Konservasi Budaya
Terdapat banyak hal yang dapat kita asumsikan mengenai konservasi budaya. Oleh karena
itu, hal yang dipaparkan berikut merupakan beberapa contoh konsep konservasi budaya
yang secara sederhana dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa
contoh yang termuat dalam (Wibowo dkk. 2018) menyampaikan mengenai budaya religius,
budaya tradisional, budaya jawa, dan olah raga tradisional yang dipaparkan sebagai berikut.
Budaya religius merupakan suatu sikap, perilaku, dan kebiasaan suatu masyarakat yang
berdasarkan nilai-nilai religius (keagamaan). Nilai-nilai tersebut dijalankan secara
menyeluruh. Muhaimin (2012:293) mengatakan bahwa nilai-nilai religius dapat diwujudkan
dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama tidak hanya terjadi ketika
seseorang melakukan perilaku ritual (ibadah). Aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan
supranatural dan bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dilihat dengan
mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang pun tetap
dikatakan sebagai nilai religius. Karena itu, ada berbagai macam sisi atau dimensi dalam
keberagamaan Seseorang untuk melaksanakan nilai-nilai religius.
Rakhmat (2010:43-49) menjelaskan lebih mendalam bahwa ada lima Macam dimensi
keberagamaan, yaitu: (1) dimensi ideologis, (2) dimensi ritualistik, (3) dimensi eksperensial,
(4) dimensi intelektual, (5) dimensi konsekuensional. Berikut ini dijelaskan dimensi sebagai
berikut.
1. Dimensi keyakinan ( ideologis)
Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus
dipercayai dan menjadi sistem keyakinan (creed), Doktrin mengenai kepercayaan atau
keyakinan adalah yang paling dasar yang bisa membedakan agama satu dengan lainnya.
Pada tataran ini keberagamaan ini bersifat dogmatis.
Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perilaku yang
disebut ritual keagamaan seperti pemujaan, ketaatan dan hal-hal lain yang dilakukan untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Perilaku di sini bukan perilaku
dalam makna umum, melainkan menunjuk kepada perilaku-perilaku khusus yang ditetapkan
oleh agama seperti tata cara beribadah dan ritus-ritus khusus pada hari-hari suci atau
hari-hari besar agama. Dimensi ini sejajar dengan ibadah. Ibadah merupakan penghambaan
manusia kepada Tuhan sebagai pelaksanaan tugas hidup selaku makhluk-Nya.
Dimensi ini menunjuk pada konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh ajaran agama
dalam perilaku umum yang tidak secara langsung dan khusus ditetapkan oleh agama
seperti dalam dimensi ritualis. Dimensi ini mendorong kepada umat agama untuk berperilaku
yang baik seperti ajaran untuk menghormati tetangga, menghormati tamu, toleran, berbuat
adil, membela kebenaran, berbuat baik kepada fakir miskin dan anak yatim, jujur dalam
bekerja, dan sebagainya.
Dimensi ini adalah bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perasaan keagamaan
seseorang. Psikologi agama menyebutnya sebagai pengalaman keagamaan (religious
experience) yaitu unsur perasaan dalam kesadaran agama yang membawa pada suatu
keyakinan (Darajat, 1996). Pengalaman keagamaan ini bisa terjadi dari yang paling
sederhana seperti merasakan kekhusukan pada saat melaksanakan ibadah dan ketenangan
setelah menjalankannya.
Pengalaman yang lebih kompleks adalah seperti pengalaman ma'rzfah (gnosis) yang
dialami oleh para sufi yang sudah dalam taraf merasakan bahwa hanya Tuhanlah yang
sungguh berarti. Komitmen menjalankan berbagai perintah agama bukan lagi karena
melihatnya sebagai kewajiban, tetapi lebih didasarkan pada cinta (mahabbah) yang
membara kepada Tuhan. Karena didasarkan dorongan cinta, apapun yang dilakukan terasa
nikmat. Pengalaman keagamaan ini muncul dalam diri seseorang dengan tingkat
keagamaan yang tinggi.
Setiap agama memiliki sejumlah informasi khusus yang harus diketahui oleh para
pemeluknya. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa oerang-orang yang beragama
paling tidak memilki minimal ilmu pengetahuan mengenai dasar-dasar ritual, kitab suci, dan
tradisi-tradisi. Dimensi ini menggambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang
ajaran agamanya, yakni sejauh mana aktivitasnya dalam manambah pengetahuan agama
yang dianutnya.