Anda di halaman 1dari 80

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama

ISBN : 978-602-72437-1-2

PROGRAM APLIKASI MENGGUNAKAN MACRO EXCELL


UNTUK MENGHITUNG RESPOND SPEKTRUM DENGAN
MEMANFAATKAN GEOHAZARDS.USGS.GOV
Safrin Zuraidah1, Tony Hartono Bagio2, Makno Basoeki3
1 Dosen Teknik Sipil Universitas Dr Soetomo Surabaya, safrini@yahoo.com
2 Dosen Teknik Sipil Universitas Narotama Surabaya, tonyhartonobagio@yahoo.co.id
3 Praktisi Teknik Sipil alumni Universitas Kristen Petra Surabaya

ABSTRAK

Respond Spektrum berdasarkan SNI 1726:2012, berbeda dengan SNI 1726:2002, letak perbedaan SNI 1726-
2002 mengacu UBC 1997 (Uniform Building Code), dimana menggunakan Gempa Rencana 500 tahun dengan
Probabilitas 10%. Sedangkan SNI 1726-2012, mengacu ASCE 2010 (American Society of Civil Engineers),
yang menggunakan Gempa Rencana 2500 tahun dengan probalilitas 1%. Versi 2002 bentuk spectrum ditentukan
dalam pedoman, sedang versi 2012 ditentukan sendiri, yang tergantung dengan Ss dan S1.

Salah satu cara penentuan versi 2012 menggunakan geohazards.usgs.gov/designmaps. Dengan memasukkan
Latitude dan Longitude, akan didapat Ss dan S1 dengan 3 versi yang berbeda, yakni versi USGS ’07, UFC +
GSHAP dan EU Code + GSHAP. Pilih yang ekstrim dari ketiga versi diatas..

Dari Data tersebut Grafik Respond Spektrum dapat tergambarkan

Kata kunci : respond spectrum, SNI 1726:2012, geohazards, Latitude dan Longitude

1. PENDAHULUAN
Dalam membuat respond spectrum, dibutuhkan 3 input utama, yakni Ss, S1 dan Kelas Situs.
Ss = percepatan batuan dasar periode pendek 0.2 detik, S1 = percepatan batuan dasar periode
1.0 detik sedang kelas situs terbagi menjadi 6 , SA (batuan Keras), SB (batuan), SC (tanah
keras, sangat padat dan batuan lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah lunak), SF (tanah
khusus).

2. FORMULA YANG DIGUNAKAN


Dari Tabel 4 SNI 1726-2012 dan Ss akan didapatkan Fa, dan Tabel 5 SNI 1726-2012 dan S1
akan didapatkan Fv.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

(7)

Bidang Struktur 1
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

3. APLIKASI PROGRAM
Sebagai contoh membuat grafik Respond Spektrum Universitas Narotama,
a) Cari Latitude dan Longitude, di google maps, untuk Universitas narotama didapat Latitude
= -7.2883455, dan Longitude = 112.777618

Gambar 1. Latitude dan Longitude Universitas Narotama

b) Untuk menentukan Ss dan S1 , buka http://geohazards.usgs.gov/designmaps/ww/, dan


masukkan Latitude dan Longitude klik Set Location

Gambar 2 : Input Latitude dan Longitude pada geohazards.usgs.gov

2 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

Gambar 3: Hasil Ss dan S1

c) Dari Gambar 3 didapat hasil Ss dan S1, USGS’ 07 (Ss = 0.65 g; S1 = 0.24 g), UFC +
GSHAP (Ss = 0.98g ; S1 = 0.39g) dan EU Code + GSHAP (Ss = 0.95g ; S1 = 0.38g).
d) Asumsi di Surabaya adalah SE = tanah Lunak.
e) Masukkan dalam program Excel , dengan Asumsi TL = 8 detik

Gambar 4. Fungsi Excel dengan Macro

Bidang Struktur 3
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

f) Untuk membuat Grafik cukup klik tombol Grafik

Gambar 5. Grafik Respond Spektrum


Khusus tombol Grafik, Range/Cell harus Range/Cell yang fix (tidak pindah), Ss di
Range(“B3”) ; S1 di Range(“B4”) ; TL di Range(“B5”) ; Site Class di Range (“B6”). (lihat
Gambar 4 warna kuning.)

Gambar 6. Grafik USGS vs UFC vs EU Code

4 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Gambar 6 merupakan gabungan dari tiga nilai yang didapat dari geohazards.usgs.gov
Dengan SPT (Standard Penetration Test) akan di dapat Site Classnya, Site Class dari hasil
hanya ada 3(tiga) kemungkinan, yakni kategori C, D, E, berikut contoh soal menggunakan
fungsi Macro Excel.

Gambar 7. Fungsi Macro Excel untuk menghitung SiteClass


Bila ada data Investigasi tanah dapat di tentukan Site Class nya, hasil Site Class dimasukkan
pada SC (Site Class) di Gambar 4, di range (“B6”)

4. KESIMPULAN :
Dari Gambar 6, UFC dan EU Code , hasilnya tidak ada perbedaan yang sangat
significant, sedang USGS ’07, memperlihatkan grafik yang lebih kecil
Respond Spektrum yang ekstrim gunakan UFC + GSHAP
Fungsi baru pada Excel :
o Fxa(SC,Ss) = mencari nilai Fa
o Fxv(SC,S1) = mencari nilai Fv
o FxSMs(SC,Ss) = mencari nilai SMs
o FxSM1(SC,S1) = mencari nilai SM1
o FxSDs(SC,Ss) = mencari nilai SDs
o FxSD1(SC,S1) = mencari nilai SD1
o FxTo(SC,Ss,S1) = mencari nilai To
o FxTs(SC,Ss,S1) = mencari nilai Ts
o SiteClass(“RANGE”) = mencari Kelas Situs (hasil SC, SD dan SE) (khusus bila
ada data SPT)

5. REFERENSI
BSN, "SNI 1726-2012: Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan
gedung dan non gedung", 2012
http://geohazards.usgs.gov/designmaps/ww/
https://www.google.co.id/maps
http://shop.iccsafe.org/media/wysiwyg/material/9011S121-sample.pdf

Bidang Struktur 5
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

6 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

PENGEMBANGAN SENTRA PERTANIAN PERKOTAAN


(URBAN FARMING) MENGGUNAKAN STRUKTUR
AIR INFLATED GREENHOUSE
M. Ikhsan Setiawan1, Hery Budiyanto2, Koespiadi3
1 M. Ikhsan Setiawan, Universitas Narotama, ikhsan.setiawan@narotama.ac.id
2 Hery Budiyanto, Universitas Merdeka Malang, budiyantohery@yahoo.com
3 Koespiadi, Universitas Narotama, koespiadi@narotama.ac.id

ABSTRAK
Pertanian Perkotaan (Urban Farming) adalah bertani dengan memanfaatkan lahan
sempit atau intensifikasi lahan, guna memenuhi kebutuhan sayuran dan buah segar sehari-hari
bagi masyarakat pemukiman/perumahan di perkotaan. Teknologi Air Inflated Structure
sebagai fasilitas pendukung peningkatan produksi Pertanian Perkotaan, dengan sistem
portabel Greenhouse dapat dibangun serta dipindahkan ke lokasi tertentu secara mudah,
aman, cepat, bahan struktur ringan (0,55mm PVC Terpaulin) sehingga produk Pertanian
Perkotaan semakin dekat dengan konsumen pemukiman di Perkotaan, dampaknya harga
semakin murah namun berkualitas.
Tujuan Penelitian adalah merencanakan, membuat dan menguji protitipe tenda Air
Inflated Structure sebagai fasilitas Urban Farming guna memenuhi aspek kekuatan,
kecepatan, efektifitas dan kenyamanan Greenhouse. Metode Penelitian menggunakan Metode
Eksperimen, diawali dengan perancangan, pembuatan dan pengujian prototipe tenda meliputi
(1) uji kekuatan dan ketahanan bahan terhadap cuaca (2) uji meterial yang paling efektif guna
komponen struktur (3) uji kecepatan pembuatan, pengangkutan, perakitan, pemasangan,
pembongkaran (4) uji kenyamanan.
Pengujian dilakukan di Lab Universitas Narotama dan Lab Universitas Merdeka
Malang, terbukti memberikan hasil yang handal dan memuaskan meliputi kuat uji tarik
hingga 218,3 kg, daya tahan bahan hingga >70 0C, kecepatan instalasi pemasangan dan
pembongkaran menjadi lebih efektif dan efisien serta kenyamanan dalam ruangan suhu
maksimum 350C.
Kata Kunci: Air Inflated Structure, Urban Farming, Greenhouse

1. PENDAHULUAN
FAO (Food and Agriculture Organization) menjelaskan Pertanian Perkotaan sebagai
industri yang memproduksi, memproses, dan memasarkan produk pertanian, terutama
memenuhi permintaan harian konsumen di dalam perkotaan, dengan metode produksi
intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang sumber daya dan limbah perkotaan untuk
menghasilkan beragam tanaman kebutuhan pangan masyarakat Perkotaan [1]. Council on
Agriculture, Science and Technology (CAST) menyatakan Pertanian Perkotaan mencakup
aspek kesehatan lingkungan, remediasi, dan rekreasi [2]. Di berbagai kota, Pertanian
Perkotaan menjadi pendukung aspek keindahan kota dan kelayakan penggunaan tata ruang
yang berkelanjutan. Pertanian Perkotaan juga dilakukan untuk meningkatkan pendapatan atau
aktivitas memproduksi bahan pangan untuk dikonsumsi keluarga, dan di beberapa tempat
dilakukan untuk tujuan rekreasi dan relaksasi [3].
Pertanian Perkotaan memberikan hasil yang optimal dengan fasilitas Greenhouse dan
teknologi Hidroponik. Greenhouse meningkatkan perlindungan tanaman dari intensitas hujan,

Bidang Struktur 7
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

sinar matahari dan iklim mikro, serta mengoptimalkan pemeliharaan tanaman, pemupukan
dan irigasi mikro, sehingga mampu meningkatkan produksi sayuran, buah dan bunga yang
berkualitas tanpa tergantung dengan musim [4]. Greenhouse semakin mudah dengan
teknologi Air Inflated Structure yang dapat memenuhi syarat kekuatan, kenyamanan dalam
ruang dan kecepatan dalam pembangunan Greenhouse tersebut. Bahan membran Air Inflated
Structure dapat tahan terhadap cuaca hingga lebih dari 10 tahun, bergantung kepada jenis
bahan coatingnya [5].

Terdapat 5 aspek utama yang menjadi masalah dalam penelitian ini, yaitu:
a. Perancangan dan desain air inflated structure.
b. Pembuatan prototipe bangunan air inflated structure dilanjutkan uji material bangunan
c. Kecepatan dan efektivitas dalam proses pengangkutan, perakitan, pemasangan serta
pembongkaran bangunan air inflated structure.
d. Tingkat kenyamanan termal dalam bangunan air inflated structure.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah-
masalah sebagai berikut
a. Bagaimana perancangan dan desain air inflated structure?
b. Bagaimana pembuatan prototipe air inflated structure dilanjutkan uji material
bangunan?
c. Bagaimana kecepatan dan efektivitas dalam proses pengangkutan, perakitan,
pemasangan serta pembongkaran air inflated structure?
d. Bagaimana tingkat kenyamanan termal dalam air inflated structure?

Penelitian ini difokuskan pada beberapa kajian sebagai berikut:


a. Perancangan serta pembuatan sistem dan komponen bangunan air inflated structure
b. Pembuatan prototipe air inflated structure
c. Uji laboratorium bangunan air inflated structure
d. Peningkatkan kecepatan dan efektivitas dalam pembuatan, pengangkutan, perakitan,
pemasangan serta pembongkaran bangunan air inflated structure
e. Peningkatkan kenyamanan termal bangunan air inflated structure

Gambar 1: Greenhouse dan alat pendukungnya (Sumber: greenestcity.ca)

8 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental berupa pembuatan prototipe struktur,
melakukan aplikasi uji coba terhadap berbagai variabel, antara lain pengujian pengaruh bahan
membran terhadap berbagai kondisi cuaca (variabel kekuatan bahan struktur terhadap sinar
matahari, dan hujan), pengujian terhadap variabel berbagai jenis sambungan dan variabel
kenyamanan termal bagi orang yang menempatinya. Pelaksanaan penelitian diawali dengan
kajian literatur kemudian pembuatan desain (bentuk struktur, pola dasar lembaran membran,
komponen dan elemen struktur) yang dilaksanakan di Lab. Komputer, dilanjutkan
perancangan dan pembuatan prototipe struktur dengan skala dengan pilihan bahan dan sistem
sambungan yang paling efisien. Prototipe ini diuji (selama 1 bulan) terutama aspek
kenyamanan
Penelitian dan pengujian terhadap sistem struktur pneumatik, antara lain dalam uji
model struktur pneumatik pada tahun 1992 telah dilakukan dalam paper “Kajian dan
Perancangan Bangunan dengan Konsep Struktur Pneumatik yang Ditekankan pada Aspek
Teknik dan Metoda Konstruksi, Kasus Studi: Struktur Atap Pneumatik Membran Tunggal
yang Ditumpu Udara pada Gedung Olah Raga” [6]. Eksperimen model struktur diperlukan
untuk mengetahui perilaku struktur sesungguhnya (prototipe) dengan menggunakan replika
(model) struktur yang skalanya lebih kecil.
Salah satu rekomendasi penelitian tersebut adalah struktur pneumatik memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan struktur bangunan konvensional, yaitu investasi
awal lebih murah, kecepatan dan kemudahan pembangunan, pemeliharaan mudah, elemen
struktur dapat dilipat (ringkas) sehingga dapat disimpan dalam gudang dengan ukuran 3x3
m2. Eksperimen dilanjutkan dengan Penelitian Hibah Bersaing DIKTI Tahun 2008-2010 yang
menghasilkan prototipe struktur pneumatik yang ditumpu oleh udara.
Prototipe ini dapat dibangun hanya dalam waktu 30 menit, bangunan seluas 150 m2 siap
menampung 50 orang. Kelemahan dari prototipe ini adalah penggunaan pintu rigid yang harus
kedap udara sehingga menyulitkan penduduk yang relative awam untuk membiasakan diri
keluar masuk dari tenda gelembung. Hasil riset Purwanto yang dituangkan dalam tulisan
berjudul “Perkembangan Struktur Pneumatik Memperkaya Desain Arsitektur” (Purwanto,
2000) menyampaikan kemungkinan penerapan dan pengembangan struktur pneumatic di
Indonesia, antara lain kondisi iklim di Indonesia, terutama masalah angin, bukanlah masalah
yang berarti dan dapat diperhitungkan dengan perhitungan tekanan dalam struktur pneumatik.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan struktur pneumatik di
Indonesia, antara lain perilaku, kondisi sosial masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan
terutama dalam pemeliharaan bangunan. Aspek keisengan masyarakat dalam memandang dan
memperlakukan bangunan/fasilitas umum sering menimbulkan kerusakan. Namun,
masyarakat perlu dibiasakan dan dikenalkan dengan sistem struktur baru ini sehingga dapat
belajar pada satu kondisi, bentuk, perilaku atau peradaban baru.
Alain Chassagnoux dan kawan-kawan dalam “Teaching of Morphology” [7]
menjelaskan bahwa untuk mempelajari bentuk-bentuk arsitektur kontemporer yang
menggunakan struktur non-konvensional. Para dosen bisa mengajak mahasiswa untuk
melakukan eksperimen model sehingga mendapatkan pengalaman “membentuk” bangunan
menggunakan elemen/komponen yang dirancang sendiri oleh mahasiswa. Dengan studi
bentuk bangunan melalui studi geometri dan sains akan memberikan pengalaman
pembentukan struktur bangunan yang sulit dilakukan dan hiperhitungkan secara matematis.
Pertanian Perkotaan memunculkan komunitas seperti "foodies", "locavores", "organic
growers" yang berfungsi sebagai sarana berbagi informasi dan fasilitas jual beli produk
setempat, sehingga mendatangkan penghasilan, mengurangi risiko pestisida dan bahan kimia
berlebih dalam konsumsi masyarakat, sehingga meningkatkan ketahanan pangan, karena
Bidang Struktur 9
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

mendekatkan jarak antara produsen dan konsumen sehingga bahan pengawet dan proses
tambahan tidak dibutuhkan. Hal ini membuat konsumen mendapatkan jaminan bahan pangan
yang didapatkan begitu segar [8].
Studi memperlihatkan bahwa dengan berpindah dari bahan pangan yang ditumbuhkan
secara lokal dapat menghemat emisi dari transportasi bahan makanan sebanyak 50.000 metrik
ton karbon dioksida, yang setara dengan menghilangkan 16.191 mobil dari jalan. Sebagai
dampak berkurangnya penggunaan energi, jejak karbon dari suatu kota akibat usaha Pertanian
Perkotaan juga berkurang [9], [10].
Teknologi Air Inflated Structure Greenhouse dalam Pertanian Perkotaan memenuhi
syarat kekuatan, kenyamanan dalam ruang dan kecepatan dalam pembangunannya, bahan
membran Air Inflated Structure dapat tahan terhadap cuaca hingga lebih dari 10 tahun,
bergantung kepada jenis bahan coatingnya [5].
Tabel 1: Variabel dan Uji Penelitian

Variabel Cara Pengujian Alat Uji

a. Kekuatan dan ketahanan Pemilihan jenis bahan membran yang Uji tarik >100 kg
bahan membran paling kuat dan tahan Uji bakar >70%
struktur uji kekuatan bahan
uji ketahanan terhadap cuaca

b. Efisiensi Sistem dan Pemilihan terhadap berbagai katagori Kualitatif: Memperhatikan


Komponen Struktur untuk mendapatkan yang paling efektif. kemudahan dan efisiensi
Komponen struktur dalam membuat dan
Jenis sambungan memasang

c. Kecepatan proses Waktu dan sistem pembuatan


pengangkutan, Waktu dan sistem pengangkutan Stopwatch
perakitan, pemasangan,
Waktu dan sistem perakitan
pembongkaran
Waktu dan sistem pemasangan
Waktu dan sistem pembongkaran

d. Kondisi termal bangunan Meneliti kondisi bangunan tenda


dan kenyamanan termal sebelum dan selama dihuni: suhu dan Termometer
pengguna bangunan kelembaban di dalam dan luar
bangunan
Meneliti aspek kenyamanan termal
penghuni selama berada di dalam
bangunan

Tabel 2: Tahapan, Luaran, dan Indikator Capaian Penelitian

Tahapan Penelitian Luaran Indikator Capaian


1 unit Prototipe Air Inflated
Perancangan dan Pembuatan Air Prototipe Air Inflated Structure telah dirancang
2013
Inflated Structure Structure dan dibuat di Lab
Universitas Narotama
1 unit Prototipe Air Inflated
Prototipe Air Inflated Structure telah diuji di Lab
2014 Pengujian Air Inflated Structure
Structure Universitas Merdeka
Malang

10 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
3. HASIL PENELITIAN

Gambar 2: Uji Panas dan Uji Tarik terhadap Material Air Inflated Structure di Lab

Gambar 3: Pabrikasi Tenda 21 Hari

Gambar 4: Instalasi 3 menit dan Pemasangan 3 menit

Bidang Struktur 11
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Gambar 5: Bongkar 3 menit & Packing 3 menit

Gambar 6: Grafik Suhu Ruangan Air Inflated Structure Desember 2013


Pengujian di Lab Teknik Sipil Univ Narotama Surabaya

Gambar 7: Grafik Suhu Ruangan Air Inflated Structure Juli 2014 Pengujian di Lab Bahan Univ Merdeka Malang

12 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
4. KESIMPULAN
Bangunan Air Inflated Structure sebagai Greenhouse untuk fungsi Urban Farming
sangat sesuai, disebabkan kecepatan, kemudahan dan kenyamanan bangunan struktur tersebut.
Terbukti dalam Uji Laboratorium dan Uji Lapangan didapatkan hasil yang handal meliputi
kuat uji tarik hingga 218,3 kg, daya tahan material >70 0C, instalasi 3menit, pemasangan
3menit dan pembongkaran 3menit serta suhu dalam ruangan <35 0C. Bangunan Air Inflated
Structure dapat menjadi prototipe nasional sebagai Greenhouse Urban Farming. Penggunaan
bahan tarpaulin dan PVC sangat fleksibel dan kuat sehingga memudahkan proses
pengangkutan, pemasangan dan pembongkaran kembali, dalam packaging yang simpel dan
mudah digunakan. Namun penggunaan bahan tarpaulin dan PVC pada bangunan air inflated
structure memerlukan informasi atau sign agar terhindar dari bahaya kebocoran dan
kebakaran akibat barang-barang yang mudah terbakar, kegiatan merokok maupun mengelas
didekat area tenda.

5. DAFTAR PUSTAKA
Smit, J., A. Ratta, J. Nasr (1996) Urban Agriculture: Food, Jobs, and Sustainable Cities.
United Nations Development Programme (UNDP), New York, NY.
Butler, L, Moronek, D.M (2002) Urban and Agriculture Communities: Opportunities for
Common Ground, Ames, Iowa: Council for Agricultural Science and Technology
Fraser, Evan, D.G (2002) Urban Ecology in Bangkok Thailand: Community Participation,
Urban Agriculture and Forestry, Environments 30 (1).
G. Thiyagarajan, R. Umadevi & K. Ramesh (2007) Hydroponics, Science Tech Entrepreneur-
Water Technology Centre-Tamil Nadu Agricultural University, India
Ikhsan, M (2014) The Development of Air Inflated Structure as the Facility on Natural
Disaster Area, Australian Journal of Basic and Applied Sciences, ISSN 1991-8178,
April Issue 2014. Intent (2005) Membran Structures. Kortrijk: Intent Inc
Budiyanto, Hery (1992) Kajian dan Perancangan Bangunan dengan Konsep Struktur
Pneumatik yang Ditekankan pada Aspek Teknik dan Metoda Konstruksi, Kasus
Studi: Struktur Atap Pneumatik Membran Tunggal yang Ditumpu Udara pada
Gedung Olah Raga, Tesis S2, Institut Teknologi Bandung
Chassagnoux, Alain, et.al (2002) Teaching of Morphology, International Journal of Space
Structures, Vol.17 No. 2 & 3, Multi Science Publishing Ltd., Brendwood (UK)
Thornton, A (2011) Food for thought? The potential of urban agriculture in local food
production for food security in the South Pacific. In Campbell, H. Rosin, C. and
Stock, P. (eds) Dimensions of the Global Food Crisis. London: Earthscan. Pg 200-
218.
Xuereb, Marc (2005) Food Miles: Environmental Implications of Food Imports to Waterloo
Region. Public Health Planner Region of Waterloo Public Health.
Delta Institute, Urban Agriculture.

Bidang Struktur 13
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

14 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

SIFAT MEKANIK DAN DURABILITAS


BETON STYROGRAVEL:
BETON RINGAN RAMAH LINGKUNGAN

Soerjandani Priantoro Machmoed1, Utari Khatulistiani2 dan Andaryati3


1 Soerjandani Priantoro Machmoed, Universitas Wijaya Kusuma Surbaya, essure2000@yahoo.com
2 Utari Khatulistiani, Universitas Wijaya Kusuma Surbaya, utari_wiyoso@yahoo.com
3 Andaryati, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, andaryati.wahyudi@gmail.com

ABSTRAK

Styrogravel merupakan turunan dari styrofoam (limbah) yang diolah dengan menggunakan
reaksi kimia yang mudah dilakukan baik oleh masyarakat awam sekalipun. Pemanfaatan limbah
styrofoam ini disebabkan bahwa limbah tersebut merupakan limbah ynag sangat berbahaya yang dapat
merusak lingkungan untuk waktu yang cukup lama (US EPA, 2011). Akan tetapi kita tidak menyadari
bahwa kita mempunyai andil untuk mendukung penggunaannya, sehingga menambah volume limbah
styrofoam disekitar kita. Untuk mengurangi pengaruh negatif limbah tersebut menjadi lebih ramah
terhadap lingkungan perlu dilakukan kebijakan 3R (Reuse, Reduce dan Recyle).
Dalam penelitian ini penulis turut serta dalam kebijakan tersebut yaitu dengan memanfaatkan
limbah styrofoam yang dijadikan sebagai styrogravel guna sebagai variasi campuran bahkan sebagai
substitusi kerikil dalam campuran beton yang selama ini kita kenal ( beton konvensional). Hal ini
disebabkan karena dalam campuran beton dimana kerikil sebagai material pembentuk menguasai 70-
75% volume beton sehingga kinerja dan sifat beton sangat dipengaruhi oleh material tersebut.
Dalam penelitian ini styrogravel djadikan sebagai variasi campuran beton dengan komposisi 0%
kerikil, 25% styrogravel dan 75% kerikil, 50% styrogravel dan 50% kerikil, 75% styrogravel dan 25%
kerikil dan 100% styrogravel. Metode pencampuran dengan menggunakan metode DoE dan dilakukan
pengujian mekanik setelah melakui perawatan dan perendaman di sir tawar dan air laut untuk
mengetahui prilaku, sifat mekanik dan durabilitasnya.
Dari hasil pengujian diperoleh fakta dan data bahwa beton yang mengandung styrogravel
cenderung mempunyai kuat tekan yang lebih rendah, akan tetapi mempunyai kuat tarik yang lebih
baik dan mempunyai berat yang lebih ringan dan lebih tegar dibandingkan dengan beton konvensional.
Sedangkan durabilitasnya terhadap pengaruh lingkungan agresif tidak jauh berbeda dibandingkan
dengan beton konvensional. Hal ini mmenunjukkan bahwa tingkat durabilitas beton styrogravel
terhadap lingkungan agresif cukup baik. akan tetapi durabillitas terhadap temperatur tinggi, beton
styrogravel mempunyai ketahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan beton konvensional.

Kata kunci: beton styrogravel, sifat mekanik, durabilitas, ramah lingkungan.

1. PENDAHULUAN
Styrofoam merupakan senyawa polystyrene dengan kandungan udara mencapai 90%
yang terbuat dari minyak bumi yang tidak dapat terbarukan dan menimbulkan polusi berat
serta sulit diuraikan oleh alam karena membutuhkan waktu yang cukup lama kurang lebih 500
tahun [10] disamping pengaruh produksi polystryrene terhadap lingkungan dalam katagori
konsumsi energi, efek rumah kaca, dan pengaruh total terhadap lingkungan menduduki
rangking kedua setelah alumunium.
Limbah styrofoam membutuhkan banyak ruang dalam timbunannya di purmukaan tanah
dibandingkan dengan limbah kertas. Limbah styrofoam tidak dapat di daur ulang karena tidak
mempunyai nilai ekonomis bagi penjual, transportasi dan melalui pencucian terlebih dahulu.
Di Hongkong, tahun 2006 saja sebanyak 135 ton styrofoam terbuang setiap hari. Sedangkan

Bidang Struktur 15
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

di Indonesia menurut data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara


Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2005 menyebutkan, setiap individu rata-rata menghasilkan
0,8 kilogram sampah dalam satu hari di mana 15% adalah kemasan sekali pakai, Jika tahun
2015 penduduk Indonesia berjumlah 255, 5 juta [7] maka jumlah limbah kemasan sekali pakai
yang terbuang adalah sebanyak 30.660 ton perhari, akan tetapi kita tidak menyadari akan hal
ini dikarenakan limbah yang terbuang sifatnya sporadis.
Akibat kesulitan untuk mencari solusi terkait dengan pemusnahan limbah tersebut
banyak warga masyarakat menggunakan cara-cara praktis yaitu dengan cara membakarnya,
padahal ini akan lebih membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Selain
pengaruh negatif pasca guna dari styrofoam ini ada beberapa sifat yang dimiliki oleh
styrofoam seperti dapat meredam kejut, insolator yang baik, ringan, termoplastic, dapat
bereaksi dengan mudah dengan senyawa alkana dan benzena.
Sedangkan beton merupakan material komposit isotropis [5] terbuat dari bahan material
semen [1],[3]dan [4], pasir [2], kerikil [2][3], air [3] dan bahan pengikat lainnya [3] atau
terbuat dari komposisi pasta, mortar dan agregat kasar [8] dimana mortar terdiri dari fase
pasta yang mempunyai kandungan semen sebesar 7% hingga 15% dari volume, air sebesar
14% hingga 21% dari volume dan 70 – 75 % adalah agregat kimia [12] Untuk itu sifat beton
akan lebih banyak dipengaruhi oleh material dengan komposisi terbanyak.
Di Indonesia, beton saat ini masih menjadi pilihan utama untuk material konstruksi
gedung, jembatan, dermaga, bendungan, tangki dan juga pondasi. Hal ini disebabkan bahwa
beton merupakan bahan konstruksi yang murah dan material pembentuk beton masih relatif
mudah diperoleh, mengingat sumber daya alam di negara kita masih cukup walaupun secara
tidak disadari ekplorasi sumber daya alam lambat laun akan merusak keseimbangan alam dan
lingkungan hidup, disamping itu beton mudah dibentuk sesuai keinginan pada saat beton
masih segar, tahan terhadap temperature tinggi [6].
Beberapa keunggulan lain dari penggunaan beton sebagai material konstruksi antara
lain mempunyai kekuatan yang tinggi dalam menahan gaya-gaya yang bekerja. Sedangkan
kerugian dari beton adalah sangat getas, berat dan ukurannya relative besar, mempunyai kuat
tarik yang rendah, memerlukan bahan pembentuk (bekisting) dan memerlukan tenaga kerja
yang cukup banyak dan waktu yang lama untuk mendapatkan strength yang memenuhi [6].
Dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas terkait dengan beberapa kelemahan
beton dan limbah styrogravel maka penulis melakukan inovasi melalui analisa potensi untuk
memanfaatkan kelebihan sifat Styrofoam untuk menangkap peluang sebagai material beton
dan menghilangkan kelemahan pada sifat beton konvensional untuk menangkap peluang
meningkatnya kinerja beton dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah Styrofoam tersebut.
Akan tetapi dalam penelitian ini dilakukan diversifikasi Styrofoam menjadi styrogravel,
hal ini yang menjadikan pembeda (state of the art) dibandingkan dengan penelitian penelitian
sebelumnya dimana dalam penelitian tersebut menggunakan Styrofoam murni sebagai
campuran beton maupun mortar.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Styrogravel merupakan bentuk diversifikasi dari styrofoam dengan melakukan reaksi
kimia dan dapat dibentuk sesuai dengan keinginan baik berupa bulat, lonjong maupun bentuk
lain [9]. Disamping itu styrogravel mempunyai ketahanan terhadap tekanan (beban) merata,
tidak hancur dan tidak pecah seperti halnya kerikil akan tetapi hanya berubah bentuk,
mempunyai sifat ulet terhadap pengaruh impact (gaya pukul), mempunyai ketahanan terhadap
abrasi dan lingkungan aggresif dimana hal ini karena styrogravel berbahan dasar polisterene

16 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
yang sulit diuraikan oleh alam, saat melalui proses reaksi menghasilkan bentuk jelly yang
mempunyai sifat sebagai perekat (glue) sehingga dapat mengikat unsur lain seperti pasir dan
melekat dipermukaan styrogravel hal ini dapat pula berfungsi sebagai media untuk dapat
bereaksi dengan semen sehingga dapat mendukung lekatan antar permukaan dan dapat
mengambang diatas air. Sedangkan sifat lainya styrogravel tidak mempunyai ketahanan
terhadap panas tinggi.

Kerikil

Styrogravel

Gambar 1: Kerikil dan styrogravel

Kerikil Styrogravel

Gambar 2: Bentuk kehancuran kerikil dan styrogravel pada beban maksimum.

Dari gambar 2, terlihat bentuk kehancuran dari kerikil dan styrogravel pada beban
maksimum, hal ini memunculkan hipotesa awal bahwa sifat beton styrogravel akan
dipengaruhi oleh sifat material pembentuknya mengingat 70% - 75% dari volume beton
merupakan kandungan dari material agregat kasar yaitu kerikil dan dalam penelitian ini
styrogravel akan berfungsi sebagai variasi campuran kerikil bahkan sebagai substitusi kerikil.
Sedangkan hasil penelitian lanjutan menunjukkan bahwa beton yang mengandung
styrogravel mempunyai berat jenis yang lebih rendah dibandingkan beton konvensional yaitu
sebesar 1350 kg/m3 sedangkan beton konvensional mempunyai berat jenis 2535 kg/m3 [12]
dan cenderung mempunyai kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan beton
konvensional hal ini menunjukkan bahwa berat jenis material pembentuk akan mempengaruhi
kekuatan material komposit [12] sehingga kekuatan material komposit akan tergantung pada

Bidang Struktur 17
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

berat jenis material pembentuknya sehingga terdapat korelasi posistif yang tinggi antara
tegangan beton dan prosentase kerikil, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar prosentase
kerikil dalam kandungan beton semakin besar pula tegangan beton.
Demikian pula bahwa penambahan styrogravel pada campuran beton akan mengurangi
kuat tarik beton itu sendiri [12] walaupun parameter tersebut hanya merupakan perbandingan
dengan beton konvensional tanpa merujuk pada parameter lain seperti perbandingan terhadap
berat sendirinya. Kadangkala kita hanya merujuk pada kelebihan suatu material tanpa
mempertimbangkan kelemahan material tersebut, seperti halnya beton konvesional walaupun
mempunyai kekuatan yang cukup baik tapi mempunyai kelemahan yang cukup signifikan
yaitu berat sendiri yang cukup besar.
Akan tetapi jika mempertimbangkan berat beton maka dari hasil penelitian yang telah
dilakukan [12] menunjukkan setiap penambahan 25% kerikil terjadi peningkatan rasio sebesar
0,00002, hal ini pula yang menunjukkan bahwa nilai kuat tarik setiap penambahan kerikil atau
pengurangan styrogravel tidak terlalu signifikan.
Sedangkan rasio kuat tarik beton terhadap kuat tekannya menunjukkan bahwa beton
yang mengandung strogravel mempunyai rasio yang lebih baik jika dibandingkan dengan
beton konvensional dimana setiap penambahan styrogravel pada beton akan menaikkan rasio
kuat tarik terhadap kuat tekannya sebesar 5,05% atau setiap penambahan prosentase kerikil
pada beton akan menurunkan rasio kuat tarik terhadap kuat tekannya sebesar 5,05%.
Demikian pula dengan nilai modulus elastisitas beton dimana beton yang mengandung
styrogravel mempunyai nili modulus yang lebih rendah dibandingkan dengan beton
konvensional hal ini selaras dengan nilai kuat tekan beton, akan tetapi mengingat beton
styrogravel ini merupakan beton jenis baru dimana sifat betonnya dipengaruhi oleh sifat
material pembentuknya hal ini dimungkinkan adanya perbedaan nilai modulus tersebut [12]

3. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, pertama dilakukan diversifikasi limbah styrofoam menjadi kerikil
styro melalui proses reaksi kimia dengan gasoline (peleburan) melalui proses terbentuknya
styrogell dan selanjutnya dilakukan pembentukan menjadi kerikil styro (styrogravel) hingga
mencapai volume yang dibutuhkan dalam campuran beton, selain itu pengadaan material
lainnya seperti kerikil, pasir dan semen portland type I sesuai dengan standar [1] dan [2].
Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap material-material tersebut sesuai dengan
standar [1] seperti pengujian gradasi, berat jenis, resapan dan keausan dimana dari hasil
tersebut digunakan untuk perancangan campuran dengan metode doe berdasarkan faktor air
semen 0,5 dengan variasi campuran menggunakan 100% kerikil, campuran 75% kerikil dan
25% styrogravel, campuran 50% kerikil dan 50% styrogravel, campuran 25% kerikil dan 75%
styrogravel hingga campuran menggunakan 100% styrogravel.
Nilai slump tetap yang dipakai berdasarkan nilai slump beton konvensional yaitu 10 ± 2
cm yang kemudian dilakukan proses pencampuran melalui mesin pencampur hingga rata yang
kemudian dilakukan pencetakan dengan menggunakan alat cetakan silinder ukuran diameter
15 cm dan tinggi 30 cm dan dilepas setelah 24 jam untuk dilakukan perawatan dengan sistem
rendaman di llingkungan normal (air tawar) dan lingkungan agresif (air laut) selama 28 hari.
Selanjutnya dilakukan pengujian mekanik dengan mengggunakan mesin tekan hidraulik
untuk mengetahui riwayat kuat tekan untuk umur 3 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari,
serta untuk mengetahui pengaruh lingkungan normal dan lingkungan agresif terhadap
perubahan kuat tekan beton baik beton konvensional maupun beton styrogravel. Disamping
itu dilakukan pengujian terhadap pengaruh temperatur tinggi setelah umur 28 hari.

18 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Selain itu pula akan dilihat prilaku beton konvensional dan beton styrogravel dalam
menerima beban. Sehingga dari data hasil pengujian tersebut dilakukan pembahasan untuk
diperoleh simpulan dari permasalahan yang telah dirumuskan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil pengujian diperoleh data dan fakta seperti dalam gambar berikut.

Gambar 3: Grafik perbandingan nilai kuat tekan beton dengan variasi campuran
25% kerikil (KRKL) dan 75% styrogravel (STRGV).

Gambar 4: Grafik perbandingan nilai kuat tekan beton dengan variasi campuran
50% kerikil (KRKL) dan 50% styrogravel (STRGV).

Gambar 5: Grafik perbandingan nilai kuat tekan beton dengan variasi campuran
75% kerikil (KRKL) dan 25% styrogravel (STRGV).

Bidang Struktur 19
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Gambar 6: Grafik perbandingan nilai kuat tekan beton dengan variasi campuran
100% kerikil (KRKL) dan 0% styrogravel (STRGV).

Gambar 7: Grafik perbandingan nilai kuat tekan beton dengan variasi campuran
0% kerikil (KRKL) dan 100% styrogravel (STRGV).

Dari data pada gambar diatas menunjukkan bahwa beton dengan campuran kerikil dan
styrogravel tidak mengalami perubahan yang signifikan baik pada lingkungan normal maupun
lingkunga agresif, walaupun jika ditinjau dari riwayat umur menunjukkan kuat tekan yang
sangat variatif dan fluktuatif akan tetapi terdapat kecenderungan bahwa beton yang
mengandung lebih banyak kerikil mempunyai nilai kuat tekan yang cukup baik pada
lingkungan agresif jika dibandingkan dengan beton yang mengandung styrogravel terutama
pada umur 28 hari.
Sebaliknya di lingkungan normal, beton yang mempunyai kandungan kerikil lebih
banyak cenderung mempunyai nilai kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan beton
yang mengandung styrogravel seperti yang ditunjukkan pada gambar 3,4,5 dan 6 diatas.
Sedangkan beton yang mengandung lebih banyak styrogravel mempunyai kuat tekan yang
lebih baik dibandingkan dengan beton yang mengandung kerikil, hal ini tampak pada gambar
7 diatas.
Sedangkan dari hasil pengujian terhadap temperatur tinggi tampak bahwa beton yang
mengandung styrogravel tidak tahan terhadap temperatur tinggi seperti pada gambar 8, hal ini

20 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
disebabkan karena styrogravel merupakan turunan dari styrofoam yang terbentuk dari
senyawa polisteyren yang tidak tahan terhadap panas tinggi.
Tapi untuk panas pada suhu lingkungan atau panas hidrasi akan mampu lebih
meningkatkan kinerja styrogravel dalam bereaksi dengan pasta atau mortar hal ini terbukti
untuk umur beton yang lebih lama dapat meningkatkan lekatan yang baik dan menghasilkan
tarik yang baik dan daktilitas yang baik pula.

Gambar 8: Beton styrogravel pada pengujian temperatur tinggi

Untuk prilaku beton dalam menerima beban sesuai dengan beban aktual yang terjadi
pada umur 28 hari seperti pada gambar berikut

Gambar 9: Grafik prilaku dan bentuk kehancuran beton konvensional pada beban aktual.

Bidang Struktur 21
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Gambar 10: Grafik prilaku dan bentuk kehancuran beton styrogravel pada beban aktual.

Dari gambar 9 terlihat bahwa saat beton konvensional menerima beban aktual setelah
melewati beban maksimum beton mengalami kehancuran getas saat beban aktual
diberhentikan pada kekuatan 10% beban maksimum hal ini terlihat dari pola grafik
descending yang curam. Bandingkan dengan beton styrogravel pada pada gambar 10 saat
menerima beban aktual setelah melewati beban maksimum beton tersebut masih memberikan
reaksi atau perlawanan sehingga pada saat beban aktual diberhentikan pada kekuatan 10%
beban maksimum terlihat beton styrogravel masih belum menunjukkan tanda-tanda
kehancuran getas seperti halnya beton konvensional.
Hal ini menunjukkan bahwa beton styrogravel mempunyai sifat lebih tegar
dibandingkan dengan beton konvensional. Demikian pula prilaku beton saat menerima beban
tarik belah seperti pada gambar dibawah.

Gambar 11: Bentuk kehancuran beton konvensional saat menerima beban tarik belah.

22 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

Gambar 12: Bentuk kehancuran beton styrogravel saat menerima beban tarik belah

Sifat dan prilaku beton konvensional maupun beton styrogravel sangat dipengaruhi oleh
bahan pembentuknya dimana kerikil dan styrogravel mempunyai prosentase volume yang
paling besar dibandingkan dengan bahan pembentuk lainnya, sehingga bentuk
kehancurannyapun dipengaruhi pula oleh bentuk kehancuran beton akan dipengaruhi sifat dari
kerikil dan styrogravel.
Bentuk kehancuran beton styrogravel sangat dipengaruhi oleh sifat styrogravel yang
mempunyai sifat glue sehingga styrogravel saat menerima beban akan mengikat atau melekat
mortar, hal ini yang menyebabkan kemampuan tarik beton styrogravel lebih baik bandingkan
dengan beton konvensional dimana saat kerikil menerima beban maka lekatan antara kerikil
dan mortal akan lebih mudah lepas disamping kerikil mempunyai sifat getas sehingga beton
konvensional akan mengalami kegagalan getas saat menerima beban maksimal.
Secara keseluruhan sifat mekanik, prilaku dan durabilitas beton konvensional dan beton
styrogravel seperti pada tabel 1 berikut :
Tabel 1: Perbandingan Sifat Mekanik, Prilaku dan Durabilitas Beton yang Mengandung Styrogravel dan Kerikil (Beton
Konvensional)

Bidang Struktur 23
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

5. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa beton
styrogravel:
1. Mempunyai nilai kuat tekan dan kuat tarik lebih rendah dibandingkan dengan beton
konvensional dengan syarat mengesampingkan berat jenis beton itu sendiri.
2. Mempunyai durabilitas yang cukup baik terhadap lingkungan agresif dan lingkungan
normal.
3. Mempunyai kuat tekan yang cukup baik dilingkungan normal dibandingkan beton
konvensional.
4. Mempunyai durabilitas yang kurang baik pada temperatur tinggi, akan tetapi pada
temperatur sedang akan membuat beton lebih tegar.
5. Mempunyai sifat lebih tegar dibandingkan dengan beton normal
Secara keseluruhan sifat dominan yang dimiliki beton styrogravel adalah ringan, tegar
dan rasio kuat tarik terhadap kuat tekan lebih baik dibandingkan dengan beton konvensioanl
dan dapat merduksi beban gempa hingga 46,8 % dari beton konvensional.

6. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, [2003] American Standart for Testing Material, Cement; Lime; Gypsum ,
vol. 04.01., Annual Book of ASTM standart, America.
Anonim, [2003] American Standart for Testing Material, Concrete and Aggregates,
vol. 04.02., Annual Book of ASTM standart, America.
Anonim, [2002], Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02)
and Commentary (ACI 318R-02), ACI Committee 318, Michigan.
Anonim, [2003], Cement and Concrete, 2003 notes concrete.pdf,Internet
(11/19/2003, 8.26 am).
Callister William D,Jr, [1985], Materials Science and Engineering, John Wiley &
Sons,Inc, New York.
Hsuan, Grace,_______, Cements, Internet (1/20/2015,3.00 pm)
Kompas TV, Data Kependudukan Menurut BPS, Berita Kompas Siang, 23/2/2015)
Kurties,K,________, Aggregate, Agg.pdf, Internet, Georgia Institute of Technology,
Atlanta, Georgia.
Soerjandani PM, Utari Kh, Andaryati, [2015], Potensi Styrogravel Sebagai
Campuran Beton Ringan Ramah Lingkungan, Prosiding Seminar Nasional Tekik Sipil XI -
2015, hal. 549, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Surabaya.
US.EPA, [2013], 10 Fast Fact on Recycling, Mid-AtlanticMunicipal Solid Waste,
http://epa.gov, Distric of Columbia.
Whittaker,A,________, Concrete, Lecture 03.pdf, Internet (1/20/2011, 3.00 pm)
Zaniewski,J,________, Concrete, Introconcrete.ppt, Internet (7/15/2011, 4.37 pm)
Crawford, R.J., 1998, Plastic Engineering, Third Edition

24 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

ANALISIS PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH PADA


CAMPURAN BATAKO DITINJAU TERHADAP
KEKUATAN DAN BIAYA
Bambang Sujatmiko1, Faishal Nizarsyah2 dan Ferry Setiawan3
1 Bambang Sujatmiko, Universitas Dr SoetomoSurabaya, tulusbambang@ymail.com
2 Faishal Nizarsyah , Universitas Dr SoetomoSurabaya
3 Ferry Setiawan, Mahasiswa Teknik Teknik Universitas Dr SoetomoSurabaya

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan campuran batako yang porposional dengan
pemanfaatan bahan limbah Styrofoam dan Serat Ampas Tebu , ditinjau terhadap kekuatan dan biaya
dilihat dari segi pemanfaatan.
Metode penelitian eksperimental yaitu dengan melakukan pengamatan dan uji dilaboratorium
dengan konsentrasi pada agregat halus (pasir) dengan substitusi limbah Styrofoam dan Serat Ampas
Tebu dengan empat Praksi : BT0; BT5; BT10; BT15 berjumlah 24 benda uji dengan ukuran 40 x 20 x
10 cm untuk uji kuat tekan, sedangkan untuk uji porositas dan resapan berjumlah 24 benda uji
berbentuk silinder diameter 100 mm dan tinggi 200 mm, pengujian dilakukan pada umur 28 hari;
benda uji dilakukan curing sampai pada umur pengujian. Analisa campuran mengacu pada Standar
Nasional Indonesia ( SNI ).
Berdasarkan hasil dan analisa penelitian ini dapat merekomendasikan bahwa untuk
mendapatkan porposi campuran batako yang tepat dari kedua bahan limbah tersebut ditinjau terhadap
kekuatan yakni menggunakan praksi BT10 (10%), Sedangkan biaya produksi untuk praksi BT10
(10% ) lebih murah , jika batako tersebut di produksi secara massal ditinjau dari segi pemanfaatan
limbah Styrofoam dan limbah Serat Ampas.

Kata kunci: batako, styrofoam, serat ampas tebu, kuat tekan

1. PENDAHULUAN
Dinding merupakan bagian dari rumah yang berfungsi sebagai pemisah antara ruangan
luar dengan ruangan dalam, selain itu dinding membentuk dan melindungi isi bangunan baik
dari segi konstuksi maupun penampilan artistik dari bangunan, serta sebagai perlindungan
gangguan dari luar ( sinar matahari, air hujan, kelembaban, hembusan angin dan lainya).
Banyak macam bahan dinding seperti: batu bata, bata kapur, bata celcon/ hebel, dinding
partisi, batako dan lainya.
Bahan tersebut tentunya membutuhkan bahan dasar seperti pasir, kerikil, kapur,
semen, tanah liat dan lainya, dimana bahan dasar tersebut lambat laun akan habis/tidak dapat
diperbaharui. Para pengguna jasa konstruksi selalu mencari bahan alternatif lain untuk
menggantikan bahan tersebut. Sementara di beberapa tempat ada banyak limbah yang
melimpah yang dimungkinkan dapat mengantikan sebagian bahan dasar pembuatan dinding.
Berdasarkan hasil penelitian [3] dengan judul ”Pemanfaatan ampas tebu pada
pembuatan mortar” dengan variasi pembuatan ampas tebu 0%, 3%, 6%, 9% dan 12% yang
menunjukkan bahwa kuat tekan dan kuat tarik mortar yang paling besar terdapat pada 6 & 9
% yaitu 19,8 Mpa dan 2,758 MPa. Serta hasil penelitian dari [4] dengan judul ”Pemanfaatan
ampas tebu pada pembuatan mortar” Dengan variasi pembuatan ampas tebu 0%, 3%, 6%, 9%
dan 12% yang menunjukkan bahwa kuat tekan dan kuat tarik mortar yang paling besar
terdapat pada 6 & 9 % yaitu 19,8 Mpa dan 2,758 MPa.

Bidang Struktur 25
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam dari struktur perkebunan.
Berbagai jenis perkebunan yang dapat menjadi komoditi eksport dapat ditemukan di
Indonesia seperti perkebunan tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan
dan lainnya.
Di antara semua jenis perkebunan di indonesia tersebut, perkebunan tebu merupakan
sumber bahan baku untuk pembuatan gula dan sisanya akan terbuang yang menghasilkan
limbah, sehingga akan menimbulkan masalah tentang limbah tersebut, ditambah lagi bahan
limbah rumah tangga dari permukiman dan limbah tak terpakai yakni bahan – bahan
kebutuhan industri untuk pembungkus atau pengepakan dari hasil produk Industri elektronik,
perkakas rumah dan lainya dari pabrik yang menghasilkan peralatan yang mudah pecah yang
menggunakan bahan styrofoam yang limbahnya sulit untuk dimusnahkan atau didaur ulang.
Dari fenomena tersebut peneliti mencoba meneliti limbah styrofoam dan limbah serat
ampas tebu, sebagai substitusi agregat halus (pasir) untuk membuktikan apakah kedua bahan
limbah tersebut dapat menggantikan sebagian kebutuhan bahan dasar pembuatan batako dan
meningkatkan kualitas batako.

1. TINJAUAN PUSTAKA
Batako
Batako adalah campuran dari agregat halus (pasir,air ,semen atau jenis agregat lain)
Dengan semen yang dipersatukan oleh air dalam perbandingan tertentu. Batako juga dapat
didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang sifat-sifatnya dapat ditentukan
terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan-
bahan yang dipilih.
Untuk menjamin agar batako yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang diinginkan,
dianjurkan agar agregat diuji terlebih dahulu kemudian membuat uji coba batakon setelah mix
design dilakukan. Dalam suatu perencanaan diusahakan membuat campuran yang ekonomis
namun tetap diusahakan untuk mencapai kekuatan yang diisyaratkan dan kemudahan didalam
pelaksanaan serta keawetan.

Karakteristik Styrofoam
Styrofoam atau polystyrene merupakan limbah bekas pembungkus alat elektronik dan
lainya, meiliki berat jenis sampai 1050kg/m, kuat tarik sampai 40 MN/m, modulus lentur
sampai 3 GN/m, modulus geser sampai 0,99 GN/m, angka poinsson 0.33 [13]. Styrofoam juga
merupakan salah satu jenis sampah yang sulit terurai di tanah.
Penggunaan styrofoam dalam batako dapat di anggap sebagai udara yang terjebak.
Namun keuntungan menggunakan styrofoam dibandingkan menggunakan rongga udara dalam
beton berongga adalah styrofoam mempunyai kekuatan tarik. Dengan demikian selain akan
membuat batako menjadi ringan, dapat juga bekerja sebagai serat yang meningkatkan
kemampuan kekuatan dan khususnya daktilitas batako ringan.

Karakteristik Ampas Tebu


Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, diproduksi
dalam jumlah 32 % tebu, atau sekitar 10,5 juta ton per tahun atau per musim giling se-
Indonesia. Ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar
ketel untuk memproduksi energi keperluan proses, yaitu sekitar 10,2 juta ton per tahun

26 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
(97,4% produksi ampas). Sisanya (sekitar 0,3 juta ton/tahun) terhampar dilahan pabrik
sehingga dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar
pabrik gula.

Kuat Tekan Batako


Pengertian kuat tekan atau batako dianalogikan dengan kuat tekan beton. Mengacu pada
[1] SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian kuat tekan beton.Tujuan dari pengujian kuat
tekan ini adalah untuk mengetahui mutu dari batako tersebut. Pengujian dilakukan dengan
cara memberikan gaya tekan aksial terhadap benda uji dengan peningkatan beban yang
ditentukan sampai benda uji mengalami keruntuhan. Kuat tekan batako dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut (SijabatK,2007) seperti dibawah ini:

Keterangan :
f’c = Kuat tekan batako (MPa).
P = Beban maksimum (kg).
A = Luas permukaan benda uji (cm2).
Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan atara jumlah volume lubang-lubang
kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat
yang ditempati oleh zat padat. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai
porositas terbuka dengan rumus (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

Keterangan :
P : Porositas (%)
mb : Massa basah sampel setelah direndam (gram)
mk : Massa kering sampel setelah direndam (gram)
Vb : Volume benda uji (cm3)
ρair : Massa jenis air (gr/cm3)

2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian eksperimental yaitu dengan melakukan pengamatan dan uji
dilaboratorium dengan konsentrasi pada agregat halus (pasir) dengan substitusi limbah
Styrofoam dan Serat Ampas Tebu dengan empat Praksi : BT0; BT5; BT10; BT15 berjumlah
24 benda uji dengan ukuran 40 x 20 x 10 cm untuk uji kuat tekan, sedangkan untuk uji
porositas dan resapan berjumlah 24 benda uji berbentuk silinder diameter 100 mm dan tinggi
200 mm, pengujian dilakukan pada umur 28 hari; benda uji dilakukan curing sampai pada
umur pengujian. Analisa campuran mengacu pada Standar Nasional Indonesia ( SNI ).
Penelitian ini dibagi menjadi enam tahap yaitu :
a. Pemeriksaan bahan campuran batako
b. Pembuatan rencana campuran (mix design),
c. Pembuatan benda uji,
d. Pemeliharaan terhadap benda uji (curing),
e. Pelaksanaan pengujian
f. Analisis hasil penelitian.

Bidang Struktur 27
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Langkah penelitian ini secara singkat dapat dilihat dari diagram alir di bawah ini

Awal

Kajian Pustaka

Persiapan dan Uji Material


a. Semen, Pasir, Air, Serat ampas tebu dan
Selesai
Styrofoam
b. Pemeriksaan /uji mutu material

Pembuatan Benda Uji : Pembuatan Benda Uji :


Rancangan campuran variasi Rancangan campuran variasi Ampas
Styrofoam : BTS-0; BTS-5 ; BTS- Tebu : BTT-0; BTT-5 ; BTT-10; BTT-
10; BTS-15 terhadap berat pasir 15 terhadap berat pasir.

Uji Tekan
Kotak 400 x 200 x 100 = 24 benda uji
Uji Density, Porositas, Resapan
Cilinder 200 x 100 = 24 benda uji

Analisa dan Pembahasan


Kuat Tekan, Density, Porositas dan resapan

Kesimpulan dan Saran

Akhir

Gambar 1: Rancangan penelitian

Variabel Penelitian.
Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terukur :
a. Variabel bebas : - Variasi Agregat BTS-0; BTS-5 ; BTS-10; BTS-15;
dan BTT-0; BTT-5 ; BTT-10; BTT-15
b. Variabel tak bebas : - Kuat Tekan
- Porositas

28 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Pembuatan benda uji
Pada penelitian ini dibuat 48 buah benda uji berbentuk balok dan cetakan cilinder
sebagai berikut.
Tabel 1: Rencana jumlah benda uji limbah styrofoam dan Serat Ampas Tebu

Porositas Kuat tekan


Kode
( umur 28 hari) ( umur 28 hari )
BT-0 6 6
BT-5 6 6
BT-10 6 6
BT-15 6 6
Jumlah 24 24
Sumber : data peneliti

Definisi operasional
BT-0 : Variasi batako menggunakan campuran 1 PC : 5 pasir atau (20 %
Semen : 80 % Pasir ) terhadap berat total.
BT-5 : Variasi batako menggunakan campuran (5 % Styrofoam : 95% pasir )
dari berat pasir : 20 % PC terhadap berat total, dan seterusnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2: Uji kuat tekan

A. Hasil Pengujian Benda uji Batako Rata-rata


Variasi Tekanan Tegangan
kuat
Uji kuat tekan Serat Ampas Tebu BTT Hancur tekan
tekan
(%) (kg) (kg/cm²)
(kg/cm²)
GRAFIK UJI KUAT TEKAN 4450 15.24
40 BTT0 4250 14.55 13,88
3500 11.86
KUAT TEKAN (KG/CM²)

35 33.95 7500 18,75


30 BTT5 9550 23,875 19,63
25 6500 16,25
15200 38
20 19.63 BTT10 13250 33,125 33,95
15 13.88 12300 30,75
13.25
10 4100 10,25
BTT15 6100 15,25 13,25
5
5700 14,25
0
BTT0% BTT5% BTT10% BTT15%

Grafik 1 : Uji kuat tekan

Dari Tabel: 21 dan grafik.1 dapat dijelaskan bahwa pada variasi BTT5 mengalami
kenaikan kuat tekan sebesar 41,42%, untuk variasi BTT10 mengalami kenaikan kuat tekan
sebesar 144,60%, sedangkan variasi BTT15 mengalami penurunan kuat tekan sebesar 4,54%
bila dibandingkan dengan batako normal pada umur 28 hari. Dari pengamatan visual yang
dilakukan di laboratorium tampak bahwa kenaikan kuat tekan terletak pada variasi BTT10, di
sebabkan adanya campuran serat tebu yang dapat mengikat dengan pasta semen, pasir dan air
dengan komposisi yang tepat dan kepadatan batako pada saat pembuatan batako.

Bidang Struktur 29
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Uji kuat tekan styrofoam


Tabel 3: Uji kuat tekan

Variasi Tekan Kuat tekan Kuat rata -


BTS hancur (kg/cm²) rata
(%) (kg) (kg/cm²)
4450 15.24
BTS 0 4250 14.55 13.88
3500 11.86
12500 42.81
BTS 5 12500 42.81 41.67
11500 39.38
10340 35.41
BTS 10 9500 32.53 32.06
8250 28.25
7800 26.71
BTS 15 7600 26.27 25.75
Grafik 2: Uji kuat tekan 7250 24.28

Dari Tabel 2 dan Grafik 2 dapat dijelaskan bahwa nilai kuat tekan batako yang
dihasilkan pada variasi BTS5 mengalami kenaikan sebesar 200,21%,variasi BTS10 sebesar
130.98%,variasi BTS15 sebesar 85,21%, bila dibandingkan dengan batako normal pada umur
28 hari. Dari pengamatan visual yang dilakukan di laboratorium tampak bahwa penaikan kuat
tekan terletak pada variasi BTS10, di sebabkan adanya campuran Tryofoam yang dapat
mengikat dengan pasta semen, pasir dan air dengan komposisi yang tepat dan kepadatan
batako pada saat pembuatan batako.

B. Analisa hubungan kuat tekan terhadap porositas dari dua jenis bahan limbah batako
terhadap Variasi Agregat pada umur 28 hari.

Dari grafik 3 dapat dijelaskan bahwa seiring dengan menurunnya kuat tekan, maka nilai
porositas semakin besar demikian pula sebaliknya, namun dari kedua bahan limbah ada
perbedaan nilai porositas bila dihubungkan dengan kuat tekan, dimana porositas limbah
ampas tebu mempunyai nilai linier untuk masing-masing variasi, namun bahan limbah
styrofoam porositasnya memiliki nilai yang sangat berbeda.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


1. Porposi campuran batako dari kedua bahan limbah ditinjau terhadap kekuatan
batako, dapat direkomendasikan bahwa porposi campuran batako yang tepat dari
bahan limbah tersebut adalah menggunakan praksi /variasi BT10 (10%).
2. Secara umum porositas berpengaruh terhadap kekuatan batako baik limbah serat
ampas tebu maupun limbah styrofoam dengan berbagai variasi.
3. Biaya produksi untuk praksi BT10 (10%) lebih murah, bila dibanding dengan biaya
produksi pada batako konvensional, hal ini dintjau terhadap pemanfaatan limbah.

30 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

Grafik 3: Hubungan Kuat tekan terhadap porositas

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
BT0 BT5 BT10 BT15
Porositas (Styrofoam ) 9.01 9.7 14.04 19.04
Porositas ( Ampas
9.01 6.83 6.44 6.63
Tebu)
Kuat tekan (Styrofoam ) 13.88 41.67 32.06 25.75
Kuat tekan ( Ampas
13.88 19.63 33.95 13.25
Tebu)

5. DAFTAR PUSTAKA
ASTM Standart.2002. “Standart Kuat Tekan Mortar atau plesteran”.ASTM
International West Conshohocken.
ASTM Standards,2004,ASTM C91-03 “Standar Specification for Masonry
Cement, ASTM International,West Conshohocken, PA”.
Emelda-Sitohang.-2009. Pemanfaatan ampas tebu pada pembuatan mortar”.
Hasil penelitian
Musana, Satyarno, Kardiyono (2010) Pemanfaatan Limbah Styrofoam Sebagai
Bahan Campuran Beton Ringan Dengan Semen, hsil penelitian
Simbolo,Tiurma.-2009. “Pembuatan dan Karakteristik Batako Ringan Yang
terbuat Dari Styrofom-Semen. Thesis: Universitas Sumatera Utara medan.
Subakti Aman., 1995. Teknologi Beton Dalam Praktek, Labora torium Jurusan
Teknik Sipil , ITS Surabaya.
Liemawan, Alfred Edvant. 2012. “Rekayasa Batu Bata Ringan dengan
Tambahan Campuran Ampas Tebu”.
SK SNI M-111-09-03. 1990. “Metode Pengujian Kuat Tekan Mortar Semen
Protland Untuk Pekerjaan Sipil”. Departemen Pekerjaan Umum: indonesia.

Bidang Struktur 31
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

LAMPIRAN : 1

Styrofoam Serat Ampas Tebu Proses penimbangan

Curing Test Benda Uji Mesin Test

32 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
PENGGUNAAN BAJA RINGAN/COLD-FORMED TYPE HOLLOW
SEBAGAI TULANGAN PADA BALOK BETON BERTULANG
DALAM MEMIKUL BEBAN LENTUR
K. Budi Hastono 1 Dan Hari Soetjipto2
1 K.Budi Hastono, Universitas DR. Soetomo Surabaya, budihastono@gmail.com
2 Hari soetjipto, Universitas DR. Soetomo Surabaya, Ir.harisoetjipto@gmail.com

ABSTRAK

Sebagai salah satu komponen dalam struktur bangunan, balok merupakan komponen yang
memikul beban luar dan itu akan menimbulkan momen lentur dan gaya geser disepanjang bentangnya.
Pada pembebanan yang kecil, selama tegangan tarik maksimum beton lebih kecil dari modulus
kehancuran, maka seluruh beton dapat dikatakan efektif dalam memikul tegangan tekan dan tegangan
tarik. Apabila beban ditambah terus, maka kekuatan tarik beton akan segera tercapai, dan pada
tingkatan ini mulai terjadi retak – retak akibat tarik. Retak – retak ini menjalar dengan cepat keatas
sampai mendekati garis netral, garis netral tersebut kemudian akan bergeser keatas diikuti dengan
menjalarnya retak – retak. Dengan adanya retak – retak ini cukup banyak mempengaruhi perilaku
balok yang mengalami pembebanan.
Penelitian ini akan dilakukan pengujian lentur yang dibebani pada 2 titik pembebanan sampai
terjadi retak lentur pada balok beton bertulang dengan perencanaan tulangan tunggal, ukuran 15 x 20 x
60 cm dengan variabel dependen tulangan baja diameter 12 mm dan tulangan baja ringan type hollow
pada dua variasi selimut beton 4 dan 7 cm.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan Penggunaan tulangan baja ringan khususnya type hollow
memberikan nilai kuat lentur lebih besar 28,5 % dibandingkan penggunaan tulangan baja ulir pada
balok beton bertulang, sementara itu Pengaruh penggunaan deking/selimut beton 40 mm dan 70 mm,
menunjukkan penggunaan deking 70 mm mengalami penurunan kekuatan lentur sebesar 17 % jika
menggunakan deking/selimut beton 40, baik untuk balok beton dengan tulangan baja ulir maupun
tulangan baja ringan.

Kata kunci: Lentur, Coldformed

1. PENDAHULUAN
Beban – beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban mati, beban hidup
maupun beban – beban lain, seperti beban angin, atau juga beban karena susut dan beban
karena perubahan temperatur, menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen
struktur. Lentur yang terjadi pada balok merupakan akibat adanya regangan yang timbul
karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan
regangan tambahan yang dapat mengakibatkan timbulnya retak lentur disepanjang bentang
balok. Apabila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya
keruntuhan pada elemen struktur.
Terhadap baja tulangan, pada saat baja leleh, batang-batang menjadi bertambah
panjang, sehingga lebar retak pada beton bertambah besar. Pada keadaan ini batang baja
masih belum putus. Maka balok ini tidak akan runtuh tiba – tiba, tetapi bertambahnya retakan
serta lendutan adalah tanda – tanda peringatan. Apabila beban bertambah sehingga tegangan
tarik beton melampaui kekuatan tarik beton, maka terjadi retak – retak dilapisan yang tertarik
dan retak ini akan menyebar keatas. Dengan demikian, akhirnya beton tidak dapat lagi
meneruskan gaya tarik, sehingga seluruh gaya tarik yang bekerja pada bagian bawah balok
diterima oleh baja tulangan.

Bidang Struktur 33
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Sebagai salah satu komponen dalam struktur bangunan, balok merupakan komponen
yang memikul beban luar dan itu akan menimbulkan momen lentur dan gaya geser
disepanjang bentangnya.
Pada pembebanan yang kecil, selama tegangan tarik maksimum beton lebih kecil dari
modulus kehancuran, maka seluruh beton dapat dikatakan efektif dalam memikul tegangan
tekan dan tegangan tarik. Apabila beban ditambah terus, maka kekuatan tarik beton akan
segera tercapai, dan pada tingkatan ini mulai terjadi retak – retak akibat tarik. Retak – retak
ini menjalar dengan cepat keatas sampai mendekati garis netral, garis netral tersebut
kemudian akan bergeser keatas diikuti dengan menjalarnya retak – retak. Dengan adanya
retak – retak ini cukup banyak mempengaruhi perilaku balok yang mengalami pembebanan.
Permasalahan yang terjadi pada penelitian ini adalah :
- Seberapa besar kemampuan baja ringan type hollow sebagai tulangan pada elemen struktur
- pada balok beton bertulang dalam memikul beban lentur.
- Sampai berapa persen kekuatan tulangan baja ringan type hollow dalam menahan lentur
yang dapat dihasilkan terhadap tulangan baja ulir pada elemen struktur beton bertulang.
- Seberapa besar pengaruh beban lentur pada elemen balok beton bertulang dengan
penulangan baja ringan type hollow variasi penutup beton 4 cm dan 7 cm.
Penelitian ini akan dilakukan pengujian lentur yang dibebani pada 2 titik pembebanan
sampai terjadi retak lentur pada balok beton bertulang dengan perencanaan tulangan tunggal,
ukuran 15 x 20 x 60 cm dengan variabel dependen tulangan baja dia 12 mm dan tulangan baja
ringan type hollow 40x20x1 mm pada dua variasi selimut beton 4 dan 7 cm.

P
½P ½P

Gambar 1: Benda uji yang dibebani dengan 2 titik pembebanan

2. TINJAUAN PUSTAKA
Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu
pecah atau kerikil), udara, dan kadang-kadang adanya campuran tambahan lainnya. Campuran
yang masih plastis ini dicor kedalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi
campuran semen-air, yang menyebabkan pengerasan beton. Bahan yang terbentuk ini
mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, dan ketahanan terhadap tarik yang rendah, atau kira-
kira kekuatan tariknya 10 sampai 15 persen dari kekuatan terhadap tekan (Edward ,1990).
Maka penguatan terhadap tarik dan geser harus diberikan pada daerah tarik dari
penampang untuk mengatasi kelemahan pada daerah tarik dari elemen beton bertulang. Kedua
komponen ini, beton dan tulangan harus disusun komposisinya sehingga dapat dipakai
sebagai material yang optimal.
Pada saat pembuatan beton diharapkan akan menjadi benda padat yang kuat tetapi harus
diperhatikan bahwa pada kenyataan dilapangan sering kali pembuatan beton tidak menjadi
seperti yang diharapkan karena timbulnya keretakan–keretakan yang terjadi akibat dari
kondisi–kondisi yang mempengaruhi beton tersebut.
Beton mengalami keretakan karena beberapa sebab, sebab yang sering terjadi adalah
karena adanya beban yang berlebih pada struktur tersebut sehingga beton mengalami retak

34 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
pada daerah tarik yang dapat membahayakan struktur. Sebab lain yang sering terjadi adalah
karena pengaruh temperatur yang menyebabkan susut dan rangkak pada beton.

Kerusakan Pada Beton


Pada struktur balok sering terjadi retak yang diakibatkan oleh berlebihnya beban dari
yang telah direncanakan, hal ini tentunya menyebabkan keawetan beton bertulang menjadi
terganggu dan rusak. Penyebab beban berlebih ini diakibatkan oleh perubahan fungsi
bangunan.
Kerusakan yang sering terjadi pada suatu struktur adalah timbulnya retak – retak pada
bangunan yang akan mempengaruhi kekuatan dari beton bertulang bahkan memicu beton
bertulang menjadi patah. Retak adalah suatu indikasi bahwa suatu struktur telah dipaksa untuk
menerima atau menyerap energi dari suatu bentuk tegangan (Chemco System,2000).

Kerusakan beton akibat pengaruh mekanis


Kerusakan pada beton akibat pengaruh mekanis ini terjadi akibat adanya gaya lain yang
cukup besar yang membuat adanya kerusakan pada beton bertulang tersebut. Beberapa contoh
pengikisan permukaan oleh karena aliran air, gempa bumi, getaran maupun pembebanan yang
berlebihan yang terjadi pada struktur.
Kerusakan akibat lentur atau beban berlebih sendiri dapat menimbulkan retakan yang
berasal dari daerah tarik beton. Struktur yang menerima beban berlebih akan menyebabkan
terjadinya gaya tarik yang lebih besar pada beton, sehingga apabila telah melebihi batas yang
disyaratkan akan menyebabkan beton menunjukkan tanda-tanda kerusakan berupa timbulnya
retak-retak pada daerah tarik beton.
Pada penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Roganda Parulian Sigalingging,
2009, dengan judul “ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA
TAHAN GEMPA“ Analisa Perilaku Terhadap Lentur Dari hasil penelitian memperlihatkan
kemampuan penampang profil yang sangat besar dalam memikul lentur. Itu dapat dilihat dari
nilai momen maksimum yang dapat dipikul pada leleh pertama (Mxmax= 14.920.000 Nmm )
hampir sekitar 9,5 kali momen yang terjadi (Mmax=1.565.319 Nmm)

Jenis keretakan Pada Beton Bertulang


Keretakan yang diakibatkan oleh beban berlebih dapat terjadi dalam beberapa bentuk,
dan bentuk retak dapat dibagi dalam 3 jenis, yaitu :
1. Retak lentur (flextural crack), terjadi didaerah yang mempunyai harga momen lentur lebih
besar dan gaya geser kecil. Arah retak terjadi hampir tegak lurus pada sumbu balok.
2. Retak geser lentur (flextural shear crack), terjadi pada bagian balok yang sebelumnya telah
terjadi keretakan lentur. Retak geser lentur merupakan perambatan retak miring dari retak
lentur yang sudah terjadi sebelumnya.
3. Retak geser pada badan balok (web shear crack) yaitu keretakan miring yang terjadi pada
daerah garis netral penampang dimana gaya geser maksimum dan tegangan aksial sangat
kecil.

3
2
1

Gambar 2: jenis keretakan pada balok beton bertulang

Bidang Struktur 35
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Perencanaan Kuat Lentur Beton Bertulang dengan Tulangan Tunggal

Distribusi tegangan tekan aktual yang terjadi pada penampang mempunyai bentuk
parabola. Menghitung volume blok tegangan tekan dapat digunakan blok tegangan segiempat
ekuivalen (Whitney), tanpa kehilangan ketelitiannya dan juga dapat digunakan untuk
menghitung kekuatan lentur penampang.

Kondisi kegagalan tarik :


Untuk kondisi gagal tarik, f s f y , dan agar keseimbangan gaya horisontal dapat
terpenuhi,gaya tekan C pada beton dan gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi,
maka C = T , dapat dirumuskan :
0 ,85 f c '.a .b As . f y
................................................................................. ( 1 )
As . f y
a
0 ,85. f c '.b ................................................................................. ( 2 )
Momen tahanan penampang, dapat ditulis :

Mu = As.fy . (d – a/2)
................................................................................. ( 3 )
As . f y .fy
Mu = As . f y d 0,59 = .b.d 2 . f y 1 0,59
f c '.b f c'
= b.d 2 . f c '. 1 0,59.
.fy
dimana :
f c'
Prosentase tulangan dinyatakan dengan :
As
b.d .................................................................................... ( 4 )

Kondisi kegagalan tekan :


Untuk kondisi gagal tekan, f s f y , dapat dirumuskan :
s d c d c
; s 0 ,003
0,003 c c ............................................................ ( 5 )
d c
fs s .E s 0 ,003 Es
c ............................................................. ( 6 )

untuk a 1 .c , 1 0,85 , maka :


1 .d a
fs 0,003 Es
a ............................................................ ( 7 )

untuk keseimbangan, C = T , maka :


1 .d a
0 ,85. f c '.a .b As . f s 0 ,003 E s .As
a
0,85. f c '
a2 a.d 1 .d 2 0
0,003.Es .

36 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Momen tahanan penampang, dapat ditulis :
Mu 0,85. f c '.a.b.( d 0,5.a )
................................................................. ( 8 )

Kondisi kegagalan seimbang :


Pada kondisi ini, baja tulangan mencapai leleh (f y) dan beton mencapai regangan pada
serat terluar sebesar 0,003 secara bersamaan, maka :
fy fy / E S d cb
s ;
Es 0.003 cb ................................................................. ( 9 )

dimana c b = tinggi garis netral untuk kondisi seimbang


0 ,003.E s
cb d atau
0 ,003.E s f y
0 ,003.E s
ab 1 .d
0 ,003.E s f y ............................................................... ( 10 )
dimana a b = Tinggi ekuivalen blok tegangan persegi untuk kondisi seimbang.
Untuk keseimbangan, C = T , maka :
0 ,85. f c '.ab .b As . f y b .b.d . f y
................................................................. ( 11 )

As
b
dimana : b.d ;
0 ,85. f c '.ab
untuk kondisi seimbang : b
f y .d

0,85. f c' . 1 0,003.Es


.
b
fy f y 0,003.Es ................................................................. ( 12 )

Untuk memastikan semua balok mempunyai karakteristik yang diinginkan pada


peringatan yang kelihatan jika keruntuhan segera terjadi, maka dalam perencanaan balok
dengan penulangan tunggal rasio tulangan tarik tidak lebih 0,75 dari rasio tulangan pada
kondisi seimbang, 0,75. b , sehingga :

0,85. f c' . 1 0,003.Es


0,75 .
max
fy f y 0,003.Es ........................................................ ( 13 )
1,4
min
fy .......................................................... ( 14 )

Bidang Struktur 37
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

4. METODE PENELITIAN

Diagram Alir Penelitian


Secara umum tahapan penelitian dapat dijelaskan dalam diagram alir sebagai berikut :

Mulai

Penelusuran Pustaka & Persiapan Bahan Studi


literatur

Pemeriksaan dan perencanaan bahan:


1. Pemeriksaan semen dan agregat.
2. Perencanaan campuran beton
3. Perencanaan kuat lentur

Pegujian mutu beton & mutu baja Pembuatan benda uji :


1. Benda uji balok beton bertulang dengan
1. Uji kuat tekan beton (silinder 15 – 30 cm), 20
mutu beton fc’ = 35 Mpa, dan mutu baja
buah
fy = 400 Mpa. 550 Mpa.
2. Uji kuat leleh baja ( 12 mm ), 5 buah a. dengan selimut beton 4 cm, (4 buah)
3. Uji kuat leleh baja ringan type hollow (40,20,1 b. dengan selimut beton 7 cm, (4 buah)
mm), 5 buah

Pegujian balok beton bertulang :

Uji lentur balok ( Balok 15 x 20 x 60 cm )

Analisa hasil

Kesimpulan dan Saran

Selesai

38 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Detail penampang balok beton bertulang

15 cm 6 – 75 mm

2 6 mm
20 cm

6 – 75 mm

2 12 mm 7,5 cm 7,5 cm
45 cm
15 cm 6 – 75 mm

2 6 mm
20 cm

6 – 75 mm
7,5 cm 7,5 cm
2 - 40,20,1 mm 45 cm

Gambar 3: Detail Benda Uji Balok dengan tulangan baja ringan

Detail Jenis Pengujian


Pembebanan dilaksanakan dengan pemberian beban langsung dengan dua titik terpusat
dari tengah bentang. Alat yang digunakan adalah Universal Testing Machine (UTM) dengan
kapasitas 100 ton, dengan kecepatan pembebanan antara 862 sampai 1207 kPa/menit, sesuai
standart ASTM C 78.
Kekuatan lentur balok dapat diketahui dengan persamaan :
P.L
. ….....................................………………………. ( 15 )
b.h 2

dimana :
: Kuat lentur balok ( Mpa )
P : Beban maximum yang ditunjukkan oleh mesin uji ( ton )
L : Panjang bentang Pengujian antara dua titik perletakan ( mm )
b : Lebar balok ( mm )
h : Tinggi balok ( mm )

4. HASIL PENGUJIAN
Hasil pengujian beban lentur dan kuat lentur Balok
Data hasil pengujian beban lentur dan kuat lentur balok disampaikan dalam bentuk tabel
berikut ini. :
Untuk Balok dengan deking 40 mm :

Bidang Struktur 39
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Tabel 1: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir ( balok 01 )

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.82 0.44 6.5 0.4875 0.6
Maximal 16.23 1.22 19.8 1.485 8.8

Tabel 2: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir (balok 02)

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.82 0.44 7.6 0.57 0.7
Maximal 16.23 1.22 20.2 1.515 9

Tabel 3: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ringan (balok 01)
Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.7 0.43 7 0.525 0.8
Maximal 20.31 1.53 25.4 1.905 8

Tabel 4: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ringan (balok 02)

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.7 0.43 8.2 0.615 0.8
Maximal 20.31 1.53 26 1.95 9

Untuk Balok dengan deking 70 mm :


Tabel 5. Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir (balok 01)

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.6 0.42 6.6 0.495 0.9
Maximal 12.7 0.95 17.6 1.32 10

Tabel 6: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir (balok 02)

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.6 0.42 6.8 0.51 1.1
Maximal 12.7 0.95 18 1.35 11.2

40 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Tabel 7: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ringan (balok 01)
Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.53 0.41 7.6 0.57 0.8
Maximal 15.25 1.14 21.7 1.6275 9.2

Tabel 8: Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ringan (balok 02)
Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.53 0.41 8 0.6 0.9
Maximal 15.25 1.14 22.2 1.665 9.7
Rata-rata hasil pengujian lentur dan lendutan dari balok dapat di tabelkan sebagai berikut :

Tabel 9: Rerata Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir untuk deking 40 mm

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.82 0.44 7.05 0.52875 0.65
Maximal 16.23 1.22 20 1.5 8.9

Tabel 10: Rerata Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ringan untuk deking 40 mm

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.82 0.44 7.6 0.57 0.8
Maximal 16.23 1.22 25.7 1.9275 8.5

Tabel 11: Rerata Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir untuk deking 70 mm

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.6 0.42 6.7 0.5025 1
Maximal 12.7 0.95 17.8 1.335 10.6

Tabel 12: Rerata Hasil pengujian lentur dan lendutan balok dengan tulangan baja ulir untuk deking 70 mm

Teoritis Pengujian
Kondisi P M P M
( Ton ) ( Ton M ) ( Ton ) ( Ton M ) ( mm )
Retak 5.6 0.42 7.8 0.585 0.85
Maximal 12.7 0.95 21.95 1.64625 9.45

Pada pengujian kuat leleh dan kuat tarik baja, pembebanan dilakukan dengan penarikan
baja hingga putus. Pada tabel 5.6. dan 5.7. menunjukkan kuat leleh aktual menghasilkan nilai
yang lebih tinggi dari kuat leleh spesifikasi. Untuk baja tulangan diameter 12 mm

Bidang Struktur 41
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

menghasilkan nilai kuat leleh aktual 1,53 kali lebih tinggi dari kuat leleh spesifikasinya,
sedangkan untuk tulangan baja ringan menghasilkan nilai kuat leleh aktual 1,17 kali lebih
tinggi dari kuat leleh spesifikasinya.
Hasil kuat tarik aktual yang terjadi untuk tulangan diameter 12 mm memberikan nilai
sebesar 1,23 kali dari kuat leleh aktual, sedangkan untuk tulangan baja ringan mempunyai
nilai kuat tarik aktual 1,27 kali dari nilai kuat leleh atual.
Dari hasil pengujian kuat leleh dan kuat tarik untuk dua jenis tulangan baja
menunjukkan tulangan baja ringan memberikan nilai kuat leleh dan kuat tarik yang lebih
besar dari tulangan baja diameter 12 mm sebesar 7,37 % untuk kuat tarik dan sebesar 4,65 %
untuk kuat leleh.
Pada pengujian lentur balok, pembebanan pada balok beton diberikan secara bertahap
sebesar 200 Kg (2 kN) hingga mencapai pembebanan maksimum dimana ditunjukkan dengan
tidak bertambahnya dial penunjuk beban. Pada tabel 5.9 terlihat bahwa balok untuk deking 40
mm dengan tulangan baja ringan terhadap balok dengan tulangan baja ulir diameter 12 mm
mempunyai nilai kuat lentur lebih besar 28,5 %, sementara itu untuk ketinggian
deking/selimut beton 70 mm mengalami penurunan kuat lentur sebesar 17 % jika
menggunakan deking/selimut beton 40 mm.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil dari pengujian kuat tekan beton silinder menunjukkan memberikan hasil yang
mendekati nilai kekutan tekan beton yang direncanakan yaitu sebesar 35 Mpa.
2. Dalam perhitungan secara teoritis kekuatan lentur elemen balok bertulang yang
menggunakan tulangan baja ringan mempunyai kekuatan lebih besar 20,3 % dari kekutan
lentur beton bertulang yang menggunakan baja tulangan dimeter 12 mm.
3. Penggunaan tulangan baja ringan khususnya type hollow memberikan nilai kuat lentur
lebih besar 28,5 % dibandingkan penggunaan tulangan baja ulir pada balok beton
bertulang
4. Pengaruh penggunaan deking/selimut beton 40 mm dan 70 mm, menunjukkan
penggunaan deking 70 mm mengalami penurunan kekuatan lentur sebesar 17 % jika
menggunakan deking/selimut beton 40 mm

Saran dalam penelitian ini :


1. Dalam rangka perkembangan teknologi konstruksi yang terus berkembang dan dituntut
untuk penggunaan bahan yang ringan tetapi mempunyai kekuatan yang tinggi serta bahan
yang ramah lingkungan, maka dengan hasil penelinian ini nantinya dapat digunakan
sebagai penelitian lebih lanjut, terutama penggunaan baja ringan dengan tipe yang lain
sebagai bagian dari konstruksi beton bertulang.
2. Dengan dasar hasil penelitian ini, dapat ditingkatkan penelitian pada elemen struktur
beton bertulang yang lain yaitu kolom dalam kekuatannya untuk menerima gaya tekan.

42 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
6. DAFTAR PUSTAKA

American Iron and Steel Institute, (2002), “ AISI Manual “, 2002 Edition, USA.
ASTM, 2003, “A 370-03a , “ Standard Test Methods and Definition for
Mechanical Testing of steel Products ”, USA.
Ferguson, Phill M, 2006, “ Reinforced Concrete Fundamentals “, The University
of Texas at Austin, John Wiley & Sons, Inc.
Nawy Edward G,2005, “ Reinforced Concrete A Fundamental Approach “,
Prentice hall Inc.
Paul Nugraha, Antoni, 2007 “ Teknologi Beton “, Universitas Kristen Petra
Roganda Parulian Sigalingging, 2009, “ANALISA BAJA RINGAN PADA
BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA“
R.Park and T. Paulay, 1975, “ Reinforced Concrete Structures “, University of
Canterbury,Christchurch,New Zealand, John Wiley & Sons, Inc.
SNI-2847-2002, “ Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung ”, ITS press
Wei-Wen Yu, Ph.D., P.E. 2000, “ COLD-FORMED STEEL DESIGN “, John
Wiley & Sons, Inc.
Wira et al, 2005, “ Struktur Baja Disain dan perilaku “, Bandung Erlangga

Bidang Struktur 43
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

44 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

APLIKASI MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN DALAM


MENINGKATKAN WORKABILITAS BETON

Diah Ayu Restuti Wulandari1


1Diah Ayu Restuti Wulandari, Universitas Narotama, diah.wulandari@narotama.ac.id

ABSTRAK
Beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembuatan beton diantaranya hampir semua material
dasar beton merupakan produk eksploitasi ling kungan sehingga perlu diupayakan untuk
meminimalkan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, selain itu penyimpangan-
penyimpangan dalam pembuatan beton. Terutama pada penanganan beton yang masih segar (fresh
concrete). Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan diatas maka perlu adanya pemanfaatan
material aplikatif yang bisa meningkatkan workabilitas namun mengurangi pemakaian semen dan
memanfaatkan hasil limbah industry.
Salah satunya dengan menggunakan beton berkinerja tinggi (slump 175 ± 25), pemakaian w/b
rendah dikombinasikan dengan kemudahan dalam peletakan pemadatan tanpa segregasi serta tidak ada
bleeding pada campuran homogen. Kebanyakan campuran beton berkinerja tinggi berisi satu atau
lebih bahan-bahan perekat tambahan. Fly ash merupakan abu sisa pembakaran batu bara, sementara
silica fume merupakan produk dari proses peleburan pada produksi logam silicon dan logam campuran
ferosilicont. Kedua bahan ini bersifat pozolanik yaitu bahan yang mengandung silika atau silika dan
aluminium yang bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada temperatur biasa membentuk
senyawa bersifat cementitious.
Percobaan dilakukan secara faktorial 3x3, masing-masing kombinasi terdiri dari 15 benda uji.
Faktor pertama yaitu konsentrasi silica fume masing-masing 5, 7.5, dan 10 persen dan faktor kedua
konsentrasi fly ash 15, 20 dan 25 persen. Dengan demikian, percobaan yang dilakukan terdiri dari 9
kombinasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: Terdapat interaksi yang nyata antara prosentase
penambahan silica fume dengan fly ash terhadap kinerja beton dengan nilai optimal terjadi pada
penambahan campuran 7,5% silica fume dan 25% fly ash sebesar 200mm. Diharapkan dengan
penelitian ini, silica fume dan fly ash dapat memberikan nilai manfaat lebih untuk optimalisasi
pemanfaatan limbah.
Kata kunci: silica fume, fly ash, workabilitas beton kinerja tinggi

1. PENDAHULUAN
Di bidang industry konstruksi, pekerjaan beton memegang peranan penting. Dapat
dikatakan hampir pada setiap bangunan yang didirikan, seperti gedung bertingkat, jalan,
jembatan, bendungan dan saluran irigasi serta bangunan lainnya selalu memerlukan pekerjaan
pembetonan, baik sebagai kebutuhan utama maupun unsur bahan pelengkap. Seiring dengan
perkembangan tersebut, maka makin tinggi pula kebutuhan akan pemakaiannya sehingga
pemanfaatannya harus dapat seoptimal mungkin. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang
cukup luas, baik dari segi sifat bahan dasar serta cara pengerjaan dari beton tersebut.
Beton adalah sebuah produk material yang terdiri dari semen, agregat halus, agregat
kasar dan air. Semua unsur tersebut sangat bervariasi, baik dalam kuantitas maupun
kualitasnya. Beton banyak digunakan sebagai bahan konstruksi karena memiliki beberapa
kelebihan antara lain mempunyai kuat tekan yang tinggi, mampu menahan beban berat,
mudah dibentuk sesuai kebutuhan, tahan terhadap temperatur tinggi dan awet. Namun
disamping kelebihan yang dimilikinya, beton juga mempunyai kekurangan diantaranya

Bidang Struktur 45
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

mempunyai kuat tarik lemah, konstruksinya berat, daktilitas bahan rendah serta bentuk yang
telah dibuat sulit diubah. Selain itu beton juga merupakan material konstruksi yang senantiasa
dikaitkan dengan isu dampak pemanasan global. Sebagaimana yang kita tahu material
penyusun beton diantaranya terdiri dari 6 persen udara, 11 persen Portland semen, 41 persen
kerikil, 26 persen pasir dan sisanya 16 persen air.
Hampir semua bahan-bahan tersebut didapat dengan cara mengeksploitasi alam,
diantaranya adalah penggunaan material semen yang didapatkan dari proses pembakaran
kapur sebagai urutan kedua penyumbang karbon dioksida terbesar didunia, kemudian
penggunaan material pasir yang didapat dari hasil penambangan dimana cenderung
memangkas tumbuh-tumbuhan diatas top soil dan penggunaan air tanah dalam jumlah yang
besar
Sementara itu beberapa permasalahan lainnya yang terjadi dalam pelaksanaan di
lapangan, adalah banyak kita jumpai penyimpangan-penyimpangan dalam pembuatan beton.
Terutama pada penanganan beton yang masih segar (fresh concrete). Sehingga beton yang
dihasilkan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Dimana dalam pembuatan beton
harus memperhatikan dua kriteria yaitu durabilitas dan workabilitas. Sifat durabilitas adalah
sifat dimana beton harus tahan terhadap pengaruh luar selama dalam pemakaian. Sifat ini
meliputi ketahanan terhadap pengaruh cuaca, zat kimia dan tahan terhadap erosi. Sedangkan
yang dimaksud dengan sifat workabilitas adalah kemudahan adukan beton untuk diangkut,
dituang, dicetak dan dipadatkan.
Sifat workabilitas ini tergantung pada sifat bahan dasar, perbandingan campuran, faktor
air semen. Sifat workabilitas beton sangat penting karena mempengaruhi pengerjaan beton
tersebut. Adukan beton yang terlalu kering sukar dikerjakan baik dituang, dibentuk maupun
dipadatkan. Setelah mengeras akan terdapat banyak rongga karena pemadatannya kurang
baik. Sehingga akan menurunkan mutu betonnya. Adukan beton yang terlalu encer juga tidak
baik karena bisa menyebabkan terjadinya segregasi maupun bleeding. Ini juga akan
mengurangi mutu beton.
Untuk menyelesaikan beberapa permasalahan diatas, kemudian beberapa peneliti mulai
mengembangkan beton aplikatif ramah lingkungan berkinerja tinggi. .Beton ramah
lingkungan disini bukan hanya pengurangan proporsi pemakaian bahan – bahan utamanya
saja seperti pengurangan pemakaian semen dan pasir alam tanpa merubah kualitas,
workabilitas dan durabilitas dari beton itu sendiri, namun juga bisa menggunakan produk
sampingan atau limbah industry.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Collins (1991) dapat diambil kesimpulan,
yaitu dengan pemakaian campuran konsentrasi fly ash tipe C sebesar 12% dan silica fume
sebesar 9% beton tersebut mudah dikerjakan (slump 17-23 cm). Selain itu penelitian lainnya
yang dilakukan oleh Prasad dan Kamlesh (1990) pada Maharashtra state road development
corporation Ltd dimana dengan pemakaian campuran konsentrasi 14% fly ash dan 8.5%
microsilica juga dapat meningkatkan workabilitas (hal ini ditunjukkan slump collapse).
Dari penelitian – penelitian diatas dapat kita ketahui bahwa, pada penambahan
campuran konsentrasi fly ash dan silica fume menunjukkan bahwa bahan ini memang sangat
cocok sebagai bahan tambah pengganti semen, karena dengan penambahan campuran
konsentrasi fly ash dan silica fume dapat meningkatkan kinerja beton baik dalam hal
workabilitas maupun kekuatannya. Di indonesia tingkat pemanfaatan fly ash maupun silica
fume dalam pembuatan beton saat ini masih tergolong amat rendah, kalau tidak dimanfaatkan
bisa menjadi ancaman bagi lingkungan.
Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penggunaan limbah
industry yakni campuran fly ash dan silica fume secara bersama-sama terhadap workabilitas
beton segar untuk mengurangi dampak eksploitasi terhadap lingkungan.

46 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
2. TINJAUAN PUSTAKA
Beton merupakan bahan gabungan dari material-material pembentuknya, dimana secara
garis besar terbagi menjadi dua yakni bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar
pembentuk beton adalah semen yang diperlukan sebagai bahan pengikat, agregat halus dapat
berupa pasir alam atau dapat juga berupa abu batu dan agregat kasar dapat berupa batu yag
ukurannya sesuai standar atau berupa batu pecah (split) serta air yang apabila dicampur
dengan semen akan mengadakan ikatan dan pengerasan dengan diikuti dengan pelepasan
panas (hidrasi) atau bisa juga dengan penambahan zat addictive atau bahan tambahan mineral
untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1 Sifat Beton


Sifat – sifat beton sangat banyak dan bervariasi, beberapa diantaranya adalah sifat
mudah dikerjakan (workability), kekuatan (strength) dan daya tahan (durabilitas) namun yang
akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sifat beton ketika masi dalam kondisi segar. Sehingga
yang dipakai menjadi acuan adalah kemudahan dalam pengerjaannya atau workability
Kata workability atau kelecakan dipakai untuk menggambarkan kemudahan beton untuk
dapat dikerjakan yaitu kemudahan dalam hal transportasi, pembentukan dan pemadatan.
Newman menambahkan bahwa rumusan workability sekurang – kurangnya harus mewakili
kemudahan dalam proses pemadatan sehingga rongga udara dapat dihilangkan atau
kompaktibility dan kemudahan, dimana beton dapat mudah mengalir kedalam cetakan
disekitar tulangan. Hal ini senada dengan pendapat Holland (1993) yang mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan high workability adalah penyelesaian yang mudah, self
consolidating, mid range concrete 6 to 8 in. slump (175 ± 25) dan aliran beton segar lebih
besar dr 8 in pada saat penurunan tanpa adanya segregasi.
2.2 Prosedur Perencanaan
Pengetesan yang dilakukan dalam mengukur kelecakan antara lain slump test,
compacting test, remolding test dan lain – lain. Tetapi yang paling sering dipakai di Indonesia
adalah slump test menggunakan kerucut abrams. Kelecakan tergantung pada jumlah air
(perbandingan air terhadap binder), proporsi agregat, sifat agregat waktu dan suhu serta
penggunaan bahan tambah mineral.
2.3 Bahan Tambahan Mineral
Bahan tambahan mineral ini merupakan bahan padat yang dihaluskan yang
ditambahkan guna memperbaiki sifat beton agar mudah dikerjakan, kekuatan dan
keawetannya meningkat. Bahan tambahan ini diantaranya pozzolan, slag, fly ash (batu bara)
abu sekam dan micro silica atau yang lebih dikenal silica fume.
Fly ash adalah hasil pemisahan sisa pembakaran yang halus dari pembakaran melalui
ketel berupa semburan asap. Menurut ACI committee 226 dijelaskan bahwa fly ash
mempunyai butiran – butiran yang cukup halus yaitu lolos ayakan no. 325 (45 mm) 5-27%
berwarna abu – abu kehitaman. Sedangkan micro silica merupakan serbuk halus yang terdiri
dari amorphous microspheres dengan diameter berkisar antara 0.1 -1.0 mm. berperan penting
terhadap pengaruh kimia dan mekanik beton. Ditinjau dari sifat mekanik secara geometrical
mikrosilika mengisi rongga – rongga diantara semen dan mengakibatkan diameter pori
mengecil serta total volume pori juga berkurang.
Ditinjau dari pengaruh reaksi kimianya material tersebut bersifat pozzolan yang mana
dapat bereaksi dengn lime yang dilepas langsung oleh semen. Pada saat ini mikrosilika
dianggap bahan khusus yang lebih baik dari fly ash untuk beton berkinerja tinggi.

Bidang Struktur 47
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

3. METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
Berbagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa
penelitian sebelumnya tentang tata cara beton berkinerja tinggi dengan tingkat kelecekan yang
tinggi pada beton segar yakni ditandai dengan workablitasnya sebesar 175±25 cm dan
beberapa penelitian tentang pemanfaatan limbah b3 industri yang memiliki kandungan
cementicius serta pedoman proporsi campurannya agar sesuai dengan workabilitas yang
diinginkan.
Dalam penelitian ini untuk material semen yang dipakai adalah ordinary portland
semen, sementara untuk agregat halus, material yang digunakan adalah pasir alam yang
tersedia secara lokal yang masuk ke dalam modulus 3 yakni pasir lumajang dan untuk agregat
kasarnya menggunakan kerikil berdimensi 10mm. Kedua agregat tersebut dicuci bersih
dengan air dan dikeringkan dibawah sinar matahari sebelum digunakan.
Sementara itu material admixture yang digunakan sebagai pengganti sebagian
komposisi semen sebagai wujud beton ramah lingkungan dalam penelitian ini adalah
campuran fly ash dengan komposisi 15, 20 smpai 25 persen dan silica fume dengan komposisi
5, 7,5 sampai dengan 10 dari berat water binder ratio dan bahan tambah superplasticizer
untuk meningkatkan workabilitynya.

3.2 Proporsi Campuran


Awalnya untuk membuat proporsi campuran beton ramah lingkungan dalam penelitian
ini menggunakan pedoman beton berkinerja tinggi dari ACI dengan mempertimbangkan
penambahan maupun penggantian campuran mineral (silica fume dan fly ash). Namun
proporsi campuran tersebut kemudian dimodifikasi dengan memberikan variasi dari rasio
gradasi setiap ukuran agregaat kasarnya. Sementara itu untuk proses pembuatan beton baik
bahan, alat, dan cara pengerjaan dibuat sama dalam setiap perlakuan, sehingga dalam
penelitian ini hanya faktor binder (semen, fly ash dan silica fume) dan pasir yang berpengaruh
terhadap kinerja beton.
Dalam percobaan ini terdapat 9 kombinasi perlakuan penambahan campuran fly ash dan
silica fume, dengan kebutuhan material sesuai campuran yang dilakukan setiap m 3 beton
ditampilkan pada Tabel a.1.
Berdasarkan tabel perhitungan kebutuhan material per m 3 diatas kemudian dilakukan
perhitungan kebutuhan masing-masing kerikil berdasarkan ukuran ayakan, agar masuk dalam
gradasi kerikil yang disyaratkan. Hal ini bertujuan agar gradasi kerikil pada setiap perlakuan
sama. Kebutuhan dari setiap gradasi agregat kasar seperti ditampilkan pada Tabel a.2
Tabel a.1: Kebutuhan Material dalam 1 m3
Material
No Spec (kombinasi sf dan Fa) Air
Semen kg Fly ash kg Silica fume kg Kerikil kg Pasir kg SP (ltr)
(ltr)
1 5%sf 15%fa 332 62.25 20.75 989.1 797.1 156.04 1.55
2 5%sf 20%fa 311.25 83 20.75 989.1 792.8 156.04 1.55
3 5%sf 25%fa 290.5 103.75 20.75 989.1 788.3 156.04 1.55
4 7.5%sf15%fa 321.63 62.25 31.13 989.1 793.5 156.04 1.55
5 7.5%sf 20%fa 300.88 83 31.13 989.1 789.2 156.04 1.55
6 7.5%sf 25%fa 280.13 103.75 31.13 989.1 784.7 156.04 1.55
7 10%sf 15%fa 311.25 62.25 41.5 989.1 788.8 156.04 1.55
8 10%sf 20%fa 290.5 83 41.5 989.1 785.6 156.04 1.55
9 10%sf 25%fa 269.75 103.75 41.5 989.1 781.1 156.04 1.55

48 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Tabel a.2. Perhitungan kebutuhan agregat kasar dalam 1 m 3
Tinggal pada
Saringan % kumulatif
saringan
Nomor mm Gradasi Lolos tinggal % dibutuhkan
3” 76 - 0
3/2” 38 - 0
3/4” 19 100 100 0 0
3/8” 9.6 95 – 100 0 0
4 4.75 35100
– 70 46,00 54,00 54,00 534.11
8 2.36 10 – 30 14,01 85,99 31,99 316.41
16 1.18 0–5 0,00 100,00 14,01 138.57
30 0.6
50 0.3
100 0.15
Pan
Jumlah agregat kasar 989.1 Kg

Berdasarkan tabel diatas didapat kebutuhan agregat kasar per m 3 lolos ayakan nomor 4
adalah sebesar 534,11 kg, lolos ayakan nomor 8 sebesar 316,41 kg dan kebutuhan untuk lolos
ayakan nomor 16 sebesar 138,57 kg. Jika volume kapasitas alat adalah 9 kubus berukuran
15x15x15 cm, maka dalam satu kali adukan, jumlah bahan yang dibutuhkan dapat dilihat
pada Tabel a.3
Tabel 4.9: Kebutuhan material dalam mix design (9 kubus)
Material
Spec (kombinasi sf dan
No Semen Fly ash Silica fume Kerikil Pasir Air SP
Fa)
kg kg kg kg kg (liter) (liter)

1 5%sf 15%fa 10.08 1.89 0.63 30.04 24.21 4.74 0.047


2 5%sf 20%fa 9.45 2.52 0.63 30.04 24.08 4.74 0.047
3 5%sf 25%fa 8.82 3.15 0.63 30.04 23.94 4.74 0.047
4 7.5%sf15%fa 9.77 1.89 0.95 30.04 24.10 4.74 0.047
5 7.5%sf 20%fa 9.14 2.52 0.95 30.04 23.97 4.74 0.047
6 7.5%sf 25%fa 8.51 3.15 0.95 30.04 23.82 4.74 0.047
7 10%sf 15%fa 9.5 1.89 1.26 30.04 24 4.74 0.047
8 10%sf 20%fa 8.82 2.52 1.26 30.04 23.86 4.74 0.047
9 10%sf 25%fa 8.2 3.15 1.26 30.04 23.72 4.74 0.047

3.3 Persiapan Pengujian


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air beton/ kelecakan beton yang
berhubungan dengan mutu beton. Dalam proyek ’tempat penulis kerja prak-
tek’, nilai slump yang dipakai yaitu 175 ± 25 cm. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
kerucut abrams. Cara pengujiannya adalah sebagai berikut.
a) Peralatan uji slump yaitu kerucut abrams disiapkan dengan ukuran diameter atas 10 cm
dan diameter bawah 20 cm, serta tinggi 30 cm. Tongkat baja dengan panjang 60 cm
dan diameter 16 mm.
b) Kerucut abrams diletakkan pada bidang rata dan datar namun tidak menyerap air,
biasanya menggunakan alas berupa tripleks.

Bidang Struktur 49
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

c) Kemudian adukan beton dimasukkan dalam tiga lapis yang kira-kira sama tebalnya, dan
setiap lapis ditusuk 25-30 kali dengan menggunakan tongkat baja supaya adukan yang
masuk dalam kerucut lebih padat.
d) Adukan yang jatuh disekitar kerucut dibersihkan, lalu permukaannya diratakan dan
kerucut ditarik vertikal dengan hati-hati.
e) Kerucut abrams dibuka dan penurunan puncak kerucut diukur terhadap tinggi semula.
f) Hasil pengukuran inilah yang disebut nilai slump dan merupakan nilai kekentalan dari
adukan beton tersebut.
g) Adukan beton dengan hasil slump yang tidak memenuhi syarat tidak boleh digunakan.

4. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

4.1 BETON KINERJA TINGGI


Persyaratan beton berkinerja tinggi dalam penelitian ini penurunan beton segar 175 ±
25, pemakaian w/b yang rendah dikombinasikan dengan kemudahan dalam peletakan dan
pemadatan tanpa segregasi serta tidak ada bleeding pada campuran homogen (Tavio, dkk.
2009). Dalam mencapai beton berkinerja tinggi tersebut, pada percobaan ini dilakukan dengan
cara menambahkan kombinasi campuran silica fume 5;7,5;10 persen dan fly ash 15;20;25
persen. Sehingga percobaan yang dilakukan terdiri dari 9 kombinasi, dimana seluruh bahan
campurannya dilakukan uji material terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakannya.
Selama proses pembuatan campuran beton, sebelum adukan beton dituangkan ke dalam
cetakan terlebih dahulu dilakukan uji slump test. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
workability (kemudahan dalam pengerjaannya) dan untuk mengetahui apakah nilai slump
sesuai yang direncanakan sebelumnya. Setelah melakukan penelitian, maka didapat data-data
hasil pengujiannya (lihat Tabel a.1)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai slump test konstan antara 160 – 200
mm. Hal ini sesuai dengan nilai slump yang disyaratkan pada beton berkinerja tinggi yaitu
175 25 mm (ACI commite; 1993) dimana beton tersebut diharapkan mampu memberikan
kinerja yang baik dalam suatu penerapan. Penerapan tersebut bisa atau tidak memerlukan kuat
tekan yang lebih tinggi. Pemilihan campuran beton merupakan proses yang flexible yang
dapat diadaptasi ke kondisi setempat atau bahkan ke bahan lokal. Sejauh terkait dengan HPC,
kesuksesan tergantung pada pemakaian w/b yang sangat rendah yang dikombinasikan dengan
kemudahan pengecoran (Tavio,dkk. 2009).
Tabel a.1 Data hasil pengujian HPC.

No Spec (kombinasi sf dan Fa) Slump test (mm)


1 5%sf 15%fa 195
2 5%sf 20%fa 175
3 5%sf 25%fa 195
4 7.5%sf15%fa 160
5 7.5%sf 20%fa 190
6 7.5%sf 25%fa 200
7 10%sf 15%fa 160
8 10%sf 20%fa 160
9 10%sf 25%fa 170

4.2 Pengaruh Komposisi Penambahan Silica Dan Fly Ash Pada kinerja beton
Untuk menguji pengaruh penambahan silica fume dan fly ash kedalam campuran beton,
analisis homogenitas ragam dan normalitas data dilakukan terlebih dahulu. Analisis ini

50 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
dilakukan untuk menguji apakah data menyebar normal sehingga memenuhi asumsi untuk
pengujian ragam dengan uji F. Hasil pengujian homogenitas ragam dan normalitas data
terhadap data pengamatan kinerja beton segar menunjukkan bahwa seluruh data menyebar
normal dengan sebaran ragam homogen table c.1.
Tabel b.1: Hasil Fhit uji homogenitas ragam Levene's

Sumber Keragaman db Fhitung Ftabel Signifikansi


SF*FA 8 1,603 1,94 0,130
Galat 126
Total 134
Tabel b.1 menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,130 yang berarti lebih besar
dari nilai selang kepercayaan ( ) sebesar 5 %, dan fhit (1,603) lebih kecil dari ftabel(8;126;0,05)
sebesar 1,94. Dengan demikian berarti bahwa Ho diterima, artinya semua data menyebar
normal dan memiliki varian yang sama atau homogen. Sehingga uji F dapat dilakukan pada
data hasil pengamatan. Hasil analisis ragam terhadap kinerja beton ditampilkan pada tabel b.2
berikut ini.
Tabel b.2: Hasil analisis ragam terhadap kinerja beton segar
Sumber Kuadrat
db Jumlah kuadrat F hitung F tabel
Keragaman Tengah
Silica Fume 2 146234,519 35744,985** 56,992 3,06
Fly ash 2 71489,970 5114,141** 8,154 3,06
SF*FA 4 10228,281 36558,630** 58,289 2,44
Galat 126 79026,667 627,196
Total 134 306979,437
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 95 persen dengan R 2 = 0.743
Berdasarkan uji yang dilakukan, data hasil percobaan menyebar secara normal dan
memiliki ragam yang homogen (hasil uji homogenitas ragam Lavene) sehingga uji F yang
mengacu pada Stell dan Torrie (1980) dapat dilakukan. Silica fume dan fly ash yang
ditambahkan pada campuran beton berkinerja tinggi tersebut, secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama berpengaruh sangat nyata terhadap kinerja beton. Hasil ini sesuai dengan
penelitian jha dan prasad (2005) dimana silica fume dan fly ash selain memiliki bentuk
partikel yang sama yakni halus, bundar, tidak porous, juga didukung kadar semen dan sifat
pozzolanik yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi kinerja beton.
Adanya reaksi pozzolanik yang menerus antara paduan silica fume, fly ash dan calcium
hidroxide dapat mengurangi jumlah pori yang ada sehingga mencapai dense packing yang
cukup tinggi. Sementara itu bentuk partikel yang halus, bulat serta tidak porous dapat mengisi
ruang disekeliling agregat dimana pada beton tanpa kedua bahan tersebut ruangan diisi air,
sehingga transition zone pada beton yang mengandung silica dan fly ash menjadi lebih padat
dan dapat meningkatkan kekuatan ikatan pasta dengan agregat.
Selain itu berdasarkan penelitian Susan C. Mc Craven (2002) bahwa Silica fume yang
merupakan produk peleburan logam silicon dan campuran ferrosilicon ini mempunyai sifat
pozzolanik yang tinggi ketika digunakan dalam beton, namun semakin besar prosentase silica
fume maka semakin rendah kelecakan beton, sehingga dengan penambahan fly ash yang
memiliki kehalusan dan butiran partikel yang bulat ketika digunakan dalam rangkaian
penambahan silica fume dapat meningkatkan workability dan finishability pada beton.

Bidang Struktur 51
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penambahan campuran silica fume dan fly ash kedalam campuran beton dapat meminimalkan
penggunaan semen hal ini dibuktikan dengan adanya interaksi yang nyata antara prosentase
penambahan silica fume dengan fly ash terhadap workabilitas beton. Selain itu karena kedua
bahan ini juga bersifat pozolanik, sehingga jika digunakan dalam campuran beton akan
meningkatkan workabilitas beton segar .

6. DAFTAR PUSTAKA
Aitcin, P.C. 1993. ”High Performance Concrete”. Cement.
Collins, F. 1991. ”Two Dekades of Ready - Mixed High Performance Silica Fume Concrete :
HPC - for the great stupa of dharmakarya”. http://www.norchem.com/pdf/technical-
paper-articles-two-dekades.pdf diakses tanggal 8 Juli 2009.
Goodspeed, C., dkk. 2006. ”High - Performance Concrete (HPC) defined for high way
structure”. http://www.fhwa.dot.gov/BRIDGE/HPCdef.htm diakses tanggal 8 Juli
2009.
Jha, k. Dan Prasad, P.V.S. 2005. ”High Performance Concrete”. http://www.iricon.goy.in
diakses tanggal 8 Juli 2009.
Kwan, dkk. 1995. “Packing Density: A Key Concept For Mix Design of High Performance
Concrete”. http://www.cedb.gov.hk/citb/psdas/content/doc /prof.albertkwan2002.pdf
diakses tanggal 8 Juli 2009.
Mehta, P.K. 1994. “ high performance concrete”. www.intrans.iastate.edu/pubs/
sustainable/mehtasustainable.pdf diakses tanggal 16 Agustus 2009.
Shah, A. 2006. ” effect of silica fume to the strength and permeability Of high performance
ground granulated blastfurnace Slag concrete”.
http://eprints.utm.my/3246/1/AzliShahBashahMAD2006TTT.pdf diakses tanggal 13
September 2009.

Tavio, dkk. 2009. ”High Performance Concrete”. Seminar ITS-Holcim. Surabaya. Hal: 1-12.
Terence, C. 1993. ”High - Performance Concrete today: nothing routine: initially used in
bridge decks, today’s HPC applications are diverserequiring demanding
performance from material and construction”.
http://findarticles.com/p/articles/m1_monsx/15-6-47/ai-91040214/ diakses tanggal 13
September 2009.
Tri hendradi, C. 2005. Step by Step SPSS Analisis Data Statistik. Penerbit Andi. Jogjakarta.

52 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

PEMANFAATAN LIMBAH GENTENG


SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF AGREGAT KASAR
PADA BETON

Soemantoro1, Safrin Z2, Budihastono3


1Soemantoro, Universitas Dr. Soetomo Surabaya, massoemantoro@yahoo.co.id
2 Safrin Z, Universitas Dr. Soetomo Surabaya, safrini@yahoo.com
3Rika Mulyadi, Universitas Dr. Soetomo Surabaya, rikanosen@gmail.com

ABSTRAK
Hampir semua bangunan menggunakan beton untuk gedung bertingkat, jalan, lapangan
terbang, jembatan dan bangunan besar lainnya. Seiring dengan pesatnya pembangunan di bidang
konstruksi, kebutuhan akan beton meningkat yang berakibat meningkatnya kebutuhan material
pembentuk beton yang ada di alam seperti batu pecah dan apabila bahan tersebut secara terus menerus
diambil, akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para
peneliti untuk meningkatkan performance dari sisi material seperti bahan alternatif material sebagai
pengganti agregat kasar menggunakan limbah batu marmer, pecahan batu kapur, dan masih banyak
lagi .
Di satu sisi limbah genteng di daerah Karang Pilang banyak terkumpul, yang hampir setiap
minggu mengangkut sebanyak 2 truk untuk dibuang sebagai urugan. Guna meningkatkan nilai
ekonomis dari limbah tersebut, maka pada penelitian ini kami mencoba menggunakan limbah genteng
untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti batu pecah dalam pembuatan beton. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah genteng terhadap kuat tekan beton.
Metode yang digunakan adalah membuat campuran beton dengan komposisi agregat kasar dari
limbah genteng : 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Dari hasil penelitian material kadar keausan
Limbah Genteng mencapai 53 % yang melebihi persyratan yaitu 50%. Dari hasil pengujian Kuat
tekan beton, adanya penggantian limbah genteng terhadap batu pecah menunjukkan penurunan yang
signifikan, sehingga limbah genteng hanya dapat dipakai untuk campuran beton nn struktur dengan
komposisi 50%.

Kata Kunci: performance, alternative, agregat kasar, kuat tekan.

1. PENDAHULUAN
Dalam usaha untuk mengurangi tingkat kerusakan lingkungan akibat penambangan batu
kali secara terus menerus dampak dari perkembangan pembangunan di bidang konstruksi,
kebutuhan akan beton meningkat yang berakibat meningkatnya kebutuhan material
pembentuk beton, maka penulis mencari bahan alternatif pengisi beton dari sisi material
terutama dari limbah industri yang telah banyak dilakukan seperti bahan alternatif material
sebagai pengganti agregat kasar dan halus menggunakan pasir besi, dan terak baja.
Di satu sisi limbah genteng di daerah Karang Pilang banyak tertimbun, yang hampir
setiap minggu diangkut ke luar sebanyak 2 truk. Guna meningkatkan nilai ekonomis dari
limbah tersebut, maka pada penelitian ini kami akan mencoba menggunakan limbah genteng
sebagai alternatif pengganti agregat kasar atau batu pecah dalam pembuatan beton.
Permasalahannya, seberapa besar pengaruh dari limbah genteng bila digunakan sebagai
agregat kasar bila dibandingkan dengan pecahan batu kali dalam pembuatan beton ditinjau.

Bidang Struktur 53
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

2. TINJAUAN PUSTAKA
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton. Agregat ini kira-kira menempati 60% - 75% volume beton. Sifat yang paling
penting dalam agregat adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, sehingga
dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen. Agregat ini harus bergradasi sedemikian
rupa sehingga masa beton dapat berfungsi sebagai beton yang utuh, homogen dan rapat.
Dimana agregat yang berukuran kecil sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat yang
berukuran besar yang semua butirnya tertinggal di atas ayakan 4,8 mm (5 cm). Agregat kasar
dapat berupa kerikil, pecahan kerikil, batu pecah, terak tanur tiup atau beton semen hidrolis
yang dipecah dan limbah marmer. Diisyaratkan dalam penggunaan agregat kasar ini sesuai
dengan SII 0052 – 1980 dan ASTM C 33 – 90.
Disamping itu banyaknya agregat dapat mengurangi penyusutan akibat mengerasnya
beton. Kekuatan beton yang maksimum adalah beton yang mampu dalam segi ketahanan,
kekuatan, dan ekonomis. Untuk jenis agregat yang digunakan sebagai bahan campuran beton
tergantung pada beberapa faktor dibawah ini:
1. Mutunya.
2. Harganya.
3. Ketersediaannya.
4. Jenis konstruksi yang akan menggunakan bahan tersebut

Agregat didapat dari beberapa jenis bahan yang umumnya menggunakan bahan alam
seperti batu gunung, batu kali, yang mana bahan ini dapat mudah dijumpai dimana-mana.
Agregat dibagi menjadi agregat kasar (batu pecah/kerikil) dan agregat halus (pasir). Kekuatan
agregat sangat penting untuk membuat suatu beton karena, kekuatan agregat tersebut dapat
mempengaruhi kuat tekan beton yang akan direncanakan.
Agregat kasar beton harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 1 % (ditentukan berdasarkan
berat kering)
- Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton seperti zat-zat
reaktif alkali.
Kekuatan agregat tersebut dapat mengurangi konsentrasi tegangan yang terjadi pada
pasta beton selama pembebanan, pembasahan atau pengeringan, pemanasan atau pendinginan.
Dengan demikian dapat membantu mengurangi bahaya akibat terjadinya retakan dalam beton.
Pengujian kekuatan agregat kasar dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengetes.

Limbah Genteng
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan .
Genteng bermacam-macam bentuk diantaranya :
a. genteng biasa (berbentuk flam) adalah unsur bangunan yang dipakai sebagai pelapis atap,
b. Genteng pres kodok mempunyai keuntungan ialah pencetakan dengan mesin
menghasilkan bentuk yang lebih presisi dan alur-alur pencegah masuknya air hujan
kedalam atau lebih rapat daripada gentengbiasa (flam) yang sederhana. Penelitian ini
menggunakan Genteng pres kodok atau Genteng karang pilang, berat genteng rata-rata
1,2 kg/biji, permukaan genteng atau tekstur genteng halus, sifat genteng anti perembesan
air (0,2-0,3%), ada kandungan barium, air. Sedangkan bahan pembuatan genteng pasir,
tanah liat hitam dan tanah liat kuning.

54 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Kegunaan limbah genteng yang sering di pakai oleh masyarakat selama ini untuk:
a. Bahan urugan lapangan golf
b. Untuk urugan rumah, jalan sekitar pabrik.

Penilitian terdahulu yang pernah dilakukan yaitu :


1) ” Pengaruh Gradasi Butiran Batu Pecah Terhadap Kekuatan Beton”, menyatakan bahwa,
pemakaian Gradasi Butiran Batu Pecah gabungan dengan ukuran 5-10mm, 10-20mm, dan
20-30menghasilkan kuat tekan optimum dibandingkan dengan pemakaian butiran yang
sejenis.
2) ”Penggunaan Pecahan Batu Kapur Puger sebagai Alternatif Agregat Kasar ditinjau
Terhadap Porositas dan Kuat Tekan Beton”, menyatakan sedangkan nilai kuat tekan
beton yang menggunakan komposisi campuran 100 % batu pecah dan komposisi
campuran 100 % batu kapur lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kuat tekan yang
menggunakan komposisi campuran kombinasi antara keduanya.
3) The Affectof Copper Slag as a Fine Agregate substitutes on Concrete , menyatakan
bahwa substitusi copper slag pada agregat halus dengan komposisi 25 % terhadap pasir
alam menghasilkan peningkatan kuat tekan sebesar 16,5%.
4) “Pemanfaatan Terak Baja Sebagai Agregat dalam Beton”. Menyatakan, beton yang
menggunakan terak baja sebagai agregat memberikan sifat-sifat mekanik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sifat-sifat mekanik beton yang menggunakan batu pecah dan
pasir alam sebagai agregat kasar dan halus.
5) “Efektivitas Kombinasi Copper Slag sebagai Cementitious terhadap Kuat Tekan pada
Beton”. menyatakan variasi copper slag 20% dapat mencapai kuat tekan yang paling
optimum yaitu 622,6 kg/cm2 dengan kenaikan 10,48% dibandingkan beton dengan mutu
normal yang mengalami penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 29,6% apabila
menggunakan copper slag.

Bidang Struktur 55
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

3. METODOLOGI

START

Surve Lapangan

Studi literatur Pengambilan sampel Limbah


Genteng

Uji Material Mix Design

Semen Portland Uji Laboratorium


Agregat Halus
- Analisa Saringan PC + Pasir + 100%
- Pemeriksaan berat LG + 0% Bk
jenis Pembuatan Benda Uji silinder PC + Pasir + 75%
- Pemeriksaan berat 45 buah (10 x 20 cm) LG + 25% Bk
volume PC + Pasir + 50%
- Pemeriksaan LG + 50% Bk
resapan dan Perawatan Benda Uji PC + Pasir + 25% LG
kelembaban + 75% Bk
- Pemeriksaan kadar PC + Pasir + 0% LG
Lumpur + 100% Bk
- Pemeriksaan kadar Uji Kuat Tekan
organik

Agregat Kasar
- Analisa Saringan Evaluasi
- Pemeriksaan berat
jenis
- Pemeriksaan berat
volume
- Pemeriksaan Kesimpulan
resapan dan
kelembaban
- Pemeriksaan kadar
Lumpur END
- Pemeriksaan
keausan

56 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Pengujian Agregat Kasar
Uji Saringan Agregat Kasar
Analisa saringan Agregat kasar adalah untuk menentukan gradasi atau susunan butiran
dan nilai modulus halus butir kerikil yang digunakan pada campuran beton.
a. Peralatan
- Neraca analitis
- Seperangkat ayakan No: 3, 3/2, ¾, 3/8, 4, 8, 16, 30, 50, 100 & pan
- Oven
- Alat pemisah contoh
- Talam dan sendok
- Mesin penggetar

b. Bahan : Kerikil kering 16 kg


c. Prosedur :
1. Timbang kerikil ukuran 0,5-1 sebanyak 8 kg sebanyak 500 gram
2. Ukuran 1-2 sebanyak 12 kg, ukuran 2-3 sebanyak 16 kg
3. Masukkan kerikil ke dalam ayakan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan di atas dan digetarkan dengan mesin penggetar selama 10 menit
4. Kerikil yang tertinggal pada tiap-tiap ayakan di timbang.

Uji berat jenis Agregat kasar


Analisa berat jenis Agregat kasar adalah untuk menentukan nilai banding antara berat
agregat dengan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh
pada suhu tertentu.
- Peralatan
- Timbangan 25 kg
- Keranjang kawat tergantung pada timbangan
- Oven
- Kain lap
Bahan
- Kerikil kondisi SSD

c. Prosedur :
1. Ambil kerikil yang telah di rendam selama 24 jam kemudian kerikil disebut dilap
2. Timbang kerikil yang sudah di lap seberat 3000 gram (berat bersih)
3. Timbang keranjang kawat di dalam air dengan cara menggantungkan di tempat
gantungan tempat air.
4. Masukkan kerikil SSD 3000 gram ke dalam keranjang kawat, timbang keranjang +
kerikil dengan cara menggantungkan keranjang di tempat gantungan tempat air.

Bidang Struktur 57
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

Uji Kadar Keausan agregat kasar :


Tujuan untuk mengetahui prosentase kehilangan berat akibat pengikisan (keausan).
a. Peralatan yang diperlukan
Los Angeles Abrastion Test Mechine
Bola baja 12 butir
Saringan no.12 (17 mm)
Oven
Neraca
Bahan : Agregat kasar (kerikil atau limbah genteng)
Prosedur
Gradasi kerikil dipersiapkan sebagai berikut:
Lolos saringan 38,1 mm dan tinggal diatas saringan 25,4 mm = 1250 gram.
Lolos saringan 25,4 mm dan tinggal diatas saringan 19 mm = 1250 gram.
Lolos saringan 19 mm dan tinggal diatas saringan 12,7 mm = 1250 gram.
Lolos saringan 12,7 mm dan tinggal diatas saringan 9,5 mm = 1250 gram
Masukkan bahan tersebut kedalam Los Angeles bersama-sama dengan 12
bola baja
Conteiner mesin ditutup rapat, mesin dijalankan sebanyak 500 putaraan
Selesai 500 putaran, material dikeluarkan dan di saring dengan saringan no.12
Material yang tertahan di atas saringan di cuci sampai bersih, setelah di cuci di masukkan
kedalan oven dibiarkan sampai 24 jam dengan suhu 110°C, setelah 24 jam didinginkan
lalu ditimbang beratnya.

Uji Kuat Tekan


Tujuan dari pengujian kuat tekan silinder adalah untuk mengetahui mutu dari beton
tersebut. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan gaya tekan aksial terhadap benda uji
silinder dengan peningkatan beban yang ditentukan sampai benda uji mengalami keruntuhan.
Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan cara membagi beban maksimum pada saat
benda uji hancur dengan luas penampang persegi . dengan menggunakan alat Universal
Testing Machine (UTM) kapasitas 100 ton Merk Tokyo Testing Machine Type RAT –200.
Benda uji akan dibebani sampai hancur dengan kecepatan pembebanan rata-rata 0.14
s/d 0.34 MPa/dt. Sesuai ASTM C39–94.
Kuat tekan beton dihitung dengan persamaan
f’c = P/A .......................................[2]
Keterangan :
f’c = Kuat tekan beton (Mpa)
P = Beban maksimum (KN)
A = Luas bidang benda uji (cm2)
Dari hasil kuat tekan masing-masing benda uji akan dihitung kuat tekan beton rata-

58 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
4. HASIL PENELITIAN dan ANALISA
Rekap Hasil Pengujian Agregat Kasar

MATERIAL ITEM SYARAT BATAS HASIL TEST KET


Agregat kasar (kerikil) Saringan Kerikil Hal =
Berat Jenis Kerikil (ASTM C 128-73) 2,3 – 2,75 gr/cm3 2,4 gr/cm3
Ok
Air Resapan Kerikil (ASTM C 127-77) 2,6 gr/cm3
Kelembapan Kerikil (ASTM C 556-89) Max : 1% 2,7 % No Ok
Kebersihan Kerikil terhadap Lumpur (Pencucian) (ASTM C 117-95)
Max : 1%
Berat Kerikil (ASTM C 29)
(ASTM C 29M-91) 1,35 – 1,75 gr/cm3 1,6gr/cm3 ok
Kadar Keausan Kerikil Max : 50% 40,6% Ok
Agregat kasar (limbah genteng) Saringan Limbah Genteng 2,3 – 2,75 gr/cm3
Hal =
Berat Jenis Limbah Genteng 2,02 gr/cm3
Air Resapan Limbah Genteng Max : 1% 6,5%
Kelembapan Limbah Genteng Max : 1% 0,0075%
Berat Isi Limbah Genteng 1,35 – 1,75 gr/cm3 1,45 gr/cm3
Kadar Keausan Limbah Genteng Max : 50% 53,28% Tidak Ok
Dari hasil pengujian kerikil/ batu pecah dan limbah genteng, menunjukkan bahwa,
resapan dari limbah genteng juga cukup besar, tetapi dapat disiasati menambah jumlah air
dalam campuran beton. Sedangkan kadar keausan limbah genteng cukup besar melebihi
syarat batas, sehingga akan berpengaruh pada kekuatan beton.

Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton


Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan variasi campuran 0%, 25% , 50%, 75%,
dan 100% pecahan genteng Karang pilang,
Pada pengujian kuat tekan, hasil yang diperoleh dari variasi campuran limbah genteng pada
umur 28 hari adalah 0% = 298,06 Kg/cm3, 25% = 212,31 kg/cm3, 50% = 232,73 Kg/cm3,
75% = 222,52 Kg/cm3, 100 % = 179,65 Kg/cm3. Terlihat ada penurunan yang signifikan
seiring dengan bertambahnya campuran limbah genteng sebagai pengganti kerikil. Hal ini
disebabkan karena kekerasan dari pecahan limbah genteng lebih rendah dibandingkan kerikil/
batu pecah atau kadar keausannya lebih tinggi yaitu 53% dibandingkan batu pecah hanya
40.6%.

5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pecahan genteng sebagai pengganti agregat kasar
hanya dapat dipakai untuk beton ringan , hanya dapat digunakan untuk campuran beton non
struktur dengan komposisi 50%.

Bidang Struktur 59
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi di Era Pasar Bebas ASEAN

DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM Standart, 1994, Vol. 04. 01, Concrete and Agregates.
Annual Book of ASTM Standart, 1994, Vol. 04. 02, Concrete and Agregates.
Purwanto H, 2009, ” Pengaruh Gradasi Butiran Batu Pecah Terhadap Kekuatan Beton”,
Jurnal Rekayasa perencanaan UPN Jawa Timur.

Safrin , Helmy, 2006 , Pengaruh Penggunaan Pecahan Batu Kapur Puger Sebagai
Alternatif Agregat Kasar Ditinjau Terhadap Porositas Dan Kuat Tekan Beton,. UPN Veteran
Jawa Timur,. Jurnal Rekayasa Perencanaan, Vol 3 No.1
Safrin, Heri, 2008, The Affectof Copper Slag as a Fine Agregate substitutes on
Concrete, Procieding International Seminar of Civil Engineering XI 8-9 Juli, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”, Surabaya
Sihotang, Abinhot, 2005, Pemanfaatan Terak Baja Sebagai Agregat dalam
Beton, Fakultas teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional, Bandung .
Supriyanto, S., Kartini, Wahyu., Sufiyah, 2005, Efektifitas Kombinasi Copper Slag
sebagai Cementitious terhadap Kuat Tekan pada Beton, Vol 2 No.3 Jurnal Rekayasa
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Surabaya
Subakti Aman, Mix Design Beton Normal Metode DOE, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan ITS, Surabaya.
Subakti Aman, Teknologi Beton Dalam Praktek, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan ITS, Surabaya.

60 Bidang Struktur
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

PENGARUH CAMPURAN ABU SEBETAN KAYU


TERHADAP NILAI CBR TANAH LEMPUNG
Wiji Lestarini1, Nasyiin Faqih2, Maryono3
1 1 Wiji Lestarini, Universitas Sains Al-Quran, lestariniw@yahoo.co.id
2 Nasyiin Faqih, Universitas Sains Al-Qur’an, faqihn@yahoo.co.id
3 Maryono, Universitas Sains Al-Qur’an

ABSTRAK
Salah satu sebab timbulnya kerusakan pada konstuksi adalah kondisi tanah dasar yang kurang
stabil atau memiliki nilai daya dukung tanah yang rendah. Guna meningkatkan nilai daya dukung
tanah tersebut salah satunya dengan cara stabilisasi tanah, yaitu dengan menambahkan/mencampurkan
bahan adiktif tertentu terhadap tanah sampel, dimana dalam penelitian ini bahan adiktif yang
digunakan berupa abu limbah sebetan kayu yang diambil di desa Kalierang Wonosobo. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh campuran abu sebetan kayu terhadap nilai CBR
tanah lempung.
Penelitian dilakukan dilaboratorium dengan melakukan serangkaian percobaan terhadap tanah
sempel. Dari hasil penelitian analisa saringan dan atterberg limit terhadap tanah sempel tanpa
campuran bahan adiktif, tanah diklasifikasikan berdasarkan metode ASSTHO. Dari percobaan standar
proctor dengan variasi campuran 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, akan diketahui prosentase
campuran yang memiliki nilai berat kering tertinggi, Pada kadar air optimum baik pada sempel tanpa
campuran maupun sampel dengan prosentase campuran yang memiliki nilai berat kering tertinggi
selanjutnya dibuat benda uji CBR dengan rendaman dan CBR tanpa rendaman dengan lama rendaman
4 hari. Variasi pukulan tiap sempel adalah 65x, 30x, 10x pukulan.
Berdasarkan hasil penelitian tanah sempel masuk dalam klasifikasi A-7-5 (10) yaitu kelompok
lempung plastisitas tinggi dengan penilaian sebagai tanah dasar sedang sampai dengan buruk. Nilai
berat berat kering (γd) tertinggi terdapat pada variasi campuran 20% sebesar 1,12 gr/cm3 dengan kadar
air optimum 26,1%. Nilai CBR dengan penambahan abu sebetan kayu pada kondisi tak rendam
dengan kepadatan 100% terjadi peningkatan sebesar 3,4, sedang pada kepadatan lapangan 95% terjadi
peningkatan 6,5, begitupula untuk rendaman 4 hari baik pada kepadatan 100% terjadi peningkatan 3,9,
sedangkan pada kepadatan 95% terjadi peningkatan 3,77. Hal ini menunjukkan bahwa abu sebetan
kayu dapat digunakan untuk meningkatkan nilai CBR tanah lempung plastisitas tinggi.
Sebagai pembanding perlu dilakukan penelitian terhadap abu limbah sebetan kayu dari berbagai
jenis kayu lainnya guna mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan nilai CBR tanah lempung.

Kata kunci : Abu sebetan kayu, tanah lempung, CBR

1. PENDAHULUAN
Dalam kegiatan konstruksi, kualitas tanah dasar menjadi bagian yang terpenting dan
perlu diperhatikan karena penggunaan tanah dasar yang tidak sesuai dengan ketentuan akan
berakibat fatal terhadap rusaknya konstruksi yang berdiri atau diletakkan diatas permukaan
tanah dasar, seperti contohnya pada jalan raya yaitu munculnya jalan bergelombang/retak
sebagai akibat tanah dasar yang memiliki kembang susut yang tinggi serta beberapa contoh
lainnya.
Untuk memperbaiki sifat tanah yang kurang baik tersebut, berbagai upaya telah
dilakukan oleh para peneliti dengan menambahkan bahan-bahan adiktif seperti garam dapur,
abu sekam padi, abu ampas tebu, abu batu bara, semen, kapur dan lain sebagainya pada tanah
yang kurang stabil seperti tanah lempung. Pada penelitian ini bahan adiktif yang digunakan
adalah abu sebetan kayu, dengan pertimbangan melimpahnya sisa sebetan kayu dikabupaten

61 Bidang Geoteknik
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Wonosobo sebagai akibat kegiatan industry kayu yang banyak berdiri di Kabupaten
Wonosobo, dan pemanfaatannya selama ini belum maksimal serta masih dianggap limbah.
Selain hal tersebut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh I Made Nada dan Ida
Bagus Suryatmaja menjelaskan bahwa abu pembakaran kayu mengandung kristal silika
(SiO2) sebesar 88,66 % dan kapur (Ca) sebesar 0,75 %. Dan kandungan kimia ini juga
terdapat pada abu sekam padi, abu ampas tebu, semen, kapur yang merupakan bahan adiktif
yang pernah digunakan untuk penelitian perbaikkan tanah lempung sebelumnya. Berdasarkan
hal tersebut diduga abu sebetan kayu juga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah lempung
yang ditinjau dari nilai CBR nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan abu sebetan kayu terhadap daya dukung tanah lempung yang dinyatakan dengan
nilai CBR.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dengan metode eksperimen dengan melakukan serangkaian
percobaan dilaboratorium untuk membandingkan daya dukung tanah sempel yang dinyatakan
dengan nilai CBR dengan dan tanpa penambahan bahan aditif abu sebetan kayu.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian :
a. Menyiapkan abu sebetan kayu, dengan melakukan pembakaran pada limbah sebetan kayu
yang diambil diarea perusahhan kayu yang banyak terdapat di Kabupaten Wonosobo
b. Mengambil contoh tanah dilokasi yang telah ditentukan dalam hal ini sampel tanah
diambil di desa Lipursari Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo,
c. Meneliti masuk dalam klasifikasi apakah tanah asli tersebut menurut sistem klasifikasi
AASHTO yang dilaksanakan dengan Analisa Saringan (PB-0201-76) dan Atterberg Limit
(PB-0109-76 dan PB-0110-76), Berat Jenis (PB-0108-76).
d. Untuk mengetahui berat kering maksimum pada tanah sempel dengan campuran bahan
abu sebetan kayu sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30% yang dilaksanakan dengan
Standar Proctor (PB-0111-76) dan Kadar Air (PB-0117-76),
e. Meneliti nilai daya dukung tanah yang dipadatkan dan dilakukan pada kepadatan
maksimum dengan kadar air optimum dengan lama rendaman 0 hari dan 4 hari,
dilaksanakan dengan Pemeriksaan CBR laboratorium (PB-0113-76) dan Kadar Air (PB-
0117-76).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian :
a. Satu set ayakan.
b. Satu set hydrometer.
c. Seperangkat aterberg limit.
d. Satu set standar proctor.
e. Satu set alat CBR.
f. satu set alat untuk percobaan berat jenis dan kadar air, timbangan, oven.

62 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
3. STUDI PUSTAKA
a. Tanah Lempung
Hardiyatmo, 1999, Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki
partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila
dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil
dari 2 mikron (2μ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut saja
sebagai partikel berukuran lempung dari pada disebut lempung saja.
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan ukuran 2μ
merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung. Untuk
menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi
perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan
bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm
samapi 0,005 mm. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut :
a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm.
b. Permeabilitas rendah.
c. Kenaikan air kapiler tinggi.
d. Bersifat sangat kohesif.
e. Kadar kembang susut yang tinggi.
f. Proses konsolidasi lambat.
b. Nilai CBR
Imam Soekoto, 1984, Nilai CBR (Californian Bearing Ratio) adalah nilai yang
menyatakan kualitas suatu bahan dibanding dengan bahan standar berupa batu pecah
yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 %. CBR menunjukkan nilai relatif kekuatan
tanah, semakin tinggi kepadatan tanah maka nilai CBR akan semakin tinggi.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dasar dipadatkan dengan kadar
air rendah supaya mendapat nilai CBR yang tinggi, karena air kemungkinan tidak akan
konstan pada kondisi ini. Nilai CBR adalah nilai banding antara gaya yang diperlukan
untuk menembus tanah dengan piston berukuran standar (1935 mm 2) dengan kecepatan
standar (1,27mm/menit) terhadap gaya yang diperlukan untuk menembus bahan standar
tertentu.
Pada konstruksi perkerasan Nilai CBR merupakan salah satu parameter yang digunakan
dalam perhitungan struktur perkerasan jalan raya. Semakin besar nilai CBR, semakin
besar pula daya dukung tanah dasar sehingga untuk beban lalu lintas yang sama akan
membutuhkan ketebalan perkerasan yang lebih tipis. Ditinjau dari sisi finansial,
pengurangan ketebalan perkerasan akan berdampak pada penghematan biaya.

c. Abu Sebetan Kayu


I Made Nada dan Ida Bagus Suryatmaja, 2013, abu sisa pembakaran limbah kayu dapat
dipakai sebagai bahan dalam pembuatan batu bata, dilihat dari hasil uji karakteristik fisik
campuran. Hasil pembakaran limbah kayu menghasilkan suatu bahan organik yang tidak
membusuk oleh proses waktu, baik bentuk maupun strukturnya. Adapun kandungan yang
terdapat dalam abu sisa pembakaran limbah kayu secara umum adalah (SiO 2) sebesar
88,66 % dan Kapur (Ca) sebesar 0,75 %.
Sebetan kayu merupakan bagian yang melapisi daging kayu. Di Wonosobo khususnya
pemanfaatan sebetan kayu hanya digunakan sebagai pengganti kayu bakar bahkan sering
dibiarkan membusuk, dibakar atau di buang di sungai. Sehingga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan.

Bidang Geoteknik 63
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


a. Klasifikasi tanah (grain size analisis dan atterberg limits analisis)
Tabel 1: Hasil pengujian atterberg limit

Jenis Uji Nilai Uji


Berat Jenis (Gs) 2,67
Batas Plastis (PL) 64,30%
Batas Cair (LL) 79,50
Plasticity Index (PI) 15,20%

Tabel 2: Hasil pengujian analisa saringan


Diameter %kumulatif %kumulatif
Ukuran Saringan Wt Tertahan Wt Terkoreksi %t Tertahan
Butiran Tertahan Lolos
No.4 4.75 0 0.0 0.0 0.0 100.0
No.8 2.36 0 0.0 0.0 0.0 100.0
No.10 2 0 0.0 0.0 0.0 100.0
No.20 0.85 0 0.0 0.0 0.0 100.0
No.40 0.425 0 0.0 0.0 0.0 100.0
No.60 0.25 49.3 49.4 9.9 9.9 90.1
No.100 0.15 57.7 57.8 11.6 21.4 78.6
No.200 0.075 120.6 120.7 24.1 45.6 54.4
Pan - 271.8 272.1 54.4 100 0
Total 499.4 500

Tabel 3: Hasil pengujian analisa hydrometer

Waktu (menit) 0.5 1 2 5 15 30 84 1440


0
suhu ( C) 27 27 27 27 27 27 27 27
Rh 30 29 27 12 11 11 10 10
Rc=Rh+CT+Cm 33 32 30 15 14 14 13 13
% lebih kecil 66 64 60 30 28 28 26 26
R=Rh + Cm 31 30 28 13 12 12 11 11
L 11.2 11.4 11.7 14.2 14.3 14.3 14.5 14.5
L/t 22.4 11.4 5.85 2.84 0.95 0.48 0.17 0.01
K 0.0126
D= K L/t
0.0596 0.0425 0.0305 0.0212 0.0123 0.0087 0.0052 0.0013
(mm)

Tabel 4: Persen komulatif lolos setelah diperiksa dengan analisa saringan

A Berat Tanah (gr) 500


Berat Tanah lolos
B saringan no.200 272.1
(gr)
C % lebih kecil 66 64 60 30 28 28 26 26
Berat komulatif
D lolos Terkoreksi 179.59 174.14 163.26 81.63 76.19 76.19 70.75 70.75
(BxC) (gr)
E % Komulatif lolos 35.92 34.83 32.65 16.33 15.24 15.24 14.15 14.15

64 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

GRAFIK PEMBAGIAN UKURAN BUTIR

lem-
pasir (sand)
pung lanau (silt) kerikil (grafel)
(clay) halus sedang kasar
0 100

20 80

Persen Lebih Kecil(Lolos)


Persen Lebih Besar (Tertahan)

40 60

60 40

80 20

100 0
0,001 0,01 0,1 1.0 10 100

U k u r a n B u t i r (mm)

Gambar 1: Grafik pembagian ukuran butir tanah

Klasifikasi tanah berdasarkan sistem ASSTHO, untuk klasifikasi umumnya dibagi atas:
(1) Material granular ( < 35 % lolos saringan no. 200)
(2) Tanah-tanah lanau-lempung ( > 35% lolos saringan no. 200)
Berdasarkan hasil penelitan analisa saringan, bahwa tanah yang lolos saringan no.200
adalah 54,4% > 35% sehingga termasuk tanah-tanah lanau-lempung. Berdasarkan
klasifikasi kelompok tanah lanau-lempung dibagi atas A-4, A-5, A-6, A-7 (A-7-5 dan A-
7-6). Guna mengetahui masuk dalam klasifikasi kelompok yang mana, dilihat nilai batas
cair (LL) dan indeks plastis (PI). Dari hasil penelitian nilai LL = 79,50% dan nilai PI =
15,20%, dengan demikian tanah termasuk dalam kelompok A-7.
Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 untuk membedakan keduanya tergantung
dari nilai batas plastisnya (PL), yaitu untuk PL > 30% termasuk A-7-5 dan untuk PL <
30% termasuk A-7-6. Dari hasil penelitian nilai PL 64,30% > 30%, sehingga masuk
dalam klasifikasi A-7-5. Nilai grup index hasil perhitungan 9,75 ≈ 10.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi tanah sempel
dengan sistem AASTHO masuk dalam kelompok A-7-5(10), kelompok ini termasuk
dalam tanah lempung dengan plastisitas tinggi.

b. Pengaruh penambahan campuran abu sebetan kayu terhadap kepadatan tanah


Kepadatan tanah dinyatakan dengan nilai berat kering tanah yang diperoleh melalui uji
standar proctor. Dari berat kering tanah maksimum akan diperoleh kadar air optimum,
yang selanjutnya digunakan untuk acuan pembuatan sampel CBR.

Bidang Geoteknik 65
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Tabel 5: Hasil pengujian standar proctor


No. Sempel 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
3 1,04 1,06 1,07 1,08 1,12
Kepadatan Max (gr/cm ) 1,11 1,08
Kepadatan Lapangan Min 0,988 1,007 1,0165 1,026 1,064 1,0545 1,026
3
(gr/cm )
Kadar Air Optimum (%) 27,7 29,2 27 33,7 26,1 25,2 30,3
Kadar Air Minimum (%) 23,9 24,2 25,7 30,5 23,2 23,2 27,8
Kadar Air Maksimum (%) 32,8 31,4 29 37,2 29,2 28 34,6

Dari hasil penelitian berat kering maksimum terdapat pada campuran 20% yaitu sebesar
1,12 gr/cm3 dengan kadar air optimum 26,1%. Pada campuran 20% tersebut selanjutnya
digunakan untuk pembuatan sampel CBR, dimana nilai CBR 20% akan diperbandingkan
dengan CBR 0%.

c. Pengaruh penambahan campuran abu sebetan kayu terhadap nilai CBR tanah
Tabel 6: Ringkasan hasil pengujian CBR
Nilai CBR dgn lama Kadar Air
Campuran Kepadatan perendaman Optimum
0 hari 4 hari (%)
0% 100% 15,6 1,5 27,7
95% 11 1,18
20% 100% 19 5,4 26,1
95% 17,5 4,95

Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa nilai CBR pada sampel tanah dengan
penambahan abu sebetan kayu pada kondisi tak rendam dengan kepadatan 100% terjadi
peningkatan sebesar 3,4, sedang pada kepadatan lapangan 95% terjadi peningkatan 6,5,
begitupula untuk rendaman 4 hari baik pada kepadatan 100% terjadi peningkatan 3,9,
sedangkan pada kepadatan 95% terjadi peningkatan 3,77. Hal ini menunjukkan bahwa abu
sebetan kayu dapat digunakan untuk meningkatkan nilai CBR tanah lempung plastisitas
tinggi, meskipun peningkatannya belum signifikan.
Sebagai pembanding perlu dilakukan penelitian terhadap abu limbah sebetan kayu dari
berbagai jenis kayu lainnya guna mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan nilai
CBR tanah lempung.

5. KESIMPULAN
a. Klasifikasi tanah dengan metode AASTHO, menunjukkan bahwa sampel tanah masuk
dalam kelompok A-7-5(10). Kelompok ini termasuk tanah lempung plastisitas tinggi, dan
penilaian umum sebagai tanah dasar sedang sampai buruk.
b. Prosentase kenaikan berat isi kering tanah hasil pemadatan dengan penambahan abu
sebetan kayu, kepadatan tertinggi terdapat pada campuran 20 %.
c. Pada campuran yang optimal nilai CBR terjadi peningkatan sebesar 3,4 pada kepadatan
100 %, dan pada kepadatan 95 % terjadi peningkatan sebesar 6,5. Dengan meningkatnya
nilai CBR berarti nilai Daya Dukung Tanah meningkat.
d. Dengan penambahan abu sebetan kayu pada tanah asli terjadi perubahan kearah yang
lebih baik, yaitu terjadinya peningkatan berat kering tanah maksimum (Maksimum
Density) pada penggunaan kadar campuran yang tepat (20%). Meningkatnya nilai CBR
dapat diartikan sebagai peningkatan daya dukung tanah.

66 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
6. DAFTAR PUSTAKA
Hary Christady Hardiyatmo, 2002, “Mekanika Tanah I”, Gajah Mada
UniversitPress, Yogyakarta
Hardiyatmo, H.C., 1992, “Mekanika Tanah I”, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Soedarmo, G.D., Ir, dan Edy Purnomo, S.J., Ir, 1997, Mekanika Tanah I, kanisius,
Yogyakarta
Suwono, Drs, 1989, Teknik Pondasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Anonim, 1976, Manual Perkerasan Bahan Jalan No. 01/MN/3M/1976, Direktorat
Jendral Binamarga
Imam Soekoto, Ir, 1984, Mempersiapkan Lapisan Dasar Konstruksi, Cetakan I,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bidang Geoteknik 67
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

68 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2

KASUS KEGAGALAN KONSTRUKSI DINDING PENAHAN


TANAH DAN TIANG PANCANG MENGGUNAKAN SISTEM
INJEKSI DI ATAS TANAH LUNAK

Helmy Darjanto1
1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Narotama, Helmy.Darjanto@narotama.ac.id

ABSTRAK
Pembangunan basemen hingga -6 meter di bawah permukaan tanah dengan menggunakan
sheetpile dan ditahan oleh tiang pancang setiap jarak 1 meter pada tanah lunak adalah keputusan
desain yang sangat beresiko. Kemudian pemancangan fondasi tiang pancang dengan sistem injeksi,
saat ini sudah banyak digunakan, khususnya untuk tiang-tiang besar berdiameter 50 cm dengan
kapasitas tekan > 250 ton.
Perbaikan dan kelebihan sistem injeksi ini adalah: mempertimbangkan lingkungan yakni
menghindari polusi udara dan suara serta getaran yang aspek-aspek tersebut sangat mengganggu
lingkungan khususnya pada lingkungan yang padat serta kuat dukung dan integritas setiap kedalaman
tiang selalu termonitor selama pemancangan.
Penggunaan sistem injeksi ini akan menjadi tidak ramah lingkungan ketika digunakan untuk
jumlah titik yang besar, misal > 1000 titik karena dengan jumlah titik yang besar, sistem ini dapat
menimbulkan peningkatan tekanan air pori dan penurunan kuat geser tanah serta desakan tanah
kesamping akibat instalasi tiang.
Selain itu hati-hati juga terhadap tindakan redrive pada kedalaman kepala tiang di bawah
permukaan tanah (misal -5 m di bawah permukaan) karena jika terjadi eksentrisitas dengan beban
tekan > 250 ton akan menimbulkan momen pada kepala tiang yang kondisi ini mampu mengganggu
vertikalitas tiang bahkan dapat menimbulkan kerusakan. Kasus kegagalan konstruksi ini diambil dari
proyek A dan proyek B.

Kata kunci: Kegagalan Konstruksi, Basemen, Sheetpile, Tiang Pancang, Sistem Injeksi, Tanah
Lempung Lunak, Redrive

1. PENDAHULUAN
Istilah “tanah lunak” berkaitan dengan tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan
diselidiki secara seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka
panjang yang tidak dapat ditolerir; tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan
kompresibilitas yang tinggi.
Dalam rekayasa geoteknik konsis-tensi sangat lunak dan lunak khusus didefinisikan
untuk lempung dengan kuat geser masing-masing dengan nilai NSPT 0 -2 dan NSPT 2 -5 atau <
12.5 kPa dan 12.5 – 25 kPa.
Sebagai indikasi dari kekuatan lempung tersebut, prosedur identifikasi la-pangan pada
Tabel 1 memberikan beberapa petunjuk.

Bidang Geoteknik 69
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Tabel 1: Indikasi Lapangan

Konsistensi Indikasi Lapangan

Lunak Bisa dibentuk dengan


mudah dengan jari tangan

Sangat Keluar di antara jari


Lunak tangan jika diremas dalam
kepalan tangan

2. SISTEM INJEKSI
Sistem Injeksi (Gambar 1) adalah suatu sistem pemancangan fondasi tiang yang
pelaksanaannya ditekan masuk ke dalam tanah dengan menggunakan dongkrak hidraulis yang
diberi beban counterweight sehingga tidak menimbulkan getaran dan gaya tekan dongkrak
langsung dan dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiang dapat diketahui tiap
mencapai kedalaman tertentu.
Selain memiliki keunggulan yang disebutkan di atas, alat ini juga mampu memancang
pondasi dengan berbagai ukuran mulai dari 200x200 mm sampai dengan 500x500 mm atau
juga dapat untuk spun pile dengan diameter 300 sampai dengan 600 mm. Mobilisasi alat ini
cukup mudah.

Gambar 1: Alat Sistem Injeksi.

KASUS Proyek A
Ada bangunan bertingkat > 9 lantai yang sudah berdiri terlebih dahulu. Kemudian
disekelilingnya dibangun gedung berting-kat, juga > 9 lantai dengan menggunakan fondasi
tiang pancang (spun) berdiamater 500-600 mm yang ditekan dengan sistem injeksi. Jumlah
titik peman-cangan hingga > 1500 titik.
Lapisan tanah merupakan lempung sangat lunak dengan nilai SPT kurang dari 2
pukulan/30cm, hingga kedalaman 15 m, dengan letak muka air tanah lebih kurang 1- 2 m dari
muka tanah asli.
Kerusakan akibat pelaksanaan pemancangan sistem injeksi, terjadi keretakan-keretakan
pada:

70 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
1. Kolom Diameter 900 mm,

Gambar 2: Keretakan Pada Kolom.

Detil keretakan pada kolom di atas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3: Keretakan Pada Kolom.

2. Balok dan Pelat Lantai


Keretakan pada Balok dan Lantai dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4: Keretakan Pada Balok dan Pelat.

Bidang Geoteknik 71
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Situasi dan pelaksanaan pemancangan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5: Situasi dan Pelaksanaan Pemancangan.

Dari kerusakan di atas menunjukkan bahwa ada pertambahan gaya dalam yang sangat
besar yang terjadi pada struktur-struktur di atas.
Penyebab pergerakan dari bangunan tersebut diduga akibat pemancangan dengan sistem
injeksi dan akibat lalai tidak melindungi bangunan existing dengan secant pile saat
pemancangan.
Pergerakan tersebut menimbulkan kerusakan yang diduga terjadi akibat peningkatan
tekanan air pori yang dapat menurunkan kuat dukung fondasi gedung existing dan adanya
gerakan tanah arah lateral akibat pemancangan sistem injeksi dengan jumlah volume lapisan
tanah yang terdorong sangat besar.
Oleh karenanya diputuskan untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Joint survey untuk memetakan kerusakan-kerusakan yang terjadi, kemiringan gedung.
2. Keretakan-keretakan yang terjadi di-amati apakah terjadi pertambahan keretakan atau
tidak?
3. Lakukan perhitungan ulang terhadap kemampuan struktur atas dan bawah.
4. Untuk pergerakan tanah pada area sisi bangunan existing dekat galian perlu ditambahkan
pengamatan inklinometer sedangkan untuk gedung dipasang tiltmeter pada daerah yang
diduga masih terjadi pergerakan (pada kolom dan balok yang rusak).
5. Melakukan analisis terhadap galian, apakah pergerakan tanah yang terjadi dalam batas
aman, apakah kemampuan secant pile yang digunakan masih memadai terhadap
pergerakan tanah, bagaimana dampak pergerakan tanah terhadap bagunan existing?
6. Monitoring tetap dilakukan jika poin 3 aman.
Catatan: proyek gedung dengan lantai > 10, data kuat geser tanah yang dilakukan hanya
triaxial UU. Keakuratan data tanah sangat penting sebagai input parameter analisis
numerik yang digunakan untuk pemodelan konstitutif tanah baik untuk kepentingan desain
maupun analisis balik

72 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
PROYEK B
Akan dibangun 3 tower dengan ketinggian > 20 lantai. Fondasi yang digunakan adalah
fondasi tiang pancang spunpile diameter 500-600 mm yang ditekan dengan sistem injeksi.
Jumlah titik tiang yang terpasang > 2400 titik. Kemudian semua titik dilakukan redrive 2 kali.
Lapisan tanah merupakan lempung sangat lunak dengan nilai SPT kurang dari 2
pukulan/30cm, hingga kedalaman 14-16 m, dengan letak muka air tanah lebih kurang 2 m dari
muka tanah asli dan kedalaman berikutnya merupakan tanah lempung dengan konsistensi stiff
– hard.
Ketidaksesuaian terjadi di lapangan antara lain:
1. Dinding penahan tanah bergerak berkisar 30 cm.

Gambar 6: Keretakan Pada Tanah Di Belakang Dinding Penahan Tanah (DPT).

Keretakannya yang terjadi selebar > 10 cm

Gambar 7: Keretakan Capping Beam DPT.

2. Teganggunya vertikalitas tiang.


Kemiringan tiang terjadi hingga menimbulkan keretakan bahkan patah pada tiang
pancang.

Bidang Geoteknik 73
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Gambar 8: Vertikalitas Tiang Terganggu.

3. Kemiringan galian.

Gambar 9: Kemirimgan Galian.

Situasi dan tiang pancang terpasang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10: Denah Tiang Terpasang.

74 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Data tanah awal saat pelaksanaan pemacangan hanya data N SPT saja kemudian setelah
penggalian terjadi kemiringan tiang baru pihak pelaksana melakukan pengujian ulang tanah.
Untuk DPT mekanisme apa yang sebenarnya terjadi di lapangan: penurunan atau deformasi
tanah (sliding)?
Mekanisme yang terjadi cenderung akibat penurunan dan deformasi tanah yang
kemungkinan penyebabnya ada beberapa faktor yang dapat memberi kontribusi terhadap
pergerakan DPT tersebut adalah sebagai berikut:
a) Adanya peningkatan tekanan air pori akibat pemancangan sistem injeksi yang berakibat
penurunan kuat geser tanah.
b) Penurunan sheetpile flat 50x32 yang diduga masih tertanam di lapisan tanah lunak.
c) Kestabilan lereng
Hasil perhitungan balik pergerakan tanah di belakang DPT menggambarkan
kesesuaian kejadian di lapangan (Gambar 11).

Gambar 11: Total Displacement = 342 mm.

Perpindahan yang terjadi di capping beam berkisar 312 mm (Data joint survey saat itu
298 mm). Kemudian Gambar 12 menjelaskan kondisi plastic points yang terjadi pada lapisan
tanah. Kondisi tersebut menyebabkan lantai parkir di sekitar Direksi Kit mengalami
amblesan/penurunan.

Gambar 11. Plastic Points.

Bidang Geoteknik 75
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Pada area mock-up, saat penggalian kondisi beberapa tiang mengalami gangguan
terhadap vertikalitas (Gambar 8). Mekanisme pergerakan tiang yang terjadi di lapangan
penyebabnya diduga ada beberapa faktor yang dapat memberi kontribusi terhadap pergerakan
tiang adalah sebagai berikut:
1. Diduga saat pemancangan terjadi buckling sehingga vertikalitas tiang terganggu.
Thomas Whitaker- The Design of Piled Foundations, halaman 127 mengungkap-kan
perhitungan beban buckling. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Buckling

Ref.: Thomas Whitaker - The Design of Piled Foundations - page 127

E= 21,000,000.00 kPa
I= 0.002553243 m4
k= 200 kPa coefficient of lateral reaction

Pcr = Buckling Load


Pcr = 2 (kEI)
Pcr = 6,549.39 kN
Pcr > 2,800.00 kN Pile Pressing Force- OK

Dari hasil perhitungan di atas beban injeksi masih lebih kecil dari beban terjadinya
buckling artinya bahwa buckling tidak terjadi.
2. Diduga adanya peningkatan tekanan air pori akibat pemancangan sistem injeksi yang
berakibat penurunan kuat geser tanah. Oleh karenanya dalam pemodelan perlu
peningkatan tekanan air pori diinputkan sesuai data pengamatan di lapangan,
Untuk dapat memprediksi pergerakan pada fondasi tiang maka dibuat pemo-delan
penampang melintang dari peker-jaan galian- mock up. Adapun modelnya adalah
sebagai berikut (Gambar 12):

Gambar 12: Plastic Points.


Dalam tahapan perhitungan pada saat kedalaman -5 m dan -6 m (atau 3 m dan 4 m di
bawah permukaan tanah) dilakukan ground water head untuk memodelkan aliran seepage di
bawah retaining wall. Hal ini penting agar pengaruh seepage apakah menimbulkan heave/

76 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
perpindahan pada dasar galian atau juga untuk mengetahui apakah pergerakan itu mampu
melampaui kemampuan geser tanah. Hasil analisis balik seperti pada Gambar 13.

Gambar 13: Pergerakan Tanah.

Pergerakan tiang yang terjadi dan momen yang terjadi masing-masing adalah 127 mm
dan 85 kN-m. Momen yang terjadi masih < momen crack = 105 kN-m. Jika kenyataan
di lapangan terjadi kerusakan tiang maka diduga ada pengaruh lain.
3. Diduga terjadi pergerakan tiang akibat adanya galian yang menimbulkan kestabilan
lereng galian terganggu.
Angka kemanan yang terjadi terhadap kelongsoran itu adalah SF = 2 > 1.3 berarti
dugaan terjadi kelongsoran tidak signifikan (Gambar 14). Sesuai dengan Gambar 9,
tidak terjadi kelongsoran akibat galian.

Gambar 14. Kestabilan Lereng Galian.

4. Diduga timbul eksentrisitas akibat dilakukan redrive (sebanyak dua kali) 4 meter di
bawah permukaan posisi kepala tiang (Gambar 15).

Bidang Geoteknik 77
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi Di Era Pasar Bebas ASEAN

Gambar 15: Eksentrisitas Akibat Redrive.

Dengan menggunakan kurva p-y maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat grafik atau kurva hubungan antara
Eksentrisitas versus Displacement (Gambar 16).

Gambar 16: Eksentrisitas Versus Displacement.

78 Bidang Geoteknik
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2015 – Universitas Narotama
ISBN : 978-602-72437-1-2
Dari Gambar 16, diduga bahwa kemiringan tiang dapat terjadi akibat adanya
eksentrisitas khususnya saat pelaksanaan redrive. Mengapa? Karena penentuan secara presisi
posisi kepala tiang di bawah permukaan tanah tidak semudah ditentukan seperti di permukaan
tanah.
Hal inilah yang memungkinkan terjadinya eksentrisitas dan timbul momen di kepala
tiang saat redrive. Bentuk kurva pada Gambar 16 menggambarkan bila eksentrisitas yang
terjadi > 8 cm maka perpindahan yang terjadi akan eksponensial atau ekstrem yang dapat
menimbulkan gangguan vertikalitas dan kerusakan pada tiang.

4. DAFTAR PUSTAKA
Das, Braja, M., (2002), “Principles of Geotechnical Engineering”. 5th Edition,
Brooks/Cole, US.
PLAXIS 2D, (1998), “Finite Element Code for Soil and Rock Analyses”. AA.
Balkema, PO. Box 1675, 3000 BR Rotterdam, Netherland.
Wang, ST., Isenhower, WM., (2010), “A Program for the Analysis of Deep
Foundations Under Lateral Loading”, User’s Manual for LPILE Version 6,
ENSOFT, Inc.

Bidang Geoteknik 79
Peluang dan Tantangan Jasa Kontruksi

80 Bidang Bangunan Air/Irigasi

Anda mungkin juga menyukai