PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan kesenian dan gejolak ideologi politik tentu tidak bisa dilepaskan
begitu saja dalam konteks kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Bahwa dalam
kehidupan berkebudayaan, seni menjadi alat untuk menyampaikan pesan. Dalam dan
melalui seni, ada pelaku seni atau sekelompok seniman yang berusaha untuk merespon
semua gejolak politik dan sosial. Mereka menggunakan bahasa “seni” sebagai upaya
untuk menyamarkan agitasi pemahaman persoalan politik, sehingga mampu
mempropagandakannya ide kepada masyarakat untuk lebih berani berpikir tentang hak
dan rasa keadilan sosial.
Kesenian atau seni menjadi sarana ampuh untuk bersuara kepada Negara dan
dikemas dengan retorika yang “menggembirakan” secara visual maupun verbal dalam
dunia peran atau acting. Maka, ide adalah hal pertama yang muncul. Dalam bukunya
Essay Concerning Human Understanding, John Locke mencoba menjawab persoalan dari
manakah asal ide dan pengetahuan manusia, apa yang mampu diketahui, sejauh mana
pengetahuan memiliki kepastian? Kapan manusia dibenarkan berpegang pada pendirian
yang didasarkan pada ide?
Penelitian semacam ini menjadi penting karena kita akan mengetahui kekuatan
dan batas pikiran manusia. Dengan demikian, “pikiran manusia yang sibuk” akan
membatasi diri pada pembahasan masalah-masalah yang sebenarnya memang dapat
diolah. Dia akan “duduk dengan tenang membiarkan tidak mengerti” hal-hal yang di luar
jangkauan kemampuannya.
Begitu banyak hal di sekitar kita yang berpendar seperti cahaya. Semuanya
penting untuk dipikirkan. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak ingin bekerja keras
untuk memahaminya, bukan berarti tidak mampu. Dalam bahasa yang lebih keras, tidak
tertarik karena tidak menarik!
Untuk itu, sebuah isu sosial-politik dikemas dengan menarik sehingga memiliki
harga tertentu untuk dinikmati. Sekarang adalah waktunya. Waktu untuk membangunkan
masyarakat dari tidur panjangnya supaya ada gairah berpikir dan mengambil bagian
dalam kepincangan hidup sosial, ekonomi, dan politik. Maka, Teater Evergrande
Syuradikara hadir melalui Pementasan dengan judul “Tungku Haram”. Teater ini
mengangkat Fenomena Praktik Perdagangan Manusia yang beberapa tahun belakangan
ini marak terjadi di Nusa Tenggara Timur.
Human Trafficking sudah menjadi perhatian publik nasional dan internasional.
Namun, nasional di sini tidak berarti semua manusia Indonesia paham dan mau terlibat
memikirkannya, termasuk masyarakat Nusa Tenggara Timur. Nusa Tenggara Timur
adalah salah satu Provinsi Penyuplai Tenaga Kerja tertinggi ke beberapa Negara di Asia.
Seiring dengan peningkatan jumlah tenaga kerja yang dikirim, semakin tinggi pula kasus
Perdagangan Manusia. Berdasarkan Data Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Nusa Tenggara Timur, dalam rentang waktu
Januari hingga Agustus tahun 2017, tercatat ada 137 kasus Human Trafficking yang
terjadi di NTT. Sementara tahun-tahun sebelumnya sudah mencapai 400 Kasus.
Namun, hingga saat ini belum ada penanganan serius yang melibatkan berbagai
unsur kehidupan dalam masyarakat NTT untuk memerangi situasi mengerikan ini.
Human Trafficking, menurut UU NKRI No. 21 tahun 2007 berbunyi “Yang dimaksudkan
dengan perdagangan dalam manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan dengan memanfaatkan posisi rentan, penjeratan uang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam daerah dan di
luar daerah maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi.”
Dengan demikian, Teater Evergrande Syuradikara hendak menyuarakan Human
Trafficking dalam dan melalui seni. Dalam Serikat Sabda Allah atau SVD, salah satu
matra khas SVD tentang misi ad extra ialah pewartaan keluar, khususnya menyelesaikan
kasus-kasus sosial yang dialamai masyarakat, sehingga kesadaran akan misi pewartaan
ini tumbuh dalam semangat seni. Seni yang tidak diam, tetapi bicara kepada semua orang
dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Untuk itu, melalui Pementasan Teater Tungku Haram karya Pater Yohan Wadu,
SVD dan dijalankan dalam spiritualitas Kelompok Seni Teater Evergrande Syuradikara,
diharapkan supaya kesadaran akan isu Perdagangan Manusia yang terjadi di sekitar kita
mampu menjangkau setiap lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu, keinginan untuk
melindungi saudara-saudari kita maupun juga mengatasi situasi yang hadir akibat
minimnya lapangan pekerjaan di daerah, bisa menjadi tanggung jawab setiap individu,
bukan hanya Pemerintah.
2. Tujuan
Adapun tujuan diadakan Pementasan Teater Tungku Haram oleh Kelompok
Teater Evergrande ini, adalah sebagai berikut. Pertama, mengembangkan bakat dan
potensi Para Siswa-siswi SMAK Syuradikara & SMK Syuradikara Ende yang tergabung
dalam Kelompok Teater Evergrande. Kedua, menjadikan isu Perdagangan Manusia
sebagai masalah bersama dan tanggung jawab bersama pula. Ketiga, membantu Program
Pemerintah dalam mengkampanyekan “Stop Human Trafficking”. Keempat,
melaksanakan salah satu Program Divisi Human Trafficking SVD Provinsi Ende. Kelima,
menghadirkan hiburan yang berkualitas kepada masyarakat di Kabupaten Ende dan
Manggarai Barat, Labuan Bajo sebagi tempat sasaran untuk Tungku Haram II.
3. Sasaran
Sasaran dari penyelenggaraan Pementasan Teater Tungku Haram oleh Kelompok
Teater Evergrande ini adalah, pertama, untuk memberi hiburan dan wawasan apresiasi
seni bagi masyarakat terutama kaum muda di Kota Ende dan Kota Labuan Bajo. Kedua,
untuk mengetahui tingkat kepedulian atau partisipasi dunia Pendidikan dan Pemerintah
terhadap pembinaan seni, yang secara tidak langsung mengangkat prestasi lembaga dan
prestasi anak bangsa.
PELAKSANAAN
A. NAMA PEMENTASAN
Nama atau judul teater ini ialah “Tungku Haram”.
B. TEMA PEMENTASAN
Teater ini mengusung tema aktual yang sering terjadi di NTT, yakni Perdagangan
Manusia.
Naskah Tungku Haram juga adalah sebuah bentuk lain dari usaha untuk merealisasikan salah
satu rencara strategis yang diputuskan dalam Kapitel Provinsi SVD Ende tahun 2015 tentang
Perdagangan Manusia.
Teater Evergrande juga disambut baik oleh para Guru dan didukung oleh para
orang tua murid. Ke depannya Teater Evergrande Syuradikara bisa lebih memfokuskan
diri kepada Seni Peran dan Pementasan.
C. Tim Artistik
Sutradara: Ptr. Lodivikus Yohan Wadu, SVD
Asisten Sutradara: Petrus Boto Kwuta
Manager Panggung: (1) Silvester Keu (2) Stefanus Luon
Sekretaris: Maria Venansia Sare Ora
Bendahara 1: Br. Anton Suni, SVD
Bendahara 2: Dyna Christin Zacharias
Musik Vokal: (1) Fr. Yosep Uskono, SVD (2) Maria Venansia Sare Ora
Musik Instrumen: (1) Yulianus Hendra Ragha (2) Yakobus Liberto Promensia Ndopo
Tim Kreatif: (1) Wilhelmus Y. Sino (2) A. N. Andy Biantoro (3) Ortolana Y. Rensa
Tata Letak Penonton: Stef Luon
Wardrobe & Make Up Artist: Kenisia Natalia Rohy
Make Up Karakter: Dyna Christin Zacharias
Koreografi: (1) Fernando S. Hampaty (2) Kornelia Camelia Wai Juma
Pencahayaan: (1) Petrus Boto Kwuta (2) Zulfan Husain (3) Renol Mali
Sound: Yakobus Liberto Promensia Ndopo
Tiket: Fr. Yosep Uskono, SVD
Publikasi: (1) Fr. Marianus Nuwa, SVD (3) Reinard L. Meo
Dokumentasi: (1) Stef Luon (2) Martozo (3) Wilhelmus Y. Sino (4) Andy Biantoro
Konsumsi: (1) Br. Anton Suni, SVD (2) Fr. Marianus Nuwa, SVD
Pembawa Acara: Ptr. Don Mite, SVD
D. PELAKON (Lampiran?)
ANGGARAN BIAYA
A. Dana Pengeluaran
B. Dana Pemasukan
Maka Kekurangan Dana yang masih dibutuhkan….
SUMBER DANA/SPONSORSHIP
E. Sumber Dana/Sponsorship
Bahan Promosi
F. Penutup
Mengetahui,
Pelindung dan Pembina
Stef….., SVD
Kepala Sekolah SMAK Syuradikara, Ende.