Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES DI

DESA AEK LUNG KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG


HASUNDUTAN 2019

JURNAL

DEBORA MARIA
1702022003

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES DI
DESA AEK LUNG KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG
HASUNDUTAN 2019
Relationship Between Personal Hygiene With The Event Of Scabies In Aek Lung Village, Pollung Sub-
District Humbang Hasundutan District 2019
Debora Maria1(k), Dian Maya Sari Siregar 2, Rina Mahyurni Nasution 3
1
Mahasiswa, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
2,3
Dosen, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
1
Email Penulis Korespondensi (K): deboramaria234@yahoo.com
(No telepon korespondensi : 085261777660

Abstrak
Kebersihan diri perlu dijaga untuk terhindar dari penyakit kulit terutama scabies. Di Kecamatan
Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2019 Angka kesakitan tertinggi penyakit scabies terdapat
paling banyak di Desa Aek Lung yaitu sebanyak 25 penderita dikarenakan adanya kebiasaan tidak baik yang
dilakukan oleh para masyarakat seperti tidak mandi selama 3 hari, tidak menggunakan shampo saat mencuci
rambut, tidak memotong kuku minimal sekali seminggu, tidak mencuci pakaian dengan detergen,
menggunakan handuk secara bersamaan dan tidak mengganti sprei tempat tidur dalam sekali seminggu
dibandingkan dengan desa lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara personal
hygiene dengan kejadian Scabies di Desa Aek Lung Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan
Tahun 2019. Jenis penelitian ini adalah oberservasional analitik dengan rancangan Case Control. Jumlah
sampel kasus sebanyak 25 orang dan jumlah sampel kontrol yang dibutuhkan yaitu 25 orang. Analisis data
secara Univariat dan Bivariat dengan uji chi square. Hasil statistik analisis bivariat menunjukkan nilai statistik
masing-masing variabel yaitu: kebersihan kulit p-value=0,000<0,05 dan OR=24,438, kebersihan rambut p-
value=0,020<0,05 dan OR=7,667, kebersihan genetalia p-value=0,004<0,05 dan OR=7,111, kebersihantangan,
kaki dan kuku p-value=0,002<0,05 dan OR=8,143, kebersihan pakaian dan handuk p-value=0,000<0,05 dan
OR= 29,571, kebersihan tempat tidur dan sprei p-value=0,000<0,05 dan OR=13,037. Kesimpulan dalam
penelitian ini ada hubungan kebersihan kulit, genetalia, tangan, kaki dan kuku, pakaian dan handuk, tempat
tidur dan sprei dengan kejadian Scabies di Desa Aek Lung Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang
Hasundutan Tahun 2019. Disarankan kepada masyarakat agar mencari informasi untuk menambah
pengetahuan serta wawasan masyarakat mengenai personal hygiene dengan kejadian Scabies baik yang bisa
didapatkan dari petugas kesehatan atau informasi dari media elektronik dan media cetak sehingga pengendalian
penyakit scabies dapat terhindar.
Kata Kunci : Personal Hygiene, Scabies
Abstract
Everyone, usually hygiene problems that are not addressed, because it requires it, everyone always
tries to get his hygien personally maintained and improved. Personal hygiene needs to be maintained to avoid
skin diseases, especially scabies. The highest number of morbidity from scabies is the most in Aek Paru Village,
which is 25 people compared to other villages. The purpose of this study was to study the relationship between
personal hygiene with the occurrence of Scabies in Aek Paru Village, Pollung District, Humbang Hasundutan
Regency in 2019. This type of research is observational analytic with Case Control design. The population of
research cases of patients with scurvy in Aek Paru Village, Pollung District, Humbang Hasundutan Regency
was 45 people. The number of samples is 25 people and the number of control samples needed is 25 people.
Data analysis by Univariat and Bivariat with chi square test. The results of bivariate statistical analysis
showed statistics between skin hygiene p-value = 0,000 and OR = 8,200, hair hygiene p-value = 0,000 and OR
= 17,875, genetal hygiene p-value = 0,000 and OR = 28,000, cleanliness of hands, feet and nails p -value =
0,000 and OR = 7,618, cleanliness of clothes and towels p-value = 0,000 and OR = 28,000, cleanliness of
bedding and bed linen p-value = 0,000 and OR = 32,250. The conclusion in this study there is a relationship
between skin cleanliness, genetalia, hygiene of hands, feet and nails, clothing and towels, beds and sheets with
the occurrence of scabies in Aek Lung Village, Pollung District, Humbang Hasundutan Regency in 2019. Good
knowledge about the community about personal hygiene with events Both scabies can be obtained from health
workers or information from electronic and print media so that controlling scurvy can be avoided.
Keywords: Personal Hygiene, Scabies

1
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hak dasar yang dimiliki manusia dan salah satu faktor yang menetukan
kualitas sumber daya manusia, disamping itu juga merupakan karunia Tuhan yang perlu dipelihara
dengan ditingkatkan kualitasnya dan dilindungi dari ancaman yang merugikan derajat kesehatan
karena dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan
(1). Di dalam Perilaku sehat ada perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam
gerakan masyarakat. Sehingga lingkungan hidup dapat menjadi kesatuan ruang dengan kesatuan
benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk masuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi alam itu sendiri (1).
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Jika seseorang
sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap
masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum. Karena itu hendaknya setiap orang selalu berusaha supaya
personal hygiennya dipelihara dan ditingkatkan (2).
Kebersihan diri atau personal hygiene sangat berkaitan dengan pakaian, tempat tidur yang
digunakan sehari-hari(3). Kebersihan diri perlu dijaga untuk terhindar dari penyakit kulit terutama
scabies (4). Penyakit yang sering muncul karena kurangnya kebersihan diri adalah berbagai penyakit
kulit. Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan,
kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia.
Kulit manusia tidak bebas hama (steril). Kulit steril hanya didapatkan pada waktu yang sangat
singkat setelah lahir. Bahwa kulit manusia tidak steril mudah dimengerti oleh karena permukaan kulit
mengandung banyak bahan makanan (nutrisi) untuk pertumbuhan organisme, antara lain lemak,
bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan lain-lain yang merupakan hasil tambahan
proses keratinisasi atau yang merupakan hasil apendiks kulit. Mengenai hubungannya dengan
manusia, bakteri dapat bertindak sebagai: parasit yang dapat menimbulkan penyakit (5).
Penyakit kulit masih menduduki tempat yang penting karena penderita cukup banyak.
Indonesia adalah negara beriklim tropis. Iklim inilah yang mempermudah perkembangan bakteri,
parasit, maupun jamur. Sebagian besar penduduk berada di pedesaan dengan sosial ekonomi relatif
rendah, higiene sanitasi masih kurang, sehingga penyakit ini masih dominan sehinga Setiap orang
dapat terinfeksi oleh tungau skabies tanpa memandang umur, ras, atau jenis kelamin dan tidak
mengenai status sosial dan ekonomi (6).
Penyakit scabies ini paling tinggi terjadi di negara-negara tropis yang merupakan negara
endemik penyakit scabies. Prevalensi scabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus per
tahun di Negara Asia seperti India, prevalensi skabies sebesar 20,4% pada anak berusia 10-12 tahun di
Penang, Malaysia. Pada tahun 2015 Prevalensi scabies di Indonesia sebesar 4,60% - 12,95% dan
penyakit scabies ini menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (7)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ma’rufi pada tahun 2013 di dapatkan data bahwa pada
Pondok Pesantren Lamongan terdapat 63% santri mempunyai personal hygiene yang buruk dengan
prevalensi skabies 73,70%. Personal hygiene meliputi kebiasaan mencuci tangan, pemakaian handuk
yang bersamaan, frekuensi mandi, frekuensi mengganti pakaian, frekuensi mengganti sprei tempat
tidur, dan kebiasaan kontak langsung dengan penderita scabies, kebiasaan yang lain juga seperti
menggunakan sabun batangan secara bersama-sama (8).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Desmawati tahun 2015 di Pondok Pesantren Al-
Kautsar Pekanbaru 34% Santri Tungkar dengan Kabupaten 50 Kota memiliki sanitasi lingkungan
buruk dengan prevalensi 49% santri menderita scabies. Sanitasi lingkungan yang buruk sangat erat

2
keterkaitannya dengan angka kejadian scabies, dan kejadian scabies akan lebih meningkat lagi apabila
didukung oleh hunian yang padat(9).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014 , Kota Medan berada
pada urutan ke 3 penderita penyakit kulit terbanyak yaitu sebanyak 2.987 penderita (10). Kabupaten
Humbang Hasundutan sendiri berada di urutan ke 12 dengan penderita penyakit kulit terbanyak di
Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan angka kesakitan di Kabupaten Humbang Hasundutan pada
tahun 2017 menunjukkan penyakit kulit infeksi dengan jumlah penderita sebanyak 725 orang atau
0,80% menduduki urutan ke 18 dari 23 Jenis Penyakit Terbesar di Kabupaten Humbang Hasundutan
(11).
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara di
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan, terdapat angka tertinggi penyakit scabies di
Desa Aek Lung dibanding dengan sebagian besar Desa yang terdapat di Kecamatan Pollung. Peneliti
melihat adanya kebiasaan tidak baik yang dilakukan oleh para masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara personal hygiene dengan kejadian scabies di Desa Aek Lung Kecamatan
Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan 2019.

METODE
Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode oberservasional analitik dengan rancangan
Case Control, merupakan penelitian epidemiologi analitik observasi yang menelaah hubungan antara
efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor tertentu, atau untuk membadingkan
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparanya. Lokasi penelitian dilakukan di
Desa Aek Lung Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2019. Waktu yang
diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Juli 2019. Populasi
kasus adalah seluruh penderita penyakit scabies di Desa Aek Lung Kecamatan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan dari bulan Januari hingga Juli tahun 2019 yaitu sebanyak 25 orang.
Pengambilan sampel untuk kelompok kontrol dilakukan secara purposive. Jumlah sampel kontrol yang
dibutuhkan yaitu 25 orang. Teknik Pengumpulan data menggunakan Data primer Data sekunder data
Data Tersier. Analisa yang digunakan yaitu Analisis univariat merupakan analisis yang
menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing jawaban kuesioner variabel bebas dan
variabel terikat. Apabila telah dilakukan analisis univariat, hasilnya akan diketahui karakteristik atau
distribusi setiap variabel dan analisis dilanjutkan pada tingkat analisis bivariat (13).

HASIL
Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 1 distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di Desa Aek
Lung Kecamtan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan 2019 dapat diketahui bahwa dari 50
responden yang diteliti berdasarkan umur pada kategori kasus diketahui bahwa umur 20-23 tahun
sebanyak 6 orang (8,9%) dan kategori kontrol sebanyak 6 orang (8,9%), umur 24-27 tahun sebanyak 3
orang (6,0%) dan kategori kontrol sebanyak 3 orang (6,0%), umur 28-30 tahun sebanyak 3 orang
(6,0%) dan kategori kontrol sebanyak 3 orang (6,0%), umur 31-33 tahun sebanyak 3 orang (6,0%) dan
kategori kontrol sebanyak 3 orang (6,0%), umur 34-37 tahun sebanyak 4 orang (8,0%) dan kategori
kontrol sebanyak 4 orang (8,0%), umur 38-41 tahun sebanyak 4 orang (8,0%) dan kategori kontrol
sebanyak 4 orang (8,0%), umur 42-45 tahun sebanyak 2 orang (4,0%), umur 43-46 tahun sebanyak 4
orang (4,4%) dan umur 47-50 tahun sebanyak 2 orang (2,2%) dan kategori kontrol sebanyak 2 orang
(4,0%). Berdasarkan jenis kelamin pada kategori kasus diketahui jenis kelamin laki-laki sebanyak 13
orang (26,0%) pada kelompok kontrol diketahui jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (26,0%),
pada kategori kasus diketahui jenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (24,0%) pada kelompok
kontrol diketahui jenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (24,0%)

3
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di Desa Aek Lung Kecamtan
Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan 2019
Kasus Kontrol
Karakteristik
Frekuensi (f) Persentase (%) Frekuensi (f) Persentase (%)
Umur
20-23 tahun 6 12,0 6 12,0
24-27 tahun 3 6,0 3 6,0
28-30 tahun 3 6,0 3 6,0
31-33 tahun 3 6,0 3 6,0
34-37 tahun 4 8,0 4 8,0
38-41 tahun 4 8,0 4 8,0
42-45 tahun 2 4,0 2 5,0
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 26,0 13 26,0
Perempuan 12 24,0 12 24,0
Total 25 50,0 25 50,0

Analisis Univariat
Berdasarkan tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebersihan Kulit dapat diketahui
bahwa dari 50 responden diteliti diketahui bahwa kebersihan kulit responden yang kurang sebanyak 31
orang (62,0%) dan kebersihan kulit responden yang baik sebanyak 19 orang (38,0%). Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Kebersihan Rambut dapat diketahui bahwa dari 50 responden diteliti diketahui
bahwa kebersihan rambut responden yang kurang sebanyak 12 orang (24,0%) dan kebersihan rambut
responden yang baik sebanyak 38 orang (76,0%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebersihan
Genetalia dapat diketahui bahwa dari 50 responden diteliti diketahui bahwa kebersihan genetalia
responden yang kurang sebanyak 21 orang (42,0%) dan kebersihan genetalia responden yang baik
sebanyak 29 orang (58,0%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku
dapat diketahui bahwa dari 50 responden diteliti diketahui bahwa kebersihan tangan, kaki dan kuku
responden yang kurang sebanyak 26 orang (52,0%) dan kebersihan tangan, kaki dan kuku responden
yang baik sebanyak 24 orang (48,0%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebersihan Pakaian dan
Handuk dapat diketahui bahwa dari 50 responden diteliti diketahui bahwa kebersihan pakaian dan
handuk responden yang kurang sebanyak 30 orang (60,0%) dan kebersihan pakaian dan handuk
responden yang baik sebanyak 20 orang (40,0%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebersihan
Tempat Tidur dan Sprei dapat diketahui bahwa dari 50 responden diteliti diketahui bahwa kebersihan
tempat tidur dan sprei responden yang kurang sebanyak 31 orang (62,0%) dan kebersihan tempat tidur
dan sprei responden yang baik sebanyak 19 orang (38,0%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penyakit
Scabies dapat diketahui bahwa dari 90 responden diteliti diketahui bahwa penyakit scabies kasus
sebanyak 25 orang (50,0%) dan penyakit scabies kontrol sebanyak 25 orang (50,0%).

4
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebersihan Kulit, Kebersihan Rambut, Kebersihan Genetalia ,
Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku, Kebersihan Pakaian dan Handuk, Kebersihan
Tempat Tidur dan Sprei, Penyakit Scabies di Desa Aek Lung Kecamtan
Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan 2019
Variabel f Persentase (%)
Kebersihan Kulit
Kurang 31 62,0
Baik 19 38,0
Kebersihan Rambut
Kurang 12 24,0
Baik 38 76,0
Kebersihan Genetalia
Kurang 21 42,0
Baik 29 58,0
Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku
Kurang 26 52,0
Baik 24 48,0
Kebersihan Pakaian dan Handuk
Kurang 30 60,0
Baik 20 40,0
Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
Kurang 31 62,0
Baik 19 38,0
Penyakit Scabies
Kasus 25 50,0
Kontrol 25 50,0
Total 50 100,0

Analisis Bivariat
Berdasarkan tabel 3 Tabulasi Silang Hubungan Kebersihan Kulit dengan Penyakit Scabies
dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus dengan kebersihan kulit kurang sebanyak 23 orang
(46,0%) dan baik sebanyak 2 orang (4,0%). Pada kelompok kontrol dengan kebersihan kulit kurang
sebanyak 8 orang (16,0%) dan baik sebanyak 17 orang (34,0%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-
square diperoleh p-value 0,000 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan kulit dengan
penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 24,438 (95% CI=4,593-130.010), menunjukkan
bahwa penderita penyakit scabies dengan kebersihan kulit kategori kurang 24 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang kebersihan kulit baik. Tabulasi Silang Hubungan Kebersihan Rambut
dengan Penyakit Scabies dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus dengan kebersihan rambut
kurang sebanyak 10 orang (20,0%) dan baik sebanyak 15 orang (30,0%). Pada kelompok kontrol
dengan kebersihan rambut kurang sebanyak 2 orang (4,0%) dan baik sebanyak 23 orang (46,0%).
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh p-value 0,020 <0,05, yang artinya ada hubungan
antara kebersihan rambut dengan penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 7,667 (95%
CI=1,470-39,987), menunjukkan bahwa penderita penyakit scabies dengan kebersihan rambut kategori
kurang 8 kali lebih besar dibandingkan dengan kebersihan rambut baik. Tabulasi Silang Hubungan
Kebersihan Genetalia dengan Penyakit Scabies dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus dengan
kebersihan genetalia kurang sebanyak 16 orang (32,0%) dan baik sebanyak 9 orang (18,0%). Pada
kelompok kontrol dengan kebersihan gentalia kurang sebanyak 6 orang (5,0%) dan baik sebanyak 20
orang (40,0%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh p-value 0,004 <0,05, yang artinya
ada hubungan antara kebersihan genetalia dengan penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh
7,111 (95% CI=1,986-25,465), menunjukkan bahwa penderita penyakit scabies dengan kebersihan
genetalia kategori kurang 7 kali lebih besar dibandingkan dengan kebersihan genetalia baik. Tabulasi
Silang Hubungan Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku dengan Penyakit Scabies dapat diketahui bahwa
pada kelompok kasus dengan kebersihan tangan, kaki dan kuku kurang sebanyak 19 orang (38,0%)
dan baik sebanyak 11 orang (14,0%) dan. Pada kelompok kontrol dengan kebersihan tangan, kaki dan

5
kuku kurang sebanyak 7 orang (14,0%) dan baik sebanyak 38 orang (36,0%). Berdasarkan hasil uji
statistik chi-square diperoleh p-value 0,002 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan
tangan, kaki dan kuku dengan penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 8,143 (95%
CI=2,294-28,901), menunjukkan bahwa penderita penyakit scabies dengan kebersihan tangan, kaki
dan kuku kategori kurang 8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit
scabies. Tabulasi Silang Hubungan Kebersihan Pakaian dan Handuk dengan Penyakit Scabies dapat
diketahui bahwa pada kelompok kasus dengan kebersihan pakaian dan handuk kurang sebanyak 23
orang (46,0%) dan baik sebanyak 2 orang (4,0%). Pada kelompok kontrol dengan kebersihan pakaian
dan handuk kurang sebanyak 7 orang (14,0%) dan baik sebanyak 18 orang (36,0%). Berdasarkan hasil
uji statistik chi-square diperoleh p-value 0,000 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan
pakaian dan handuk dengan penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 29,571 (95% CI=5,466-
159,970), menunjukkan bahwa penderita penyakit scabies pada kebersihan pakaian dan handuk
dengan kategori kurang 30 kali lebih besar dibandingkan dengan kebersihan pakaian dan handuk yang
baik. Tabulasi Silang antara Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei dengan Penyakit Scabies dapat
diketahui bahwa pada kelompok kasus dengan kebersihan tempat tidur dan sprei kurang sebanyak 22
orang (44,0%) dan baik sebanyak 3 orang (6,0%). Pada kelompok kontrol dengan kebersihan tempat
tidur dan sprei kurang sebanyak 9 orang (18,0%) dan baik sebanyak 16 orang (32,0%). Berdasarkan
hasil uji statistik chi-square diperoleh p-value 0,000 <0,05, yang artinya ada hubungan antara
kebersihan tempat tidur dan sprei dengan penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 13,037
(95% CI=3,038-55,953), menunjukkan bahwa penderita penyakit scabies pada kebersihan tempat tidur
dan sprei dengan kategori kurang 13 kali lebih besar dibandingkan dengan yang kebersihan tempat
tidur dan sprei yang baik.

Tabel 3.
Tabulasi Silang Hubungan Kebersihan Kulit, Kebersihan Rambut, Kebersihan Genetalia,
Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku, Kebersihan Pakaian dan Handuk, Kebersihan Tempat
Tidur dan Sprei dengan Penyakit Scabies di Desa Aek Lung Kecamtan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan 2019
Penyakit Scabies
Variabel Kasus Kontrol p-value OR
f % f %
Kebersihan Kulit
Kurang 23 46,0 8 16,0 24,438 (4,593-
0,000
Baik 2 4,0 17 34,0 130.010)
Kebersihan Rambut
Kurang 10 20,0 2 4,0 7,667 (1,470-
0,020
Baik 15 30,0 23 46,0 39,987)
Kebersihan Genetalia
Kurang 16 32,0 5 10,0 7,111 (1,986-
0,004
Baik 9 18,0 20 40,0 25,465)
Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku
Kurang 19 38,0 7 14,0 8,143 (2,294-
0,002
Baik 6 12,2 18 36,0 28,901)
Kebersihan Pakaian dan Handuk
Kurang 23 46,0 7 14,0 29,571 (5,466-
0,000
Baik 2 4,0 18 36,0 159,970)
Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
Kurang 22 44,0 9 18,0
13,037 (3,038-
Baik 3 6,0 16 32,0 0,000
55,953)
Total 25 50,0 25 50,0

6
PEMBAHASAN
Hubungan Kebersihan Kulit dengan Penyakit Scabies
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh
karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas
dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Untuk selalu
memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan seperti;
menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri, mandi minimal 2x sehari, mandi
memakai sabun dan menjaga kebersihan pakaian (25).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji statistik chi-square diperoleh p-
value 0,000 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan kulit dengan penyakit Scabies.
Berdasarkan nilai OR diperoleh 24,438 (95% CI=4,593-130.010), menunjukkan bahwa penderita
penyakit scabies dengan kebersihan kulit kategori kurang 24 kali lebih besar dibandingkan dengan
yang kebersihan kulit baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fattah. Hasil penelitian
yang dilakukan didaptkan bahwa kebersihan kulit yang baik pada bukan penderita penyakit kulit
sebanyak 56,1%, dibandingkan dengan kebersihan kulit yang baik pada penderita penyakit kulit
sebanyak 21,4%, sedangkan kebersihan kulit yang buruk pada bukan penderita penyakit kulit
sebanyak 43,9%, dan kebersihan kulit yang buruk pada penderita penyakit kulit sebesar 78,6%. Hasil
bivariat menunjukkan ada hubungan kebersihan kulit dengan penyakit kulit dengan pvalue 0,000 (29).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dan Ridwan
tentang hubungan pengetahuan, personal hygiene, dan kepadatan hunian dengan gejala penyakit
scabies pada santri di Pondok Pesantren Darul Muklisin Kota Kendari. Hasil yang didapat dari
penelitian ini menyebutkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara personal hygiene terhadap
gejala scabies (p = 0,005), kesimpulan dari penelitian terdapat hubungan pada variabel personal
hygiene dengan gejala scabies (12).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas
responden yang terkena scabies dengan kebersihan kulit yang kurang. Hal ini dapat terlihat dari
jawaban responden dimana rata-rata responden mandi setiap hari hanya 1 kali dan terkadang
responden mandi tidak menggunakan sabun hanya membasuh tubuh dengan air saja disaat mandi.
gambaran ini dapat terlihat dimana ditinjau dari segi cuaca/suhu dilokasi penelitian merupakan suhu
dingin karena terletak di daerah pegunangan. Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat terlihat bahwa
kebersihan rambut memiliki pengaruh dengan terjadinya scabies. Scabies dapat berkembang pada
higien perorangan yang jelek, misalnya frekuensi mandi, penggunaan peralatan mandi seperti sabun,
penggunaan pakaian dan handuk secara bergantian.
Hubungan Kebersihan Rambut dengan Penyakit Scabies
Kebersihan rambut Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara
dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan
selalu memelihara kebersihan kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan sebagai
berikut; memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu,
mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya, sebaiknya menggunakan alat-
alat pemeliharaan rambut sendiri (25).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji statistik chi-square diperoleh p-
value 0,020<0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan rambut dengan penyakit Scabies.
Berdasarkan nilai OR diperoleh 7,667 (95% CI=1,470-39,987), menunjukkan bahwa penderita
penyakit scabies dengan kebersihan rambut kategori kurang 8 kali lebih besar dibandingkan dengan
kebersihan rambut baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muafidah. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa kebersihan rambut responden terbanyak adalah kategori kurang baik, yaitu

7
sebanyak 77 orang (60,6%). Rincian persentase kriteria komponen kebersihan rambut pada santri yang
termasuk kategori kurang baik. Hasil bivariat menunjukkan ada hubungan kebersihan kulit dengan
penyakit kulit dengan pvalue 0,017 (30).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra tentang hubungan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan timbulnya penyakit scabies pada santri di Pesantren
Bahrul Maghfiroh Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71 responden (56%) mempunyai
tingkat PHBS cukup dan memiliki penyakit scabies sebanyak 70 responden (55%). Disimpulkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara PHBS dengan timbulnya penyakit scabies pada santri di Pesamtren
Bahrul Maghfiroh Malang (13).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang
respoden yang terkena scabies mayoritas dengan kebersihan rambut yang kurang. Hal ini dapat
diketahui berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner yang diketahui responden sangat jarang mencuci
rambut atau keramas dengan menggunakan shampo 2 kali dalam seminggu, serta kurangnya
melakukan perawatan rambut. Sehingga dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa kebersihan rambut
yang kurang mempengaruhi terjadinya scabies. Kebebrsihan rambut merupakan tindakan dari
personal hygiene dengan melakukan perawatan diri seperti mandi, mencuci rambut atau keramas
dengan menggunakan shampo minimal 2 kali dalam semiggu merupakan tindakan yang dapat
mencegah terjadinya scabies. Karena upaya untuk memelihara hidup sehat yang meliputi kebersihan
pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Pada higiene perseorangan yang cukup
penularan skabies lebih mudah terjadi. Melakukan kebiasaan seperti kebiasaan mencuci tangan, mandi
menggunakan sabun, menganti pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasaan
keramas menggunakan shampo, tidak saling bertukar handuk dan kebiasaan memotong kuku, dapat
mengurangi resiko terkena skabies
Hubungan Kebersihan Genetalia dengan Penyakit Scabies
Kelamin merupakan bagian tubuh yang dianggap vital yang tidak terlepas dari peran
perawatan, cara perlakuan dari perawatan kelamin adalah dengan membersihkannya ketika mandi
berserta area-area disekitarnya menggunakan sabun. Tujuannya adalah untuk mempertahankan status
kebersihan, mencegah potensi terjadinya infeksi dan untuk kenyamanan. Cara menjaga kebersihan
genetalia adalah mencuci alat genetalia dengan air mengalir dengan cara dari arah depan ke belakang,
jangan menggunakan alat pembersih kimiawi tertentu karena akan merusak keasaman vagina yang
berfungsi menumbuhkan bakteri atau kuman yang masuk. Demikian juga tidak diperbolehkan
menggunakan deodorant atau spray, cairan pembasuh (douches), sabun yang keras, serta tissue yang
berwarna dan berparfum, mengeringkan dengan handuk kering atau tissue kering setiap setelah
mencuci alat genetalia, selalu gunakan celana dalam yang bersih dan terbuat dari bahan katun dan
ganti pembalut minimal 3 kali sehari atau jika dirasa pembalut atau celana dalam sudah lembab, jaga
kebersihan alat genetalia setiap setelah Buang Air Kecil (BAK) maupun Buang Air Besar (BAB) (26).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji statistik chi-square diperoleh p-
value 0,004 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan genetalia dengan penyakit Scabies.
Berdasarkan nilai OR diperoleh 7,111 (95% CI=1,986-25,465), menunjukkan bahwa penderita
penyakit scabies dengan kebersihan genetalia kategori kurang 7 kali lebih besar dibandingkan dengan
kebersihan genetalia baik.
Hasil penelitian ini sejalan denga penelitian yang dilakukan oleh Hapsari. Dari hasil kuesioner
diketahui kebersihan gentalia merupakan merupakan faktor risiko kejadian scabies di Pondok Pesantren
Darul Amanah Kendal. Kebersihan genetalia responden yang buruk mempunyai resiko 4 kali lipat terkena
scabies dibandingkan dengan responden yang memiliki kebersihan tangan dan kuku baik (31).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zahinuddin dan Syahulia
tentang perilaku kebersihan diri (personal hygiene) santri di Pondok Pesantren Wilayah Kabupaten
Brebes akan Terwujud jika didukung dengan ketersediaan sarana prasarana. Hasil analisis univariat

8
menggambarkan perilaku kebersihan diri santri di Pondok Pesantren wilayah Kabupaten Brebes
dengan kategori baik 42%, lebih sedikit dibandingkan dengan kategori kurang baik 58%. Hasil analisis
bivariat menggunakan uji chi-square menunjukkan ada sembilan variabel yang berhubungan secara
signifikan yaitu jenis kelamin, pengetahuan, ketersediaan peraturan tentang sosialisasi. Variabel yang
paling dominan berpengaruh adalah ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan diri (OR = 10,335)
(14).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang
terkena scabies, mayoritas dengan kebersihan genetali yang kurang. Hal ini dapat diketahui bahwa
dari hasil jawaban dari kuesioner dapat terlihat bahwa kurangnya menjaga kebersihan alat genetalia
setelah BAK dan BAB, terutama pada responden laki-laki hal ini sangat terlihat kurangnya menjaga
kebersihan alat genetalia, disamping itu juga dalam menggunakan celana dalam responden mengganti
pakaian dalam dilakukan 1 kali sehari. Hasil penelitian ini juga diketahui bahwa kebersihan genetalia
yang kurang mempengaruhi terjadinya scabies.
Hubungan Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku dengan Penyakit Scabies
Kebersihan tangan, kaki dan kuku Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara
dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain indah
dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit.
Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-
penyakit tertentu (25).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji statistik chi-square diperoleh p-
value 0,002 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan tangan, kaki dan kuku dengan
penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 8,143 (95% CI=2,294-28,901), menunjukkan bahwa
penderita penyakit scabies dengan kebersihan tangan, kaki dan kuku kategori kurang 8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit scabies.
Hasil penelitian ini sejalan denga penelitian yang dilakukan oleh Hapsari. Dari hasil kuesioner
diketahui bahwa 50,0% responden kasus tidak mencuci tangan setelah membersihkan tempat tidur.
Sebanyak 87,5% responden tidak mencuci tangan sesudah menggaruk badan. Sehingga kebersihan tangan
dan kuku merupakan merupakan faktor risiko kejadian scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah Kendal.
Kebersihan tangan dan kuku responden yang buruk mempunyai resiko 4 kali lipat terkena scabies
dibandingkan dengan responden yang memiliki kebersihan tangan dan kuku baik (31).
Hasil penelitian ini sejalan denga penelitian yang dilakukan oleh Rahmi pada tahun 2019 tentang
hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku personal hygiene dengan kejadian scabies pada santri di
Pondok Pesantren Darul Ulum Piq Kecamatam Duwo Koto Kabupaten Pasaman tahun 2015. Hasil
penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian
scabies, dimana nilai p = 0,044. Hubungan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian scabies
dimana nilai p = 0,036 (15).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang
terkena scabies mayoritas kurangnya kebersihan tangan, kaki dan kuku. Hal ini dapat terlihat dari hasil
jawaban kuesioner bahwa kurangnya kebersihan tangan yang dilakukan responden seperti mencuci
tangan dengan sabun setelah melakukan kegiatan diluar, sama seperti halnya dengan kebersihan kaki.
Kebersihan kuku responden juga kurang dijaga hal ini dapat diketahui responden yang membersihkan
kuku dengan cara menggunting kuku 1 kali dalam seminggu jarang sekali dilakukan. Hasil penelitian
ini dapat diketahui bahwa kebersihan tangan, kaki dan kuku memiliki pengaruh terhadap terjadinya
scabies.
Hubungan Kebersihan Pakaian dan Handuk dengan Penyakit Scabies
Kebersihan pakaian tentang personal hygiene bila pakaian tidak pernah di cuci ataupun
dijemur dalam jangka waktu yang lama maka kemungkinan jumlah kuman scabies yang ada di
pakaian itu banyak sekali dan sangat besar resiko untuk menularkan pada orang lain. Adapun

9
penularan penyakit scabies dapat secara kontak tidak langsung yaitu melalaui benda-benda
terkontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita seperti pakaian, handuk, sprei, bantal dan
sebagainya. Dampak yang sering di jumpai karena tidak memperhatikan kebersihan pakaian adalah
penyakit kulit (scabies, jamur, panu,infeksi bakteri pioderma) (27).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji statistik chi-square diperoleh p-
value 0,000 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan pakaian dan handuk dengan penyakit
Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 29,571 (95% CI=5,466-159,970), menunjukkan bahwa
penderita penyakit scabies pada kebersihan pakaian dan handuk dengan kategori kurang 30 kali lebih
besar dibandingkan dengan kebersihan pakaian dan handuk yang baik.
Hasil penelitian ini sejalan denga penelitian yang dilakukan oleh Fattah. Hasil penelitian yang
dilakukan bahwa kebersihan pakaian yang baik pada bukan penderita penyakit kulit sebanyak 59,2%,
dibandingkan dengan kebersihan pakaian yang baik pada penderita penyakit kulit sebanyak 31,6%,
sedangkan kebersihan pakaian yang buruk pada bukan penderita penyakit kulit sebanyak40,8%, dan
kebersihan pakaian yang buruk pada penderita penyakit kulit sebesar 68,4%. Hasil bivariat
menunjukkan ada hubungan kebersihan pakaian dan handuk dengan penyakit kulit dengan pvalue
0,000. Ada hubungan antara kebersihan pakaian dan handuk dengan kejadian penyakit kulit dengan
nilai p=0,000 (<0,05) (29).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani pada tahun 2018
tentang pengaruh pendidikan hygiene dengan kejadian scabies pada santri di periode Pesantren Al
Azhar Desa Tembelang Kecamatan Peterong Jombang. Berdasarkan uji statistik nilai probablilitas atau
p value sebesar 0,000 > delta (0,05) sehingga adanya hubungan personal hygiene dengan kejadian
scabies pada santri di Pondok Pesantren Al Azhar Desa Tembelang Kecamatan Peterongan Jombang
yang signifikan dengan tingkat keeratan yang kuat yaitu antara (0,601- 0,80) (16).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang
mengalami scabies, mayoritas kurangnya kebersihan pakaian dan handuk. Hal ini dapat terlihat dari
hasil jawaban responden bahwa mencuci pakaian dan handuk hanya membilas dengan air saja, tidak
menggunakan detergen yang dapat membunuh kuman yang berada dipakaian dan handuk yang
digunakan, disamping itu juga penggunaan handuk juga secara bersamaan dilakukan dengan beberapa
orang. Kebiasaan ini sudah sering dilakukan oleh responden setiap harinya. Berdasarkan hasil
penelitian ini juga dapat terlihat bahwa kurangnya kebersihan pakaian dan handuk memiliki pengaruh
dengan terjadinya scabies. Scabies dapat berkembang pada higien perorangan yang jelek, misalnya
frekuensi mandi, penggunaan peralatan mandi seperti sabun, penggunaan pakaian dan handuk secara
bergantian.
Hubungan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei dengan Penyakit Scabies
Kebersihan tempat tidur dan Sprei tentang personal hygiene Kasur merupakan salah satu
faktor yang menentukan kualitas tidur. Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit
maka perlu menjemur kasur 1x seminggu karena tanpa disadari kasur juga bisa menjadi lembab hal ini
dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah rubah. Sebaiknya selalu ganti sprei
tempat tidur sekali satu minggu. Jika lebih dari satu minggu akan banyak debu yang menempel pada
sprei. Didalam debu terdapat tungau yang bisa menembus pori-pori sprei. Kotoran tungau ini adalah
penyebab alergi yang bisa membuat sesak napas, kulit kemerahan, bersin-bersin dan gatal-gatal (27).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji statistik chi-square diperoleh p-
value 0,000 <0,05, yang artinya ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan sprei dengan
penyakit Scabies. Berdasarkan nilai OR diperoleh 13,037 (95% CI=3,038-55,953), menunjukkan
bahwa penderita penyakit scabies pada kebersihan tempat tidur dan sprei dengan kategori kurang 13
kali lebih besar dibandingkan dengan yang kebersihan tempat tidur dan sprei yang baik.
Hasil penelitian ini sejalan denga penelitian yang dilakukan oleh Fattah. Hasil penelitian yang
dilakukan bahwa kebersihan tempat tidur dan seprai yang baik pada bukan penderita penyakit kulit

10
sebanyak 58,2%, dibandingkan dengan kebersihan tempat tidur dan seprai yang baik pada penderita
penyakit kulit sebanyak 31,6%, sedangkan kebersihan tempat tidur dan seprai yang buruk pada bukan
penderita penyakit kulit sebanyak 41,8%, dan kebersihan tempat tidur dan seprai yang buruk pada
penderita penyakit kulit sebesar 68,4%. Ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan seprei
dengan kejadian penyakit kulit dengan nilai p=0,000 (<0,05) (29).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ma’rufi pada tahun
2013 di dapatkan data bahwa pada Pondok Pesantren Lamongan terdapat 63% santri mempunyai
personal hygiene yang buruk dengan prevalensi skabies 73,70%. Personal hygiene meliputi kebiasaan
mencuci tangan, pemakaian handuk yang bersamaan, frekuensi mandi, frekuensi mengganti pakaian,
frekuensi mengganti sprei tempat tidur, dan kebiasaan kontak langsung dengan penderita scabies,
kebiasaan yang lain juga seperti menggunakan sabun batangan secara bersama-sama (8).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang
menderita scabies mayoritas kurangnya kebersihan tempat tidur dan sprei. Hal ini terlihat dari hasil
jawaban responden yang menyatakan bahwa tidak pernah menjemur tempat tidur dalam waktu 1
minggu sekali, tidak pernah mencuci dan menjemur sprei dalam waktu 1 minggi sekali. Kurangnya
menjaga kebersihan sarana tempat tidur dan sprei dapat menyebabkan banyaknya debu yang
menempel pada tempat tidur dan sprei sehingga dapat menyebabkan alergi yang bisa menyebabkan
sesak nafas, kulit kemerahan dan rasa gatal-gatal yang disebabkan oleh binatang seperti tungau.
Menurut Ma’rufi dalam penelitian Ratri, tampak sekali peran higiene perorangan dalam penularan
penyakit scabies. Tungau Sarcoptes scabies akan lebih mudah menginfestasi individu dengan higiene
perorangan jelek dan sebaliknya lebih sukar menginfestasi individu dengan higiene perorangan baik
karena tungau dapat dihilangkan dengan mandi dan keramas teratur, pakaian dan handuk sering dicuci
dan kebersihan alas tidur

KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini ada hubungan kebersihan kulit, genetalia, tangan, kaki dan
kuku, pakaian dan handuk, tempat tidur dan sprei dengan kejadian Scabies di Desa Aek Lung
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2019. Disarankan kepada masyarakat
agar mencari informasi untuk menambah pengetahuan serta wawasan masyarakat mengenai
personal hygiene dengan kejadian Scabies baik yang bisa didapatkan dari petugas kesehatan atau
informasi dari media elektronik dan media cetak sehingga pengendalian penyakit scabies dapat
terhindar.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih disampaikan kepada Pembimbing pertama yaitu Ibu Dian Maya Sari
Siregar, S.K.M., M.Kes dan Pembimbing dua yaitu Ibu Rina Mahyurni Nasution, S.K.M., M.Kes
yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan arahan kepada
penulis selama penyusunan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soemirat J. Kesehatan lingkungan. Bandung : Gadja Mada University, 2013.
2. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2017.
3. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku. Jakarta; Rineka Cipta,2015.
4. Suryono, Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Yogyakarta; Nuha Medika,2011.
5. Sriyanto, Kondisi Lingkungan Hidup; Jakarta, Rineka Cipta 2015;
6. Maharani A.Penyakit Kulit.yogyakarta;Pustaka baru press,2015
7. Kepmenkes no 852, Strategi Total Berbasis Masyarakat Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2008

11
8. Ma’arufi I, Keman S , Notobroto HB. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap
Prevalensi Penyakit Scabies Study Pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan.
2013:
9. Desmawati, Ari P, Oswati H. Hubungan Personal Hygine Sanitasi Lingkungan dengan
Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al-Kautsar Pekanbaru. JOM Vol 2 No 1, Februari 2015.
10. Dinas Kesehatan Profinsi Sumatera Utara;ProfilKesehatan Sumatera Utara;2014
11. Dinas Kesehatan Kabupaten Dolok Sanggul;Profil kesehatan Kabupaten Doloksanggul.
2017;91(9):32–6.
12. Ibrahim K, Ridwan AR. Hubungan Pengetahuan Personal Hygiene dan Kepadatan Hunian
Dengan Gejala Penyakit Scabies Pada Santri di Pondok Pesantren Daurul Muklis. Kendari;
2017; 8(4).
13. Rahayu W, Saputra R, Putri RM, Hubungan PHBS Dengan Timbulnya Penyakit Scabies Pada
Santri, 2019;
14. Zahinuddin A, Syahuliyah Z, Perilaku Kebersihan Diri (Personal Hygiene) Santri di Pondok
Pesantren Wilayah Kabupaten Brebes akan Terwujud Sarana dan Prasarana,2016.
15. Rina K, Gustin K, Ira IS.Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Personal Hygiene
dengan Kejadian Scabies pada Santri di Pondok Pesantren Darul Ulum Piq Kecamatan Duo
Koto Kabupaten Pasaman.2015;(7)2.
16. Puspita S, RustantiE, Wardani MP. Pengaruh Pendidikan Personal hygiene dengan Kejadian
Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Al-Azhar Desa Tembelang Kecamatan Peterongan
Jombang.2018;8(2).
17. Setyaningrum Yi, Amin M, Utami, Scabies dan Upaya Pencegahanya; Leutika Pro, 2016.
18. Clevere SR. Penyakit Kulit Dan Kelamin.Penerbit Nuha Medika.2013.
19. Ghazali, Hilma UD. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Scabies di pondok pesantren
M Langi Gampling Sleman Yogyakarta.2014;6(3).
20. Sitorus R.Gejala Penyakit dan Pencegahan. Bandung; Yrama Widya,2013.
21. Walton C;Pengetahuan dan Sikap,;Surakarta.Universitas Sebelas Maret’2014,8(3).

12

Anda mungkin juga menyukai