Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA

ANAK DYSLEXIA DI KELAS TINGGI SD AL-AZHAR 07 KOTA SUKABUMI

Aditia Eska Wardana


Luthfi Hamdani Maula

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Indonesia


aditiawardana90@gmail.com

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran


Bahasa Indoneisa pada anak dyslexia di SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi serta bagaimana
kemampuan kognitif anak dyslexia di SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi. Sumber data dari
informan, dokumentasi, dan data observasi. Data informan dari guru dan siswa. Data
dokumen berupa tulisan, gambar dan rekaman. Data observasi didapatkan melalui proses
observasi yang peneliti lakukan. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam
penelitian adalah purposive sampling. peneliti juga akan menggunakan teknik snowball
sampling dalam pemilihan informan. Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk menguji
keabsahan data pada penelitian ini adalah triangulasi. peneliti menggunakan dua macam
triangulasi yaitu: triangulasi metode, triangulasi sumber. Analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan model analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang
terdiri dari empat jalur kegiatan, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan verifikasi data atau kesimpulan. kesimpulkan dalam peneltian ini guru
menggunakan metode Basal Reade. Upaya untuk mengatasi kesulitan membaca dilakukan
pada jam tambahan dengan berbagai metode seperti dengan metode GilinghamStillman
(menyajikan gambar), Phonic method, cerita/dongeng, dan Hegge-kirk kirk.
Kata Kunci: Dyslexia, Pembelajaran Bahasa Indonesia.

PENDAHULUAN
Dyslexia merupakan salah satu bentuk kesulitan belajar spesifik yang tersering
diantara kedua bentuk kesulitan belajar spesifik lainnya yaitu disgrafia dan diskalkulia.
dyslexia (seperti halnya diskalkulia dan disgrafia) terjadi pada individu dengan potensi
kecerdasan normal, bahkan banyak diantara mereka yang mempunyai tingkat kecerdasan jauh
di atas rata-rata. Itulah sebabnya maka dyslexia disebut sebagai kesulitan belajar spesifik,
karena kesulitan belajar yang dihadapinya hanya terjadi pada satu atau beberapa area
akademis yang spesifik saja, diantaranya area membaca, menulis dan berhitung.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
dasar. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendikan (Depdiknas, 2006: 18) mengemukakan
bahwa, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan
barbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis. Hal ini tentunya menjadi suatu hambatan ketika terdapat anak dyslexia
yang belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Fakta di lapangan keberadaan anak dyslexia sekarang ini hampir selalu dijumpai
dalam setiap kelas reguler di sekolah dasar. Kesulitan belajar yang dihadapi satu siswa
dengan siswa yang lain bermacam-macam, yaitu kesulitan menulis, membaca, dan berhitung.
Anak yang memiliki kesulitan dalam satu atau lebih dari kesulitan tersebut, biasanya
memiliki prestasi dan nilai yang rendah terhadap mata pelajaran tertentu.

1
Hal ini terbukti berdasarkan data yang diperoleh mahasiswa PGSD Universitas
Muhammadiyah Sukabumi pada saat melakukan observasi untuk memenuhi tugas mata
kuliah pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan memperoleh data 11 sekolah dan 40
siswa yang terindikasi dyslexia di sekolah dasar wilayah kota Sukabumi. Salah satu sekolah
yang terdapat anak dyslexsia adalah sekolah dasar Al-Azhar 07 Kota Sukabumi.
Sekolah Dasar Al-Azhar 07 Kota Sukabumi beralamat di Jalan Bhayangkara No. 222,
Selabatu, Kec. Cikole, Kota Sukabumi Prov. Jawa Barat. Sekolah ini salah satu sekolah
favorit yang ada di kota Sukabumi.
Dengan adanya permasalah anak dyslexia yang belajar di kelas reguler, maka peneliti
termotivasi untuk menganalisis tentang bagaimana implementasi pembelajaran Bahasa
Indonesia pada anak dyslexia di SD Al Azhar 07 Kota Sukabumi. Dengan harapan akan
menemukan gambaran tentang metode pembelajaran yang cocok diterapkan pada anak
dyslexia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah 1)
Bagaimana implementasi pembelajaran Bahasa Indoneisa pada anak dyslexia di SD Al-Azhar
07 Kota Sukabumi. 2) Bagaimana kemampuan kognitif anak dyslexia di SD Al-Azhar 07
Kota Sukabumi.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Alasan peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif diantaranya : pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai
yang dihadapi (Moleong 2013: 10).
Penelitian ini mengambil lokasi di sekolah dasar Al-Azhar 07 Kota Sukabumi.
Sekolah beralamat di Jalan Bhayangkara No. 222, Selabatu, Kec. Cikole, Kota Sukabumi
Prov. Jawa Barat. Sekolah ini salah satu sekolah favorit yang ada di kota Sukabumi. Subjek
dalam penelitian ini adalah siswa dyslexia pada kelas tinngi di SD Al-Azhar 07 Kota
Sukabumi.
Dalam penelitian ini, sumber data dari informan, dokumentasi, dan data observasi.
Data informan dari guru dan siswa. Data dokumen berupa tulisan, gambar dan rekaman. Data
observasi didapatkan melalui proses observasi yang peneliti lakukan. Teknik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling. Purposive sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2011: 126).Selain
itu, peneliti juga akan menggunakan teknik snowball sampling dalam pemilihan informan.
Snowball Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya
jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar (Sugiyono 2008: 219). Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, yaitu (1) wawancara mendalam, (2)
observasi, (3) studi dokumenter. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.

2
Tabel 1.1Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
No Data Sumber Data Teknik pengumpulan data
1. Implementasi pembelajaran Guru Kelas Wawancara Mendalam
pada anak dyslexia
2. Implementasi pembelajaran Proses pembelajaran Observasi
pada anak dyslexia dan kegiatan siswa
Latar belakang kognitif Dokumen (data siswa, Studi Dokumenter
3. siswa rapor, rekaman, foto) (Pencermatan dokumen)

Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk menguji keabsahan data pada penelitian
ini adalah triangulasi. Moleong (2013 :330) mengemukakan bahwa triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding sebagai data itu.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam triangulasi yaitu: triangulasi
metode, triangulasi sumber. Dalam proses triangulasi informasi-informasi yang didapat dari
sumber dan metode yang berbeda kemudian dibandingkan satu sama lain agar memperoleh
keabsahan data. Data dinyatakan valid atau terpercaya karena hasil data yang diperoleh dari
sumber dan metode yang berbeda menunjukkan keterangan yang sama. Untuk lebih jelas
terkait keabsahan data dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Keabsahan Data
No Triangulasi Keterangan
1 Metode Wawancara Mendalam
Observasi
Studi Dokumenter
2 Sumber Informan :Siswa, guru, masyarakat sekolah
Hasil observasi
Data dokumen

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan model analisis
interaktif Miles and Huberman. Menurut Miles dan Huberman (1992: 16), analisis data
kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari empat jalur kegiatan, yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan verifikasi data atau
kesimpulan. Proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan
atas verifikasi lebih jauh dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengumpulan Penyajian
Data Data

Reduksi
Data

Verifikasi Data/
Kesimpulan

Bagan 1.1 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaksi

3
Pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode yaitu pertama dengan wawancara
mendalam, data diperoleh dari wawancara dengan berbagai sumber diantaranya siswa dan
guru kelas. Kedua, penggunaan metode observasi dengan melakukan mengamatan
implementasi pembelajaran pada anak dyslexia, perilaku siswa saat mengikuti proses
pembelajaran di luar kelas. Ketiga, penggunaan metode studi dokumenter sebagai penguat
hasil penelitian. Dokumen yang diperoleh berupa nilai kognitif siswa dari rapor, foto, video
dan administrasi SD Al-azhar 07 Kota Sukabumi.
Hasil dari pengumpulan data merupakan hasil secara umum yang belum sepenuhnya
sesuai dengan focus penelitian, sehingga diperlukan reduksi data untuk memilah dan
mengklasifikasikan data berdasarkan focus penelitian dan kerangka berpikir. Reduksi data
merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
dilapangan. Reduksi data ini berlangsung secara terus-menerus selama proyek yang
berorientasi kualitatif berlangsung (Prastowo, 2012: 242).
Data yang direduksi berupa data tentang kemampuan kognitif siswa, Implementasi
proses pembelajaran di kelas. Melalui reduksi data ini, diperoleh data yang cukup atau tidak
cukup sehingga diperlukan pengumpulan data lagi sampai data yang tidak tereduksi
merupakan data yang padat dan dapat mewakili data yang memang diperlukan dalam
penelitian ini. Dari hasil reduksi ini diperoleh laporan tertulis untuk disajikan.
Setelah melakukan tahap reduksi data, langkah selanjutnya yang dilakukan dalam
analisis data adalah penyajian data. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, akan dapat memahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang kita dapat dari
penyajian-penyajian tersebut (Prastowo, 2012:244). Data yang disajikan merupakan data
hasil reduksi data yang berupa laporan tertulis hasil wawancara mendalam, observasi dan
studi dokumenter mengenai latar belakang siswa, implementasi proses pembelajaran pada
anak dyslexia di SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi.
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah
verifikasi data atau kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2011: 343). Data yang dibuat kesimpulan merupakan
data yang sudah dianalisis dan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang dirumuskan
berdasarkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, data hasil penelitian menunjukkan
bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas V, SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi,
sudah berjalan cukup baik. Mulai dalam persiapan kegiatan belajar mengajar, guru
menggunakan RPP yang telah disusun sebelumnya. Pada persiapan guru kelas tidak

4
membedakan antara siswa yang mengalami kesulitan membaca (dyslexia) dengan yang tidak.
Sedangkan persiapan siswa yang mengalami kesulitan membaca (dyslexia) di kelas V tidak
menunjukkan perbedaan dengan siswa lainnya. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di kelas V SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi, berlangsung cukup kondusif
meskipun terkadang siswa ramai. Siswa di kelas V antusias ketika mengikuti kegiatan
pembelajaran. Siswa yang mengalami kesulitan membaca (dyslexia) ketika pembelajaran
lebih cenderung pasif karena terkadang kesulitan dengan perintah atau keterangan yang
diberikan guru.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti juga dapat menyimpulkan sekolah
mengetahui dengan baik bahwa beberapa siswa SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi mengalami
kesulitan belajar sebagian besar dialami oleh kelas rendah.tetapi beberapa juga ada di kelas
tinggi seperti yang terjadi di kelas V.ada terdapat anak yang belum bisa membaca dan
terindikasi dyslexia seperti siswa yang bernama LNA, AA, dan WS.
LNA memiliki keunikan tesendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan
ia dengan anak yang biasa pada umumnya. Dia mengalami kesulitan dalam memahami huruf-
huruf sehingga masih kesulitan dalam membaca (disleksia), dapat menulis huruf tetapi tidak
tahu itu huruf apa sehingga dia kesulitan menulis kata yang bermakna (Disgraphia), kesulitan
dalam menghitung, daya tangkap yang lemah dan pelafalan kata-kata yang kurang jelas.
Kebiasaan LNA saat kegiatan belajar tidak seperti anak biasa pada umumnya, saat ia
ingin menulis dia bisa menulis hanya saja tulisannya tidak terbaca, LNA ini adalah salah satu
anak yang cara menulisnya dengan meniru jika tidak meniru dan hanya dikte maka tulisannya
itu tidak dapat dibaca ia hanya menuliskan huruf-huruf dengan kata yang tidak bermakna.
Latar belakang keluarga LNA barasal dari keluarga yang ayahnya bekerja wiraswasta
dan ibunya sebagai ibu rumah tangga, keluarganya baik dan hubungan pihak sekolah dengan
keluarganya pun baik-baik saja terutama dengan ibunya, hanya saja guru di sekolah merasa
sepertinya ayah LNA sedikit minder dengan kondisi LNA yang seperti itu, terlihat ketika jam
pulang sekolah ayahnya menjemput LNA bukan menghampiri langsung tetapi LNA yang
harus mencari ayahnya.
Selain LNA juga ada AA yang berada dikelas VB. AA termasuk anak yang
dikategorikan Disleksia dan Disgrafia karena ketidakmampuannya dalam membaca dan
menulis padahal AA sudah kelas V SD. Namun karena AA termasuk dalam kategori anak
berkebutuhan khusus mengharuskan ia mendapatkan perhatian yang lebih khusus. Pada saat
kegiatan pembelajaran dilaksanakan, AA kurang memperhatikan dan kurang tanggap tentang
apa yang sedang guru terangkan. Kurangnya perhatian pada saat pembelajaran dilaksanakan
membuat guru selalu menjelaskan kembali kepada Alif. Dan apabila ia merasa kurang
mengerti Alif akan langsung bertanya dan meminta guru untuk mengulang apa yang telah
dijelaskan.
Pada saat mengetesnya untuk membaca sebuah buku cerita, ada beberapa kalimat
yang tidak dapat ia baca hurufnya ataupun ada saja yang terlewat saat ia membaca. Selain itu
saat menulis AA tidak konsisten dengan ukuran dan bentuk huruf, pada saat mendiktekan
pertanyaan AA terkadang menghilangkan atau menambahkan beberapa huruf. Seperti pada
saat menulis “Dilarang Merokok” AA menuliskan “Dirang Meroko”, saat menulis nama pun
AA menambahkan huruf yang harusnya “Alif Akbar” menjadi “Alif Akabar”.

5
Latar belakang AA berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ayah AA bekerja
sebagai tukang parkir dan ibu AA mengalami kecelakaan yang membuat pada saat berjalan
harus menggunakan alat bantu atau memegang dinding-dinding rumah. Oleh karena itu AA
kurang diperhatikan, membuat AA tidak mau berlatih dan belajar.Latar belakang pendidikan
orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Apabila orang tua mengetahui bahwa
anaknya mengalami kesulitan belajar, dapat dicegah sejak ini. Orang tua seharusnya tidak
hanya mengandalkan guru saja, karena orang tua lah yang mempunyai waktu yang lebih saat
mendidik anak. Berbeda dengan guru yang terbatas oleh waktu dan tidak mungkin hanya
fokus pada satu orang anak saja.
Selanjutnya adalah WS, WS mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran,
karena ia masih belum bisa membaca meskipun sudah duduk di kelas V . Ia pernah tidak naik
kelas satu kali. Kesulitannya dalam membaca membuat anak tersebut juga kesulitan dalam
menulis. Dalam menulis pun ia belum bisa menulis secara dikte, saat menulis ia harus melihat
ke buku atau pun papan tulis. Anak tersebut belum mampu menulis secara kata per kata,
sehingga pada saat menulis ia akan menuliskan secara huruf per huruf. Misalnya ketika
menulis kata “Buku” yang ditulis oleh guru di papan tulis, ia akan menulis huruf B, kemudian
ia melihat papan tulis lalu menuliskan huruf u, setelah itu ia akan melihat kembali ke papan
tulis dan menuliskan huruf k, selanjutnya ia akan melakukan hal yang sama lalu menuliskan
huruf u. Karena itulah ia mengalami kesulitan dan sering kali tertinggal dalam belajar.
Selain dalam menulis, anak tersebut juga kesulitan belajar dalam hal menghitung. Di
kelas IV ini guru memberikan tes kepada siswa untuk menalar perkalian namun anak tersebut
belum mampu melakukan perkalian. Ketika ditanya perkalian 1 x 2, sang anak belum bisa
menjawabnya seperti anak lainnya di kelas IV. Ketika diberikan pertanyaan pun, terkadang ia
tidak langsung menjawabnya melainkan diam sambil berpikir cukup lama. Selain itu, anak
tersebut juga terkadang suka bolos sekolah, dan nilai sehari-harinya pun banyak yang kosong
karena anak tersebut tidak mengerjakan tugas harian atau latihan yang diberikan guru.
Adanya permasalahan dikelas V, namun tidak membuat sekolah membiarkan anak
berkesulitan belajar untuk menyelesaikan kesulitan mereka sendiri. Sekolah juga menerapkan
program-program yang dijalankan pihak sekolah untuk membantu mengurangi kesulitan
belajar siswa.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Kepala sekolah bahwa sekolah menerapkan
program yang dijalankan oleh setiap masing- masing guru kelas. Melalui observasi yang
peneliti tersebut mempunyai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk membantu siswa
berkesulitan belajar.
Perencanaan

Menurut hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti mengetahui bahwa
sebelum guru melakukan proses pembelajaran guru wajib membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), Media serta metode yang cocok untuk peserta didik dan juga sesuai
dengan mata pelajaran saat di kelas.
RPP adalah salah satu persiapan yang wajib dipersiapkan oleh guru sebelum
mengajar. Kemudian, untuk media dan model pembelajaran dapat menyesuaikan dengan
mata pelajaran serta materi yang sedang dipelajari.

6
Hasil observasi juga peneliti melihat bahwa kelas sudah mempunyai prasarana untuk
setiap pembelajaran dengan lengkap. Seperti prasarana pembelajaran papan tulis yang
sudah menggunakan white board dan adanya kelengkapan seperti penggaris, buku cerita dsb.
Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh Guru kelas yaitu dengan
menjalakan sesuai dengan RPP. Namun, beberapa situasi dan kondisi terkadang tiba-tiba
berubah atau langsung ke langkah dalam RPP selanjutnya.
Seperti saat observasi yang peneliti lakukan di kelas yaitu, saat siswa mulai ramai dan
tidak terkondisikan guru kelas mengubah langkah-langkah RPP langsung ke pokoknya, jadi
biasanya langsung praktik atau materi. Dan ada beberapa yel- yel yang dapat membuat siswa
kembali diam dan fokus pada guru yang sedang memberikan materi.
Bukan hanya RPP yang menjadi acuan ketika mengajar, namun menggunakan
strategi/inovasi dalam mengajar salah satunya dengan adanya yel-yel membuat siswa dapat
terfokus dengan cepat. Sebagian besar guru menggunakan media untuk membuat pelaksanaan
dalam pembelajaran menjadi mudah, dan siswa cepat mengerti tentang materi yang sedang
dipelajari, dalam menangani LNA, AA, dan WS pada pembelajaran guru kelas ini
merangkumkan materi serta mempelajarinya dengan peta konsep. Sehingga pembelajaran
menjadi mudah diingat dan materi tersampaikan dengan baik.
Hasil dari observasi yang dilakukan oleh peneliti saat pembelajaran berlangsung
yaitu siswa memang sangat antusias walaupun media yang digunakan guru sebuah gambar
hewan-hewan saja. Salah satunya murid yang antusias adalah AA, ketika guru mengeluarkan
gambar dan menunjukan di depan, siswa tersebut langsung berdiri dan melihat gambar dari
dekat. Namun, setelah itu AA duduk kembali bermain dengan teman sebelahnya, tetapi
ketika guru menjelaskan tentang sesuatu yang belum didengar oleh AA, maka dia akan
bertanya langsung kepada guru tersebut.
Pada mata pelajaran ilmu bahasa yang termasuk dalam bahasa indonesia, bahasa
inggris dan bahasa arab. Tetap digunakan media yang tepat untuk anak tersebut. Guru
kelas membawakan buku bergambar. buku tersebut memang didesain untuk anak-anak
sehingga mempunyai gambar yang menarik untuk dipelajari oleh anak seumuran SD. AA
sudah bisa menggunakan buku dengan baik, namun masih perlu dampingan untuk
menemukan kosa kata yang sedang dipelajari.lain lagi untuk pelajaran bahasa indonesia, wali
kelas mempunyai trik yaitu dengan meringkas kosa kata baru secara rinci kemudian
mengajarkan kepada AA. Sehingga, AA tidak kesulitan untuk mempelajari kosa kata baru.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, data hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam kegiatan pembelajaran di kelas V, guru sudah berusaha membantu siswa yang
mengalami kesulitan membaca (dyslexia) dengan membaca apa yang ditulis agar siswa yang
mengalami kesulitan membaca lebih mudah memahami pembelajaran. Tetapi untuk upaya
dalam mengatasi kesulitan membaca (dyslexia) tersendiri di dalam kegiatan pembelajaran
belum terlihat karena memperhatikan siswa yang mengalami kesulitan membaca hanya
sebagian kecil dari jumlah siswa di kelas. Guru juga menggunakan metode Basal Reader
yaitu dengan menyajikan kata-kata yang mengandung konsep konkret (meja, kursi, buku, dst)
dan konsep abstrak (udara, angkasa, dst). Siswa menyusun kata-kata tersebut menjadi kalimat
yang mempunyai arti. Guru juga menyajikan kata yang mempunyai konsep lebih dari satu

7
seperti bisa (racun ular) dan bisa (dapat atau mampu). Upaya untuk mengatasi kesulitan
membaca dilakukan pada jam tambahan dengan berbagai metode seperti dengan metode
GilinghamStillman (menyajikan gambar), Phonic method, cerita/dongeng, dan Hegge-kirk
kirk. Dalam kegiatan pembelajaran itu sendiri, guru sudah menggunakan media pembelajaran
yang cukup baik sedangkan untuk siswa yang mengalami kesulitan membaca, guru
menggunakan kalimat kalimat lebih sederhana dalam membantu mengatasi kesulitan
membaca (dyslexia) di kelas V.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, sekolah juga sudah mengupayakan
berbagai cara untuk menanggulangi kesulitan membaca pada siswa. Cara yang dilakukan
yaitu les tambahan yang dilakukan sepulang sekolah. Kegiatan yang dilakukan saat les
tambahan adalah belajar mengenal huruf, menulis, dan membaca lancar. kegiatan-kegiatan
tersebut dilakukan dengan berbagai metode dan strategi sehingga memudahkan guru dan
siswa dalam proses belajar. Akan tetapi kurangnya kerjasama orang tua siswa yang
menjadikan upaya tersebut kurang maksimal. Orang tua cenderung menyerahkan sepenuhnya
kepada sekolah tanpa didukung dengan peran orang tua di rumah dalam mengajari siswa
membaca. Upaya penanggulangan kesulitan membaca (dyslexia) pada siswa V tentu saja
mengalami berbagai hambatan dan kesulitan. Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan hambatan terbesar dalam upaya mengatasi kesulitan membaca (dyslexia) pada
siswa V adalah kurangnya motivasi dari diri siswa untuk belajar membaca dan kerjasama
antara orang tua dan pihak sekolah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran untuk disleksia untuk ilmu
bahasa terdiri dari bahasa arab, bahasa inggris, dan bahasa indonesia harus menggunakan
media/ menggunakan strategi pembelajaran yang bukan hanya ceramah melainkan termasuk
demonstrasi, namun dalam praktiknya, guru menggunakan media dan model yang berbeda di
setiap pembelajarannya. Pembelajaran yang dilakukan di kelas sangat menyenangkan, tidak
membosankan dan menerapkan pembelajaran bermakna . Sehingga, dengan begitu siswa
akan tertarik dan dapat menerima materi dengan baik.
Selain itu dari hasil observasi juga, siswa yang beresiko disleksia ditempatkan pada
posisi duduk paling depan, ini bertujuan agar guru dapat memantau siswa tersebut dengan
leluasa. Walaupun LNA, AA, dan WS seorang siswa yang beresiko disleksia namun LNA,
AA, dan WS memiliki tingkat percaya diri yang baik dan bukan termasuk siswa yang pemalu.
Ini membuat wali kelas mudah untuk mengajarkan sesuatu secara mendalam. Karena ketika
LNA, AA, dan WS tidak mengerti akan sesuatu maka dia akan terus menanyakan sampai
mendapatkan jawaban yang diinginkannya.
Evaluasi
Beberapa alternatif evaluasi yang dilakukan oleh SD Al-Azhar 07 Kota Sukabumi
yaitu.
1) Evaluasi guru kelas
Evaluasi guru ini adalah program yang dijalankan oleh kepala sekolah untuk
menemukan siswa yang kesulitan belajar terutama membaca dan menulis melalui wali kelas
masing-masing kelas. Evaluasi ini biasanya dilakukan saat rapat sebelum pelaksanaan ujian
tengah semester/ awal masuk ajaran baru. Program ini bertujuan untuk mengetahui daftar
siswa siapa saja yang termasuk dalam kesulitan belajar terutama menulis dan membaca.

8
Saat peneliti terjun untuk mengetahui kondisi langsung LNA, AA, dan WS, semua
guru-guru dan para staf sudah benar mengetahui kesulitan yang LNA, AA, dan WS hadapi.
Ini membuktikan bahwa, bukan hanya 1 guru yang melakukan perbaikan untuk membantu
siswa berkesulitan belajar terutama membaca namun, ini diketahui seluruh pengajar SD Al-
Azhar 07 Kota Sukabumi dalam rangka saling membantu kesulitan setiap siswa.
2) Bimbingan privat untuk siswa.
Bimbingan privat untuk siswa ini adalah program ketika guru sudah mendapatkan
data tentang anak yang mengalami kesulitan belajar lalu mencoba untuk memberikan solusi
dari kesulitan belajar tersebut melalui bimbingan privat yang dilakukan di sekolah, maupun
dirumah.
Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti mendapatkan proses
bimbingan privat didalam kelas yang dilakukan oleh wali kelas setiap mata pelajaran.
Bahkan, tak jarang wali kelas duduk di depan LNA, AA, dan WS secara bergantian untuk
membacakan materi sekaligus mengawasi LNA, AA, dan WS agar ikut dalam proses belajar.
Wali kelas juga tak segan membantu menulis bahkan mengeja untuk LNA, AA, dan WS.
Dengan penerapan pembelajaran privat untuk LNA, AA, dan WS diharapkan
kegiatan ini dapat membantu proses belajar LNA, AA, dan WS di sekolah. Dalam kegiatan
yang dilakukan ini LNA, AA, dan WS dapat mencapai kemajuan 50% dari sebelumnya,
Saat peneliti observasi pada pembelajaran yang sedang berlangsung, bahwa siswa
yang berkesulitan belajar seperti disleksia saat ulangan adalah ulangan seperti teman-
temannya. Tidak ada pendamping khusus yang membantu dalam pelaksanaan ulangan
tersebut. Karena, LNA, AA, dan WS oleh sekolah masih dianggap mampu walaupun nilai
yang didapat sangat rendah, ini membuat dia selalu menjadi peringkat terakhir di dalam
kelasnya.
3) Konsultasi dengan Orang Tua
Kegiatan konsultasi ini dilakukan dalam 2 waktu. Pertama, dilakukan saat
pengambilan rapor. Yang kedua, dilakukan saat kondisional bisa juga melalui Paguyuban,
namun untuk kelas V Paguyuban belum berjalan lancar, sedangkan untuk kelas 1 paguyuban
sudah brerjalan sejak awal. Dimana kondisi kondisional adalah dimana siswa harus cepat
mendapatkan penanganan dari pihak keluarga.
Dari observasi yang peneliti dapatkan, beberapa orang tua murid ketika mengalami
kesulitan terhadap anaknya akan menemui guru kelas di sekolah dan mencari solusi bersama.
Termasuk program sekolah dalam mengantisipasi kesulitan belajar disleksia, maka sekolah
untuk saat ini sedang menjalankan program paguyuban dengan tujuan mengatasi kesulitan
belajar sejak dini dan sebagai langkah representatif/ tindakan pencegahan, program ini ialah
program dari sekolah yang dijalankan oleh wali murid dan didampingi oleh wali kelas
masing- masing.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dikemukakan bahwa
kesulitan belajar merupakan suatu masalah yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Bukan
hanya pihak sekolah saja yang mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan
problem kesulitan pembelajaran namun orang tua juga mempunyai peran yang besar
untuk mendukung meminimalisir kesulitan belajar siswa.

9
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, tidak dapat dilakukan secara optimal oleh para
guru karena berbagai kesibukan guru. Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa guru
mengoptimalkan dalam proses pembelajaran dengan mencoba menerapkan beberapa strategi
untuk mengatasi kesulitan belajar siswa.
Banyak langkah diagnostik yang dapat ditempuh oleh guru, antara lain yang cukup
terkenal adalah prosedur Weener & Senf sebagaimana yang dikutip Wardani sebagai berikut:
a) Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika
mengikuti pelajaran.
b) Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami
kesulitan belajar.
Adapun cara atau strategi yang dilakukan oleh guru kelas, Pada pembelajaran Bahasa
Indonesia yaitu sampai pada materi mengarang cerita. Dimana ketika guru memasuki ruang
kelas maka guru tersebut membawakan anak-anak buku cerita dengan gambar yang menarik,
kemudian menceritakan dengan sangat tenang. Semua siswa yang mendengarkan dan
memperhatikan guru dengan sangat antusias.
Guru juga menggunakan metode Basal Reader yaitu dengan menyajikan kata-kata
yang mengandung konsep konkret (meja, kursi, buku, dst) dan konsep abstrak (udara,
angkasa, dst). Siswa menyusun kata-kata tersebut menjadi kalimat yang mempunyai arti.
Guru juga menyajikan kata yang mempunyai konsep lebih dari satu seperti bisa (racun ular)
dan bisa (dapat atau mampu). Upaya untuk mengatasi kesulitan membaca dilakukan pada jam
tambahan dengan berbagai metode seperti dengan metode GilinghamStillman (menyajikan
gambar), Phonic method, cerita/dongeng, dan Hegge-kirk kirk.
Sekolah juga sudah mengupayakan berbagai cara untuk menanggulangi kesulitan
membaca pada siswa. Cara yang dilakukan yaitu les tambahan yang dilakukan sepulang
sekolah. Kegiatan yang dilakukan saat les tambahan adalah belajar mengenal huruf, menulis,
dan membaca lancar. kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan berbagai metode dan
strategi sehingga memudahkan guru dan siswa dalam proses belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran untuk disleksia untuk ilmu
bahasa terdiri dari bahasa arab, bahasa inggris, dan bahasa indonesia harus menggunakan
media/ menggunakan strategi pembelajaran yang bukan hanya ceramah melainkan termasuk
demonstrasi, namun dalam praktiknya, guru menggunakan media dan model yang berbeda di
setiap pembelajarannya. Pembelajaran yang dilakukan di kelas sangat menyenangkan, tidak
membosankan dan menerapkan pembelajaran bermakna . Sehingga, dengan begitu siswa
akan tertarik dan dapat menerima materi dengan baik.
Posisi duduk siswa yang berkesulitan belajar saat proses pembelajaran yaitu duduk
pada posisi paling depan tepat lurus dengan papan tulis. Ini juga sesuai dengan teori yang
diungkapkan dalam buku Rose Mini dan Prianto bahwa anak disleksia sebaiknya diminta
duduk paling depan sehingga pandangannya ke arah papan tulis dan tidak terhalang sama
sekali. Sebaiknya guru juga menulis dengan jelas. Ini sesuai dengan strategi yang dilakukan
oleh guru sudah sesuai dengan teori yang dijelaskan dalam buku tersebut.
Evaluasi yang dilakukan guru kelas yakni meliputi pemberian remidi kepada siswa
yang belum tuntas. Dalam hal ini siswa yang beresiko disleksia tetap dilakukan program
remidial sesuai dengan guru masing-masing yang mengajar mata pelajaran tersebut.
Sedangkan untuk pelaksanaannya pada kelas V biasanya akan melakukan program remedial

10
yang berupa merangkum untuk pembelajaran Bahasa Indonesia, dan juga tugas tambahan
yang bisa dikerjakan di rumah. Ini sesuai yang diuraikan dalam buku Rose Mini yaitu
pemberian PR ini bertujuan agar orang tua mendampingi siswanya dalam mengerjakan PR.
Menurut buku yang juga ditulis Rose Mini menyebutkan bahwa metode mengajar yang
sangat efektif dalam membantu siswa berkesulitan belajar disleksia adalah dengan metode
mengajar sensorik. Dimana metode ini melibatkan banyak indera dalam mengajar yang
meliputi rabaandan gerakan. Hal ini akan membantu anak dalam memahami materi yang
dipelajari.
Dalam menangani kesulitan belajar khusunya disleksia, guru memberikan
pendampingan khusus untuk mendampingi anak tersebut saat pembelajaran di kelas
Pendamping dari siswa yang berkesulitan belajar disleksia ini adalah guru kelas V SD Al-
Azhar 07 Kota Sukabumi.
Selain itu, bimbingan privat ini dulunya bukan hanya saat di sekolah saja, melainkan
saat di rumah guru rela meluangkan waktunya untuk mengajari/memberikan tambahan waktu
untuk belajar siswa yang berkesulitan belajar disleksia.
Konsultasi dengan orang tua siswa yang mengalami kesulitan belajar disleksia
dilakukan saat pembagian rapor hasil belajar dan juga dapat dilakukan sewaktu-waktu ketika
guru mempunyai info penting yang harus diketahui oleh orang tua murid. Beberapa guru juga
menjelaskan bahwa orang tua siswa yang mengalami kesulitan belajar disleksia sering
menemui atau mengajak diskusi guru memecahkan masalah yang dialami oleh anak tersebut.
Kesimpulannya, strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran yaitu tetap
menggunakan strategi pada umumnya, yaitu adanya penggunaan media/model pembelajaran
yang sesuai dengan situasi dan kondisi di dalam kelas, adanya review mata pelajaran
sebelumnya, kemudian pertanyaan pancingan, adanya kegiatan inti seperti menyampaikan
materi pokok dan adanya evaluasi pembelajaran untuk mengukur seberapa jauh siswa
memahami materi yang disampaikan.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut : 1) guru sudah berusaha membantu siswa yang mengalami kesulitan membaca
(dyslexia) dengan membaca apa yang ditulis agar siswa yang mengalami kesulitan membaca
lebih mudah memahami pembelajaran. Tetapi untuk upaya dalam mengatasi kesulitan
membaca (dyslexia) tersendiri di dalam kegiatan pembelajaran belum terlihat karena
memperhatikan siswa yang mengalami kesulitan membaca hanya sebagian kecil dari jumlah
siswa di kelas. Guru juga menggunakan metode Basal Reader yaitu dengan menyajikan kata-
kata yang mengandung konsep konkret (meja, kursi, buku, dst) dan konsep abstrak (udara,
angkasa, dst). Siswa menyusun kata-kata tersebut menjadi kalimat yang mempunyai arti.
Guru juga menyajikan kata yang mempunyai konsep lebih dari satu seperti bisa (racun ular)
dan bisa (dapat atau mampu). Upaya untuk mengatasi kesulitan membaca dilakukan pada jam
tambahan dengan berbagai metode seperti dengan metode GilinghamStillman (menyajikan
gambar), Phonic method, cerita/dongeng, dan Hegge-kirk kirk. Dalam kegiatan pembelajaran
itu sendiri, guru sudah menggunakan media pembelajaran yang cukup baik sedangkan untuk
siswa yang mengalami kesulitan membaca, guru menggunakan kalimat kalimat lebih
sederhana dalam membantu mengatasi kesulitan membaca (dyslexia) di kelas V. 2)

11
kemampuan kognitif anak dysleksia secara umum masih dibawah anak rata-rata, tetapi masih
bisa mengikuti proses kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka
Cipta.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta :Departemen
Pendidikan Nasional.
Kawuryan Fajar, 2012. Pengaruh Stimulasi Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca Pada Anak Disleksia. Jurnal Psikologi : Pitutur, Volume 1, Nomer 1.
Kemendikbud. 2014. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Loeziana. 2017. Urgensi Mengenal Ciri Disleksia. Journal of Primary Education. Volume
III. Nomor 2 .
Miles, Manthew B dan A. Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif (Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru). Terjemahan Tjejep Rohendi. Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Utami, Sri. 2015. Pengaruh Metode Multisensori dalam Meningkatkan Kemampuan
Membaca Permulaan pada Anak Kelas Awal Sekolah Dasar. Modeling Jurnal
Program Studi PGMI. Volume II. Nomor 1.

12

Anda mungkin juga menyukai