Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

HOME INDUSTRY SE KUBIK INTERIOR

Pengampu : Azham Umar Abidin, S.K.M., M.P.H.

Disusun Oleh :

Fauzan Hidayat 14513046


Rizky Pratama Putra 14513069
M Jauhari Hamidil Jalaly 16513015
Fauziah NurChaulia Edelweis 16513035

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
201
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan saya semoga laporan ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Laporan ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan
ini.

Yogyakarta, 07 Juni 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk


menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja/karyawan
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Adapun sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi para
pekerja dan orang lainnya di tempat kerja (formal maupun informal), menjamin
setiap sumber produksi dipakai secara aman dan efisien, menjamin proses
produksi berjalan lancar.
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tecapai, apabila didukung oleh
lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja
yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain:
suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan yang cukup, bebas dari
debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau
anggotanya (ergonomic ) dan sebagainya.
Dasar hukum sistem managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
tercantum dalam undang-undang keselamatan kerja no.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja. Dalam undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan,
pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit sepuluh
orang.Pekerja mebel kayu adalah pekerjaan yang menggunakan kayu sebagai
bahan baku utama dalam proses produksinya. Setiap orang yang pernah
menggergaji papan (kayu) telah terkena paparan debu kayu. Umumnya ini
dianggap tidak berbahaya dan bahkan banyak orang yang terkena paparan debu
kayu dalam jumlah besar tanpa masalah kesehatan. Namun, sejumlah masalah
kesehatan telah dikaitkan dengan paparan debu kayu. Efek bagi kesehatan yang
paling sering dilaporkan adalah ruam kulit (dermatitis), iritasi mata dan
pernapasan, masalah alergi pernapasan, kanker hidung, dan beberapa jenis kanker
lainnya. Selain itu banyaknya kasus kecelakaan akibat kerja yang terjadi seperti
tertusuk, terjepit, terpotong dan sebagainya, dikarenakan tidak adanya kontak
secara langsung dengan regulasi yang berlaku.
Maka dari itu kita perlu pemahaman mengenai proses produksi pengrajin
kayu, faktor dan potensi bahaya pada setiap prosesnya serta penanganannya agar
dapat mengaplikasikannya secara nyata saat melakukan proses produksi.

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami pekerja mebel kayu.
2. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat menggangu
kesehatan pekerja mebel kayu.
3. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan (misalnya penyuluhan,
pelatihan, pengukuran atau pemantauan lingkungan tentang hazard yang pernah
diadakan).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kecil

Industri didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang mengolah


bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri kecil
adalah jenis usaha mikro dengan modal dasar dibawah 500 juta, dan
menggunakan peralatan yang sederhana untuk proses produksinya (Peraturan
Presiden No 28 Tahun 2008).

Ada dua definisi industri kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama,


definisi industri kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan
tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta
(Sudisman & Sari, 1996). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik
(BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga.
BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1)
industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan
pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4)
industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999).

2.2 Industri Mebel Kayu

2.2.1. Pengertian Industri Meubel Kayu

Meubel kayu adalah istilah yang digunakan untuk perabot rumah


tangga yang berfungsi sebagai tempat penyimpan barang, tempat duduk,
tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat
menaruh barang di permukaannya, misalnya Meubel kayu sebagai tempat
penyimpan biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, contoh lemari
pakaian, lemari buku dan lain-lain. Meubel Kayu dapat terbuat dari kayu,
bambu, logam, plastik dan lain sebagainya. Meubel Kayu sebagai produk
artistik biasanya terbuat dari kayu pilihan dengan warna dan tekstur indah
yangdikerjakan dengan penyelesaian akhir yang halus. Menurut Depkes RI
(2002), industri meubel kayu adalah pekerja sektor informal yang
menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku/utama alam proses
produksinya serta menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan meubel kayu oleh


perajin sektor informal tersebut adalah kayu. Ada 2 jenis bentuk kayu yang
bisa digunakan : kayu balok dan papan serta kayu lapis. Kayu balok biasanya
terdiri dari kayu keras semata dan digunakan sebagai rangka utama suatu
meubel, sedangkan kayu papan sering merupakan kayu gubal at aukeras dan
dipakai sebagai dinding dan alas dari suatu meubel.

Mesin dan peralatan yang banyak digunakan pada pembuatan meubel kayu
adalah dalam kegiatan penggergajian/pemotongan, pengamatan, pemotongan
bentuk, pelubangan, pengukiran, pengaluran, penyambungan,
pengampalasan, dan pengecatan. Adapun mesin dan peralatan yang banyak
digunakan adalah sebagai berikut: circular sawing machine, mesin ketam,
mesin pembentuk kayu (band saw), drilling machine, screw driver/obeng
tangan, compresor, jig saw, hack saw,tatah kuku/datar, sprayer, palu
basi/kayu, kuas dan lain-lain.

2.2.2. Proses Produksi Industri Meubel Kayu

Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses


utama yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses
penyiapan komponen, pross perakitan dan pembentukan (bending), dan
proses akhir (depkes RI, 2002).

1. Penggergajian kayu
Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga
masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih
kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya, penggergajian ini
menggunakan gergaji secara mekanis atau dengan gergaji besar secara
manual. Proses ini menimbulkan debu yang sangat banyak dan juga
menimbulkan bising.

2. Penyiapan Bahan Baku


Proses ini dilakukan denganmenggunakan gergaji baik dalam bentuk
manual maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini juga
menghasilkan debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan
mata gergaji atau alat yang lainnya yang relatif kasar serta suara bising.

3. Penyiapan Komponen
Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel,
kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang
diinginkan dengan cara memotong, meraut, mengamoplas, melobang,
dan mengukir, sehingga jika dirakit akan membentuk meubel yang
indah dan menarik.

4. Perakitan dan Pembentukan


Komponen meubel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungjan satu
sama lain hingga menjadi meubel. Pemasangan ini dilakukan dengan
menggunakan baut, sekrup, lem, paku ataupun pasak kayu yang kecil
dan lain-lain untuk merekatkan hubungan antara komponen.

5. Penyelesaian Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi: (1)
Pengamplasan / penghalusan permukaan meubel, (2) pendempulan
lubang dan sambungan, (3) pemutihan meubel dengan H2O2, (4)
pemlituran atau “sanding sealer”, (5) pengecatan dengan “wood stain”
atau bahan pewarna yang lain, dan (6) pengkilapan dengan
menggunakan melamic clear. Pada bagian ini menimbulkan debu kayu
dan bahan kimia serta pewarna yang tersedia di udara, seperti H2O2,
sanding sealer, melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap
dan beterbangan di udara, terutama pada penyemprotan yang
menggunakan sprayer.

6. Pengepakan
Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel
karena sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini
merupakan langkah penyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya
ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum

Home industry SE Kubik Interior berada dibawah naungan PT Pilar Sentosa


Jaya. SE Kubik Interior ini bergerak pada bidang mebel pembuatan pintu, jendela,
lemari, industri ini khusus digunakan sebagai tempat produksi saja, sedangkan
pemasarannya tergantung pada pesanan yang diperoleh dari PT Pilar Sentosa
Jaya.
Home industry ini terletak di Jalan Garuda, Sinduharjo, Ngaglik, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pekerja di home industry ini berjumlah 7
orang. Dan untuk harga produk yang dihasilkan dihitung per meter karena home
industry ini memproduksi produknya dengan sistem borongan.
Home industry ini lebih sering menerima pesanan dari apartemen,
perumahan, perkantoran, dan rumah sakit. Produk yang paling sering diproduksi
adalah pintu dan jendela. Dan sistem pemesanan produk di home industry ini
adalah dengan kesepakatan dari pihak produsen dengan konsumen dengan media
survei ke lokasi dan gambar yang sesuai dengan keinginan konsumen itu sendiri.
3.2 Alur Produksi

Penyediaan Bahan.

Penyedia Bahan : PT Pilar Sentosa


Jaya

Pengukuran dan Pemotongan Bahan

Perakitan dan Penyatuan Bahan


Pemasangan Kaca, Triplek, Dan
Komponen Lain

Pengecatan (Finishing)

Distribusi

3.3 Hasil Pengamatan

3.3.1 Analisis Alur dan Proses Produksi


1. Barang setengah jadi (Pemotongan kayu)

Di tempat ini, pengusaha hanya


menerima barang setengah jadi yang telah
dirakit menjadi perabotan rumah tangga
seperti meja, kursi, lemari, dan lain-lain.
Barang setengah jadi ini didapatkan dari
Solo-raya, Cempolo, Kalijambe, dan
Jepara.
2. Pembenahan atau pelengkapan (Pembuatan Pola)

Setelah dikeringkan, barang tersebut dibenahi pada


bagian yang kurang, misalnya pada pembuatan kursi
dilengkapi dengan busa, pada pembuatan lemari
dilengkapi dengan pegangan, pada meja biasanya
dilengkapi dengan kaca.

3. Pemolesan
Proses selanjutnya yaitu barang diamplas. Pengamplasan dilakukan
hingga berulang kali, agar mendapatkan tekstur yang
lebih halus.
Proses ini dibutuhkan untuk menutupi bagian-bagian
yang cacat, misalnya berlubang. Proses dempul harus
dilakukan merata ke seluruh bagian agar memudahkan
proses selanjutnya.
Pengamplasan dilakukan dua kali, karena setelah
barang di amplas dipastikan ada bagian-bagian yang masih kasar. Pengamplasan
yang kedua juga dilakukan berulang kali hingga barang benar-benar halus.
4. Pengecatan
Proses terakhir yaitu pemberian warna pada barang atau biasa disebut dengan
plitur. Pemberian warna dilakukan dengan cara disemprot. Setelah warna merata,
mebel di keringkan pada ruangg terbuka kurang lebih satu hari. Setelah itu, mebel
siap untuk dipasarkan.

3.3.2 Analisis Potensi dan Faktor Bahaya


A. Bahaya Fisik

Pada proses pembenahan, tak jarang tenaga kerja kontak dengan alat dan
material yang bisa menimbulkan kecelakaan kerja apabila tenaga kerja kurang
hati-hati dalam menggunakannya. Kecelakaan kerja yang sering ditemui yaitu
tergores. Meskipun masih dikatakan kecelakaan ringan, tetapi sebisa mungkin
perusahaan meminimalkan terjadinya kecelakaan hingga terciptanya zero
accident.

a. Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran
(Kepmennaker, 1999). Sesuai Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999
adalah 85 desiBell A (dBA), untuk waktu
pemaparan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan
lebih dari 140 dBA walaupun sesaat pemajanan
tidak diperkenankan.
Suara bising yang terdapat dalam proses
pembuatan lemari berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin
penggeregajian, mesin kompresor angin, dan mesin bor. Kebisingan yang
terjadi termasuk dalam kategori kebisingan intermiten. Namun, dari hasil
wawancara yang telah dilakukan suara bising dari mesin tersebut
menurutnya tidak menganggu pekerjanya karena telah terbiasa. Dan selama
bekerja menurutnya tidak ada kelainan pada alat pendengaran. Meskipun,
pada saat pengamatan suara yang dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising
yang akan mempengaruhi kesehatan apabila melewati nilai ambang batas
ataupun melebihi batas waktu pemaparan.
Dampak dari kebisingingan antara lain : Gangguan fisiologis,
peningkatan tekanan darah, sakit kepala, vertigo, mual, gangguan
keseimbangan, mengurangi kenyamanan, gangguan konsentrasi, sulit tidur,
cepat marah, gangguan komunikasi, temporary hearing loss (sementara),
dan permanent hearing loss (tetap).
Kebisingan bagi pekerja di home industry ini hanya dianggap sebagai hal
yang biasa sehingga tidak menggunakan APD seperti ear plug atau ear mup
(sumbat telinga). Selain itu pada saat proses penggergajian, pengeboran,
maupun pemakuan yang seharusnya menggunakan sarung tangan, kacamata,
dan sepatu untuk mengurangi cidera yang didapat pekerja apabila terjadi
kecelakan kerja, namun para pekerja disini sama sekali tidak memakai APD
tersebut dan hanya memakai celana pendek, kaos oblong, dan sandal, bahkan
ada yang tidak memakai baju dan hanya bertelanjang kaki. Hal tersebut
menurut para pekerja biasa saja, bahkan menurutnya jika menggunakan APD
membuatnya repot. Kurangnya pemahaman para pekerja tentang K3 dan
tidak adanya sarana prasaran sebagai alat pelindung diri bagi pekerja
sehingga menjadi faktor utama terjadinya penyimpangan di home industry
ini.
B. Faktor Kimia

Dari semua proses yang dilakukan di tempat ini, terdapat partikulat-


partikulat yang dihasilkan dan tersuspensi di udara, misalnya debu, fumes,
aerosol, dan lain lain. Partikuat yang masuk dalam jaringan alveoli sangat
tergantung dari solubility dan reaktivitasnya. Semakin tinggi reaktivitas suatu
substansi yang dapat mencapai alveoli dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang
akut dan oedema paru. Pada reaksi sub akut dan kronis ditandai dengan
pembentukan granuloma dan fibrosis interstitial. Kelainan paru karena adanya
deposit debu dalam jaringan paru disebut pnemokoniasis. Menurut definisi dari
International Labor Organization (ILO) pnemokoniosis adalah akumulasi debu
dalam jaringan paru dan reaksi jaringan paru terhadap adanya akumulasi debu
tersebut.
Bila pengerasan alveoli telah mencapai 10% akan terjadi penurunan
elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital paru akan menurun dan dapat
mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke dalam jaringan otak, jantung dan
bagian-bagian tubuh lainnya.
Pada proses finishing banyak bahan-bahan yang digunakan seperti cat, tiner,
lem, dempul, dan lain-lain. Dalam hal ini, terjadi kontak langsung antara bahan-
bahan dengan kulit tenaga kerja. Penggunaan yang tidak benar serta paparan
terhadap kulit terlalu lama akan menimbulkan dermatitis.
a. Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan
suatu bahan. Debu adalah zat padat yang
berukuran 0,1 – 25 mikron. Debu termasuk
kedalam golongan partikular. Yang
dimaksud dengan partikular adalah zat
padat/cair yang halus, dan tersuspensi
diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes
dan fog.
Partikel debu yang dihasilkan dari
proses pembuatan lemari berasal dari proses
penggeregajian dan pemotongan kayu
maupun triplek. Bijih kayu dari hasil penyerutan kayu juga dibiarkan saja di
lantai dan tidak dibersihkan sehingga menambah pemaparan debu terhadap
pekerja. Pekerja di industri ini hanya menggunakan masker seadanya untuk
mengurangi pemaparan debu namun menurut pengamatan kami masker
tersebut tidak dapat meminimalisir debu yang masuk pada sistem
pernapasan para pekerja tersebut.
Menghirup debu terlalu banyak dapat mengakibatkan gangguan fungsi
paru dan penyakit yang disebut pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah
suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru yang
menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut.

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan


saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan
pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Dalam home industry ini,
penggunaan alat pelindung diri masih sangat perlu ditingkatkan. Pekerja
hanya menggunakan masker karena menurutnya hanya debu yang berbahaya
bagi dirinya, itupun masker yang tidak sesuai dengan aturan yang
seharusnya, bahkan ada pekerja yang hanya menggunakan kain buff untuk
menutupi hidungnya sehingga sangat tidak optimal untuk pencegahan debu
yang masuk pada saluran pernapasan para pekerja.

C. Bahaya Fisiologis/ergonomis
Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti menyesuaikan
suasana kerja dengan manusianya. Penerapan
ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas
rancang bangun (desain) ataupun rancang
ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi
perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software). Perangkat keras berkaitan
dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat
peraga/display, conveyor dan lain-lain)
sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan
dengan sistem kerjanya seperti penentuan
jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan,
prosedur kerja dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan industri mebel ergonomi juga mempunyai
peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat bekerja. Dari
hasil di lapangan pekerja bekerja dengan posisi yang kurang stabil, misalnya
berdiri terlalu lama, duduk terlalu lama, membungkuk terlalu lama, jongkok,
membawa beban yang terlalu berat, dan menahan beban yang terlalu berat.
Kondisi seperti ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama
tanpa adanya pemeriksan akan menimbulkan penyakit akibat kerja seperti
Musculosceletal disorders, Low Back Pain, hingga penyakit kulit seperti
dermatitis.
D. Bahaya mental-psikologis
Faktor mental-psikologis yang terlihat adalah hubungan kerja atau hubungan
industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya depresi atau penyakit
psikomotorik.

E. Bahaya Mekanis

Bahaya mekanis yaitu potensi bahaya yang di timbulkan oleh mesin-


mesin maupun perkakas yang digunakan pada
saat bekerja. Pada home industry ini, bahaya
mekanis yang ditimbulkan berasal dari gergaji
mesin circle, mesin bor, dan pada saat
pemakuan. Karena para pekerja sama sekali
tidak memakai APD pada saat melakukan
produksi sehingga para pekerja berpotensi
besar dapat terkena bahaya mekanis ini, seperti
anggota badan pekerja dapat terkena gergaji
mesin pada saat pemotongan jika tidak berhati-
hati. Namun setelah dilakukan wawancara,
tidak pernah ada pekerja yang mendapat luka serius dari mesin-mesin dan
perkakas kerja.
F. Bahaya Elektrik
Bahaya listrik yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh percikan
bunga api listrik, arus listrik, maupun peralatan yang mengaliri listrik lainnya.
Dari observasi yang kami lakukan di home industry ini kami menemukan
beberapa kabel listrik yang terkelupas dan juga kabel-kabel yang berserakan
dilantai serta tidak tergulung dengan rapi sehingga dapat menghantarkan arus
listrik pada pekerja maupun dapat mengakibatkan konsleting listrik dan
menimbulkan kebakaran dari konsleting listrik tersebut.
3.3.3 Hirarki Pengendalian K3

Hirarki pengendalian dalam sistem manajemen keselamatan, kesehatan kerja


antara lain:

a. Eliminasi.
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada
saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan
manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada
desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif
sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari
resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak
selalu praktis dan ekonomis.Contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan
misalnya: bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya
bising, bahaya kimia.
b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses,
operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak
berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal
melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi
substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi
interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan
pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan
serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu
menjadi bahan yang cair atau basah.
c. Pengendalian tehnik/engineering control
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian
ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh
implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard,
circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor,
sound enclosure.
d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang
akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk
menyelesaikan pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar
operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja,
rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan jadwal istirahat,
investigasi dll.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal
yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya,dan APD hanya
berfungsi untuk mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya
hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya menggandalkan
alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamtan
(Helmet), kacamata keselamatan, Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian
(Uniform) dan Sepatu Keselamatan. Dan APD yang lain yang dibutuhkan
untuk kondisi khusus, yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya:
faceshield, respirator, SCBA (Self Content Breathing Aparatus),dll.

3.3.4 Job Safety Analysis (JSA)

Nama pekerjaan Mengangkut meubel setengah jadi


Uraian pekerjaan
no Prosedur Hazard Control
1 Mengambil 1. Meubel yang diangkat1. Mengusahakan agar tangan tetap
meubel dari pick dapat terjatuh apabila kering saat mengangkat meubel
up pekerja tidak 2. Sehabis memegang sesuatu yang
berkonsentrasi ataupun berair ataupun berlemak, segera
karena tangan yang untuk membersihkan tangan
licin
3. Berkonsentrasi penuh saat
sedang mengangkat meubel

2. Tersandung karena 1. Menjaga agar tempat kerja selalu


pekerja tidak dapat dalam keadaan bersih dan tidak
melihat dengan jelas licin
saat mengangkat 2. Menaruh peralatan di tempat
meubel yang besar yang semestinya, agar tidak
seperti almari tersandung saat mengangkat
meubel
2 Meletakkan 1. Terjepit meubel yang 1. Dokumentasi -> memasang
meubel yang telah akan diletakkan warning “hati-hati saat
diangkat di lantai meletakkan meubel”
2. Memperhatikan agar kaki
ataupun tangan tidak dibawah
meubel yang akan diletakkan

2. Cedera otot dan 1. Melakukan peregangan tubuh


musculoskeletal sebelum dan sesudah mengangkat
disorders ( saat dan meletakkan meubel
meletakkan meubel 2. Menjaga agar nutrisi tetap terjaga
pekerja dalam keadaan3. Saat terjadi cedera ataupun
membungkuk ) keseleo segera mendapatkan
pertolongan pertama
4. Jam istirahat yang cukup untuk
pekerja

Nama pekerjaan Menghalusan meubel setengah jadi menggunakan ampelas


Uraian pekerjaan
no Prosedur Hazard Control
1 Mengambil - -
ampelas dari
wadah
2 menghaluskan Tergores kayu meubel
1. Berkonsentrasi saat
meubel yang ada yang masih kasar menghaluskan meubel
2. Saat ada bagian meubel yang
kasar, pelan-pelan dalam
menghaluskannya

Nama pekerjaan Menyemprot meubel setengah jadi dengan pernis


Uraian pekerjaan
no Prosedur Hazard Control
1 Mengambil alat Alat penyemprot Berkonsentrasi saat mengambil
penyemprot terjatuh dan penyemprot
membentur kaki
pekerja

2 Memasukkan 1. Pernis tercecer di Menggunakan alas saat


pernis ke dalam lantai memasukkan pernis ke alat
alat penyemprot seperti plastic dll
2. Pernis dapat Menggunakan sarung tangan
mencemari tangan
pekerja yang tidak
menggunakan sarung
tangan
3 Memasang kabel Tersetrum listrik 1. Usahakan tangan dalam keadaan
ke stop contact kering
2. Kabel listrik dalam keadaan
baik,tidak ada kabel yang bolong
ataupun seratnya keluar dari
kabel
4 Menyemprot 1. Pernis dapat terhirup Menggunakan masker
pernis ke meubel pekerja yang tidak
yang telah menggunakan masker
dihaluskan

2. Pernis dapat Menggunakan sarung tangan


mencemari tangan
pekerja yang tidak
menggunakan sarung
tangan

Nama pekerjaan Menjemur meubel yang telah dipernis


Uraian pekerjaan
no Prosedur Hazard Control
1 Mendiamkan - -
meubel yang telah
dipernis

2 Setelah meubel 1. Meubel yang belum 1. Mengecek meubel dan


agak mongering, kering benar dapat memastikan agar meubel benar-
meubel dipindah mencemari tangan benar kering dan siap untuk
ke ruangan yang pekerja dipindahkan
berbeda 2. Dapat menggunakan sarung
tangan yang tebal dan agak kasar
untuk mengangkut meubel yang
telah didiamkan setelah dipernis

2. Terjepit meubel saat 1. Dokumentasi -> memasang


akan diletakkan warning “hati-hati saat
meletakkan meubel”
2. Memperhatikan agar kaki
ataupun tangan tidak dibawah
meubel yang akan diletakkan

Nama pekerjaan Finishing (memasang spon untuk kursi, memasang kain


untuk menutupi spon pada kursi, dan memaku sendi kayu
dengan alat bor khususl)
Uraian pekerjaan
no Prosedur Hazard Control
1 Memotong kain Teriris alat pemotong1. Dokumentasi -> memasang
dan spon sesuai spon ataupun alat warning “ berkonsentrasilah atau
dengan ukuran pemotong kain tangan dapat teriris”
meubel 2. Berkonsentrasi penuh saat
mengiris
3. Apabila mengantuk, istirahat
sejenak
2 Memasang spon - -
dan kain pada
meubel
3 Memaku kain Tangan terpukul palu1. Berhati-hati saat menggunakan
sebagai alas tutp palu
spon dengan palu 2. Pekerja lain tidak boleh
mengganggu pekerja yang sedang
memalu paku
4 Mengebor sendi- Tangan tersentuh alat Berkonsentrasi penuh saat
sendi kursi dengan bor karena melenceng menggunakan alat bor
alat bor khusus dari tempat target bor
paku
5 Memasangkan Tangan tergores paku Berhati-hati saat memasang paku
paku pada sendi
paku yang telah di
bor

3.3.5 Pengendalian Resiko Bahaya

Untuk meminimalisir dan menanggulangi kecelakaan kerja yang dapat


terjadi akibat penerapan K3 yang tidak sesuai atau bahkan sama sekali tidak
memadai di home industry ini, maka perlu adanya pengendalian bahaya.

A. Fisik
a. Mengganti mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan
lebih rendah.
b. Mengurangi lamanya waktu yang harus dialami oleh seorang pekerja
untuk “berhadapan” dengan kebisingan.
c. Rotasi pekerjaan dan pengaturan jam kerja termasuk dua cara yang biasa
digunakan.
d. Menggunakan alat pelindung pendengaran seperti ear plug atau ear mup.
e. Menggunakan peralatan APD lengkap seperti sarung tangan, sepatu, dll
B. Kimia
a. Pengadaan alat penyaring debu dengan menggunakan air, berguna untuk
melindungi pekerja dari paparan debu.
b. Menggunakan pelindung mata agar debu tidak masuk ke dalam mata.
c. Menggunakan masker yang sesuai dengan standar untuk masker debu.
d. Pemberian ventilasi yang cukup agar sirkulasi udara dapat lancar.
C. Ergonomi
Pengendalian ergonomi yaitu dengan menetapkan jam kerja tidak lebih
dari 8 jam. Karena apabila di home industry ini tidak memiliki jam kerja yang
pasti dan sesuai dengan aturan yang ada, maka akan menimbulkan penyakit
pada pekerja bahkan kecelakaan kerja.
D. Elektrik
Pengendalian bahaya listrik di home industry SE Kubik Interior dapat
dilakukan dengan meletakkan kabel-kabel dan apapun yang berhubungan
dengan listrik dengan rapi dan tidak membiarkan kabel-kabel berserakan di
lantai.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal khususnya


diindustri mebel dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan
tenaga kerja nasih minim. Hal ini di karena mereka tidak pernah mendengar
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
b. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial
bahaya bagi Keselamatan Kerja. Seperti : potensial hazard lingkungan fisik
(kebisingan), potensila hazard kimia (debu), potensial hazard lingkungan fisiologi
(ergonomi), dan listrik
c. Pencegahan/pengendalian Kecelakaan kerja di tempat ini yaitu dengan hierarki
pengendlian mulai dari eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik, administrasi dan APD.

4.2 Saran
Sebaiknya tenaga kerja di tempat tersebut diharuskan memakai APD
seperti masker dan sarung tangan, karena masih banyak tenaga kerja yang tidak
memakai masker dan sarung tangan sedangkan di tempat tersebut banyak debu
yang bisa mengganggu pernapasan dan dalam proses pengerjaan tersebut resiko
tergoresnya tinggi. Dan sebaiknya tenaga kerja bisa menempatkan posisi kerja
mereka dengan baik agar merasa nyaman saat bekerja dan tidak mengalami
gangguan muskuloskeletal seperti nyeri dan lain-lain.
Daftar Pustaka

Dainur. 1993. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Indonesia, Depok, Universitas


Indonesia. Skripsi

Gusani, Dela Aptika. 2012. Analisis Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Di Penyamakan Kulit X Tahun 2012.Indonesia, Depok, Universitas
Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi
Kusuma, Ibrahim Jati. (2010). Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang. Jurnal Universitas
Semarang, Volume 2, 5

Sumber Lain :

http://krisinashare.blogspot.com/p/blog-page_12.html
Lampiran Gambar

Anda mungkin juga menyukai