Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK 1

KODE ETIK PROFESI KESEHATAN MASYARAKAT


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Hukum dan Kesehatan
Dosen Pengampu: Dela Aristi, S.KM, M.KM

86.08

Disusun Oleh
1. Shafira Ryma Apriyola (11191010000001)
2. Tiara Amanda Pratiwi (11191010000017)
3. Syafira Azzahra (11191010000037)
4. Hakeem Muhammad Zidane (11191010000050)
5. Elia Hamda Humairo (11191010000080)
6. Humaira Lathifah Mawardi (11191010000093)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang alhamdulillah
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalahyang berjudul “Kode Etik
Profesi Kesehatan Masyarakat” ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika Hukum dan Kesehatan, dan disusun dalam rangka memperdalam wawasan tentang
kode etik profesi, khususnya kode etik pada profesi kesehatan masyarakat.

Penulisan makalah ini berjalan atas dukungan dan bimbingan dari dosen kami. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada Ibu Dela Aristi, S.KM,
M.KM selaku dosen Etika Hukum dan Kesehatan.

Jika dalam penulisan karya tulis ilmiah ini terdapat kekurangan, maka penulis
meminta maaf atas kesalahan tersebut, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
semata. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi orang lain juga pada penulis sendiri.

Ciputat, 4 April 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1

1.2 Tujuan ....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kode Etik Profesi dan Kode Etik Profesi Kesehatan Masyarakat .........2

2.2 Analisa Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi Masyarakat .................. 7

2.3 Analisa Implementasi Kode Etik Profesi Masyarakat ........................... 9

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan .............................................................................................. 13

3.2 Saran ....................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Kode etik profesi merupakan norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi
dalam melaksanakan tugas profesi dan kehidupannya di masyarakat. Norma tersebut berisi
petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka menjalankan keprofesiannya, serta
larangan atau ketentuan tentang apa yangboleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
olehanggota profesi, baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun menyangkut sikapnya
dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada hakikatnya, etika sangat diperlukan dalam berbagai sendi kehidupan, baik
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Etika merupakan suatu sistem yang
mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Etika dalam perkembangannya sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberikan manusia orientasi, bagaimana ia
menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakansehari-hari. Hal itu menunjukan bahwa etika
dapat membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani
hidup, tentang apa dan bagaimana tindakan yang perlu dilakukan dan perlu dipahamibersama
bahwa etika dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan.

Begitu halnya dengan profesi kesehatan masyarakat, diperlukan suatu petunjuk


bagianggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, yaitu
ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi,tidak saja
dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku dalam
pergaulan sehari-hari di mayarakat, yang dalam hal ini kodeetik profesi kesehatan
masyarakat. Perkembangan teknologi kesehatan yang semakin pesat,telah mempengaruhi
peran kesehatan masyarakat. Setiap peran mengemban tanggung jawab tersendiri, dan hal ini
merupakan sebuah tantangandan tanggung jawab yang yang perlu diemban dengan baik.

1. 2 Tujuan

1. Untuk mengetahui hukum yang mengatur kode etik profesi kesehatan masyarakat.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kode etik profesi dan kode etik profesi kesehatan
masyarakat.
3. Untuk menganalisa contoh kasus pelanggaran kode etik profesi kesehatan masyarakat.
4. Untuk mengalisa implementasi kode etik profesi kesehatan masyarakat.
1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kode Etik Profesi dan Kode Etik Profesi Kesehatan Masyarakat

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti karakter, adat istiadat/ kebiasaan
yang baik. Etika juga dapat dikatakan sebagai nilai dan norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan, profesi
merupakan suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan keahlian,
kemampuan, teknik dan prosedur berlandaskanintelektualitas serta dedikasi yang tinggi.
Maka dapat disimpulkan bahwa kode etik profesi merupakan sistem norma, nilai, dan aturan
profesional tertulis yang secara tegas digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku oleh
anggota kelompoknya yang menyatakan apa yang benar dan salah bagi seorang profesional.
Lalu untuk kode etik profesi, biasanya disusun oleh para anggota dari kelompok profesi
tersebut dengan melibatkan orang yang memahami seluk-beluk profesi itu dan ahli etika,
serta didukung organisasi profesi yang solid. Kode etik harus memiliki beberapa sifat yaitu,
rasional tetapi tidak kering dari emosi, konsisten tetapi tidak kaku, dan bersifat universal.

Menurut Yanuar Amin (2017, p.24-26) Fungsi kode etik profesi adalah sebagai berikut.
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu
mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
2. Merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada
masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga
memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana dilapangan kerja (kalangan
sosial).
3. Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana
profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri
pelaksanaan profesi dilain instansi atau perusahaan.
Kode etik profesi memiliki beberapa tujuan yaitu,
1. Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi karena kode etik melarang
anggotanya untuk tidak mencemarkan nama baik profesi dan disebut juga kode
kehormatan.

2
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotabaik berupa kesejahteraan
material, mental dan spiritual. Kode etik umumnya melarang bagi anggotanya
melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan kode etik.
3. Memuat peraturan yang tidak pantas atau tidak jujur pada saat anggota profesi
berinteraksi.
4. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi dengan tujuan diharapkan
anggota profesi dapat dengan mudah untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian profesinya.
5. Untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya dan
bagaimana meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Mengatur hubungan antara anggota profesi dan klien/pasien
7. Prinsip kode etik:
a. Menghargai otonom
b. Melakukan tindakan yang benar
c. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
d. Memberlakukan manusia dengan adil
e. Menejelaskan dengan benar
f. Menepati janji yang telah disepakati
g. Menjaga kerahasiaan
8. Penetapan kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para
anggotanya. Kode etik biasanya ditetapkan dalam munas atau kongres profesi
masing-masing.

Bagi orang yang melakukan pelanggaran dalam kode etik, mereka tidak akan dihukum
oleh pengadilan, tetapi akan dihukum dan diadili sesuai dengan ketentuan yang telah disusun
dalam kode etik profesi masing-masing. Biasanya mereka akan mendapatkan salah satu dari 2
jenis sanksi, yaitu sanksi moral atau sosial dan sanksi dikeluarkan dari organisasi.

Biasanya untuk orang yang mendapatkan sanksi moral kesalahannya relative kecil dan
dapat dimaafkan. Sedangkan orang yang mendapatkan sanksi hingga dikeluarkan dari
organisasi, kesalahannya cenderung besar dan telah melewati proses pengadilan didalam
organisasi profesi masing-masing.

Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang
hidup dan meningkatkan kesehatan melalui upaya bersama masyarakat secara terorganisir

3
untuk sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit, pendidikan kesehatan, pelayanan
kesehatan dan sebagainya mengandung makna bahwa aspek preventif dan promotif adalah
lebih penting daripada kuratif dalam rangka peningkatan status kesehatan masyarakat
(Winslow,1920).

Secara keilmuan Ilmu Kesehatan Masyarakat merupakan kombinasi dari ilmu


pengetahuan, keterampilan, moral dan etika yang diarahkan pada upaya pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan individu dan masyarakat, memperpanjang hidup melalui tindakan
kolektif atau tindakan sosial untuk mencegah penyakit dan memenuhi kebutuhan menyeluruh
dalam kesehatan. Perkembangan kesehatan masyarakat saat ini telah mengantar kepada
sebuah paradigma baru secara mendasar terjadinya pergeseran dari pelayanan medis ke
pemeliharaan kesehatan sehingga setiap upaya penanggulangan masalah kesehatan lebih
menonjolkan aspek peningkatan promotif dan pencegahan preventif dibanding pengobatan.

Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing, begitu pula profesi kesehatan
masyarakat. Para ahli kesehatan masyarakat tergabung dalam sebuah organisasi yang disebut
dengan IAKMI (ikatan ahli kesehatan masyarakat Indonesia) yakni sebagai wadah profesi
ahli kesehatan masyarakat yang berpendidikan sarjana atau Sarjana Muda Kesehatan
Masyarakat atau pascasarjana lainnya yang berpengalaman atau memiliki penguasaan ilmu
dalam bidang kesehatan masyarakat sekurang-kurangnya 5 tahun (Defriman Djefri, p. 77-80).
Menurut IAKMI, kode etik profesi kesehatan masyarakat diuraikan pada bab dengan pasal-
pasal sebagai berikut :

BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap profesi Kesehatan masyarakat harus menjunjung tinggi, menghayati, dan
mengamalkan etika profesi kesehatan masyarakat.
Pasal 2
Dalam Melaksanakan tugas dan fungsinya profesi kesehatan masyarakat lebih
mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, hendaknya menggunakan pronsip efektifitas-
efisiensi dan mengutamakan penggunaan teknologi tepat guna.
Pasal 4

4
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, tidak boleh membeda – bedakan masyarakat atas
pertimbangan – pertimbangan agama, suku, golongan, sosial politik, dan sebagainya.
Pasal 5
Hak Anggota dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya hanya melaksanakan profesi dan
keahliannya.
BAB II
KEWAJIBAN TERHADAP MASYARAKAT
Pasal 6
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, selalu berorientasi kepada masyarakat sebagai
satu kesatuan yang tidak terlepas dari aspek sosial, ekonomi, politik, psikologis dan budaya.
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, harus mengutamakan pembinaan kesehatan yang
menyangkut orang banyak.
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, harus mengutamakan pemerataan dan keadilan.
Pasal 9
Dalam pembinaan kesehatan masyarakat harus menggunakan pendekatan menyeluruh,
multidisiplin dan lintas sektoral serta mementingkan usaha –usaha promotif, preventif,
protektif dan pembinaan kesehatan.
Pasal 10
Upaya pembinaan kesehatan masyarakat hendaknya didasarkan kepada fakta – fakta ilmiah
yang diperoleh dari kajian – kajian atau penelitian – penelitian.
Pasal 11
Dalam Pembinaan kesehatan masyarakat, hendaknya mendasarkan kepada prosedur dan
langkah – langkah yang profesional yang telah diuji melalui kajian – kajian ilmiah.
Pasal 12
Dalam mennjalankan tugas dan fungsinya harus bertanggung jawab dalam melindungi,
memlihara dan meningkatkan kesehatan penduduk.
Pasal 13
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus berdasarkan antisipasi ke depan, baik dan
menyangkut masalah kesehatan maupun masalah lain yang berhubungan atau mempengaruhi
kesehatan penduduk.
BAB III
KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI KESEHATAN LAIN DAN PROFESI DI LUAR
5
BIDANG KESEHATAN
Pasal 14
Dalam melakukan tugas dan fungsinya, harus bekerjasama dalam saling menghormati dengan
anggota profesi lain, tanpa dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan keyakinan, agama,
suku, golongan, dan sebagainya.
Pasal 15
Dalam melakukan tugas dan fungsinya bersama – sama dengan profesi lain, hendaknya
berpegang pada prinsip – prinsip : kemitraan, kepemimpinan, pengambilan prakarsa dan
kepeloporan.
BAB IV
KEWAJIBAN TERHADAP PROFESINYA
Pasal 16
Ahli Kesehatan masyarakat hendaknya bersikap proaktif dan tidak menunggu dalam
mengatasi masalah.
Pasal 17
Ahli kesehatan masyarakat hendaknya senantiasa memelihara dan meningkatkan profesi
kesehatan masyarakat.
Pasal 18
Ahli kesehatan masyarakat hendaknya senantiasa berkomunikasi, membagi pengalaman dan
saling membantu di antara anggota profesi kesehatan masyarakat.
BAB V
KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 19
Profesi Kesehatan masyarakat harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas dan profesinya dengan baik.
Pasal 20
Ahlikesehatan masyarakat senantiasa berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan
Keterampilannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB VI
PENUTUP
Pasal 21
Setiap anggota profesi kesehatan masyarakat dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari harus
berusaha dengan sungguh-sungguh memegang teguh kode etik kesehatan masyarakat
Indonesia ini.
6
Norma hukum merupakan norma atau aturan yang berasal dari pemerintah atau negara
dan dibuat oleh para pejabat yang berwenang dan tertulis. Sedangkan norma hukum
kesehatan menurut Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalahsemua
ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan
penerapannya serta hak dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan dalam aspek organisasi, sarana pedoman medis nasional/ internasional, hukum di
bidang kedokteran, yurisprudensi serta ilmu pengetahuan bidang kedokteran kesehatan
(Jajang Junaidi, p.2).

Produk hukum kesehatan merupakan Undang-Undang tentang Kesehatan, yang pernah


berlaku di Indonesia yaitu UU Pokok Kesehatan No. 9 Tahun 1960, UU Kesehatan No. 23
Tahun 1992, dan UU yang berlaku sekarang yaitu UU NO. 36 Tahun 2009. Seluruh produk
hukum kesehatan harus sejalan dan mengacu kepada UU No.36 tahun 2009 tentang
kesehatan, sehingga produk hukum kesehatan di Indonesia mengatur hal-hal yang secara
umum diatur dalam UU kesehatan tersebut, antara lain pembangunan kesehatan, hak dan
kewajiban orang dalam kesehatan, tanggung jawab pemerintah, sumberdaya bidang
kesehatan, upaya kesehatan, kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjt usia, dan penyandang
cacat (kelompok rentan kesehatan), gizi , kesehatan jiwa, penyakit menular dan tidak
menular, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, pengelolaan kesehatan, informasi kesehatan,
pembiayaan kesehatan, peran serta masyarakat (pemberdayaan masyarakat) , badan
pertimbangan kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan , ketentuan pidana dan
ketentuan peralihan (Edi Heryana, 2019, p. 13).

Norma agama merupakan peraturan atau petunjuk hidup yang di dalamnya terdapat
perintah, larangan, dan anjuran yang berasal dari Tuhan yang wajib dilakukan oleh setiap
manusia di dunia. Biasanya norma agama diatur dalam kitab-kitab agama seperti al-Quran
dan kitab-kitab agama lain. Contoh norma agama yaitu rajin beribadah, selalu menolong
sesama, selalu mendoakan orang lain, tidak melakukan perbuatan tercela dan lain sebagainya.

2.2 Analisa Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi Masyarakat

Kasus gizi buruk di wilayah kabupaten Sorong. Penderita gizi buruk ini ditemukan oleh
forum komunikasi anak dan orangtua disabilitas (FKOD) kab.Sorong. carmelita tinggal

7
bersama neneknya yang bekerja di ladang. Carmelita tidak bisa mendapat asupan makanan
bergizi karena kemiskinan. Kondisi Carmelita yang sangat kurus dan hanya terkulai lemas di
tempat tidur berberda jauh dari kesan wilayah negeri papua yang kaya minyak
bumi,gas,hutan dan alam yang eksotis.

Kasus tersebut melanggaran pasal UU No.23 tahun 2014 pasal 2 dan pasal 8,
Pasal 2 bahwa pengaturan perbaikan gizi ditujukan untuk menjamin:
a. setiap orang memiliki akses terhadap informasi gizi dan pendidikan gizi.
b. setiap orang terutama kelompok rawan gizi memiliki akses terhadap pangan yang
bergizi.
c. setiap orang memiliki akses terhadap pelayanan gizi.
pasal 8 tentang kecukupan gizi:
1. setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standart AKG.
2. menteri mengatakan ,menetapkan standart AKG dimana dimaksud pada ayat 1
sekurang-kurangnya setiap 4 th sekali
3. standar angka kecukupan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat digunakan
untuk :
a. acuan dalam menilai kecukupan gizi
b. acuan dalam menyusun makanan sehari-hari
c. acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional
maupun nasional
d. acuan pendidikan gizi
e. acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi

Pemerintah belum sepenuhnya menjalankan fungsi dari kesehatan masyarakat secara


menyeluruh sehingga keluarga dari penderita belum mendapatkan asupan gizi yang baik.
Pelanggaran pada pasal 2 terkait pengaturan perbaikan gizi masih belum dijangkau oleh
pemerintah setempat dan belum adanya informasi yang didapat terkait akses pendidikan gizi
bagi warganya. Pelangaran pada pasal ke 8 terkait asupan gizi, pemerintah belum
memberikan asupan gizi pada warganya yang tidak berkecukupan sehingga banyak penderita
seperti carmelita yang mengidap penyakit kurangnya asupan gizi (Wahyudi, Indarwati, &
Wahyudi, 2015) karena pemerintah tidak menagamati betul bagaimana kondisi ekonomi
mereka.

Pelanggaran pasal UU No. 23 tahun 1992 Kesehatan itu mencakup empat aspek yaitu
fisik, mental, sosial dan ekonomi. Pemerintah masih belum bisa menyokong dan membantu

8
warga dengan ekonomi yang rendah sehingga kesehatan dari warga tersebut sangat rendah.
Dikarenakan dalam mandapatkan asupan gizi yang baik, akan memperatahankan kehidupan,
pertumbuhan, serta fungsi dari organ tubuh (Irianto, 2006).

Pelanggaran pada norma agama bagi tenaga kesehatan masyarakat terkait kasus
kurangnya asupan gizi yang didapat oleh Carmelita adalah pada surat Al-Maidah ayat 88
yang berbunyi:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

Seperti yang dimaksudkan makanan halal dan baik adalah makanan yang dapat
menyehatkan tubuh, jika sesoerang tidak mengkonsumsi makanan yang baik dan halal maka
kesehatan serta gizinya pun akan menurun.

2.3 Analisa Implementasi Kode Etik Profesi Kesehatan Masyarakat

Kode etik profesi kesehatan masyarakat harus dapat diimplementasikan dalam


masyarakat. Implementasi kode etik profesi kesehatan masyarakat salah satu contohnya
dalam bentuk pelayanan kesehatan yang berfokus pada jaminan kesehatan. Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang
bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak
yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
Pemerintah (JKN, Kemenkes).

Contoh kasus implementasi kode etik profesi kesehatan pada jaminan kesehatan yaitu
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN
NONKUOTA (JAMKESDA DAN SPM) (Studi di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar)”.
Berdasarkan teori model implementasi George C. Edward III terdapat empat variabel. Pada
kasus ini, keempat teori tersebut telah terpenuhi namun masih ada kekurangan yang sering
ditemukan, yaitu:

9
a. Komunikasi, telah dijalankan dengan baik dan optimal menggunakan media visual
maupun audiovisual. Komunikasi dilakukan antara sesama pelaksana kebijakan dan
antara pelaksana kebijakan dengan masyarakat. Akan tetapi, masih banyak warga tuna
aksara yang sedikit menghambat komunikasi tapi dapat teratasi dengan komunikasi
lisan dengan petugas jaga.
b. Sumber daya, sumber daya manusia yang bertanggung jawab mengelola program
Jamkesda dan SPM cukup memadai dan berkinerja baik, meskipun hanya terdiri dari
pegawai di Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDK) terutama Seksi
Pembiayaan Kesehatan ditambah dengan dua tenaga honorer sebagai verifikator
administrasi di RSUD Ngudi Waluyo. Sumber daya kesehatan atau fasilitas kesehatan
di puskesmas dan di RSUD Ngudi Waluyo milik Kabupaten Blitar masih
membutuhkan tambahan fasilitas medis yang lebih lengkap untuk perawatan tingkat
lanjut, sehingga masih banyak pasien yang harus dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi
yang lebih lengkap fasilitasnya.
c. Disposisi, para pelaksana pengelola Jamkesda dan SPM Kabupaten Blitar telah dipilih
dan diangkat sesuai dengan kemampuan dan dedikasi yang dimiliki dan
dipertimbangkan secara selektif oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
kemudian dikontrol melalui beberapa kegiatan rapat koordinasi. Akan tetapi tidak ada
insentif khusus yang diberikan kepada pelaksana kegiatan, mereka hanya
mendapatkan gaji pokok bulanan biasa.
d. Struktur Birokrasi, struktur birokrasi yang digunakan adalah struktur organisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Blitar khususnya di Bidang PSDK bagian Pembiayaan
Kesehatan.

Selain itu juga telah ditentukan Standard Operating Procedure (SOP) dan Standar
Pelayanan Minimal di dalam Perbup No. 28 Tahun 2012 yang dapat diterapkan cukup baik
oleh pelaksana kebijakan. Sehingga mereka melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang,
tugas pokok dan fungsi yang diamanatkan dalam peraturan (Sukowati Phaksy Nuryanti,
Minto Hadi, dan Stefanus Pani Rengu, 2013).

Pada contoh kasus di atas Undang-Undang yang diimplementasikan yaitu Undang-


Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah (JKN, Kemenkes), dan juga

10
Peraturan Bupati Blitar Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Jaminan
Kesehatan Masyarakat Miskin Daerah (Jamkesda) Kabupaten Blitar.

Norma hukum yang diimplementasikan dan memiliki keterkaitan dengan contoh kasus
diatas yaitu terdapat 4 (empat) unsur untuk mendapatkan sebuah peraturan termasuk
'Peraturan Perundang-undangan' (Roberia, 2018). Keempat unsur tersebut yaitu:
a. Peraturan tertulis;
b. Memuat norma hukum yang mengikat secara umum;
c. Dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang; dan
d. Melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Oleh karena itu, contoh kasus diatas merupakan salah satu hukum pidana yang memiliki
undang-undang dan dapat dikenakan sanksi jika melanggar.

Hubungan contoh kasus implementasi diatas dengan norma agama yaitu pandangan Islam
dalam jaminan kesehatan sangat bertolak belakang dengan pandangan ekonomi
neoliberalisme. Dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran utama atau pusat dan sekaligus
bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk dalam urusan kesehatan.
Hal ini didasarkan pada dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab kepala
negara untuk mengatur seluruh urusan rakyatnya (Triono, Dwi Chondro, 2016). Rasulullah
saw. bersabda:
َ ‫ُوه َوُ َمسْئ ْولٌُ َع ْن‬
ُ‫ُر ِعيَّتِ ِه‬ َ ٍ‫ُراع‬
َ ‫اس‬ ْ ‫فَاْأل َ ِميْرُُالَّ ِذ‬
ِ َّ‫يُ َعلَىُالن‬

“Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan
dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Di antara tanggung jawab Imam atau Khalifah adalah mengatur pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan primer bagi rakyatnya secara menyeluruh. Yang termasuk kebutuhan-kebutuhan
dasar bagi rakyat adalah kebutuhan keamanan, kesehatan dan pendidikan. Hal itu didasarkan
pada sabda Rasulullah saw:

‫تُلَهُالدُّ ْنياُ ِب َحذَافِي ِْرهَا‬ ِ ‫ُفَ َكأَنَّ َم‬،‫ُ ِع ْندَهُقوتُ َي ْو ِم ِه‬،‫افىُفِيُ َبدَنِ ِه‬
ْ َ‫اُحيز‬ ْ َ‫َم ْنُأ‬
ِ ‫ُم َع‬،‫ص َب َحُآ ِمناًُفِيُ ِس ْر ِبه‬

“Siapa saja yang saat memasuki pagi merasakan aman pada kelompoknya, sehat badannya
dan tersedia bahan makanan di hari itu, dia seolah-olah telah memiliki dunia
semuanya.” (HR al-Bukhari, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Hadis di atas merupakan dalil syariah yang sahih, bahwa dalam Islam jaminan kesehatan
itu wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya secara gratis, tanpa membebani, apalagi

11
memaksa rakyat mengeluarkan uang untuk mendapat layanan kesehatan dari negara.
Pengadaan layanan, sarana dan prasarana kesehatan tersebut wajib senantiasa diupayakan
oleh negara bagi seluruh rakyatnya (Triono, Dwi Chondro, 2016).

12
BAB III
SIMPULAN

3.1 SIMPULAN

Kode etik merupakan sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku oleh anggota kelompoknya yang
menyatakan apa yang benar dan salah bagi seorang profesional. Kode etik umumnya
melarang bagi anggotanya melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan kode etik.
Secara keilmuan Ilmu Kesehatan Masyarakat merupakan kombinasi dari ilmu pengetahuan,
keterampilan, moral dan etika yang diarahkan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan individu dan masyarakat, memperpanjang hidup melalui tindakan kolektif atau
tindakan sosial untuk mencegah penyakit dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dalam
kesehatan.

Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing, begitu pula profesi kesehatan
masyarakat. Bagi orang yang melakukan pelanggaran dalam kode etik, mereka tidak akan
dihukum oleh pengadilan, tetapi akan dihukum dan diadili sesuai dengan ketentuan yang
telah disusun dalam kode etik profesi masing-masing. Biasanya mereka akan mendapatkan
salah satu dari 2 jenis sanksi, yaitu sanksi moral atau sosial dan sanksi dikeluarkan dari
organisasi. Biasanya untuk orang yang mendapatkan sanksi moral kesalahannya relatif kecil
dan dapat dimaafkan.

3.2 SARAN

Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh darikata sempurna, karena adanya
keterbatasan pengetahuan dari kami semua. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami perlukan sebagai bahan evaluasi untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga kedepannya kami akan lebih fokus dan menjadi lebih baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Yanuar. 2017. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Diperoleh dari :
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/Etika-Profesi-
dan-Hukes-SC.pdf. Diakses pada : 7 April 2020/ pukul 19:30 WIB
Djefri, Defriman. Etika Profesi Kesehatan. Diperoleh dari :
http://repo.unand.ac.id/304/1/BUKU%2520ETIKA%2520PROFESI_DEFRIMAN%2
520DJAFRI.pdf. Diakses pada : 7 April 2020/ pukul 20:30 WIB.
Djoko Pekik Irianto. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Gani, Ascobat. 2017. Etika Profesi Kesehatan Masyarakat. Diperoleh dari:
https://www.iakmi.or.id/web/index.php/post-formats/category/7-panel-
2?download=30:fit-iii-iakmi-etika-profesi-kesehatan-masyarakat.
Diakses pada: 8 April 2020 pukul 06.28 WIB.
Heryana, Edi. 2019. Pengantar Etika Kesehatan Masyarakat. Diperoleh dari :
https://www.researchgate.net/publication/336496442_Pengantar_Etika_Kesehatan_M
asyarakat. Diakses pada : 7 April 2020/ pukul 19 : 45 WIB
Junaidi, Jajang. Pengantar Hukum Kesehatan. Diperoleh dari :
https://www.academia.edu/10917886/pengantr_hukum_kesehatan. Diakses pada : 7
April 2020/ pukul 19:25 WIB
Roberia. 2018. ‘Kontroversial Peraturan Direktur BPJSK’ (online). Diperoleh dari :
https://www.persi.or.id/artikel-hukum/554-kontroversial-peraturan-direktur-bpjsk.
(Diakses : 07 April 2020).
Sukowati Nuryanti Phaksy, Minto Hadi, dan Stefanus Pani Rengu. 2013. ‘IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN
NONKUOTA (JAMKESDA DAN SPM) (Studi di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar)’
(online). Diperoleh dari : file:///C:/Users/USER/Downloads/178-1360-1-PB.pdf.
(Diakses : 07 April 2020).
Triono, Dwi Chondro. 2016. ‘Mengenal Jaminan Kesehatan Dalam Islam’ (online).
Diperoleh dari : http://kmib.fib.ugm.ac.id/mengenal-jaminan-kesehatan-dalam-islam/.
(Diakses : 07 April 2020).
Wahyudi, B. F., Indarwati, R., & Wahyudi, B. F. (2015). Analisis faktor yang berkaitan
dengan kasus gizi buruk pada balita. 3(1).

14

Anda mungkin juga menyukai