Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PEMERIKSA AKUNTANSI 1

“ Etika Profesional “

Kelompok 1
1. Nisa Permata Sari 1613010016
2. Lifia Nahdhiyah T 1613010018
3. Sulistyaningsih 1613010044
4. Chaterine Putri S 1613010077
5. Krisna Aziz Iksan 1613010078

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya
makalah yang berjudul “Etika Profesional”. Makalah yang masih perlu dikembangkan lebih jauh
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewirausahaan
pada prodi Akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Drs.Ec. Tamadoy Thamrin,M.Si
selaku dosen pengampu mata kuliah Pemeriksa Akuntansi 1. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif, terutama dari Bapak pembimbing dan teman-teman.

Surabaya, 18 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Etika dan Moralitas
B. Kode Perilaku Profesional AICPA
C. Kode Etik Profesi
D. Penegakan Peraturan
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu karakteristik yang membedakan setiap profesi dengan masyarakat pada
umumnya adalah adanya kode etik perilaku profesional atau etika bagi para anggotanya. Perilaku
yang beretik memerlukan lebih dari sekedar beberapa peraturan perilaku dan kegiatan
pengaturan. Tidak ada satupun kode etik profesional maupun kerangka kerja pengaturan yang
mampu mengantisipasi segala situasi yang memerlukan adanya pertimbangan pribadi dalam
perilaku beretika. Sesuai dengan itu, maka makalah ini akan dimulai dengan suatu pembahasan
singkat tentang etika umum sebelum bergerak pada topik etika profesional. Kemudia baru akan
melangkah pada Cade of Professional AICPA (Kode Prilaku Profesional) yang cukup rinci.
Profesi
Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.
Sedangkan profesional menurut KBBI adalah:
1. Bersangkutan dengan profesi;
2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah
tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dengan demikian setiap orang yang mau
bergabung dalam suatu profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki
oleh orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para anggota profesi dituntut untuk
memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan karena ada kompensasi berupa pembayaran untuk
melakukannya. Hal ini mewajibkan adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan.
Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi jika memenuhi persyaratan
tertentu. Prof. Welenski di dalam buku Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat,
yaitu:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum);
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama
dan berkelanjutan;
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut;
4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut;
5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan anggotanya;
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yangingin menjadi anggota;
dan
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan
sertifikat.
Dikaitkan dengan tugas auditor, timbul pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan
oleh auditor dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari rumusan atau
pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof. Welenski tersebut di atas, maka pekerjaan
audit yang dilakukan auditor dapat digolongkan pada pekerjaan profesi/professional.
Bekerja secara profesional berarti bekerja dengan menggunakan keahlian khusus menurut
aturan dan persyaratan profesi. Karena itu setiap pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan
suatu sarana berupa standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi seluruh anggota
profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat mengikat dan harus ditaati oleh setiap
anggota agar setiap hasil kerja para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang
ditetapkan oleh organisasi.
Pada makalah ini akan dibahas Etika Profesional dalam berbagai sudut pandang literatur,
organisasi pemerintahan, dan keilmuan Islam. Oleh karena itu diharapkan malakah ini dapat
memberikan gambaran secara lebih rinci apa itu etika professional dan bagaimana etika
professional diterapkan pada auditor baik auditor eksternal maupun auditor internal di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Dan Moralitas


Etika (ethics) berasal dari Bahasa Yunani Ethos yang berarti “karakter”. Kata lain
untuk etika ialah moralitas (morality), yang berasal dari Bahasa Latin mores yang berarti
“kebiasaan”. Moralitas berpusat pada “benar” dan ”salah” dalam perilaku manusia. Oleh
karena itu, etika berkaitan dengan pernyataan tentang bagaimana orang akan berperilaku
terhadap sesamanya. Ahli filsafat dan etika telah mengembangkan sejumlah teori tentang
perilaku beretika.

1. Etika Umum
Manusia senantiasa dihadapkan pada kebutuhan untuk membuat keputusan yang
memiliki konsekuensi bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Sering kali dilema
etika (etichal dilemma) yang berasal dari pilihan yang membawa kebaikan pada suatu
pihak, ternyata tidak membawa kebaikan bagi pihak lain. Dalam situasi seperti itu, orang
harus mengajukan dua pertanyaan penting yaitu: “Kebaikan apa yang saya cari?” dan
“Apa kewajiban saya dalam kondisi seperti ini?”.
Etika umum (general ethics) berusaha mengani pertanyaan-pertanyaan semacam
ini dengan mencoba mendefinisikan apa yang dimaksud dengan baik bagi seseorang atau
masyarakat, dan mencoba menetapkan sifat dari kewajiban atau tugas yang harus
dilakukan oleh seseorang atau masyrakat, dan mencoba menetapkan sifat dari kewajiban
dan tugas yang harus dilakukan oleh seseorang bagi dirinya sendiri atau sesamanya.
Namun, ketidakmampuan untuk menyapakati apa yang dsebut “baik” dan “kewajiban”
telah membuat para filsuf terpecah menjadi dua kelompok aliran. Kelompok aliran
pertama disebut kelompok aliran etika absolut (ethical absolutist) yang mengatakan
bahwa terdapat suatu standar universal yang tidak berubah selama-lamanya dan berlaku
bagi semua orang. Kelompok aliran yang lain disebut kelompok aliran Ethical Relavists
atau kelompok aliran relatif, yang mengatakan bahwa pertimbangan etika manusia
ditentukan oleh perubahan kebiasaan dan tradisi dalam masyarakat dimana dia hidup.
Beberapa orang berpendapat bahwa kedua kelompok tersebut sama benarnya
bahwa sejumlah orang akan membuat sejumlah keputusan hidup yang harus dituntung
oleh standar universal yang tidak berubah serta banyak pilihan lain yang bersumber pada
kebiasaan masyarakat yang berubah. Karena tidak ada standar universal ataupun kode
etik relative yang dapat secara gamblang mentukan bagaimana pilihan perilaku yang
paling tepat, maka beberapa ahli etika telah mengembangkan suata kerangka kerja etika
umum untuk pengambilan keputusan, yang disebut kerangka kerja enam langkah sebagai
berikut:
a. Mendapatkan fakta yang relevan untuk pengambilan keputusan;
b. Mengidentifikasi masalah-masalah etika dari fakta yang relevan tersebut;
c. Menentukan siapa saja yang dapat dipengaruhi oelh keputusan tersebut dan
bagaimana masing-masing dipengaruhi;
d. Mengidentifikasi alterative mengambil keputusan;
e. Mengidentifikasi konsekuensi setiaf alternative;
f. Membuat pilihan yang beretika;

2. Etika Profesional
Etika profesional (profrssional ethics) harus lebih dari sekedar prinsip-prinsip
moral. Etika ini meliputi standar perilaku bagi seorang profesional yang dirancang untuk
tujuan praktis dan idealistik. Sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian
untuk mendorong perilaku yang ideal, sehinggga bersifat realistis dan dapat ditegakkan.
Agar dapat memiliki arti, keduanya harus pada posisi diatas hukum, namun sedikit
dibawah posisi ideal.
Negara bagian seringkali memberikan hak monopli eksklusif untuk melakukan
praktik profesi bagi para profesional. Pada sebagian besar negara bagian, CPA
merupakan satu-satunya profesi yang diberikan wewenang dan menandatangani laporan
audit. Sebagai timbal balik atas hak monopoli ini, para profesional harus bertindak untuk
kepentingan publik. Etika profesional lebih diberlakukan lebih ketat dibandingkan
dengan menerima standar perilaku professional. Sebuah kode etik secara signifikan akan
mempengaruhi reputasi profesi serta kepercayaan yang diyakininya.
Proyek Visi CPA yang berorentasi pada masa depan, menyatakan bahwa
pengakuan terhadap profesi yang harus bertumpuh pada nilai-nilai layanan yang
diberikan. Proyek Visi CPA telah mengidentifikasi lima nilai inti berkaitan dengan
profesi CPA, yaitu:
a. Pendidikan berkelanjutan dan pembelajaran seumur hidup;
b. Kompetensi;
c. Integritas;
d. Selaras dengan isu-isu bisnis yang luas; dan
e. Objektifitas.
Secara keseluruhan nilai-nilai diatas merupakan hal yang penting guna
mendapatkan kepercayaan pada keyakinan diri mereka yang mmengandalkan jasa-jasa
CPA.
Profesi CPA juga menetapkan sikap sukarela dan pengaturan sendiri Kode Perilku
Profesional ini. Mukadimah pada Kode Perilaku Profesional yang dikeluarkan oleh
AICPA menekankan pentingnya standar etika bagi CPA, seperti berikut ini:

B. Kode Perilaku Profesional AICPA


Sekarang kita mengalihkan perhatian kepada Kode Perilaku AICPA, yang mengatur
anggota AICPA dan dikelola oleh Tim Etika Profesional AICPA. Perlu diketahui bahwa
setiap negara bagian memiliki kode etik sendiri yang serupa dengan Kode Perilaku
Profesional AICPA. Kode AICPA akan dibahas dalam makalah ini, mengingat besarnya
jumlah anggota yang mencapai angka di atas 350.000 orang disetiap negara bagian dan
yurisdiksi Amerika Serikat.
1. Tim Etika Profesional AICPA
Pengaturan senidiri dan etika professional demikian penting bagi profesi akuntan,
sehingga pengaturan AICPA menetapkan perlunya dibentuk Divisi atau Tim Etika
Profesional. Misi dari tim ini adalah untuk:
a. Mengembangkan dan menjaga standar etika dan secara efektif menegakkan standar-
standar tersebut sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan amsyarkat terlindungi;
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai CPA; dan
c. Menyediakan pedoman mutakhir dan berkualitas sehingga para anggota mampu
menjadi penyedia nilai utama dalam bidangnya.
Tim ini terdiri dari beberapa staf penuh waktu, anggota sukarela aktif, dan
investigator sementara yang bersifat sukarela sesuai kebutuhan. Tim tersebut
melaksanakan tiga fungsi utama untuk menyelesaikan misinya sebagai berikut:
a. Menetapkan Standar: Komite Ekskutif Etika Profesional melakukan interprestasi atas
Kode Perilaku Profesional AICPA serta mengusulkan perubahan pada kode perilaku;
b. Penegakan Etika: Tim Etika Profesional melakun investigasi atas potensi masalah-
masalah disiplin yang melibatkan anggota AICPA serta masyarakat CPA negara
bagian dan Program Penegakkan Etika Bersama; dan
c. Jasa Permintaan Bantuan Teknis (ethics hotline): Tim Etika Profesional melakukan
pendidikan bagi anggota serta mempromosikan pemahaman atas standar etika yang
ada didalam Kode Perilaku Profesional AICPA, dengan cara menanggapi permintaan

bantuan anggota dalam rangka penerpan Kode Perilaku Profesional AICPA pada
bidang praktik yang spesifik.
2. Komposisi Kode Etik AICPA
Kode Perilaku Profesional (code of professional conduct) AICPA yang telah
direvisi dan diterima oleh keanggotaan tahun 1988 terdiri dari dua direksi sebagai
berikut:
a. Prinsip-prinsip (Principle) yang mengatakan ajaran dasar perilaku etika dan
memberikan kerangka kerja bagi peraturan-peraturan.
b. Pedoman perilaku (Rules of Conduct) yang menetapkan standa minimum perilaku
yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan professional.
Sebagai suatu pernyataan ideal perilaku professional, maka prinsip-prinsip ini
tidak dapat digolongkan sebagai standar yang dapat ditegakkan. Sebaliknya Peraturn
Perilaku menetapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima serta dapat
ditegakan atau dengan perkata lain sebagai suatu keharusan untuk dicapai.
Sebagai tambahan atas kedua seksi dan Kode tersebut, maka Komite Eksukitif
Divisi Etika Profesional mengeluarkan pengumuman-pengumuman sebagi berikut:
a. Interpretasi Peraturan Perilaku (interpretations of the rules of conduct) yang
menyediakan pedoman tentang lingkup dan penerapan peraturan-peraturan yang
spesifik
b. Ketetapan Etika (ethics rullings) yang menunjukkan penerapan Peturan Perilaku dan
Interpretasi pada kondisi nyata tertentu
Para anggota yang menyimpan dari Interpretasi atau Ketetapan Etika harus
memberikan alasan dan penjelasan penyimpangan tersebut pada rapat dengar pendapat
tentang disiplin.
3. Definisi Kode Etik
Kata etik ditulis dalam Bahasa teknis. Oleh karena itu penting sekali untuk
mengetahui definisi kode etik (code difinitions) berikut ini guna memahami penerapan
Prinsip-prinsip Kode dan Peraturan:
Klien (klien). Setiap orang atau entitas, selain pegawai anggota CPA yang
menugaskan anggota atau kantor CPA untuk melaksanakan jasa profesional bagi
perorangan atau entitas yang akan menerima jasa profesional tersebut.

Dewan (council). Dewan yang berada dalam lembaga AICPA.


Perusahaan (enterprise). Sinonim dengan istilah “Klien”.
Kantor Akuntan Publik (firm). Bentuk orgnisasi yang diizinkan oleh undang-
undang negara bagian atau aturan yang memiliki karekteristik sesuai dengan
keputusan Dewan, untuk melaksanakan praktek akuntan publik, termasuk untuk
perorangan sebagai pemilik.
Status keanggotaaan (holding out). Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang
anggota yang menginformasikan statusnya sebagai CPA atau spesialis AICPA
yang terakreditasi.
Institut (institute). AICPA itu sendiri sebagai kelembagaan.
Anggota (member). Seorang anggota, anggota asosiasi, atau asosiasi internasional
dari AICPA.
Praktik akuntan publik (prantice of public accounting). Pemberian jasa
professional berupa jasa akuntansi, perencanaan keuangan, perpajakan,
perencanaan keuangan pribadi, jasa dukungan litigasi, serta jasa profesional
lainnya oleh anggota atau kantor akuntan publik yang terdaftar sebagai pemegang
CPA atau spesialis AICPA yang terakreditasi, sesuai dengan standar yang
diumumkan oleh badan-badan yang ditunjuk oleh dewan. Akan tetapi, tidak
diperkenankan untuk melakukan praktik akuntan publik, apabila seorang anggota
atau kantor akuntan publik pemegang CPA tersebut memang tidak memberikan
jasa profesional seperti di atas kepada klien.
Jasa profesional (professional services). Semua jasa yang dilaksanakan oleh
seorang CPA yang masih berstatus sebagai pemegang saham CPA.
4. Prinsip-Prinsip
Enam prinsip yang terdapat dalam kode etik, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Tanggung jawab
CPA memberika jasa yang penting dan perlu dalam sistem persaingan bebas
yang dianut di Amerika Serikat. Seluruh CPA memiliki tanggung jawab kepada
mereka yang menggunakan jasa CPA. Selain itu, para CPA memiliki tanggung
jawab yang berkesinambungan untuk bekerja sama dengan anggota lainnya guna:
a) Meningkatkan seni akuntansi

b) Menjaga kepercayaan publik pada profesi


c) Melaksanakan kegiatan pengaturan sendiri (self-regulatory)

Tujuan keseluruhan dalam memenuhi prinsip ini adalah untuk menjaga dan
meningkatkan sosok profesi akuntan publik.
b. Kepentingan publik
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kemakmuran kolektif dan komunitas
manusia dan institusi yang dilayani oleh CPA. Kepentingan publik yang harus
dilindungi oleh CPA meliputi kepentingan klien, pemberi kredit, pemerintah,
pegawai, pemegang saham dan masyarakat umum. Suatu ciri yang mulia dari
sebuah profesi adalah kesediaannya untuk menerima tanggung jawab profesional
kepada publik.
CPA diharapkan untuk memenuhi standar mutu dan standar professional dalam
semua perikatan. Dalam melayani kepentingan publik anggota harus menunjukkan
dengan jelas tingkat profesionalisme yang konsisten dengan prinsip-prinsip dalam
Kode.
c. Integritas
Integritas merupakan karekteristik pribadi yang tidak dapat dihindari dalam
diri seorang CPA. Elemen ini merupakan tolak ukur dengan mana setiap anggota
pada akhirnya harus mempertimbangkan semua keputusan yang dibuat dalam
penugasan. Integritas juga menunjukkan tingkat kualitas yang menjadi dasar
kepercayaan public.
Dalam memenuhi prinsip-prinsip ini, para anggota harus bersikap jujur dan tulus.
Dalam integritas masih dimungkinkan terjadinya kesalahan akibat kelalaian dan
perbedaan pendapat, namun integritas tidak dapat mentolerir terjadinya distorsi
fakta yang dilakukan sengaja atau upaya mengecilkan pertimbangan.
d. Objektifitas atau independensi
Objektifitas adalah suatu sikap mental. Meskipun prinsip ini tidak dapat dikur
secara tepat, namun wajib untuk dipegang oelh semua anggota. Objektifitas berarti
tidak memihak dan berat sebelah dalam semua hal yang berkaitan dengan
penugasan. Kepatuhan pada prinsip ini akan meningkat bila anggota menjauhkan
diri dari ekadaan yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan.
e. Kecermatan dan keseksamaan
Prinsip kecermatan atau kesesksamaan adalah pusat dari pencarian terus
menerus dari kesempurnaan dalam melaksanakan jasa profesional. Keseksamaan
mengharuskan setiap CPA untuk melaksanakan tanggung jawab profesionalnya
dengan kompetensi dan ketekunan.
Kompetensi adalah hasil dari pendidikan dan pengalaman. Pendidikan diawali
dengan persiapan diri untuk memasuki profesi tersebut. Dilanjutkan dengan
pendidikan profesi berkelanjutan melalui jenjang karir anggota. Pengalaman
meliputi kerja magang dan penerimaan tanggung jawab yang meningkat selama
usia profesional anggota.
Keseksamaan meliputi keteguhan, kesungguhan, serta bersikap energik dalam
menerapkan dan mengupayakan pelaksanaan jasa-jasa profesional. Hal itu juga
berarti, seorang CPA harus:
a) Cermat dan seksama dalam melaksanakan pekerjaan;
b) Memperhatikan standar teknis dan etika yang diterapkan; dan
c) Menyelesaikan jasa yang dilaksanakan dengan segera.
Keseksamaan meliputi keseksamaan dalam perencanaan dan supervisi
perikatan yang menjadi tanggung jawab CPA. Sebagai contoh, setiap CPA
diharapkan memberika supervisi secara tepat dan benar kepada para asisten yang
mengambil bagian dalam perikatan tersebut.
f. Lingkup dan sikap jasa
Prinsip ini hanya dapat diterapkan kepada anggota yang memberikan jasa
kepada masyarakat. Dalam memutuskan apakah akan memberikan jasa yang
spesifik dalam situasi tertentu, maka CPA tersebut harus mempetimbangkan
semua prinsip-prinsip yang telah ada sebelumnya. Apabila ternyata tidak ada
prinsip yang tidak dapat dipenuhi, maka penugasan tersebut harus ditolak.
Selanjutnya seorang CPA harus:
a. Hanya berpraktik pada sebuah kantor yang telah mengimplementasikan
prosedur pengendalia mutu;
b. Menentukan apakah lingkup dan sifat jasa lain yang diminta oleh klien tidak
akan menciptakan pertentangan kepentingan dalam pemberian jasa audit bagi
klien; dan
c. Menilai apakah jasa yang diminta konsiten dengan peran seorang professional.

C. Kode Etik Profesi


Merupakan ketentuan umum mengenai perilaku yang ideal atau peraturan khusus yang
menguraikan berbagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan . Menurut AICPA kode etik profesi
terdiri dari :

prinsip-prinsip : standar etika ideal yang dinyatakan dalam istilah filosofi.

terdiri dari dua bagian utama yaitu enam prinsip yang harus dipatuhi oleh semua anggota
AICPA dan diskusi tentang enam prinsip tersebut. Adapun keenam prinsip tersebut
adalah tanggung jawab, kepentingan masyarakat, integritas, objektivitas dan
indepedensi, penampilan, lingkup dan sifat jasa .

peraturan perilaku: standar etika minimum yang dinyatakan sebagai peraturan spesifik. 
 

Interpretasi: bersifat teoritis, tetapi praktisi harus menyesuaikan penyimpangannya.

kaidah etika, penjelasan dan jawaban yang diterbitkan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan peraturan perilaku yang diajukan oleh praktisi dan lainnya.tidak merupakan 
keharusan tapi praktisi harus memahaminya.
1. Peraturan 101- Independensi.
Anggota dalam praktek publik harus bersikap independen dalam melaksanakan
jasa profesionalnya seperti disyaratkan menurut standar yang disusun oleh lembaga-
lembaga yang dibentuk oleh dewan .
Beberapa konflik independensi yang biasa timbul :
a. Kepentingan keuangan .

Peraturan ini berlaku bagi partner atau pemegang sahamtetapi untuk non
 partner berlaku jika mereka terlibat dalam penugasan;


Berlaku bagi Pemilikan langsung dan untuk pemilikan tidak langsung jika
 jumlahnya material; dan

 hubungannya dengan kekayaan
Materialitas harus dipertimbangkan dalam
 pribadi anggota dan penghasilannya.
b. Interpretasi dari independensi adalah sebagai berikut :


Pinjaman antara KAP dengan klien dilarang kecuali jumlahnya kecil, hipotek
 rumah, atau pinjaman tanpa agunan;

Kepentingan keuangan pada hubungan saudara dilarang  kecuali kontak jarang
 terjadi atau letaknya yang terpisah secara geografis;


Hubungan investor atau investee bersama dengan klien dilarang kecuali
 jumlahnya maksimal 5 % dari total aktiva;

Mantan partner atau pemegang saham boleh mengadakan hubungan dengan
klien;

Tidak diperkenankan seorang anggota menjadi direktur atau pengurus
perusahaan klien kecuali
 untuk organisasi nirlaba atau sepanjang profesinya
bersifat kehormatan;
 
Tuntutan antara sebuah KAP dengan kliennya dilarang;

Jasa pembukuandan audit untuk klien yang sama oleh sebuah KAP diijinkan
 dengan syarat :
1. Klien harus menerima tanggung jawab penuh atas laporan keuangan;
2. Akuntan publik tidak berperan sebagai pegawai atau manajemen
perusahaan; dan
3. Dalam pemeriksaan harus sesuai dengan standar auditing yang berlaku
umum.

Honor audit tidak boleh dibayar oleh manajemen kecuali auditor pemerintah
atau komite audit.


2. Peraturan 102- Integritas dan Obyektifitas
Auditor harus mempertahankan integritas dan obyektifitas dan bebas dari
perbedaan kepentingan dan tidak dengan sengaja salah mengemukakan fakta-fakta atau
mendelegasikan pertimbangan-pertimbangannya pada orang lain .
3. Peraturan 201 - standar umum
Anggota harus mentaati standar -standar berikut dan interpretasinya yaitu :
kompetensi profesional, kepedulian profesional, perencanaan dan pengwasan, dan data
relevan yang mencukupi.
4. Peraturan 202- Ketaatan pada standar
Anggota yang melaksanakan audit, penelaahan, kompilasi, bantuan manajemen,
perpajakan , atau jasa profesional lainnya harus taat pada standar yang diumumkan oleh
lembaga yang ditetapkan dewan .
5. Peraturan 203- Prinsip Akuntansi
Anggota tidak dibenarkan menyatakan laporan keuangan tidak menyimpang dari
GAAP atau menyatakan tidak mengetahui setiap modifikasi yang material jika laporan
keuangan menyimpang dari prinsip akuntansi ditetapkan oleh badan perumus yang
ditunjuk dewan. Dan kalau ada penyimpangan atau yang dapat menyebabkan
penyimpangan maka dia harus menjelaskan mengenai penyimpangan tersebut, akibatnya
, alasan mengapa menyatakan penyimpangan.
6. Peraturan 301-Kerahasiaan
Anggota dalam praktek publik tidak dibenarkan mengungkapkan semua informasi
rahasia klien tanpa ijin khusus dari klien. Terdapat empat pengecualian yang berkaitan
dengan tanggung jawab yang lebih penting dari sekedar mempertahankan hubungan
rahasia dengan klien yaitu :
1. Kewajiban sehubungan dengan standar teknis;
2. Dakwaan pengadilan;
3. Penelaahan sejawat; dan
4. Tanggapan kepada divisi etik.
7. Peraturan 302- Honor bersyarat
Anggota dalam praktek publik tidak boleh membuat honor bersyarat untuk setiap
jasa profesional atau menerima ongkos dari klien yang anggota perusahaannya juga
melakukan; audit atau penelaahan, kompilasi, Pemeriksaan prospektif.
8. Peraturan 501- tindakan tercela
Anggota tidak akan melakukan tindakan yang mendatangkan aib bagi profesinya.
Interpretasi dari tindakan yang mendatangkan aib diatas adalah sebagai berikut :
1. Menahan catatan klien setelah mereka meminta;
2. Melakukan diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan
lainnya; dan
3. Jika melakukan audit atas badan pemerintah yang prosedurnya lain dari GAAS ,
auditor tidak mengikuti keduanya kecuali dinyatakan dan beserta alasannya pada
laporan.
9. Peraturan 502- Periklanan dan Penawaran
Anggota tidak dibenarkan melakukan periklanan dan penawaran yang bersifat
mendustai, menyesatkan dan menipu. Dan penawaran yang menggunakan pemaksaan,
desakan yang berlebihan, dan hasutan dilarang.
10. Peraturan 503 -A. Komisi yang dilarang
Anggota tidak diperkenankan merekomendasi atau mereferensi produk atau jasa
yang pihak lain bagi klien atau yang disediakan oleh klien demi untuk memperoleh

komisi atau menerima komisi , apakah anggota atau perusahaan anggota juga
memberikan jasa kepada klien untuk audit atau penelaahan, kompilasi, pemeriksaan
prospektif .
11. Peraturan 503 -B. Pengungkapan komisi yang diijinkan
Anggota diijinkan untuk memberikan jasa dengan menerima komisi dan harus
mengungkapkan kepada siapa merekomendasikannya.
12. Peraturan 505- Bentuk dan Nama praktek
Anggota dapat membuka praktek dalam bentuk perusahaan perorangan,
persekutuan, atau perseroan profesional sesuai dengan ketentuan dewan dan tidak
diperkenankan membuka praktek dengan nama yang menyesatkan dan tidak boleh
menyebut dirinya sebagai “AICPA” kecuali semua partner dan pemegang sahamnya
anggota dari lembaga tersebut.
D. Penegakan Peraturan
Seorang CPA hanya dapat dihukum karena melanggar peraturan peraturan dari kode
perilaku profesional. Akan tetapi, dalam hal adanya dugaan pelanggaran atas peraturan,
seorang CPA harus memberikan tanggapan atas setiap penyimpangan dari interpretasi
peraturan perilaku dan peraturan etika yag berlaku. Tindakan penegakan dapat dilakukan
sebagai tanggapan atas:
1. Adanya keluhan terhadap anggota;
2. Ulasan dari surat kabar atau publikasi; dan
3. Penyampaian adanya indikasi pelanggaran kepada AICPA.

1. Prosedur Penegakan Etika Bersama


Menurut ketentuan dalam program penegakan etika bersama, keluhan terhadap
seorang CPA dapat disampaikan melalui AICPA atau masyarakat CPA Negara bagian.
Pada umumnya AICPA memiliki Yurisdiksi untuk menangani kasus:
1. Pada lebih dari satu Negara bagian;

2. Litigasi; dan
3. Masalah masalah yang menarik perhatian berskala nasional.
2. Prosedur Badan Pengadilan Bersama
Hanya terdapat satu badan pengadilan bersaa yang terdiri dari setidaknya 36
anggota yang dipilih oleh majelis dari anggota majelis saat ini atau mantan anggota
majelis. Badan Pengadilan Bersama baru melibatkan diri apabila prosedur penegakan
etikan bersama sebelumnya menilai bahwa keluhan yang disampaikan tentang anggota
ternyata cukup serius. Dengar pendapat yang dilakukan oleh Badan Pengadilan Bersama
umumnya dilakukan oleh kelompok kerja yang terdiri dari setidaknya lima anggota
badan yang ditunjuk untuk mewakili bidang umum dimana anggota tersebut berada.
Seorang CPA diperbolehkan untuk meminta agar badan secara pleno melakukan review
atas putusan kelompok kerja tersebut.
Badan Pengadilan Bersama dapat melakukan tindakan disiplin sebagai berikut:
1. Menegur CPA;
2. Memberhentikan sementara CPA dengan batas tidak lebih dari dua tahun; dan
3. Mencabut keanggotaan CPA.
3. Ketentuan Disiplin Otomatis
Peraturan tambahan bylaw AICPA meliputi juga ketentuan disiplin otomatis
berupa pemberhentian sementara atau mencabut keanggotaan tanpa perlu melakukan
dengar pendapat dalam situasi tertentu. Hal ini bisa terjadi apabila:
1. Menjalani hukuman pidana kurungan lebih dari satu tahun;
2. Dengan sengaja lalai mengarsipkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan, dimana
CPA sebagai Wajib Pajak yang menurut undang undang wajib mengarsipkan Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan; dan
Pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan atas nama CPA bersangkutan. Pemalsuan
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan atas nama klien CPA bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
Pada makalah ini telah dibahas apa itu profesi. Dalam menjalankan suatu profesi
dibutuhkan suatu etika professional. Standar perilaku bagi seorang profesional dirancang
dengan tujuan praktis dan idealistik. Lalu dari standar professional tersebut dirancanglanh
suatu kode etik profesional yang dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang
ideal, sehinggga antara standar prilaku professional dan kode etik tersebut dapat bersifat
realistis dan ditegakkan.
Disamping itu pula, pada makalah ini juga membahas bagaimana kode etik yang ada di
auditor pemerintahan Indonesia. Kode etik yang kami lampirkan adalah Kode Etik anggota
dan pemeriksa BPK-RI dan Kode Etik Aparan Pengawasan Intern Pemerintah. Sehingga
sebagai seorang auditor dapat menjalankan profesinya sesuai dengan pedoman perilaku dan
bagi atasan auditor juga dapat mengevaluasi perilaku auditor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Arens,Alvin A, Elder,Randal J, Mark S. Beasley (2010).Auditing and Assurance Service, An


Integrated Approach,19tn Edition,Prentice Hall,Englewood Clifts,New Jersey.

Boynton, Johnson, and Kell. Modern Auditing. Jakarta: Erlangga, 2003.

Tentang Kode Etik BPK-RI (2015). Diambil dari situs:


http://www.bpk.go.id/assets/files/magazine/edisi-07-volii-juli-
2012_hal_02_____30_.pdf

Tentang Organisasi Asosiasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Diambil dari situs:
http://aaipi.or.id/struktur-organisasi/

Tentang Kajian Amanah Profesi dalam Al Qur-an. Diambil dari situs:


http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/10/konsep-amanah-dalam-al-quran.html

Peraturan BPK-RI Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/04/M.PAN/03/2008


tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

Anda mungkin juga menyukai