Anda di halaman 1dari 5

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN UNTUK PERKEMBANGAN

REVOLUSI INDUSTRI INDONESIA


“MEMBUAT PETA PADA DUNIA YANG TAK BERPETA
DENGAN HASIL ANALISIS, TRENDWATCHING DAN
ENVISIONING”

ESAI
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan

Dosen Pembimbing :
Dr. Taufani Chusnul Kurniatun, M.Si.
Dr. Nani Hartini, M.Pd.

oleh

Tita Oktavia (1805749)

PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
Pembangunan Pendidikan Untuk Perkembangan Revolusi Industri Indonesia
Membuat pPeta pada Dunia yang tak Berpeta dengan HasilAnalisis, Trendwatching dan
Envisioning.

“Apabila perencanaan telah selesai dan dilakukan dengan benar, sesungguhnya sebagian
pekerjaan besar telah selesai dilaksanakan
We are creator for own future
We are responsible for writing our own script
We have an obligation to live our own script
Creating the future from the future”

Istilah Revolusi Industri merujuk pada perubahan yang terjadi pada manusia dalam
melakukan proses produksi. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1750 inilah yang biasa
disebut Revolusi Industri 1.0 (1750-1850). Saat itu terjadi perubahan secara besar-besaran di
bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki
dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi
generasi 1.0 melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan
mesin. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh
sejarah berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis karena selama dua abad setelah
Revolusi Industri, terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita Negara-negara di dunia
menjadi enam kali lipat.
Revolusi Industri 2.0 (dikenal sebagai Revolusi Teknologi) adalah sebuah fase pesatnya
industrialisasi di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Revolusi Industri 1.0 yang berakhir
pertengahan tahun 1800-an, diselingi oleh perlambatan dalam penemuan makro sebelum
Revolusi Industri 2.0 muncul tahun 1870. Meskipun sejumlah karakteristik kejadiannya dapat
ditelusuri melalui inovasi sebelumnya di bidang manufaktur, seperti pembuatan alat mesin
industri, pengembangan metode untuk pembuatan bagian suku cadang, dan penemuan Proses
Bessemer untuk menghasilkan baja, Revolusi Industri 2.0 umumnya dimulai tahun 1870
hingga 1914, awal Perang Dunia I. Revolusi industri generasi 2.0 ditandai dengan kemunculan
pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustionchamber). Penemuan ini
memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia
secara signifikan.
Kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimualinya Revolusi Indusri 3.0.
Proses revolusi industri ini kalau dikaji dari cara pandang sosiolog Inggris David Harvey
sebagai proses pemampatan ruang dan waktu. Ruang dan waktu semakin terkompresi. Dan ini
memuncak pada revolusi tahap 3.0, yakni revolusi digital. Waktu dan ruang tidak lagi berjarak.
Revolusi kedua dengan hadirnya mobil membuat waktu dan jarak makin dekat. Revolusi 3.0
menyatukan keduanya. Sebab itu, era digital sekarang mengusung sisi kekinian (real time).
Selain mengusung kekinian, revolusi industri 3.0 mengubah pola relasi dan komunikasi
masyarakat kontemporer. Praktik bisnis pun mau tidak mau harus berubah agar tidak tertelan
zaman. Namun, revolusi industri ketiga juga memiliki sisi yang layak diwaspadai. Teknologi
membuat pabrik-pabrik dan mesin industri lebih memilih mesin ketimbang manusia. Apalagi
mesin canggih memiliki kemampuan berproduksi lebih berlipat. Konsekuensinya,
pengurangan tenaga kerja manusia tidak terelakkan. Selain itu, reproduksi pun mempunyai
kekuatan luar biasa. Hanya dalam hitungan jam, banyak produk dihasilkan. Jauh sekali bila
dilakukan oleh tenaga manusia.
Pada revolusi industri generasi 4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika
disruptif teknologi (disruptivetechnology) hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan
perusahaan-perusahaan incumbent. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah
banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa. Lebih dari itu, pada
era industri generasi 4.0 ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan
perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat. Hal ini ditunjukkan oleh
Uber yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau
Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata. Ini membuktikan
bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil
(Akasyah, 2018, Artikel Ilmiah Online).
Dengan tidak meninggalkan semangat Industri 4.0, yaitu proses integrasi seluruh
resource data dengan bantuan akses internet. Konsep Transportasi 5.0 akan sedikit lebih
berbeda karena focus di bidang transportasi dan lebih maju secara aplikasi operasional
sistemnya. Konsep Transportasi 5.0 ini pertama kali diperkenalkan oleh IEEE (Intelligent
Transportation System Society). Jika ditelaah secara teknis, dengan pertimbangan eksplisit dan
mendasar untuk aspek sosial dan manusia yang terhubung dan real-time ke dalam sistem
transportasi cerdas, IEEE-ITS Society tersebut percaya dapat melompat dari transportasi
komputasi ke Transportasi 5.0, yang didasarkan pada Cyber-Physical-Social Systems (CPSS),
satu langkah di luar Cyber Physical Systems (CPS). Lebih khusus lagi, Transportasi 5.0
termasuk sistem transportasi yang ditetapkan perangkat lunak, O2O (online untuk offline dan
sebaliknya) eksperimen transportasi komputasi, dan transportasi paralel dengan otomatisasi
pengetahuan untuk kontrol loop tertutup dan manajemen dengan umpan balik masyarakat luas.
(L. Tri Wijaya, 2018, Artikel Ilmiah Online).
Kalau diperhatikan tahap revolusi dari masa ke masa timbul akibat dari manusia yang
terus mencari cara termudah untuk beraktifitas. Setiap tahap menimbulkan konsekuensi
pergerakan yang semakim cepat. Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan umat
manusia.
Permasalahan menahun yang dialami Indonesia sejak orde baru yaitu tingkat
produktivitas (ekspor barang yang memiliki nilai tambah) yang sangat rendah dan
ketergantungan pada impor bahan bakar minyak. Dua permasalahan ini terus menghantui nilai
pergerakan Rupiah, inflasi, dan kesehatan keuangan negara. Minimnya pendapatan negara dari
sektor pajak, yang disebabkan oleh rendahnya nilai ekspor akan terus menggerus keuangan
negara. Selain itu, kondisi ekonomi politik global termasuk perang dagang Amerika dan
Tiongkok, kemungkinan besar masih akan terus berlangsung sampai tahun 2020. Oleh karena
itu, Indonesia tidak bisa berharap banyak pada pergerakan ekonomi dunia, malah pemerintah
harus mengantisipasi perubahan perekonomian dunia yang menunjukkan pergerakan ke krisis
finansial di tahun 2020.
Untuk meningkatkan produktivitas yang berbasis teknologi terapan dibutuhkan kualitas
sumber daya manusia yang tinggi. Kalau dilihat dari kondisi pembangunan sumber daya
manusia dari tingkat competitiveness index di tahun 2018 menunjukkan Indonesia berada di
posisi ke-45, jauh tertinggal dari negara tetangga terdekat, seperti Thailand, Malaysia, dan
Singapura, meskipun dalam kurun sepuluh tahun Indonesia sudah naik 10 digit dari posisi 55
ke posisi 45. Ini harus menjadi perhatian utama dari Pemerintah Indonesia, permasalahan
kualitas pendidikan Indonesia harus menjadi target dan capaian utama dalam pembangunan
jangka panjang (Asmiati Malik, 2019, Artikel Ilmiah Online).
Perencanaan pembangunan pendidikan jangka panjang (RPJP) Indonesia dilakukan
oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2025. Perencanaan ini dimaksudkan
sebagai pedoman bagi penentuan penekanan pelakasanaan kebijakan pembangunan pendidikan
nasional jangka menengah dalam memastikan tercapainya visi dan misi departemen dengan
penurunan program kerja yang realistis, terintegrasi, dan berkesinambungan.
Dalam RPJP Departemen Pendidikan Nasional, digunakan empat tema strategis
pembangunan pendidikan, yaitu: (1) Periode 2005-2010: peningkatan kapasitas dan
modernisasi; (2) Periode 2010-2015: penguatan pelayanan; (3) Periode 2015-2020: daya saing
regional; dan (4) Periode 2020-2025: daya saing internasional. Setiap tema strategis
pembangunan pendidikan jangka panjang itu akan diturunkan dalam program kerja departemen
sesusi kebijakan pembangunan jangka menengah yang menekankan pada tiga tantangan utama,
yaitu: (a) pemerataan dan perluasan akses; (b) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan
(c) peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik (Didin Kurniadin, Manajemen
Pendidikan, hlm. 201).
Sebelumnya organisasi pendidikan dipahami sebagai organisasi non-profit yang
didasarkan pada nilai dan falsafah pengabdian dan kemanusiaan sehingga dalam pengelolaan
dan perencanaannya, organisasi pendidikan telihat “asing” dan menjaga jarak dengan strategi
dan manajemen yang digunakan oleh organisasi-organisasi profit yang berorientasi bisnis dan
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Maka dibuatlah paradigma baru berupa
manajemen strategi.
Manajemen strategis merupakan suatu sistem, satu kesatuan yang memiliki berbagai
komponen yang saling berhubungan dan saling memengaruhi, dan bergerak secara serentak ke
arah dan tujuan yang sama. Komponen tersebut: pertama, perencanaan strategis dengan unsur-
unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan strategis organisasi. Kedua, perencanaan
operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi
pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja internal dan
eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. Terdapat berbagai pendekatan dalam
menyusun perencanaan pendidikan, diantaranya pendekatan kebutuhan sosial (social demand
approach), pendekatan kebutuhan ketenagakerjaan (manpower approach), pendekatan untung
rugi (cost and benefit approach), dan pendekatan efisiensi biaya (cost effectiveness approach)
(Didin Kurniadin, Manajemen Pendidikan, hlm. 155)
PBB menegaskan bahwa pendidikan merupakan fondasi yang berfungsi untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia, serta untuk memastikan berjalannya roda ekonomi dan
sosial. (United Nations: reorit on the world soscial situation, 1997). Pendidikan merupakan
instrumen penting dalam meningkatkan kemampuan individu dan masyarakat supaya dapat
beradaptasi dengan perkembangan zaman dan perubahan lingkungan (Setiyo, 2015, Artikel
Ilmiah Online).
Selain itu, pendidikan merupakan unsur utama dalam pengembangan SDM, sebab
pendidikan memberdayakan individu bukan hanya untuk menjadi tenaga kerja melainkan agen
perubahan serta akselerator pembangunan itu sendiri. Pendidikan juga mempengaruhi tingkat
efektivitas dan produktivitas. Artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar pula
kesempatan yang dimiliki untuk melakukan pengambilan keputusan berdasarkan pilihan
rasional. Pendidikan memberdayakan individu untuk melakukan tindakan yang lebih terukur,
dalam pencapaian sasaran dan evaluasi atas setiap pengambilan keputusan.
Dalam pendidikan berlaku hukum permintaan-penawaran. Kebutuhan pendidikan
muncul akan alasan: semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin terbuka kesempatan di pasar
tenaga kerja; dan tingginya tingkat pendidikan memberikan prospek yang lebih baik untuk
memperoleh penghasilan yang lebih besar. (mengingat bahwa penghasilan merupakan salah
satu tolak ukur kesejahteraan). Sektor industri (jasa, manufakrut, perdagangan), membutuhkan
tenaga kerja terdidik untuk kebutuhan strategis dan operasional, dengan harapan semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakinmampu ia mengambil keputusan secara rasional dan mencapai
target-target yang direncanakan.
Salah satu alat ukur untuk menilai kualitas SDM dalam pembangunan adalah indeks
pembangunan manusia (Human Depelopment Index/HDI) yang diperkenalkan oleh UNDP
(The United Nasional Depelopment Programme). Pada dasarnya, indeks ini digunakan untuk
menilai tingkat pembangunan manusia, bukan semat-mata berdasarkan pada perolehan income.
HDI mengukur pembangunan dengan mengintegrasikan beberapa indikator, yaitu: Income,
usia harapan hidup, literasi dan level pendidikan. Sektor pendidikan juga mengalami
perkembangan, antara lain ditandai dengan munculnya pendidikan berbasis keterampilan (skill
based education), atau dikenal dengan istilah kejuruan yang memiliki banyak keunggulan salah
satunya bahwa keterampilan yang diperoleh bisa diberdayakan untuk mengembangkan usaha
sendiri (wirausaha) dengan kata lain menciptakan lapangan kerja baru (Setiyo, 2015, Artikel
Ilmiah Online).

SUMBER
Kurniadin, D. & Machali, I. (2012) Manajemem Pendidikan : Konsep dan Prinsip Pengelolaan
Pendidikan. Jogjakarta :Ar-Ruzz Media
Akasyah. (2018) Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0. [Online]. Diakses dari :
https://ivoox.id/revolusi-industri-dari-1-0-hingga-4-0/
Wijaya, T. (2018) Antara Industri 4.0 dan Transportasi 5.0. [Online]. Diakses dari :
https://kumparan.com/l-tri-wijaya/antara-industri-4-0-dan-transportasi-5-0
Malik, A. (2019) Tantangan dan Peluang Perekonomian Indonesia di 2019. [Online]. Diakses
dari : https://kumparan.com/eimi-wang1503751966816/tantangan-dan-peluang-
perekonomian-indonesia-di-2019-1546488949762110522
Setiyo. (2015). Pendidikan Dalam Pembangunan. [Online]. Diakses dari :
https://www.ajarekonomi.com/2015/12/pendidikan-dalam-pembangunan.html

Anda mungkin juga menyukai