Post Amputasi
Post Amputasi
Disusun oleh:
Po713241141093
JURUSAN FISIOTERAPI
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus klinik ini atas Sri Nurfatma Ariana dengan nim PO713241141093
dengan judu “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Amputasi Below Knee Akibat
Morbus Hansen” telah disetujui untuk dipergunakan sebagai salah satu persyaratan
menyelesaikan praktek klinik di RS. DR. TADJUDIN CHALID Makassar
Mengetahui
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberi berkat
rahmat dan hidayahnya yang diberikan selama ini sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan klinik “penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post amputasi akibat bellow kneel”,
shalawat dan salam kita hanturkan kepada name besar kita Nabiullah Muhammad SAW yang
telah memberi petunjuk yang luar biasa atas bentuk tingkah selama menyelesaikan laporan ini
Penyusun menyadari penuh akan kekurangan yang pasti ada dalam laporan sebagaima
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun
tentu dibutuhkan sehingga dapat dapat menjadi tolak ukur dalam penulisan laporan berikutnya,
demikian harapan penyusun semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Semoga
ALLAH SWT senantiasa meridhoi segala bentuk usaha kita. Aamiin
Penyusun
Bab I
PENDAHULUAN
ANATOMI FISIOLOGI
Tulang ekstrimitas kaudalis (bawah) biasanya segala sesuatu yang berada dibawah ligamen
inguinal,termasuk paha,tempurung lutut,tulang kering,betis,tumit,pergelangan kaki,dan telapak kaki.
Pelvis
Pelvis terdiri dari sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Tulang pinggul
terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan
membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis
terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac
crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu
cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi
dengan tulang femur.
Femur
Pada bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui
condyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor,
yang dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan
condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal
posterior terdapat fossa intercondylar.
Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial disbanding dengan fibula. Di bagian
proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral dimana keduanya merupakan facies untuk artikulasi
dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral.
Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk
artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral disbanding dengan tibia. Di bagian
proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan dibagian distal, fibula membentuk malleolus
lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan di proksimal dan dengan
metatarsal di distal.Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus (berperan sebagai tulang penyanggah
berdiri), talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3).
Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang
phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid.
Phalangs
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki.Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3 phalangs di
masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelanadi ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut
tidak sefleksibel ibu jari tangan.
Bab III
PATOLOGI TERAPAN
A. Kusta
1. Definisi kusta
Kusta atau dalam kamus kesehatan disebut morbus Hansen merupakan suatu penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacteria leprae yang menyerang
kulit dan saraf tepi. Bakteri ini merupakan bakteri aerob yang tisak membentuk spora
dan dikelilingi oleh membran sel lilin, berbentuk batang berukuran 1-8 micro, lebarnya
o,2 dan biasanya hidup berkelompok dan tersebar. Hidup dalam sel yang bersifat tahan
asam.
2. Etiologi
Kusta bukanlah penyakit keturunan, tetapi penyakit yang menyerang kulit karena
serangan bakteri Mycobacteria leprae. . Bakteri ini menular melalui kontak langsung
dengan penderita maupun melalui pernafasan, lalu kuman ini membelah dalam jangka 14
hingga 21 hari dengan masa inkubasi rata-rata 2 sampai 5 tahun. Adapun beberapa
faktor yang menyebabkan seseorang dapat menderita kusta ialah :
a) Faktor lingkungan
b) Faktor umur
c) Faktor jenis kelamin
d) Kuman kusta
a) Tipe indeterminate
b) Tipe tuberculoid
c) Tipe borderline
d) Tipe lepromatos
3. Epidemiologi
Di seluruh dunia, dua ingga tiga juta orang menderita kusta, india adalah Negara dengan
jumlah penderia terbanyak dan diikuti oleh Negara brazail dan myan,ar. Tetapi untuk
kasus kusta baru Indonesia menempati posisi ke-3 dengan 16.825 kasus dan angka
kecacatan 6,82 orang per sejuta penduduk. Kasus kusta baru tertinggi terdapat di India
dengan 137,752 kasus. Kemudian diikuti oleh brazil dengan 33,303 kasus
4. Gambaran klinik
a) Adanya bercak tipis seperti panu pada bagian tubuh
b) Bercak putih yang terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu, semakin
melebar dan bertambah banyak
c) Adanya pelebaran syaraf unaris, aulicularis magnus, medianus serta peroneus
d) Kelenjar keringat mengalami gannguan fungsi kerja menyebabkan kulit menjadi
tipis dan mengkilat
e) Bintil-bintil kemerahan(leproma dan nodul) yang menyebar pada kulit.
f) Rontoknya alis rambut
g) Kesemutan pada anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagai mestinnya
h) Wajah mengalami benjolan-benjolan serta tegang yang disebut dengan facies
leomina atau muka singa
B. AMPUTASI
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
a. Ekstremitas atas, terdiri dari : telapak, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan
lengan atas.
b. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal sendi pergelangan
kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut, hemipeivektomi.
a. AMPUTASI terbuka dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau
infeksi berat antara lain gangren .. dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan
otot dipotong sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari
otot.
b. AMPUTASI tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan bentuknya
secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang baik dengan lokasi
bekas pembedahan.
5. Tingkatan Amputasi
Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
inschemic limb.
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit
vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih
proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
6. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada
waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak.
Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-
tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi
nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi
setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah
stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini
dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat
yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah
untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10
post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau
tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada
stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi
dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi
kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump
ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri
setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post
operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan
bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
BAB IV
STATUS KLINIK
A. Pemeriksaan FT
1. Anamnesis
a) Umum
Nama : Ny. T
Alamat : Barombong
Agama : Islam
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
b) Khusus
KU : PostAmputasi Bellow Knee
LKU : Bellow knee
WKU : 1 bulan yang lalu
Penyebab amputasi : Ulkus komplikasi pedis akibat morbus Hansen
RPP kusta : 2 tahun yang lalu pasien merasa tangannya mulai bengkok dan pasien
memutuskan ke dokter dan telah diberikan obat, kemudian pasien
dirujuk kepuskesmas dan diberikan obat, kemduian kaki pasien
mengalami luka yang parah dan 2 bulan yang lalu pasien dirujuk ke
RSTC dan di amputasi dan setelah amputasi pasien dirujuk ke
fisioterapi
Pemeriksaan fisik
a) Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmhg
Denyut nadi : 83/menit
Pernafassan : 25x/menit
Suhu : 370c
b) Inspeksi
Statis
1) Adanya oedem pada ujung stump
2) Bekas amputasi pada bellow knee
3) Terdapat bekas luka bakar dibawah lutut pasien
c) Dinamis
1) Gangguan pola berjalan
2) Pasien menggunakan kursi roda
Level amputasi : AK Kanan
BK Kiri
Stump Ø : 11 cm
Spesifikasi : UDEM
Pemeriksaan fungsi dasar dilakukan pada kedua tungkai antara kaki yang post amputasi
dan kaki yang normal, tujuan untuk perbandingan pada kaki sehat dan kaki post amputasi
KAKI YANG SEHAT
Sendi Gerakan Aktif Pasif Kekuatan otot
Rotasi
5
eksternal
Rotasi
5
internal
Ekstensi 00 00 5
ANKLE Dorso
150 150 5
fleksi
Plantar
500 500 5
fleksi
Hasil :
Gerakan Nilai Otot
Aktif 4
Pasif 4
5. Diagnosa fisioterapi
“gangguan fungsional dan aktifitas berjalan akibat post amputasi bellow knee bagian
sinistra akibat adanya ulkus pedis akibat morbus Hansen”
6. Problematik fisioterapi
1) Udem pada ujung stump
2) Keterbatasan ROM
3) Kelemahan otot
7. Perencanaan fisioterapi
a) Tujuan jangka panjang
1) Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fumsional pasien
b) Tujuan jangka pendek
1) Meningkatkan/memelihara kekuatan otot
2) Meningkatkan/memelihara ROM
3) Mengurangi udem pada ujung stump
8. Pelaksanaan fisioterapi
a) IR
Prosedur : posisikan pasien pada posisi nyaman agar tidak merasa lelah karena
akan mempertahankan posisi beberapa menit, kemudian nyalakan
IRdan arahkan ke area kaki yang dibutuhkan
b) Stretching
c) Strengthening
Tujuan: untuk membalut ujung stump agar ujung stump dapat seperti yang
diharapkan
Teknik : pembalutan di lakukan pada stum dengan cara melilitkan ballutan dengan
arah seperti angka 8 dimana ujung stump dililitkan lebih ketat
9. Evaluasi
a) Evaluasi sesaat
Pasien merasa lelah sesaat setelah diberi latihan
Belum terjadi perubahan yang signifikan
b) Evaluasi berkala
ROM pasif bertambah walau sedikit
Kekuatan otot bertambah walau sedikit
Udem mulai berkurang
- Lingkar stump
IR, Stretching,
Sabtu L :29,3
1 Post Amputasi BK Stengthening,
24/11/2016 D :28,3
Pembalutan
-
- Lingkar stump
IR, Stretching,
Jum’at L :27,2
2 Post Amputasi BK Stengthening,
25/11/2016 D :26,2
Pembalutan
- ROM ekstensi menetap
- Lingkar stump
Stretching,
Senin L :26,5
3 Post Amputasi BK Stengthening,
28/11/2016 D : 26
Pembalutan
- ROM ekstensi : 80
- Lingkar stump
Stretching, L :26
Rabu
4 Post Amputasi BK Stengthening, D :26, 5
30/11/2016
Pembalutan - ROM ekstensi menetap
- Lingkar stump
Stretching,
Jum’at L :26
5 Post Amputasi BK Stengthening,
02/11/2016 D :26, 5
Pembalutan
-ROM menetap