Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga laporan ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Laporan ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan
ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami pekerja mebel kayu.
2. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat menggangu
kesehatan pekerja mebel kayu.
3. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan (misalnya penyuluhan,
pelatihan, pengukuran atau pemantauan lingkungan tentang hazard yang pernah
diadakan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mesin dan peralatan yang banyak digunakan pada pembuatan meubel kayu
adalah dalam kegiatan penggergajian/pemotongan, pengamatan, pemotongan
bentuk, pelubangan, pengukiran, pengaluran, penyambungan,
pengampalasan, dan pengecatan. Adapun mesin dan peralatan yang banyak
digunakan adalah sebagai berikut: circular sawing machine, mesin ketam,
mesin pembentuk kayu (band saw), drilling machine, screw driver/obeng
tangan, compresor, jig saw, hack saw,tatah kuku/datar, sprayer, palu
basi/kayu, kuas dan lain-lain.
1. Penggergajian kayu
Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga
masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih
kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya, penggergajian ini
menggunakan gergaji secara mekanis atau dengan gergaji besar secara
manual. Proses ini menimbulkan debu yang sangat banyak dan juga
menimbulkan bising.
3. Penyiapan Komponen
Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel,
kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang
diinginkan dengan cara memotong, meraut, mengamoplas, melobang,
dan mengukir, sehingga jika dirakit akan membentuk meubel yang
indah dan menarik.
5. Penyelesaian Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi: (1)
Pengamplasan / penghalusan permukaan meubel, (2) pendempulan
lubang dan sambungan, (3) pemutihan meubel dengan H2O2, (4)
pemlituran atau “sanding sealer”, (5) pengecatan dengan “wood stain”
atau bahan pewarna yang lain, dan (6) pengkilapan dengan
menggunakan melamic clear. Pada bagian ini menimbulkan debu kayu
dan bahan kimia serta pewarna yang tersedia di udara, seperti H2O2,
sanding sealer, melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap
dan beterbangan di udara, terutama pada penyemprotan yang
menggunakan sprayer.
6. Pengepakan
Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel
karena sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini
merupakan langkah penyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya
ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal.
BAB III
PEMBAHASAN
Penyediaan Bahan.
Pengecatan (Finishing)
Distribusi
3. Pemolesan
Proses selanjutnya yaitu barang diamplas. Pengamplasan dilakukan
hingga berulang kali, agar mendapatkan tekstur yang
lebih halus.
Proses ini dibutuhkan untuk menutupi bagian-bagian
yang cacat, misalnya berlubang. Proses dempul harus
dilakukan merata ke seluruh bagian agar memudahkan
proses selanjutnya.
Pengamplasan dilakukan dua kali, karena setelah
barang di amplas dipastikan ada bagian-bagian yang masih kasar. Pengamplasan
yang kedua juga dilakukan berulang kali hingga barang benar-benar halus.
4. Pengecatan
Proses terakhir yaitu pemberian warna pada barang atau biasa disebut dengan
plitur. Pemberian warna dilakukan dengan cara disemprot. Setelah warna merata,
mebel di keringkan pada ruangg terbuka kurang lebih satu hari. Setelah itu, mebel
siap untuk dipasarkan.
Pada proses pembenahan, tak jarang tenaga kerja kontak dengan alat dan
material yang bisa menimbulkan kecelakaan kerja apabila tenaga kerja kurang
hati-hati dalam menggunakannya. Kecelakaan kerja yang sering ditemui yaitu
tergores. Meskipun masih dikatakan kecelakaan ringan, tetapi sebisa mungkin
perusahaan meminimalkan terjadinya kecelakaan hingga terciptanya zero
accident.
a. Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran
(Kepmennaker, 1999). Sesuai Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999
adalah 85 desiBell A (dBA), untuk waktu
pemaparan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan
lebih dari 140 dBA walaupun sesaat pemajanan
tidak diperkenankan.
Suara bising yang terdapat dalam proses
pembuatan lemari berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin
penggeregajian, mesin kompresor angin, dan mesin bor. Kebisingan yang
terjadi termasuk dalam kategori kebisingan intermiten. Namun, dari hasil
wawancara yang telah dilakukan suara bising dari mesin tersebut
menurutnya tidak menganggu pekerjanya karena telah terbiasa. Dan selama
bekerja menurutnya tidak ada kelainan pada alat pendengaran. Meskipun,
pada saat pengamatan suara yang dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising
yang akan mempengaruhi kesehatan apabila melewati nilai ambang batas
ataupun melebihi batas waktu pemaparan.
Dampak dari kebisingingan antara lain : Gangguan fisiologis,
peningkatan tekanan darah, sakit kepala, vertigo, mual, gangguan
keseimbangan, mengurangi kenyamanan, gangguan konsentrasi, sulit tidur,
cepat marah, gangguan komunikasi, temporary hearing loss (sementara),
dan permanent hearing loss (tetap).
Kebisingan bagi pekerja di home industry ini hanya dianggap sebagai hal
yang biasa sehingga tidak menggunakan APD seperti ear plug atau ear mup
(sumbat telinga). Selain itu pada saat proses penggergajian, pengeboran,
maupun pemakuan yang seharusnya menggunakan sarung tangan, kacamata,
dan sepatu untuk mengurangi cidera yang didapat pekerja apabila terjadi
kecelakan kerja, namun para pekerja disini sama sekali tidak memakai APD
tersebut dan hanya memakai celana pendek, kaos oblong, dan sandal, bahkan
ada yang tidak memakai baju dan hanya bertelanjang kaki. Hal tersebut
menurut para pekerja biasa saja, bahkan menurutnya jika menggunakan APD
membuatnya repot. Kurangnya pemahaman para pekerja tentang K3 dan
tidak adanya sarana prasaran sebagai alat pelindung diri bagi pekerja
sehingga menjadi faktor utama terjadinya penyimpangan di home industry
ini.
B. Faktor Kimia
C. Bahaya Fisiologis/ergonomis
Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti menyesuaikan
suasana kerja dengan manusianya. Penerapan
ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas
rancang bangun (desain) ataupun rancang
ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi
perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software). Perangkat keras berkaitan
dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat
peraga/display, conveyor dan lain-lain)
sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan
dengan sistem kerjanya seperti penentuan
jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan,
prosedur kerja dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan industri mebel ergonomi juga mempunyai
peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat bekerja. Dari
hasil di lapangan pekerja bekerja dengan posisi yang kurang stabil, misalnya
berdiri terlalu lama, duduk terlalu lama, membungkuk terlalu lama, jongkok,
membawa beban yang terlalu berat, dan menahan beban yang terlalu berat.
Kondisi seperti ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama
tanpa adanya pemeriksan akan menimbulkan penyakit akibat kerja seperti
Musculosceletal disorders, Low Back Pain, hingga penyakit kulit seperti
dermatitis.
D. Bahaya mental-psikologis
Faktor mental-psikologis yang terlihat adalah hubungan kerja atau hubungan
industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya depresi atau penyakit
psikomotorik.
E. Bahaya Mekanis
a. Eliminasi.
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada
saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan
manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada
desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif
sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari
resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak
selalu praktis dan ekonomis.Contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan
misalnya: bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya
bising, bahaya kimia.
b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses,
operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak
berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal
melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi
substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi
interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan
pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan
serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu
menjadi bahan yang cair atau basah.
c. Pengendalian tehnik/engineering control
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian
ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh
implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard,
circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor,
sound enclosure.
d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang
akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk
menyelesaikan pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar
operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja,
rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan jadwal istirahat,
investigasi dll.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal
yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya,dan APD hanya
berfungsi untuk mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya
hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya menggandalkan
alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamtan
(Helmet), kacamata keselamatan, Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian
(Uniform) dan Sepatu Keselamatan. Dan APD yang lain yang dibutuhkan
untuk kondisi khusus, yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya:
faceshield, respirator, SCBA (Self Content Breathing Aparatus),dll.
A. Fisik
a. Mengganti mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan
lebih rendah.
b. Mengurangi lamanya waktu yang harus dialami oleh seorang pekerja
untuk “berhadapan” dengan kebisingan.
c. Rotasi pekerjaan dan pengaturan jam kerja termasuk dua cara yang biasa
digunakan.
d. Menggunakan alat pelindung pendengaran seperti ear plug atau ear mup.
e. Menggunakan peralatan APD lengkap seperti sarung tangan, sepatu, dll
B. Kimia
a. Pengadaan alat penyaring debu dengan menggunakan air, berguna untuk
melindungi pekerja dari paparan debu.
b. Menggunakan pelindung mata agar debu tidak masuk ke dalam mata.
c. Menggunakan masker yang sesuai dengan standar untuk masker debu.
d. Pemberian ventilasi yang cukup agar sirkulasi udara dapat lancar.
C. Ergonomi
Pengendalian ergonomi yaitu dengan menetapkan jam kerja tidak lebih
dari 8 jam. Karena apabila di home industry ini tidak memiliki jam kerja yang
pasti dan sesuai dengan aturan yang ada, maka akan menimbulkan penyakit
pada pekerja bahkan kecelakaan kerja.
D. Elektrik
Pengendalian bahaya listrik di home industry SE Kubik Interior dapat
dilakukan dengan meletakkan kabel-kabel dan apapun yang berhubungan
dengan listrik dengan rapi dan tidak membiarkan kabel-kabel berserakan di
lantai.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan
tenaga kerja nasih minim. Hal ini di karena mereka tidak pernah mendengar
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
b. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial
bahaya bagi Keselamatan Kerja. Seperti : potensial hazard lingkungan fisik
(kebisingan), potensila hazard kimia (debu), potensial hazard lingkungan fisiologi
(ergonomi), dan listrik
c. Pencegahan/pengendalian Kecelakaan kerja di tempat ini yaitu dengan hierarki
pengendlian mulai dari eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik, administrasi dan APD.
4.2 Saran
Sebaiknya tenaga kerja di tempat tersebut diharuskan memakai APD
seperti masker dan sarung tangan, karena masih banyak tenaga kerja yang tidak
memakai masker dan sarung tangan sedangkan di tempat tersebut banyak debu
yang bisa mengganggu pernapasan dan dalam proses pengerjaan tersebut resiko
tergoresnya tinggi. Dan sebaiknya tenaga kerja bisa menempatkan posisi kerja
mereka dengan baik agar merasa nyaman saat bekerja dan tidak mengalami
gangguan muskuloskeletal seperti nyeri dan lain-lain.
Daftar Pustaka
Gusani, Dela Aptika. 2012. Analisis Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Di Penyamakan Kulit X Tahun 2012.Indonesia, Depok, Universitas
Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi
Kusuma, Ibrahim Jati. (2010). Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang. Jurnal Universitas
Semarang, Volume 2, 5
Sumber Lain :
http://krisinashare.blogspot.com/p/blog-page_12.html
Lampiran Gambar