Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU HAMIL


TERHADAP PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENRANG
KABUPATEN WAJO TAHUN 2019

ANDI IKA WAHYUNI

B.18.03.027

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

TERAPAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MEGA BUANA PALOPO

2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam

kehidupan. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan

janin turun ke jalan lahir sedangkan kelahiran adalah proses dimana janin,

ketuban, plasenta keluar melalui jalan lahir (Mutmainnah, 2017).

Kebutuhan sarana kesehatan salah satu komponen penting dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang

mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat

individu maupun masyarakat. Pengadaan sarana kesehatan/fasilitas kesehatan

diselenggarakan secara bersama pemerintah dan swasta dengan

memperhatikan faktor efesiensi dan ketejangkauan bagi penduduk miskin dan

kelompok khusus seperti ibu hamil, bayi dn balita (Mubarak, 2012).

Depertemen kesehatan sendiri menargetkan angka kematian ibu pada 2010

sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang pertahun. Untuk

mewujudkan hal ini, Depkes sedang menggalakkan program Making

Pregnancy Sever (MPS) dengan program antara lain Program Perencanaan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Penyebab tingginya AKI di

Indonesia adalah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya cakupan

pertolongan oleh tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan yang kurang memadai,

faktor langsung/media, faktor tidak langsung (Mutmainnah, 2017).

1
2

Menurut Green, Rusnawati 2013 perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor

predisposisi (pengetahuan, usia, sikap masyarakat, dukungan keluarga atau

suami, tradisi dan kepercayaan, system dinalai yang dianut, tingkat

pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi), faktor pendukung (ketersediaan

sarana dan prasarana kesehatan), dan faktor penguat (sikap dan perilaku tokoh

masyarakat serta petugas kesehatan) (Rusnawati, 2012).

Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan

kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang

berhubungan dengan persalinan. AKI menggambarkan jumlah wanita yang

meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan

atau penanganannya. World Health Organization (WHO) tahun 2015, angka

kematian ibu sangat tinggi sekitar 830 wanita meninggal akibat komplikasi

terkait kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap hari. Dari 830

kematian ibu setiap hari, 550 terdiri di Afrika Sub-Sahara dan 180 di Asia

Selatan, dibandingkan dengan 5 di negara maju. Rasio kematian di negara

berkembang tahun 2015 adalah 239 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi

hidup (WHO, 2016).

Tujuan pembangunan Sustainable Development Goal’s (SDGs) di

Indonesia salah satu negara dengan AKI dan AKB tertinggi di Asia, nomor

tiga dan empat di ASEAN. Angka kematian ibu tahun 2012 mencapai

359/100.000 dan tahun 2015 mencapai 305/100.000 kelahiran hidup. Angka

kematian bayi tahun 2012 mencapai 32/1.000 kelahiran hidup dan pada tahun

2015 mencapai 22,23/1.000 kelahiran hidup. AKI dan AKB di Indonesia


3

belum mencapai target sesuai yang ditetapkan SDGs yaitu yang harus dicapai

pada tahun 2030 yaitu 70/1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan

25/1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi (Hidra, dkk, 2017)

Sejak tahun 2015, penekanan persalinan yang aman adalah persalinan

ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,

rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan

persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai salah satu indikator upaya

kesehatan ibu. Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan menurut

provinsi tahun 2016, bahwa terdapat 80,61% ibu hamil yang menjalani

persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilakukan di fasilitas

pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara nasional, indikator tersebut telah

memenuhi target Renstra sebesar 77%. Namun demikian masih terdapat 19

provinsi (55,9%) yang belum memenuhi target tersebut, provinsi Sulawesi

Selatan tercatat 81,06%. Tahun 2015 Rekopitulasi Data Kabupaten/Kota

menunjukkan jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Sulawesi Selatan

sebanyak 149 kasus (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, 2015).

Berdasarkan Depkes Kabupaten Wajo tahun 2015 jumlah kematian yang

dilaporkan sebanyak 10 orang atau per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2016

dilaporkan sebanyak 4 orang atau per 100.000 kelahiran (Sartika, Andi Dewi

dkk).

Data jumlah ibu bersalin pada tahun 2016 yang ditolong oleh nakes di

kabupaten wajo sebanyak 7264 dan non nakes 10 kasus, pada tahun 2017

jumlah persalinan ditolong oleh nakes sebanyak 6668 dan non nakes 11 kasus,
4

dan pada tahun 2018 jumlah persalinan ditolong oleh nakes sebanyak 6257

dan non nakes 15 (Dinkes Kabupaten Wajo).

Pemilihan Puskesmas Penrang sebagai lokasi penelitian disebabkan karena

wilayah kerjanya yang sangat luas yaitu mencakup 1 kecematan yang terdiri

dari satu kelurahan dan sembilan desa yaitu Kelurahan Doping, Desa Benteng,

Desa Lawesso, Desa Raddae, Desa Makmur, Desa Padaelo, Desa Tadang

Palie, Desa Temmabarang, Desa Walanga, Desa Penrang Riawa.

Data jumlah ibu bersalin di Puskesmas Penrang pada tahun 2016 yang

ditolong oleh nakes sebanyak 251 ibu bersalin dan non nakes 3 kasus. Pada

tahun 2017 jumlah persalinan yang ditolong oleh nakes sebanyak 244 dan non

nakes 1 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 jumlah persalinan yang ditolong

oleh nakes sebanyak 217 dan non nakes 4 kasus.

Hal yang menjadi masalah di Puskesmas Penrang yang masih merupakan

masalah di wilayah kerja Puskesmas Penrang yaitu menurut ibu dalam

memilih penolong persalinan dalam keluarganya terutama suami masih kurang

dalam memberikan dukungan serta penilaian ibu terhadap sikap pelayanan

kesehatan (Hidra, dkk 2017).

Sejalan penelitian Gultom Elita Ivanna dan Anwar Hassan 2013, hasil

analisis uji square dengan nilai p=0,002 maka kurang dari p<0,05 ada

hubungan antara dukungan suami/keluarga dengan pemilihan penolong

persalinan (Gultom Elita Ivanna dan Anwar Hassan 2013).

Berdasarkan dengan penelitian Hidra dkk 2017, hasil analisis chi square

diperoleh nilai p=0,031. Dengan menggunakan nilai α=0,05 maka diperoleh


5

p<0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara dukungan suami/keluarga

dengan pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas

Pasir Putih Kabupaten Muna Dukungan keluarga dalam penelitian ini adalah

keikutsertaan suami dalam pemilihan persalinan dan bentuk dukungan

keluarga dalam pemilihan persalinan (Hidra, dkk 2017).

Berdasarkan hasil penelitian Rumengan 2015, hasil analisis uji-square

memperoleh nilai probabilitas (signifikansi) sebesar 0,000 (p<0,05) yang

berarti ada hubungan yang bermakna antara persepsi responden terhadap

tindakan petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas.

Dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan bahwa responden dengan

persepsi tehadap tindakan petugas itu baik mempunyai kemungkinan 8,5 kali

lebih besar untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Tindakan

atau cara petugas dalam melakukan pelayanan merupakan hal yang sangat

mempengaruhi pasien terkait dengan kesembuhan penyakitnya. Adanya

perlakuan yang baik dan penuh perhatian menjadi daya tarik tersendiri dalam

pemberian pelayanan kepada pasien (Rumengan, 2015).

Dari data di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan.

Faktor yang dimaksud peneliti yaitu dukungan suami atau keluarga dan sikap

tenaga kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka terdapat


6

rumuskan masalah yaitu : Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan

pemilihan penolong persalinan ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan

penolong persalinan.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh dukungan suami atau keluarga terhadap

pemilihan tempat persalinan

b. Untuk mengetahui pengaruh sikap tenaga kesehatan terhadap

pemilihan tempat persalinan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya

khususnya tentang pemilihan penolong persalinan.

2. Manfaat praktis

Digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian lain terutama

penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan

penolong persalinan.

3. Manfaat institusi
7

Sebagai bahan referensi atau pertimbangan bagi rekan-rekan Mahasiswa

program DIV Kebidanan STIKES Mega Buana yang berkaitan dengan

faktor-faktor yang berhungan dengan pemilihan penolong persalinan.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Persalinan

1. Definsi persalinan

Berikut ini adalah beberapa pengertian dari persalinan yang diambil

dari berbagai sumber, antara lain:

a. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin

turun kejalan lahir dan kelahiran adalah proses dimana janin dan

ketuban didorongan keluar melalui jalan lahir. Dengan demikian bisa

dikatakan bahwa persalinan (labor) adalah rangkaian peristiwa mulai

dari kencang-kencang teratur sampai dikeluarkannya produk konsepsi

(janin, plasenta, ketuban, dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar

melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau dengan

kekuatan sendiri (Sumarah dkk, 2011).

b. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan

melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa

bantuan (kekuatan sendiri) (Indrayani dan Djami, 2016).

c. Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan dengan presentasi

janin belakan kepala yang berlangsung secara spontan dengan lama

persalinan dalam batas normal, beresiko rendah sejak awal persalinan

hingga partus dengan masa gestasi 37-42 minggu (Indrayani dan

Djami, 2016).

8
9

d. Persalinan normal menurut IBI adalah proses persalinan dengan

presentasi janin belakang kepala yang berlangsung secara spontan

dengan lama persalinan dalam batas normal, tanpa intervensi

(penggunaan narkotik, epidural, oksitosin, percepatan persalinan,

memecahkan ketuban dan episiotomi), berisiko rendah sejak awal

persalinan hingga partus dengan masa gestasi 37-42 minggu (Indrayani

dan Djami, 2016).

2. Macam-macam persalinan

a. Persalinan normal/spontan

Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuaatan ibu sendiri dan

melalui jalan lahir.

b. Persalinan buatan

Yaitu persalinan yang dibantu dari luar misalnya vaccum ekstraksi,

forceps, dan Sectio Caesarea.

c. Persalinan anjuran

Yaitu terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup diluar, tetapi

tidak sedemikian besarrnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam

persalinan, misalnya dengan induksi persalinan (Mutmaina, 2017).

3. Sebab mulainya persalinan

Menurut Asrina 2010, sebab-sebab mulainya persalinan meliputi

(Nurasiah dkk, 2013) :

a. Penurunan hormon progesterone

Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun menjadi otot rahim


10

sensitive sehingga menimbulkan his.

b. Keregangan otot-otot

Otot rahim akan meregang dengan majunya kehamilan, oleh karena

isinya bertambah maka timbul kontrak untuk mengeluarkan isinya atau

mulai persalinan.

c. Peningkatan hormon oksitosin

Pada akhir kehamilan hormon oksitosin bertambah sehingga dapat

menimbulkan his.

d. Pengaruh janin

Hypofise dan kelenjar suprarenal pada janin memegang peranan dalam

proses persalinan, oleh karena itu pada anencepalus kehamilan lebih

lama dari biasanya.

e. Teori prostaglandin

Prostaglandin yang dihasilkan dari desidua meningkat saat umur

kehamilan 15 minggu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa

prostaglandin menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur

kehamilan.

f. Plasenta menjadi tua

Dengan tuanya kehamilan plasenta menjadi tua, villi corialis

mengalami perubahan sehingga kadar progesterone dan estrogen

menurun.

4. Tanda-tanda persalinan

Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita


11

memasuki kala pendahuluan (preparatory stage of labor), dengan tanda-

tanda sebagai berikut (Hidayat dan Sujiyatini,2010) :

a. Terjadi lightening

Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan

fundus uteri karna kepala bayi sudah masuk PAP. Pada multigravida,

tanda ini tidak begitu kelihatan. Mulai menurunnya bagian terbawah

bayi ke pelvis terjadi sekitar 2 minggu menjelang persalinan. Bila

bagian terbawah bayi telah turun, maka ibu akan merasa tidak nyaman,

selain napas pendek pada trimester 3, ketidaknyamanan disebabkan

karena adanya tekanan bagian terbawah pada struktur daerah pelvis,

secara spesifik akan mengalami hal berikut.

1) Kandung kemih tertekan sedikit, menyebabkan peluang untuk

melakukan ekspansi berkurang, sehingga frekuensi berkemih

meningkat.

2) Meningkatnya tekanan oleh sebagian besar bagian janin pada

syaraf yang melewati foramen obtutator yang menuju kaki,

menyebabkan sering terjadi kram kaki.

3) Meningkatnya tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan

terjadinya udema karna bagian terbesar dari janin menghambat

darah yang kembali dari bagian bawah tubuh.

b. Terjadinya his permulaan

Sifat his permulaan (palsu) adalah sebagai berikut :

1) Rasa nyeri ringan dibagian bawah


12

2) Datang tidak teratur, tidak menyebabkan nyeri diperut bagian

bawah dan lipatan paha.

3) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda

4) Durasi pendek dan tidak begitu kuat, bila dibawa berjalan kontraksi

biasanya menghilang.

5) Tidak bertambah bila beraktifitas

c. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun perasaan sering atau

susah buang air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian

terbawah janin

d. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah,

kadang bercampur darah (bloody show). Dengan mendekatnya

persalinan, maka serviks menjadi matang dan lembut, serta terjadi

obliterasi serviks dan kemungkinan sedikit dilatasi.

5. Faktor yang mempengaruhi persalinan, mutmainna

a. Power ( kekuatan/tenaga)

Kekuatan yang mendorong janin saat persalinan adalah his,

kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligamen.

His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan.

b. Passsage (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri atas bagian keras tulang-tulang panggul (rangka

panggul) dan bagian lunak (otot-otot, jaringan-jaringan dan

ligamenligamen).
13

c. Passanger (janin dan plasenta)

Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin.

Posisi dan besar kepala dapat memengaruhi jalan persalinan. Kepala

janin banyak mengalami cedera pada saat persalinan sehingga dapat

membahayakan kehidupan janin. Pada persalinan, karena tulangtulang

masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir

tulang dapa menyisip antara tulang satu dengan tulang yang lain

(molase), sehingga kepala bayi bertambah kecil (Kuswanti dan Melina,

2014).

6. Mekanisme persalinan

Mekanisme pesalinan merupakan gerakan janin dalam menyesuaikan

dengan ukuran dirinya dengan ukuran panggul saat kepala melewati

panggul. Adapun gerakan-gerakan janin dalam persalinan/gerakan cardinal

adalah sebagai berikut (Sumarah dkk, 2011) :

a. Engagement

Engangement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan,

sedangkan pada multigravida terjadi pada awal persalinan.

Emgagement adalah peristiwa ketika diameter biparietal melewati

pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang/oblik di dalam

jalan lahir dan sedikit fleksi.

b. Penurunan kepala

Dimulai sebelum onset persalinan/inpartu. Penurunan kepala terjadi

bersamaan dengan mekanisme lainnya, tekanan cairan amnion,


14

tekanan langsung fundus pada bokong, kontraksi otot-otot abdomen,

ekstensi dan pelurusan badan janin atau tulang belakang janin.

c. Fleksi

1) Gerakan fleksi disebabkan karena janin terus didorong maju tetapi

kepala janin terhambat oleh serviks, dinding panggul atau dasar

panggul.

2) Pada kepala janin, dengan adanya fleksi maka diameter

oksipitofrontalis 12 cm berubah menjadi sub oksipitobregmatika 9

cm.

3) Posisi dagu bergeser kearah dada janin.

4) Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba dari

pada ubun-ubun besar.

d. Rotasi dalam

Rotasi dalam atau putaran paksi dalam adalah pemutaran bagian

terendah janin dari posisi sebelumnya ke arah depan sampai di bawah

simpisis. Rotasi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala.

Rotasi ini terjadi setelah kepala melewati hodge III (setinggi spina)

atau setelah di dasar panggul. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun

kecil mengarah ke jam 12.

e. Ekstensi

1) Gerakan ekstensi merupakan gerakan oksiput yang berhimpitan

langsung pada margo inferior simfisis pubis.


15

2) Penyebab dikerenakan sumbu jalan lahir pada pintu bawah

panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala

menyesuaikan dengan cara ekstensi agar dapat melaluinya.

Gerakan ekstensi ini mengakibatkan bertambahnya penegangan

pada perineum dan introitus vagina. Ubun-ubun kecil semakin

banyak terlihat dan sebagai hypomochlion atau pusat pergerakan

maka berangsur-angsur lahirlah ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar,

dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu.

f. Rotasi Luar

Gerakan rotasi luar atau putaran paksi luar merupakan gerakan

memutar ubun-ubun kecil kea rah punggung janin, bagian belakang

kepala berhadapan dengan tuber iskhiadikum kanan atau kiri,

sedangkan muka janin menghadap salah satu paha ibu.

g. Ekspulsi

Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai

hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah

kedua bahu lahir selanjutnya seluruh tubuh bayi lahir.

7. Tahapan persalinan

Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 kala (Nurasiah dkk, 2013) :

a. Kala I persalinan

Dimulai sejak adanya his yang teratur dan meningkat (frekuensi dan

kekuatannya) yang menyebabkan pembukaan, sampai serviks

membuka kengkap (10 cm). Kala I terdiri dari dua fase, yaitu fase laten
16

dan fase aktif.

1) Fase laten

a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan pembukaan

sampai pembukaan 3 cm.

b) Pada umumnya berlangsung 8 jam.

2) Fase aktif, dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

a) Fase akselerasi

Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

b) Fase dilatasi maksimal

Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks belangsung cepat dari 4

cm menjadi 9 cm.

c) Fase deselerasi

Pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam dari

pembukaan 9 cm menjadi 10 cm.

Pada primipara, berlangsung selama 12 jam dan pada multipara

sekitar 8 jam. Kecepatan pembukaan serviks 1 cm/jam (primipara) atau

lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).

b. Kala II persalinan

Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap

(10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai

kala pengeluaran bayi. Tanda pasti kala II ditentukan melalui

pemerikasaan dalam yang hasilnya adalah :

1) Pembukaan serviks telah lengkap (10cm), atau


17

2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Proses kala II berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada

multipara. Dalam kondisi yang normal pada kala II kepala janin sudah

masuk dalam dasar panggul, maka pada saat his dirasakan tekanan

pada otot-otot dasar panggul yang secara refleks menimbulkan rasa

mengedan. Wanita merasa ada tekanan pada rectum dan seperti akan

buang air besar. Kemudian perineum akan menonjol dan melebar

dengan membukanya anus.

c. Kala III persalinan

Persalinan kala III dimulai segera setelah bayi lahir dan berakhir

dengan lahirnya plasenta serta selaput ketuban yang berlangsung tidak

lebih dari 30 menit. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit

setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan dari fundus

uteri.

d. Kala IV persalinan

Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam

post partum. Observasi yang dilakukan pada kala IV yaitu :

1) Tingkat kesadaran penderita

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital

3) Kontraksi uterus

4) Terjadinya perdarahan (tidak melebihi 500cc).


18

B. Tinjauan Umum tentang Pemilihan Penolong Persalinan dan Sarana

Kesehatan

1. Tinjauan tentang pemilihan penolong persalinan

Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) merupaka salah satu

subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional yang mempunyai peranan

penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan sebagai pelaksana

upaya dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, Sumber Daya

Manusia Kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk tenaga kesehatan

strategis) dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan

bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen

kesehatan. Penyelenggaraan subsistem sumber daya manusia kesehatan

terdiri dari perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan

pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan (Kemenkes RI, 2017).

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan

untuk melakukan upaya kesehatan (Kemenkes RI, 2017).

Pelayanan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Adapun yang dimaksud

dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk


19

memelihara atau meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok

dan/atau masyarakat (Mutmaina, 2017).

Syarat pelayanan kesehatan yang baik setidak-tidaknya dapaat

dibedakaan atas 10 macam, yakni tersedia (available), adil atau merata

(equity), mandiri (sustainable), wajar (appro priate), dapat diterima

(acceptable), dapat dicapai (accessible), dapat dijangkau (afford able),

efektif (effectife), efisien (efficient), serta bermutu (quality), kesepuluh

syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya (Mutmaina, 2017).

Pemilihan penolong persalinan adalah keputusan ibu dalam memilih

tenaga penolong pada saat persalinan. Tenaga penolong persalinan adalah

orang-orang yang biasa memeriksa wanita hamil atau memberikan

pertolongan selama persalinan dan nifas (Hidra, dkk, 2017).

Menurut Depkes RI 2009, tenaga kesehatan yang berkompeten

memberikan pelayanan pertolongan pesalinan adalah dokter spesialis

kandungan, dokter umum dan bidan. Menurut WHO 1999, persalinan

yang bersih dan aman dapat dicapai apabila ditolong oleh tenaga kesehatan

profesional yang memahami cara menolong persalinan secara bersih dan

aman. Tenaga kesehata yaitu tenaga yang mendapat pendidikan formal

seperti dokter spesialis kandungan, dokter umum dan bidan, sedangkan

non tenaga kesehatan adalah tenaga yang mendapat keterampilan dari

orang tuanya secara tradisional seperti dukun bayi atau paraji (Gultom

Elita Ivanna dan Anwar Hassan, 2013).


20

Adapun tenaga penolong persalinan yaitu :

a. Bidan

Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara

regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana diakui

secara yuridis, dimana ini ditempatkan dan telah menyelesaikan

pendidikan kebidanan dan telah mendapat kulifikasi serta terdaftar

disahkan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan

(Mutmaina, 2017).

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional dan

internanasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Definisi

bidan menurut International Confederation of Midwives (ICM) ke 27,

bulan Juli 2005, yang diakui oleh WHO dan Federation of

Internasional Gynecologist Obstetrition (FIGO), bidan adalah

sesorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui

di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi

kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah

(lisensi) untuk melakukan praktik bidan (Wahyuningsih, Heni Puji

2013).

IBI menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan

yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan

organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta

memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk deregister, sertifikasi dan


21

atau secara sah mendapatkan lisensi untuk menjalankan praktik

kebidanan (Wahyuningsih, 2013).

b. Dokter spesialis kebidanan dan dokter umum

Dokter umum menurut Depkes RI 2002, adalah seorang tenaga

kesehatan yang menjadi tempat kontak pertama untuk menyelesaikan

semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis

penyakit, organologi, golongan usia dan jenis kelamin secara

menyeluruh, paripurna dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan

profesional dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan

efesien serta menunjang tinggi tanggung jawab professional, hokum

dan etika moral (Gultom Elita Ivanna dan Anwar Hassan, 2013).

c. Dukun bayi

Dukun bayi adalah orrang yang dianggap terampil dan dipecaya

oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan

anak sesuai kebutuhan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap

keterampilan dukun bayi berkaitan dengan system nilai budaya

masyarakat. Dukun bayi diperlukan sebagai tokoh masyarakat

setempat sehingga memiliki potensi dalam pelayanan kesehatan

(Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Menurut WHO, UNFPA dan UNICEF 2006, Dukun bayi adalah

orang yang membantu ibu selama masa persalinan yang pada awalnya

memiliki keterampilan dengan membantu kelahiran ibu dan bayi


22

keluarganya atau melalui magang kepada dukun bayi lain yang sudah

berpengalaman (Gultom Elita Ivanna dan Anwar Hassan, 2013).

Pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan yaitu proses

persalinan yang dibantu oleh tenaga non kesehatan yang biasa di kenal

sebagai dukun bayi atau nama lainnya dukun beranak, dukun barsalin,

dukun peraji. Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga

terpercaya dalam tenaga sosial yang terkait dengan reproduksi wanita.

Ia selalu membantu pada masa kehamilan, mendampingi wanita saat

bersalin, sampai persalinan selesai dan mengurus ibu dan bayinya

dalam masa nifas (Muzakkir, 2018).

Sebagai penolong persalinan dukun bayi/paraji lebih dipercaya

oleh masyarakat karena paraji merupakan bagian dari kebudayaan

kehidupan sosial dimana masyarakat berada, sedangkan kelemahannya

adalah tidak dapat menolong pasien yang dalam keadaan bahaya.

Selain merupakan bagian dari kebudayaan setempat, paraji biasanya

adalah anggota keluarga dekat atau paling tidak dikenal oleh keluarga.

Imbalan dari bantuan yang diberikan paraji pada persalinan biasanya

diberikan setelah beberapa atau bahkan setelah beberapa minggu

setelah persalinan. Bentuk pembayaran tidak selama berupa uang

tetapi dapat berupa benda. Bantuan yang diberikan paraji atas rasa

gotong royong, kekeluargaan atau rasa sosial karena biasanya paraji

berasal dari kelompok etnik sama. Keadaan ini menjadi kepercayaan

yang diberikan masyarakat kepada paraji menjadi lebih tinggi terutama


23

di daerah-daerah dimana tingkat pendidikan dan kemampuan

membayar relative masih rendah (Gultom Elita Ivanna dan Anwar

Hassan, 2013).

2. Tinjauan tentang sarana kesehatan

Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh

keberadaan sarana kesehatan. Undang-undang no.36 Tahun 2009 tentang

kesehatan masyarakat bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu

alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan, baik pomotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif

yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat

(Kemenkes RI, 2017).

Fasilitas kesehatan berhubungan dengan tempat ibu mendapatkan

pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya sampai ibu dapat

melahirkan dengan aman. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai

dengan jarak yang mudah terjangkau akan memberikan kemudahan bagi

ibu hamil untuk sering memeriksakan kehamilannya dan untuk

mendapatkan penanganan dalam keadaan darurat. Bidan dapat

memberikan informasi atau petunjuk kepada ibu dan keluarga tentang

pemanfaatan sarana kesehatan seperti rumah bersalin, polindes, puskesmas

dan fasilitas kesehatan lainnya (Rukiyah, 2011).

Beberapa faktor yang menyebabkan ibu memilih tempat persalinan

yaitu kepercayaan terhadap tenaga kesehatan, biaya, akses ke pelayanan

kesehatan serta pengetahuan dalam mencari penolong dan tempat


24

persalinan yang aman serta dukungan keluarga. Oleh karena itu, untuk

melakukan pertolongan persalinan oleh nakes harus ada persiapan yang

tepat, baik perseiapan penolong, alat dan bahan yang disediakan penolong,

persiapan tempat, persiapan biaya, persiapan lingkungan dan keluarga

serta persiapan transportasi rujukan yang memadai (Putri, 2016).

Menurut Lawrence Green 1980, bahwa perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh 2 faktor pokok, yakni faktor

perilaku (behavior cause) dan faktor diluar perilaku (non behavior cause),

yang dipengaruhi 3 faktor utama yaitu PRECEDE : Predisposing,

Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and

Evaluation. Sedangkan Precede model ini menguraikan bahwa perilaku

terbentuk dari 3 faktor yaitu (Rusnawati, 2012) :

a. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

b. Faktor-faktor Pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

c. Faktor-faktor Pendorong atau Penguat (reinforcing faktors), yang

terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,

yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


25

Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas

menyebutkan bahwa puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2017).

Puskesmas pembantu yang lebih sering digunakan sebagai PUSTU

adalah unit pelayanan kesehatan sederhana dan berfungsi menunjang serta

membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas

dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Puskesmas pembantu

merupakan bagian integral dari puskesmas. Setiap puskesmas memiliki

beberapa puskesmas pembantu di dalam wilayah kerjanya. Namun

adapula, puskesmas tidak memiliki puskesmas pembantu (Mubarak,

2012).

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat selain

upaya promotif dan preventif, diperlukan juga upaya kuratif dan

rehabilitatif. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat

diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia

pelayanan kesehatan rujukan (Kemenkes RI, 2017).

Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 56/Menkes/PER/I/2014 tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit

berdasarkan penyelanggaraan, yaitu rumah sakit pemerintah, rumah sakit

pemerintah daerah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah


26

adalah unit pelaksana teknis dari instansi pemerintah (Kementrian

Kesehatan, Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia dan kementrian

lainnya). Rumah sakit daerah adalah pelaksana teknis dari daerah

(pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota).

Sedangkan rumah sakit swasta adalah badan hokum yang bersifat nirlaba

(Kemenkes RI, 2017).

Bertambahnya jumlah penduduk dan seiring dengan semakin

meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu menjadi

beban tersendiri bagi petugas pelayanan kesehatan. Keberhasilan

pelayanan kesehatan yang bermutu sangat dipengaruhi oleh sikap petugas

kesehatan pada waktu memberi pelayanan kesehatan sehingga pasien

dapat merasakan bahwa pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sangat

memuaskan dirinya (Tando, 2014).

Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

kesempurnaan dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan

standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan segala potensi

sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar,

efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai

norma, etika, hokum dan social budaya dengan memperhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarkat konsumen

(Satrianegara dan Saleha, 2012).


27

C. Tinjauan Umum tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Pemilihan Penolong Persalinan

1. Tinjauan umum tentang dukungan suami/keluarga

a. Pengertian keluarga

Pengertian keluarga akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini

bergantung kepada orientasi dan cara pandang yang digunakan

seseoarang dalam mendefiisikan. Ada beberapa pengertian keluaga

yaitu :

1) Menurut WHO 1969, keluarga adalah anggota rumah tangga yang

saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau

perkawinan (Harnilawati, 2013).

2) Menurut Depertemen Kesehatan RI 1988, keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di

bawah satu atap dalam keadaan saling bergantungan (Ali, 2010).

b. Dukungan suami/keluarga

Dukungan keluarga Notoatmodjo 2010, adalah salah satu faktor

penguat (reinforcing factor) yang sangat mempengaruhi sikap dan

perilaku seseorang. Dukungan keluarga Friedman, 2010 adalah sikap,

perilaku dan penerimaan keluarga terhadap salah satu anggota

keluarganya. Anggota keluarga berpendapat bahwa sesesorang yang

bersifat mendukung pasti siap memberikan sebuah pertolongan dan

bantuan jika diperlukan anggota keluarganya (Khorni, 2017).


28

Dukungan suami adalah dorongan yang diberikan oleh suami

berupa dukungan moril dan materil dalam hal mewujudkan suatu

rencana. Dukungan suami membuat kelurga mampu melaksanakan

fungsinya, karena anggota keluarga memang seharusnya saling

memberikan dukungan dan saling memperhatikan keadaan dan

kebutuhan kesehatan istri. Dukungan keluarga dalam penelitian ini

adalah keikutsertaan suami dalam pemilihan persalinan dan bentuk

dukungan keluarga dalam pemilihan persalinan. Dukungan suami

merupakan sistem pendukung utama untuk memberikan perawatan

langsung pada setiap keadaan sehat ataupun sakit. Adapun dukungan

keluarga yang dimaksud disini adalah dukungan yang diberikan

anggota keluarga yang mencakup 4 aspek yaitu dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan insrumental dan

emosional (Hidra, dkk 2017).

Dukungan moril dari suami/keluarga Cherwaty 2004, secara

psikologis dapat memberikan perasaan aman dalam menjalani proses

kehamilan dan persalinan. Sementara dekungan materi memberikan

pengaruh yang besar dalam menentukan pemilihan penolong dan

tempat persalinan (Rusnawati, 2012).

Hal ini berarti semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik

pula perilaku ibu hamil dalam memilih tempat bersalin begitu pula

sebaliknya semakin kurang dukungan keluarga maka semakin kurang

juga perilaku ibu dalam memilih tempat persalinan (Sukardin, 2016).


29

2. Tinjauan umum tentang sikap pelayanan kesehatan

a. Pengertian pelayanan kesehatan

1) Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo

Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang

tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan

promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat

(Nugraheni, dkk, 2018).

2) Menurut Depkes RI 2009

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara dan peningkatan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Nugraheni, dkk,

2018).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang

tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan

kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan

rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok

atau masyarakat, lingkungan (Nugraheni dkk, 2018).

Maksud dari sub sistem di sini adalah sub sistem dalam pelayanan

dalam kesehatan yang meliputi (Nugraheni dkk, 2018) : input, proses,

output, dampak, umpan balik.


30

1) Input adalah sub elemen-sub elemen yang diperlukan sebagai

masukan untuk berfungsinya sistem.

2) Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah

masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang

direncanakan.

3) Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses.

4) Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah

beberapa waktu lamanya.

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan suatu kebutuhan

masyarakat dan sering kali menjadi ukuran dalam keberhasilan

pembangunan. Menyadari bahwa pelayanan kesehatan menjadi

kebutuhan setiap warga negara maka pemerintah berupaya dari waktu

ke waktu untuk menghasilkan program-program yang dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh (Rumengan,

2015).

b. Sikap pelayanan kesehatan/mutu pelayanan

Asuhan primer adalah pemberian layanan perawatan kesehatan

yang dapat diakses dan terintegrasi oleh klinisi yang bertanggung

jawab untuk menangani besarnya mayoritas kebutuhan pelayanan

kesehatan personal, membina hubungan kemitraan yang

berkesinambungan dengan pasien, dan melakukan praktik dalam

konteks keluarga dan komunitas (Hackley, 2014).


31

Kesenjangan dalam asuhan kesehatan, dalam kunjungan asuhan

primer, bidan juga harus mempertimbangkan bagaimana kesenjangan

dalam pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan dapat

mempengaruhi praktik. Kesenjangan dalam pencarian dan penyediaan

layanan dapat dijumpai pada lintas kelompok etnik, kelompok usia,

lokasi desa atau kota dan strata ekonomi, pada tahun 2002 laporan dari

IOM (Hackley, 2014).

Sebagai evaluasi awal dari status kesenjangan asuhan kesehatan,

laporan tersebut member tujuh temuan penting untuk audiens

pemimpin kebijakan, pemimpin klinis dan pemimpin komunitas yang

menjadi sasaran mereka (Hackley, 2014) :

1) Ketidaksetaraan kualitas tetap terjadi

2) Kesenjangan antara biaya pelayanan kesehatan pribadi dan

masyarakat

3) Perbedaan akses dapat menyebabkan kesenjangan kualitas

4) Kesempatan untuk memberikan asuhan preventif sering kali

terlewatkan

5) Keterbatasan pengetahuan tentang mengapa terdapat kesenjangan

6) Perbaikan mungkin terjadi

7) Keterbatasan data menghambat perbaikan yang ditargetkan.

Siapa pun yang berminat dalam meningkatkan kesetaraan

pelayanan kesehatan harus mempertimbangkan langkah-langkah dalam

mengevaluasi praktik klinik mereka masing-masing dan mengajukan


32

pertanyaan seperti : Sudahkah saya menanyakan kepada semua pasien

tentang penyalagunaan zat? tentang imunisasi? Dan yang lebih penting

apakah saya memperlakukan pasien saya dengan hormat sebagaimana

saya ingin diperlakukan? Oleh karena itu mutu pelayanan dipengaruhi

oleh sikat pelayanan kesehatan (Hackley, 2014).

Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

kesempurnaan dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai

dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan

segala potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau

puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara

aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hokum dan social budaya

dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah,

serta masyarkat konsumen (Satrianegara dan Saleha, 2012).

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, terdapat beberapa

konsep dasar pelayanan kesehatanan yang harus dimiliki oleh

seorang petugas kesehatan yaitu (Tando, 2014) :

1) Konsep sikap (attitude)

Sikap pelayanan diharapkan pelayanan yang bermutu sudah

tertanam pada diri para petugas kesehatan seperti sikap sopan

santun, ramah, penuh simpatik dan mempunyai rasa memiliki yang

tinggi tehadap profesinya. Pada konsep sikap (attitude) terdapat

bentuk-bentuk pelayanan yang diharapkan dapat meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan adalah :


33

a) Mempunyai sikap rasa kebanggaan terhadap pekerjaan

b) Memiliki sikap pengabdian yang besar terhadap pekerjaan

c) Senantiasa menjaga sikap, martabat dan nama baik institusi

tempat petugas kesehatan itu bekerja

d) Mempunyai sikap tanggungjawab terhadap kemajuan institusi

tempat petugas kesehatan itu bekerja.

2) Konsep perhatian (attention)

Pada konsep perhatian (attention) terdapat bentuk-bentuk

pelayanan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan adalah :

a) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan

b) Menanyakan apa saja keinginan pasien

c) Mendengarkan dan memahami keinginan pasien

d) Melayani pasien dengan cepat, tepat dan ramah

e) Menempatkan kepentingan pasien sesuai nomor urut yang telah

ditentukan.

3) Konsep tindakan (action)

Pada konsep tindakan (action) terdapat bentuk-bentuk pelayanan

kesehatan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan adalah :

a) Segera melakukan pencatatan tentang identitas pasien

b) Menanyakan keluhan yang dirasakan pasien


34

c) Memberitahu kewajiban pembayaran yang harus dipenuhi

pasien

d) Melakukan pemeriksaan pendahuluan sebelum dilakukan

diagnosa oleh bidan/dokter

e) Memberikan obat-obatan yang diperlukan pasien

f) Mengucapkan terima kasih dan dianjurkan pasien untuk

kembali kontrol.

Adapun tujuan mutu pelayanan kesehatan yaitu (Tando, 2014) :

1) Dapat menimbulkan kepercayaan dan kepuasan kepada pasien

2) Dapat menjaga agar pelanggang merasa dipentingkan dan

diperhatikan

3) Dapat mempertahankan pasien agar tetap setia memeriksakan

keluhan/kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan.

D. Kerangka Konsep

Dukungan suami/keluarga Pemilihan


penolong
Sikap pelayanan kesehatan persalinan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep


35

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objek

Tabel 2.1 definisi operasional dan kriteria objekif

No Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur (Kriteria
Objektif)
Variabel Dependen

1 Pemilihan Penolong kuesioner Wawan 1. Nakes : Jika Nominal


penolong persalinan dimana ibu memilih
persalinan sang ibu merasa cara penolong
nyaman melakukan persalinan
proses persalinan, nakes ,
serta ditunjang diberi skor 1
dengan berbagai 2. Non nakes :
fasilitas yang Jika ibu
mendukung memilih
penolong
persalinan
non nakes,
diberi skor 2
Variabel Independen

1 1.Dukungan Dukungan moril kuesioner wawan 1. Ya : Jika ibu Nominal


suami/kelu dari suami/keluarga (responden)
arga secara psikologi cara mendapat
memberikan dukungan
perasaan aman dari suami
36

dalam menjalani terhadap


proses kehamilan pemilihan
dan persalinan, penolong
bahkan dukungan persalinan
untuk mendapatkan 2. Tidak : Jika
persalinan yang ibu
aman dengan (responden)
memilih penolong tidak
persalinan. mendapat
dukungan
suami
terhadap
pemilihan
penolong
persalinan
2 Sikap Sikap tenaga Kuesioner wawan 1. Ramah : Nominal
pelayanan kesehatan yang Jika ibu
kesehatan baik, mutu cara (responden)
pelayanan mengatakan
dipengaruhi oleh sikap tenaga
sikap tenaga kesehatan
kesehatan/sikap ramah.
pelayanan 2. Tidak
kesehatan ramah : jika
ibu
(responden)
mengatakan
sikap tenaga
kesehatan
tidak ramah.

F. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis null (H0)

a. Tidak ada hubungan antara dukungan suami/keluarga dengan

pemilihan penolong persalinan.


37

b. Tidak ada hubungan antara sikap pelayanan kesehatan dengan

pemilihan penolong persalinan.

2. Hipotesis alternative (Ha)

a. Ada hubungan antara dukungan suami/keluarga dengan pemilihan

penolong persalinan.

b. Ada hubungan antara sikap pelayanan kesehatan dengan pemilihan

penolong persalinan
38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik dengan

pendekatan cross sectional dimana mengumpulkan variabel independen

meliputi dukungan suami/keluarga, sikap pelayanan kesehatan dan variabel

dependen yaitu pemilihan penolong persalinan diukur pada waktu yang

bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Penrang Kabupaten Wajo.

2. Waktu penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli

Tahun 2019

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang berkunjung

di Puskesmas Penrang pada Tahun 2019 sebanyak 147.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang datang berkunjung di

Puskesmas Penrang pada bulan Maret sampai dengan Juli Tahun 2019

38

77
39

pada saat penelitian dan bersedia menjadi responden. Pengambilan sampel

menggunakan rumus slowvin sebagai berikut :

𝑵
Rumus : n = 𝟏+(𝑵.𝒆𝟐 )

Ket :

Keterangan:

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = standar error (10%)


𝑁
n = 1+(𝑁.𝑒 2 )

147
n = 1+147(0,12 )

147
n = 1+1,47

147
n = 2,47

n = 59,51

n = 60

Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang.

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah simple random sampling dengan cara peneliti memilih sampel

dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota

populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel.

D. Instrumen Penelitian
40

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang berupa

kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah disusun dengan

baik dan matang dimana responden memberikan jawaban atau dengan

memberikan (√) pada lembar jawaban.

E. Pengumpulan Data

1. Data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara

langsung dan membagikan keusioner kepada ibu hamil yang datang di

Puskesmas Penrang yang ditemui selama dilakukan penelitian.

2. Data skunder

Data skunder diperoleh dari administrasi Puskesmas Penrang

Kabupaten Wajo.

F. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Teknik pengolahan data

Pengolahan data dilakukan cara sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan kemudian diteliti apakah terdapat

kekeliruan dalam pengisiannya.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap


41

data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat

penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer.

c. Scoring

Scoring yaitu pemberian nilai/skor terhadap instrument penelitian

masing-masing variabel yang perlu diberi skor.

d. Data Entry

Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master

tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontigensi.

e. Tabulating

Tabulating adalah pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian

kemudian dimasukkan ke dalam tabel-tabel yang telah ditentukan

berdasarkan kuesioner yang telah ditentukan skornya.

f. Cleaning Data

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode dan ketidak lengkapan, kemudian dilakukan koreksi.

2. Penyajian data

Penyajian data dalam bentuk tabel distibusi frekuensi disertai penjelasan.

G. Analisis Data

Pengolahan data secara komputerisasi dengan menggunakan program

SPSS versi 21, analisa data dilakukan secara sistematis antara lain :
42

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.

Analisis ini menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang

diteliti.

2. Analisis bivariat

Pada analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang juga

memiliki hubungan dengan pemilihan tempat persalinan. Uji statistik yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square dengan

menggunakan program SPSS versi 21. Untuk hasil jika dinilai p ≤ 0,005

maka H0 ditolak dan Ha diterima dan jika nilai Ha ≥ 0,005 maka H0

diterimadan Ha ditolak.

H. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia,

maka segi etika penelitian harus diperhatikan antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Informed consent (persetujuan dari responden)

Seseorang tidak dapat dipaksakan untuk menjadi responden dalam

penelitian karena seseorang mempunyai hak dan kebebasan untuk

menentukan dirinya sendiri. Peneliti perlu meminta persetujuan dari

responden dalam keikutsertaannya menjadi responden. Sebelum meminta


43

persetujuan dari responden peneliti harus memberikan informasi tentang

tujuan yang akan dilakukan penelitian.

2. Anomity (tanpa nama)

Dalam penelitian akan dijamin kerahasiaan data dari data nilai-nilai

para responden dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai