Anda di halaman 1dari 17

GIZI PADA LANSIA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

WULAN MENTHARI PUTRI RY


1702012050

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gizi Pada Lansia”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan Mata Kuliah. Dalam penulisan makalah, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penulisan
makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Baik pada teknis penulisan maupun dalam materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 2


A. Perubahan Yang Dapat Terjadi Pada Lansia ................................................ 2
B. Keadaan Gizi Lansia ..................................................................................... 3
C. Pemantauan Status Gizi Pada Lansia ........................................................... 5
D. Pedoman Umum Gizi Seimbang Untuk Lansia .............................................. 6
E. Kebutuhan Gizi Pada Lansia ......................................................................... 7
F. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Gizi Pada Lansia ................................. 7
G. Sajian Lengkap Gizi Bagi Lansia ................................................................... 8
H. Langkah –langkah Hidup Sehat Untuk Lansia ............................................. 11

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 13


A. Kesimpulan .................................................................................................. 13
B. Kritik dan Saran ........................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh
untuk melakukan kegiatan metabolismenya. apabiala seseorang berhasil mencapai
usia lanjut, maka salah satu upaya utama adalah mempertahankan atau membawa
status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimum agar kualitas hidupan yang
bersangkutan tetap baik. Perubahan ststua gizi pada lansia disebabkan perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan.
Perubahan ini akan makin nyata pada kurun usia dekade 70-an. Faktor
lingkunagn antara lain meliputi perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi akibat
memasuki masa pensiun dan isolasi sosial berupa hidup sendiri setelah
pasangannya meninggal. Faktor kesehatan yang berperan dalan perubahan status
gizi antara lain adalah naiknya insidensi penyakit degenerasi maupun non-
degenerasi yang berakibat dengan perubahan dalam asupan makanan, perubahan
dalam absorpsi dan utilisasi zat-zat gizi di tingkat jaringan, dan beberapa kasusu
dapat disebabkan oleh obat-obat tertentu yang harus diminim para lansia oleh
karena penyakit yang sedang dideritanya.
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-
sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia
berkurang karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar
adalah kalori yang dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan
istirahat, misalnya untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan Yang Dapat Terjadi Pada Lansia


Gangguan gizi yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk gizi
kurang maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit
atau terjadi sebagi akibat adanya penyakit tertentu. Oleh karena itu langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menetukan terlebih dahulu ada tidaknya gangguan gizi,
mengevaluasi faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi serta
merencakan bagaimana gangguan gizi tersebut dapat diperbaiki

a. Perubahan anatomi dan fisiologi


Menua (aging) meruakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan
berakhir saat kematian. Selam periode pertumbuhan, proses anabolisma melampaui
proses katabolisma. Pada saat tubuh sudah mencapai tingkat kematangan fisiologik,
kecepatan katabolisma atau proses degenerasi lebih besr daripada kecepatan
proses regenerasi sel (anabolisma). Akibat yang timbul adalah hilangnya sel-sel
yang berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi
organ(Whitney, Catalgo, Rolfes, 1987; Prodrabky, 1992). Dengan demikian menua
ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body mass (jaringan aktif tubuh)
dan perubahan-perubahan di semua system di dalam tubuh manusia. Berikut ini
adalah perubahan fisiologik yang berhubungan dan mempengaruhi status gizi lansia.
b. Alat indera
Indera pengecap, pencium dan penglihatan menurun yang akan secara
langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu makan dan asuapan makanan.
Papila pengecap mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari jumlah 245 pada
anak menjadi hanya 88 pada usia 74-85 tahun. Terjadi penurunan sensitifitas
terhadap rasa manis dan asin. Selain itu muncul glossodyna atau nyeri pada lidah.
c. Saluran cerna/digestif
Terjadi perubahan-perubahan pada kemampuan disgesti dan absorbsi yang
terjadi sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan efek berlebihan dari
kolesistokin. Akibat yang muncul adalah anoreksia. Penyakit periodonsia dan gigi
palsu yang tidak tepat akan makin memberikan rasa sakit dan tak nyaman saat
mengunyah. Selain itu sekresi ludah juga menurun hingga terjadi gangguan

2
pengunyahan dan penelanan. Hipoklorhidria yang terjadi oleh karena berkurangnya
sel-sel parietal mukosa lambung akan mengakibatkan penurunan absorpsi kalsium
dan non-hem-iron.
Terjadi pula overgrowth bakteri yang akan menurunkan bioavailability B12,
malabsorbsi lemak, fungsi asam empedu yang menurun dan diare. Selain itu terjadi
penurunan motilitas usus, hiungga terjadi konstipasi.
d. Metabolisma
Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan
mengakibatkan kenaikan glukosa di dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl untuk tiap
dekade umur. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan produksi insulin atau karena
respon jaringan terhadp insulin yng menurun. Metabolisma basal (BM) menurun
sekitar 20% antara usia 30-90 tahun. Hal ini terjadi karena berkurangnya lean body
mass pada lansia.
e. Ginjal
Fungsi ginjal menurun sekitar 50 % antara usia 30-80 tahun. Reaksi respon
asam basa terhadap perubahan-perubahan metabolik melambat. Pembuangan sisa-
sia metabolisma protein dan elektolit yang harus dilakukan ginjal akan merupakan
beban tersendiri.
f. Fungsi jaringan
Pada usia sekitar 75 tahun, maka prosentsenya fungsi jaringan yang
tertinggal adalah 82 % untuk cairan/air tubuh, 56% glomerulus, 63 % serat syaraf, 36
% taste buds dan 56 % berat otak.

B. Keadaan Gizi Lansia


a. definisi lansia
 Manusia lanjut usia  mereka yang telah berumur 65 tahun ke atas. Durmin
(1992) membagi lansia menjadi young elderly (65 – 74 tahun) dan older
elderly (75 tahun)
 Munro dkk.,(1987) mengelompokkan older elderly ke dalam 2 bagian, yaitu
usia 75 – 84 tahun dan 85 tahun
 Di Indonesia, M. Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dikatakan lansia jika
telah berumur di atas 60 tahun

3
b. kekurangan dan kelebihan gizi pada lansia
Terjadi kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab-sebab yang bersifat
primer maupaun sekunder. Sebab-sebab primer meliputi ketidaktahuan isolasi
sosial, hidup seorang diri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik,
gangguan indrera, gangguan mental, kemiskinan dan iatrogenik. Sebab-sebab
sekunder meliputi gangguan nafsu makan/selera, gangguan mengunyah,
malabsorpsi, obat-obatan, peningkatan kebutuhan zat gizi serta alkoholisme.
Ketidaktahuan dapat dibawa sejak kecil atau disebabkan olah pendidikan yang
sangat terbatas. Isolasi sosial terjadi pada lansia yang hidup sendirian, yang
kehilangan gairah hidup dan tidak ada keinginan untuk masak.
Gangguan fisik terjai pada lansia yang mengalami hemiparese/hemiplegia,
artritis dan ganggun mata. Gangguan mental terjadi pada lansia yang dement dan
mengalami depresi. Kondisi iatrogenik dapat terjadi pada lansia yang mendapat diet
lambung untuk jangka waktu lama, hingga terjadi kekurangan vitamin C. selanjutnya
gangguan selera, megunyah dan malabsorbsi terjadi sebagi akibat penurunan fungsi
alat pencernaan dan pancaindera, sebagai akibat penyakit berat tertentu, pasca
operasi, ikemik dinding perut dan sensitifitas yang meningkat terhadap bahan
makanan tertentu seperti lombok, santan, lemak dan tepung ber ’gluten’(misalnya
ketan). Kebutuhan yang meningkat terjadi pada lansia yang mengalami
keseimbangan nitrogen negatif dan katabolisme protien yang terjadi pada mereka
yang harus berbaring di tempat tidur untuk jangka waktu lma dan yang mengalami
panas yang tinggi.
Kondisi kekurangan gizi pada lansia dapat terbentuk KKP(kurang kalori
protein) kronik, baik ringan sedang maupun berat. Keadaan ini dapat dilihat dengan
mudah melalui penampilanumum, yakni adanya kekurusan dan rendahnya BB
seorang lansia dibanding dengan baku yang ada. Kekurangan zat gizi laing yang
banyak muncul adalah defisiensi besi dalam bentuk anemia gizi, defisiensi B1 dan
B12.
Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan afluency denga
ngaya hidup pada usia sekitar 50 tahun. Dengan kondisi ekonomi yang membaik
dan tersedianya berbagai makanan siap sji yang enak dan kaya energi. Utamany
sumber lemak, terjadi asupan makan dan zat-zat gizi melebihi kebutuhan tubuh.
Keadaan kelbihan gizi yang dimulai pada awal usia 50 tahun-an ini akan membawa
lansia pada keadaan obesitas dan dapat pula disertai dengan munculnya berbagai

4
penyakit metabolisme seperti diabetes mellitus dan dislipidemia. Penyakit-penyakit
tersebut akan memerlukan pengelolaan dietetik khusus yang mungkin harus dijalani
sepanjang usia yang masih tersisa.

C. Pemantauan Status Gizi Pada Lansia


Status gizi pada lansia dapat dinilai dengan cara – cara yang baku bagi
berbagai tahapan umur yakni penilaian secara langsung dan tak langsung. Penilaian
secara langsungdilakukan melaui pemeriksaan klinik, antropometrik, biokimia dan
biofisik.
Di dalam melakukan pemeriksaan klinik perlu dibedakan tiga kelompok gejala yaitu:
 tanda-tanda yang dianggap mempunyai nilai dalam pemeriksaan gizi
 gejala-gejala yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
 gejala-gejala yang tidak berhubungan dengan gizi
Tanda-tanda yang masuk ke tiga kategori dapat ditemukan di berbagai organ
seperti rambut, lidah, konjungtiva, bibir, kulit, hati, limpa dan sebagainya.
Pemeriksaan antropometrik adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan
komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan.
Pemgukuran yang dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas
dan tebal lemak di bawah kulit. Semua hasil pengukuran tersebut harus dikontrol
terhadap umur dan jenis kelami. Dalam melakukan interpretasi, digunakan berbagai
bahan baku (standard) internasional maupun nasional seperti baku WHO, NCHC,
Havard, dan sebagainya.
Perlu ditekankan disini bahwa pemeriksaan tinggi badan pada lansia dapat
memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna oleh karena telah terjadinya
osteoporosis pada lansia yang akan berakibat pada kompresi tulang-tulang columna
vertebral. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi badan dapat
dipakai panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan indeks massa tubuh
(BMI) (Rabe, Thamrin, Gross, Salomons, Schultink,1995). Ternyata korelasi
koefisien antara BMI dengan BMA (body mass-armspan) cukup tinggi yaitu 0,83 dan
0,81 untuk wanita dan untuk pria dengan nilai p-0,001.
Pemeriksaan biokimia dapat dilakukan terhadap berbagai jaringan tubuh,
namun yang paling lazim, mudah dan praktis adalah darah dan urine. Zat-zat gii
tertentu dapat dievaluasi statusnya melalui pemeriksaan biokimiawi seoerti vitamin
A, besi, iodium protein dan sebagainya.Pemeriksaan biofisik dilakuakan misalnya

5
terhadap tulang untuk menilai derajat osteoporosis, jantung untuk kecurigaan beri-
beri dan smear terhadap mukosa organ tertentu.
Penimbangan Berat Badan
a. Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali, waspadai
peningkatan BB atau penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu. Peningkatan
BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu beresiko terhadap kelebihan berat
badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan
kekurangan berat badan.
b. Menghitung berat badan ideal pada dewasa :
Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm – 100)
Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB kurang
dari 160 cm, digunakan rumus :
Berat badan ideal = TB dalam cm – 100
Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih Jika BB kurang dari ideal artinya gizi
kurang

D. Pedoman Umum Gizi Seimbang Untuk Lansia


Khusus untuk Indonesia, Departemen Kesehatan telah menerbitkan Pedman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) (DepKes, 1995) yang berisi 13 pesan dasar gizi
seimbang bagi lansia dengan dasar PUGS dan dengan memeprtimbangkan
pengurangan berbagai resiko pentyakit degenerasi yang dihadapi para lansia.
1. Makanlah aneka ragam makanan
2. Makanlah sumber karbohidrat kompleks (serealia dan umbi)
3. Batasi minyak dan lemak secar berlebihan
4. Makanlah sumber zat besi secara bergantian antara sumber hewani dan
nabati.
5. Minumlah air yang bersih, aman, dan cukup jumlahnya dan telah didihkan.
6. Kurangi konsumsi makanan jajanan dan minuman yang tinggi gula murni dan
lemak.
7. Perbanyak frekuensi makanhewani laut dalam menu harian.
8. Gunakanlah garam berodium, namaun batasilah penggunaan garam secar
berlebihan, kurangi konsumsi makanan dengan pengawaet

6
E. Kebutuhan Gizi Pada Lansia
1. Kalori
Kebutuhan akan kalori menurun sejalan dengan pertambahan usia, karena
metabolisme seluruh sel dan kegiatan otot berkurang
2. Protein
Gersovitz (1982) menganjurkan asupan protein sebesar 1,0 g/kg berat
badan/hari untuk mempertahankan keseimbangan protein, Kebutuhan akan
protein meningkat sebagai tanggapan atas stress fisiologis seperti infeksi, luka
baker, patah tulang dan pembedahan
3. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah sekitar 55 – 60% dari
kalori total
4. Lemak
Asupan lemak dibatasi, batas maksimal 20 – 25% dari energi total. Kelebihan
dan kekurangan lemak diwujudkan dalam bentuk kadar kolesterol darah
5. Serat
Salah satu gangguan yang seringkali dikeluhkan oleh lansia adalah sembelit
Gangguan ini akan timbul manakala frekuensi pergerakan usus berkurang, yang
akhirnya memperpanjang masa transit tinja,hal ini terjadi karena kelemahan
tonus otot dinding saluran cerna akibat penuaan (kegiatan fisik berkurang) serta
reduksi asupan cairan dan serat
6. Vitamin
Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap
berlangsung pada lansia, dianjurkan untuk meningkatkan asupan vitamin B6,
B12, vitamin D dan asam folat

F. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Gizi Pada Lansia


1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau
ompong.
2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa
manis, asin, asam, dan pahit.
3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

7
5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi.
6. Penyerapan makanan di usus menurun.

G. Sajian Lengkap Gizi Bagi Lansia


Kecukupan makanan sehat sangat penting bagi para usia lanjut. Orang yang
berusia 70 tahun, kebutuhan gizinya sama dengan saat berumur 50-an. Sayangnya,
nafsu makan mereka cenderung terus menurun. Karena itu, harus terus diupayakan
konsumsi makanan penuh gizi. Bertambahnya usia menyebabkan indra rasa
menurun. Sebagai kompensasi, banyak orang lanjut usia (lansia) memilih makanan
yang rasanya sangat manis atau asin. Padahal, penambahan gula hanya
memberikan kalori kosong (tidak ada nilai gizinya), sedangkan garam dapat
meningkatkan tekanan darah.
Indra pencium dan penglihatan juga terganggu, sehingga mengakibatkan
pemilihan makanan yang berbau tajam atau minat terhadap makanan menurun.
Perubahan emosi karena depresi dan kesepian juga membuat nafsu makan
menurun. Masalah gigi sering dialami lansia, seperti gigi tanggal, gigi berlubang,
dan gigi palsu yang tidak nyaman. Kesemuanya ini berisiko menimbulkan kurang
gizi.
Nutrisi dan mineral-mineral yang dapat meningkatkan sistem imun orang tua
antara lain (Dickinson A, 2002) :
1. Beta-glucan.
Adalah sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari dinding sel
ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa
beta glucan dapat mengaktifkan sel darah putih (makrofag dan neutrofil).
2. Hormon DHEA.
Studi menggambarkan hubungan signifikan antara DHEA dengan aktivasi
fungsi imun pada kelompok orang tua yang diberikan DHEA level tinggi dan
rendah. Juga wanita menopause mengalami peningkatan fungsi imun dalam
waktu 3 minggu setelah diberikan DHEA.
3. Protein: arginin dan glutamin.
Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun tubuh dan penurunan infeksi
pasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi fungsi sel T, penyembuhan luka,
pertumbuhan tumor, dans ekresi hormon prolaktin, insulin, growth hormon.

8
Glutamin, asam amino semi esensial berfungsi sebagai bahan bakar dalam
merangsang limfosit dan makrofag, meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.
4. Lemak
Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons antibodi,
dan kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T. Konsumsi
tinggi asam lemak omega 3 dapat menurunkan sel helper, produksi cytokine.
5. Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan probiotik lain.
Meningkatkan aktivitas sel darah putih sehingga menurunkan penyakit
kanker, infeksi usus dan lambung, dan beberapa reaksi alergi.
6. Mikronutrien (vitamin dan mineral).
Vitamin yang berperan penting dalam memelihara system imun tubuh orang
tua adalah vitamin A, C, D, E, B6, dan B12. Mineral yang mempengaruhi
kekebalan tubuh adalah Zn, Fe, Cu, asam folat, dan Se.
7. Zinc.
Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung
mempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai faktor dalam pembentukan
DNA, RNA, dan protein sehingga meningkatkan pembelahan sellular.
Defisiensi Zn secara langsung menurunkan produksi limfosit T, respons
limfosit T untuk stimulasi atau rangsangan, dan produksi IL-2.
8. Lycopene.
Meningkatkan konsentrasi sel Natural Killer (NK)
9. Asam Folat
Meningkatkan sistem imun pada kelompok lansia. Studi di Canada pada
sekelompok hewan tikus melalui pemberian asam folate dapat meningkatkan
distribusi sel T dan respons mitogen (pembelahan sel untuk meningkatkan
respons imun). Studi terbaru menunjukkan intake asam folat yang tinggi
mungkin meningkatkan memori populasi lansia (Daniels S, 2002).
10. Vitamin E
Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan. Studi yang
dilakukan oleh Simin Meydani, PhD. di Boston menyimpulkan bahwa vitamin
E dapat membantu peningkatan respons imun pada penduduk lanjut usia.
Vitamin E adalah antioksidan yang melindungi sel dan jaringan dari
kerusakan secara bertahap akibat oksidasi yang berlebihan. Akibat penuaan

9
pada respons imun adalah oksidatif secara alamiah sehingga harus
dimodulasi oleh vitamin E (Murray F, 1991).
11. Vitamin C.
Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang tua,
meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi dan
mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.
12. Vitamin A.
Berperan penting dalam imunitas nonspesifik melalui proses pematangan sel-
sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen asing, menolong
mukosa membran termasuk paruparu dari invasi mikroorganisme,
menghasilkan mukus sebagai antibodi tertentu seperti: leukosit, air, epitel,
dan garam organik, serta menurunkan mortalitas campak dan diare. Beta
karoten (prekursor vitamin A) meningkatkan jumlah monosit, dan mungkin
berkontribusi terhadap sitotoksik sel T, sel B, monosit, dan makrofag.
Gabungan/kombinasi vitamin A, C, dan E secara signifikan memperbaiki
jumlah dan aktivitas sel imun pada orang tua. Hal itu didukung oleh studi yang
dilakukan di Perancis terhadap penghuni panti wreda tahun 1997. Mereka
yang diberikan suplementasi multivitamin (A, C, dan E) memiliki infeksi
pernapasan dan urogenital lebih rendah daripada kelompok yang hanya
diberikan plasebo.
13. Vitamin D.
Menghambat respons limfosit Th-1.
14. Kelompok Vitamin B.
Terlibat dengan enzim yang membuat konstituen sistem imun. Pada penderita
anemia defisiensi vitamin B12 mengalami penurunan sel darah putih dikaitkan
dengan fungsi imun. Setelah diberikan suplementasi vitamin B12, terdapat
peningkatan jumlah sel darah putih. Defisiensi vitamin B12 pada orang tua
disebabkan oleh menurunnya produksi sel parietal yang penting bagi absorpsi
vitamin B12. Pemberian vitamin B6 (koenzim) pada orang tua dapat
memperbaiki respons limfosit yang menyerang sistem imun, berperan penting
dalam produksi protein dan asam nukleat. Defisiensi vitamin B6 menimbulkan
atrofi pada jaringan limfoid sehingga merusak fungsi limfoid dan merusak
sintesis asam nukleat, serta menurunnya pembentukan antibodi dan imunitas
sellular.

10
Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk Lansia dalam sehari :
Menu untuk Lansia dalam sehari :
WAKTU MENU PORSI
Pagi Roti-telur-susu 1 tangkep 1 gelas
Selingan Papais 2 bungkus
Siang Nasi 1 piring
Semur 1 potong
Pepes tahu 1 bungkus
Sayur bayam 1 mangkok
Pisang 1 buah
Selingan Kolak pisang 1 mangkok
Malam Mie baso 1 mangkok
Pepaya 1 buah

H. Langkah –langkah Hidup Sehat Untuk Lansia


Selain dari makanan untuk menjaga kesehatan, lansia juga perlu beberapa
kegiatan yang harus dilakukan seperti :
1. Olah raga yang teratur dan sesuai
Olah raga usia lanjut tidak perlu berlebihan, patokan olah raga lansia yaitu
beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik,
tidak kompetitif atau bertanding. Beberapa contoh olah raga yang sesuai dengan
batasan tadi adalah jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur
jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukut, senam dengan faktor kesulitan
kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan.
2. Istirahat, tidur yang cukup
Tidur ini bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan immunitas atau
kekebalan tubuh, mempercepat proses penyembuhan penyakit, juga pada saat tidur
tubuh memperbaiki jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu
orang pada umumnya akan merasa segar setelah istirahat.
3. Menjaga kebersihan
Lansia harus menjaga kebersihan tubuh, kebersihan lingkungan, kebersihan
ruangan dan juga pakaian dimana dia tinggal. Yang termasuk kebersihan
tubuh adalah mandi dua kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah
mengerjakan sesuatu, sikat gigi setelah selesai makan, membersihkan kuku dan

11
lubang-lubang (hidung, telinga, pusar, anus dan organ intim), memakai alas kaki jika
keluar rumah dan menggunakan pakaian yang bersih.
Sedangkan kebersihan lingkungan yakni di halaman rumah, jauh dari sampah dan
genangan air. Di dalam ruangan atau rumah bersih dari debu dan kotoran setiap
hari, tutupi selalu makanan di meja makan. Pakaian, sprei, gorden, karpet, seisi
rumah termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik. Tentu
saja hal ini memerlukan bantuan dari keluarga atau orang yang tinggal bersama
Lansia.
4. Memeriksakan kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci
keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang
sakit, lansia dianjurakan untuk memeriksakan kesehatannya secara berkala, agar
bila ada penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatannya lebih mudah
dan cepat dan jika ada faktor beresiko yang menyebabkan penyakit dapat dicegah.
5. Mental dan batin tenang dan seimbang
Yakni dengan lebih dekat kepada Tuhan, menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Tuhan, hal ini akan membuat lebih tenang. Lalu hindari stress, hidup yang
penuh dengan tekanan yang akan merusak kesehatan. Stress juga dapat
menyebabkan stroke, penyakit jantung dan sebagainya. Senyum dan ketawa akan
membuat penampilan lebih menarik dan disukai semua orang. Tertawa membantu
memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk
menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi yang tinggi dan
untuk melemaskan otak dari kelelahan.
6. Rekreasi
Rekreasi untu menghilangkan kelelahan setelah beraktifitas selama
seminggu, bisa di pantai, di taman, atau bersantai bersama keluarga, anak dan
cucu, atau teman dan tetangga.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih ( UU 13 tahun
1998 ). Umur manusia sebagai makluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam,
maksimal sekitar enam kali masa bayi sampai dewasa atau 6 x 20 tahun. Proses
menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase
progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah
kemunduran yang dimulai dalam sel atau komponen terkecil dari tubuh manusia.
Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran
yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik
proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini
berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan, yang
selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis pada jaringan tubuh
dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan. Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua ( Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun
psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitifitas emosional meningkat dan kurang gairah.

B. Kritik dan Saran


Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan
pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu
waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk
kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan masukan
yang bersifat membangun kepada semua pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC


http/www. Kebutuhan nutrisi pada lansia.com,, di akses pada hari minggu, jam
11.31.wib.
Adriani, Merryana, 2012, Pengantar Gizi Masyarakat, Jakarta : Kencana Prenada
Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Edisi 2, Jakarta :
EGC
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka
Karya
Azizah, L.M., 2011, Keperawatan Lanjut Usia, Yogyakarta : Graha Ilmu

14

Anda mungkin juga menyukai