220
2. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius,
Jakarta.
3.. Winarto, Sutedja SS, Suhardjo, Gondowiardjo TD. Penanganan Ulkus
Kornea Secara Optimal. Semarang: PERDAMI Jawa Tengah, 2001.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002. Ulkus Kornea dalam :
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi
ke2. Penerbit Sagung Seto Jakarta.
5. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP
PERDAMI. 2006
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004

Anda mungkin juga menyukai