Dokumen - Tips - Kriteria Pasien Masuk Icudoc
Dokumen - Tips - Kriteria Pasien Masuk Icudoc
Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti dukungan / bantuan ventilasi, infus, obat-obatan vasoaktif kontinue,
dan lain-lainnya.
Contoh :
- Pasien gagal nafas oleh sebab apapun
- Pasien gagal sirkulasi oleh sebab apapun
- Pasien syok septic
- Pasien pasca bedah kardiotorasik
Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU, jenis pasien ini
beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera.
Contoh :
- Pasien pasca pembedahan mayor
- Pasien yang menderita penyakit dasar jantung, paru atau ginjal akut dan berat.
Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya baik masing-masing atau
kombinasinya sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU.
Contoh :
- Pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi pericardial
temponade atau sumbatan jalan nafas atau pasien menderita penyakit jantung
atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
- Pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit
akut tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
kardiopulmoner.
Diagnosis lebih spesifik yang umumnya memenuhi kriteria inklusi
perawatan ICU :
Semua pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi mekanik dan/atau proteksi
jalan nafas (guedel/mayo,emergensi trakheostomi atau intubasi)
Pasien-pasien pasca operasi yang memerlukan monitoring intensif yaitu :
1. Operasi lama > 6 jam dan/atau beresiko perdarahan
2. Beresiko tinggi (ASA ≥ 3 seperti : hipoalbumin, anemia berat, gangguan
koagulasi serta aritmia intraoperatif)
3. Riwayat henti jantung (cardiac arrest), hipoksemia, atau aspirasi pneumonia
selama operasi.
Semua pasien yang membutuhkan obat-obat inotoprik dan anti aritmia yang
memerlukan monitoring invasive
1. Pasien-pasien syok
2. Pasien-pasien pasca resusitasi
Pasien-pasien yang memerlukan monitoring hemodinamik invasive seperti kateter
swan ganz dan kateter tekanan darah arteri.
Pasien-pasien yang potensial mengalami gagal organ (tidak stabil) dari Unit
Gawat Darurat dan ruang rawat Inap :
1. Pasien-pasien traumatic brain injuri (TBI) dengan GCS < 8 dan atau disertai
trauma facial (masalah airway).
2. Pasien-pasien cerebrovaskuler disease (stroke) dengan GCS < 8 atau disertai
dengan pneumonia.
3. Asidosis metabolic berat (dehidrasi, ketosis, intoksikasi, pankreatitis akut)
4. Pasien-pasien multiple trauma dengan syok (anemia berat)
5. Pasien-pasien yang memenuhi kriteria spesis berat : HR > 90, RR > 25 hipo/
hipertermia atau leukositosis atau lekopenia dengan satu tanda disfungsi
organ :
Gangguan koagulasi / hemostase
Penurunan kesadaran (somnolen, gelisah)
Trauma paru akut (ARDS / ALI)
Peningkatan kadar ureum / kreatinin
Hipotensi
Pasien yang memenuhi syarat kriteria rawat ICCU / PICU, namun karena ICCU /
PICU penuh dapat dirawat di ICU (dengan persetujuan dokter konsultan ICU).
Beberapa contoh lainnya kasus-kaus pasien yang memenuhi perawatan
ICU :
- Multi system (>1) organ failure (hematology, kardiovaskuler, paru, ginjal, otak
dan hati)
- Respiratory failure / dysfunction
- Eksaserbasi akut dari gagal ginjal kronik
- Drug overdose (alkohol, parasetamol)
- Gastrointestinal hemorrhage)
- Diabetic ketoacidosis
- Krisis hipertensi
- Sepsis
- HIV / AIDS dan kelainan yang berhubungan
CAIRAN
4 – 2 – 1 / jam rumus
cth BB = 25 kg 4 X 10 = 40 cc
2 X 10 = 20 cc
1 X 5 = 5 cc
60 cc
K = 2,5 mg / kg BB / hari
Na = 3 mg / kg BB / hari
PENURUNAN KEBUTUHAN
Hipoteria ( 12 % tiap 10 C < 370 C
Ke sangat tinggi
Oligleria atau anuria
Hampir tidak ada aktifitas
Retensi cairan misal : gagal jantung, gagal ginjal.
HIPONATREMIA
Kadar Na < 135 mg / L
VES rendah (diare) - Atasi dulu hiporolemianya
- Infus NaCL 3 % pada pasien dengan gejala simptomatik
- infus NaCL isotonik bila tanpa gejala
Warning :
1. Kenaikan Na jangan melebihi 0,5 mg / jam
2. Kadar Na plasma tidak > 130 mg /L
3. Keduanya untuk cegah encephalopathi demyelinisasi
HIPERNATREMIA
Na > 145 mg / L
Hipernatremia Hiporolemia
Koreksi dulu hiporolemianya ((NaCL, RL, RA, kolooid)
Langkah berikutnya mengganti defisit Caloan
Rumus CD = 0,6 X BB X { (klaserum / 140 ) – 1}
Dengan cairan hipotonik
mis : - KAEN – I B
-D5½ S
-D5¼S
Penggantian cairan jangan agresif bahaya edema otako (48-72 jam)
HIPERNA HIPERVOLEMIA
Pemberian furasemid – diuresit
Produk urine yang dikeluarkan diganti dengan D 5%
Beri vasopresin 5 – 10 unit SC tiap 6 – 8 jam
DIABETES INSIPIDUS
Kehilangan cairan mendekati air murni
Strategi penggantian hanya ditujukan untuk mengganti alfisit cairan bebas saja
Rumus CD : 0,6 X BB X { (Na plasma / 140) – 1 }
Selama (48 – 72 jam)
Catatan :
Na > 160 vitabilitas, anoreksia, ataksia kran
Na > 180 koma, stupor / kejang
DKA
>> pada type I
Defisiensi insuline atu resisten terhadap insuline
Muncul karena infeksi, pembedahan, trauma
Dehidrasi intra seluler, hiperkalemi, hiponatremi, asidosis metabolik, depresi, kontraktilitas,
miokard
Kadar gula darah biasanya < 500 mg / dL
Tx :
Oksigen 8 – 10 lpm via airm
RI bolus (0,1 Li / kg BB) Ivatau 10 L intravena bolus dilanjutkan dengan stary insulin 0,1
Li / kg BB /jam
Cek GDS tiap jam bila :
1. Penurunan GDS < 10 % atau bila amnion gap dan PH tidak berubah naikkan
kecepatan insuline 2 X lipat.
2. Bila GDS < 250 mg / dL, turunkan kel insuline 2 – 3 Li /jam beri D 5% 100 cc/ jam
3. Ganti kehilangan cairan dengan NaCL 0,9 selanjutnya dengan D 5 ½ NS
HONK
Star infus
- Type 1 DM (wanita) 0,5 Li / jam
- Type 1 DM (pria) 1 Li / jam
- Type 2 DM (wanita/pria) 1 Li / jam
Pasien pulang sudah menerima D 5 100 cc / jam selama mendapat terapi insuline.
HEMATOLOGI
EBV ♂ = 70 X BB (kg)
Cth BB = 50 kg EBV = 70 X 50 = 3500 cc
EBV ♀ = 65 X BB (kg)
Tranfusi WB = ΔHb X BB X 6
PRC = Δ Hb X BB X 3
Cth = bila Hb pasien 6 g / dL BB = 50 kg
Target l + b 9 g /dL
WB = ( 9 – 6 ) X 50 X 6
= 3 X 300
= 900 cc
Terapi :
1. Stop tranfusi
2. Pastikan bukan karena reaksi transfusi hemolitik
3. Bila hanya ada utikaria atau hives berikan de fendhidramin 25 - 50 mg IV dan hidrocortison
50- 100 mg IV.
tranfusi tetap bisa diberikan dengan tetesan pelan
4. Bila sebelumnya ada riwayat panas dan alergi bila ditranfusi boleh pretreament dengan
asetaminapen 650 mg oral dan antihistamin.
HIPERTENSI KRISIS
Hipertensi krisis dibagi 2 yaitu Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
Definisi :
Hipertensi Krisis yaitu peningkatan yang kritis dari tekanan darah dimana TDD > 120 mmHg
TDS > 240 mmHg
Hipertensi Emergensi : bila terdapat kerusakan akut sedang berlangsung dari target organ
memerlukan penurunan tekanan darah dalam beberapa jam, menggunakan obat intra vena dan
diberikan di ruang ICU.
Hipertensi urgensi : bila terget organ tidak terkena, memerlukan penurunan segera tekanan
darah tapi dalam waktu 24-48 jam
Target organ CNS, cardiovaskuler, renal.
Gejala :
1. Neurologik : headache, neusea, vomiting, gangguan visual, confusi, kejang, kelemahan.
2. Cardiovaskuler: anginapectoris, dispneu, palpitasi, fatigue
3. Renal : kelemahan umum, oliguria, poliuria, hematuri
Penemuan Fisik
1. Vital Sign
- Hipertensi
- Takikardi
2. Fundus copi
- Grad I : narrowed arterivenosus ratio
- Grad II : focal arteriolar spasm
- Grad III : hemorraghes and exudates
- Gead IV : papiledema
3. Cardiovaskuler
- Diaphoresis
- Juguler vein distention
- Pulmonary rales
- Third heart sound
- Murmur
- Pericardial friction rub
- Pulse defisit
4. Renal
- edema
- oliguria
- Hematuria
5. Neurologic
- Alterations in sensorium
- Focal neurologic deficits
TERAPI
A. Hipertensi Emergensi
Tujuan utama turunkan tekanan darah segera tetapi bertahap biasanya 20-25 %
penurunan MAP atau reduksi tekanan diastolikmenjadi 100-110 mmHg TDS tidak dibawah
150mmHg dalam beberapa menit atau jam tergantung situasi klinis. Penurunan tekanan
darah selanjutnya secara gradual dalam periode 24 – 72 jam atau lebih.
1. SNP (sodium nitropuside) 0,25 – 10 μg/Kg bb/menit dimulai dengan dosis yang
paling rendah evaluasi dosis tiap 5 menit dalam periode 1-2 jam. Onset 1-2 menit,
durasi 1-10 menit setelah infus obat distop. Bila tekanan darah terkontrol, SNP
dapat distop dalam 24 – 48 jam diganti dengan obat antihipertensi oral.
2. NTG (nitrogliserin), dosis awal 10 μg / menit atau rentang dosis 0,5 – 10 μg / Kg
bb / menit, onset 1-2 menit durasi 10 menit
3. Diltiazem, dosis 20 mg bolus IV kemudian 10 mg / jam, onset 1-3 menit durasi 1-3
menit.
B. Hipertensi Urgensi
Tidak ada terapi yang spesipik untuk keadaan ini. Pada hipertensi yang berat memrlukan
terapi kombinasi. Obat yang umum dipakai termasuk nifedipin, kaptropil, atau ACE –
inhibitor, klonidin, labetolol oral. Setelah pemberian obat, pasien dimonitor di ruang
emergensi 1 – 2 jam untuk meyakinkan respom terhadap obat yang diberikan dan efek
sampingnya. Dianjurkan follow up 24-48 jam kemudian untuk pengobatan selanjutnya.
GAGAL NAFAS
Definisi : Suatu sindroma pada sistem respirasi dimana salah satu atau keduanya dari fungsi
pertukaran gas : oksigenesi dan eliminasi CO2 mengalami kegagalan.
Klasifikasi
A. Gagal Nafas Type I (hipoksemia) ditandai dengan PaO 2 < 60 mmHg dengan PaCO2 normal
atau rendah merupakan bentuk umum dari gagal nafas dan dapat dihubungkan dengam
semua penyakit paru akut yang secara umum melingkupi pengisian cairan atau kolapsnya
alveoli .
Contoh : edema paru kardiogenik atau non kardiogenik pneumonia, perdarahan paru
B. Gagal Nafas type II (hiperkapnia) ditandai dengan PaCO2 > 50 mmHg hipoksemia biasa
terjadi pada pasien dengan gagal nafas hiperkapnia
Kriteria Pontopidan
Monitoring ketat Intubasi ventilasi
Kriteria Normal
O2 Physical Tx trakeostomi
Mekanik
RR (mnt) 12 - 25 25 - 35 12 - 25
VC (cc / kg bb) 70 - 30 30 - 15 <15
Inspiratory force (cm H2O) 100 - 50 50 - 25 <25
Oksigenasi 50 - 200 200 - 350 >350
Aa DO2 (mmHg)
Pa O2 (mmHg) 100 – 75 200 - 70 <70
(air) (Mask O2) (Mask O2)
Ventilasi 0,3 – 0,4 0,4 – 0,6 > 0,6
VD / VT
Pa CO2 (mmHg) 35 - 40 45 - 60 > 60
ETIOLOGI
A. Gagal nafas Type I (hipoksemia)
- Bronchitis kronis dan emfisema (PPOK)
- Pneumonia
- Edema paru
- Fibrosis paru
- Penyakit jantung kongenital yang sianosis
- Bronchiectasis
- ARDS
- Asma
- Pneumotoraks
- Sindroma enboli lemak
- penyakit paru granulamatosus
Hiperkapnia Hipoksemia
Somnolen An sietas
Letargi Takikardia
Koma Diaporesis
Asterixis Aritmia
Restlessness / gelisah Perubahan Status Mental
Tremor Confusi
Nyeri Kepala Sianosis
Pepil edema Hipertensi
Hipotensi
Kejang
Asidosis laktat
Listen / Dengar
- Keluhan penderita
- Suara nafas menurun / hilang
- Stridor / wheezing
Feel / Raba
- Emfisema subkutan
- Krepitasi
- Nyeri tekan
- Deviasi trakea
- Perkusi : sonor, hipersonor / redup
Pemeriksaan Penunjang
- Pulse Oksimeter
- CO2 detektor
- Chest X-Ray
- Analisa gas darah
TERAPI
Hipoksemia merupakan hal besar yang harus diatasi untuk fungsi organ. Oleh karena itu objek
pertama terapi gagal nafas adalah mengembalikan dan atau mencegah hipoksia jaringan.
Hiperkapnia yang tidak disertai dengan hipoksemia umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan
mungkin tidak mengancam fungsi organ kecuali disertai adanya asidosis berat.
Beberapa ahli percaya bahwa hiperkapnia dapat ditoleransi sampai pH < 7,2 mmHg.
Penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasari gagal nafas merupakan komponen
penting dalam penatalaksanaan gagal nafas.
Pasien dengan gagal nafas akut umumnya dirawat di ruangan ICU. Pasien gagal nafas kronis
dapat dirawat di rumah dengan suplemen oksigen dan atau menggunakan ventilator sampai
penyakit dasarnya teratasi.
Evaluasi Breathing
Look, Listen, feel
Kriteria Pontopidan
STATUS ASMATIKUS
Definisi : serangan asma yang sangat berat yang tidak berespon dengan terapi obat-obat asma
yang biasa digunakan
Pemeriksaan Klinik
a. Gejala klinik
1. Sesak nafas
2. Pernafasan lebih enak dalam keadaan posisi tegak
3. Cemas
4. Fatique
b. Pemeriksaan fisik
1. Paru-paru : Wheezing ekspirasi, takipnue (RR > 30 X/mnt) penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, peningkatan I : E > I : 3
2. Kardiovaskuler : Takikardi (HR > 120 X /mnt), Pulsus paradoksus (> 15 mmHg ),
Laboratorium
1. Test fungsi paru tidak memungkinkan karena keadaan pasien yang sesak berat
2. Analisa gas darah, untuk menilai keadaan hipoksemia dan status asam basa
3. Rontgen torak : Hiperekspandid paru, evaluasi tanda-tanda baro trauma
Diagnosis Diferensial
1. Obstruksi saluran nafas bagian atas (karena tumor, benda asing)
2. Laringospasme
3. PPOK
4. gagal jantung kiri (edema baru).
TERAPI
1. O2 nasal kanul 2-3 lpm
2. Albuterol 2,5 mg (0,5 cc larutan 0,5 % + NaCL 2,5 cc), via nebulizer tiap 20 mnt (3 X
pemberian) kemudian tiap jam. Alternatif β agonist salbotamol 5 – 10 mg + 2,5 cc NaCL
berikan tiap 2 – 4 jam, bila keadaan lebih berat dapat diberikan tiap jam atau tiap 20mnt
dapat diberikan secara kontinue via nebulizer sampai dosis 20-25 mg dalam 1 jam.
Keduanya efektif bila O2 flow ratenya 6-8 lpm, dan minimum reservoir volume tempat nebu
2-4 cc.
3. Alternatif bila β agonist tidak responsif gunakan ipratropium bromida 0,25 – 0,5 mg tiap 20
mnt (3 X pemberian) selanjutnya tiap 4-6 jam via nebulizer.
4. Metilprednisolon 40 -125 mg IV bolus tiap 6 jam jika responsif, turunkan dosis 60-80 mg
dalam 4 dosis perhari.
5. Antibiotik : kontroversi, kebanyakan pencetus asma karna viral, berikan bila : demam,
leukositosis, netrofilia dalam sputum, pneumonia atau bila ada sinusitis akut.
6. Bila tidak responsif dengan β agonist, antikolinergik, kortikosteroid, berikan MgSO4 1 – 2 g
IV bolus dalam 20 menit.
7. Atasi dehidrasi dengan RL, Asering, NaCL.
8. Bila gagal nafas :
Intubasi ventilator
Setting awal :
- TV 4-8 CC / kg bb
- RR 8-20 X / menit
- CMV
- P plat < 30 cm H20
- Tanpa PEEP
- I : E = 1 : 3, 1 : 4 atau 1 : 5
- F iO2 %
Bila ada AGD :
START
↓ rate
↓ VT
↑ VT ↑ rate
Auto
PEE
P
Etiologi
A. Trauma kepala akut ataupun riwayat trauma kepala sebelumnya
B. Infark otak (baik akut ataupun riwayat)
C. ICH, SDH, SAH
D. Tumor otak
E. Infeksi CNS (meningitis, encepalitis, abses otak).
F. Hipertensi encepalopati
G. Penyebab metabolik : obat atau alkohol withdrawal, hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, hiperosmolaritas, hepatik encepalopatik, sepsis.
H. Penyebab keracunan : salisilat, tiopilin, lidocain, meperidin, pinisilin, siklik anti depresan,
kokain.
I. Epilepsi idiopatik
J. Kasus yang lebih jarang : Human imuno defesiensi, lupus serebriti, infeksi virus, degeneratif
CNS
Laboratorium
- Glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, fungsi hepar
- Test darah lengkap, trombosit
- Test koagulasi : protrombin dan partial trombo plastin times
- Analisa gas darah
- Kadar obat antidepresan dalam darah
- CT Scan
- MRI
- EEG
PROTOKOL TERAPI
A. Pertahankan ventilasi dan perfusi
1. Amankan jalan nafas, ventilasi dengan bag – Valve mask, bila perlu intubasi
2. Berikan oksigen 100% via NRM, ventilator, tergantung kondisi klinis.
3. Monitor tanda-tanda vital, EKG kontinue dan pulse oksimetri
4. Pasang intra Vena line (infus) ambil sampel darah untuk uji lab
C. Hentikan kejang
1. Lora zepam, obat pilihan pertama anti kejang dosis 0,1 mg/kgbb IV jangan lebih cepat
dari 2 mg / menit dalam pemberiannya. Durasi 4 jam, sukses mengatasi kejang 65 %.
2. Alternatif diazepam, dosis 0,15 – 0,3 mg/kgbb IV jangan lebih cepat dari 5 mg mnt. Bisa
diberikan via rektal 0,2 0 0,5 mg/kgbb. Durasi optimal 20 mnt, sukses mengatasi kejang
56%. Efek depresi nafas lebih kuat daripada lorazepam.
3. Bila masih kejang, beri phenitoin dewasa 15 – 20 mg/kgbb IV dengan kecepatan < 50 mg
/mnt. Anak 1 mg /kgbb/mnt. Hati-hati infus jangan dicanpur gula. Pemberian terlalu cepat
menyebabkan hipotensi, disritmia monitor dengan EKG.
4. Bila setelah pemberian phenitoin 20 mg/kgbb masih kejang, beri phenitoin extra 5 mg /
kgbb samapi dosis max 30 mg/kgbb IV
5. Bila masih kejang beri thiopental 3 – 5 mg / kgbb IV. Intubasi pasien, pasang ventilator
untuk bantuan nafas tahap lanjut.
6. Bila terjadi kejang refrakter :
- Thiopental 3 – 5 mg / Kgbb IV, lanjut dengan 1 – 3 mg /kgbb/jam, bila masih
kejang beri lagi 3 – 5 mg/ kgbb IV lanjut dengan 10 mg / kgbb / jam atau lebih.
Kontrol status hemodinamik.
- Midazolam dosis 0,1-0,3 mg/kgbb IV, lamjut 0,05-0.2 mg/kgbb/jam, titrasi sampai
kejang teratasi
- Propofol dosis 1-5 mg/kgbb IV, lanjut 1-15 mg/kgbb/jam, titrasi sampai kejang
teratasi
C. Kardiovaskuler
- Disritmia jantung (karena hipoksemia, pemakaian obat antikejang atau sebab lain)
- Hipotensi
Terminologi
A. Gagal Ginjal akut
1. penurunan secara tiba-tiba fungsi filtrasi glomerulus dengan disertai retensi produk
nitrogen.
2. Manifestasinya berupa peningkatan creatinin > 0,5 mg/ dl atau peningkatan > 50%
dari nilai awal.
B. Gagal ginjal aligori : gagal ginjal akut dengan urin output < 400 cc/hari atau < 20 cc / jam
C. Gagal ginjal non oliguri
1. Gagal ginjal akut dengan urine output > 400 cc / hari
2. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan gagal ginjal oligori
D. Konsentrasi kreatinin serum merupakan indikator terbaik dalam menilai fungsi ginjal.
Berkorelasi terbalik dengan fungsi filtrasi glomerulus.
E. Serum urea nitrogen (BUN)
- Merupakan indikator yang umum pada fungsi ginjal
- Nilainya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pemakaian kartikosteroid,
tetrasiklin, perdarahan gastrointestinal.
KLASIFIKASI
- ATN
- Toksin (aminoglikosida, logam berat)
- Rabdomiolisis, hemolisis, trauma kepala, reaksi transfusi.
- Kehamilan (eklamsi, perdarahan uteri, abortus sepsis, enboli air ketuban)
- Nephritis intertisial (infeksi, limphoma, sarcoidosis, pinicilin, rifampisin, sulfa,
vankomicin, quinolon, cephalosporin, eritromisin, etambutol, asiklovir, tiazid,
furosemid, NSAID, H2 –bloker, phenobarbital, phenitoin, alupurinol, interferon, alfa-
metildopa.
- Kerusakan glomerulus
Pemeriksaan Klinis
Anamnesa : Perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi
Pemeriksaan Fisik : tensi, nadi, turgor kulit, tekanan vena sentral, serta ada tidaknya hipotensi
ortostatik
Diagnosa Diferensial
GGA Prarenal GGA Renal
Protenuria - +
Oliguri +++ +++
Berat Jenis Urine 1.020 1.002 – 1.012
Sedimen Urine Normal, hialin atau granular Silender sel epitel
Osmolaritas urine (mmol/L) > 500 < 350
Na Urine (mmol / L) < 20 > 20
BUN : creatinin (plasma) > 10 : 1 < 15 : 1
OLIGURIA
( < 0,5 cc / kgBB/jam)
UKUR MAP
- CVP < 3 mmHg th / cairan
- CVP > 7 mmHg challenge Test
- CVP 3-7 mmHg loading cairan
200 cc
UKUR LAGI CVP
NILAI KONTAKTILITAS
Jika
Nilai CVP :
Dopamin “dosis renal” 1-4 μg /kgbb/mnt, diharapkan akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah
ginjal dan splanik dengan demikian terjadi peningkatan aliran darah ke ginjal dan glomerulus
filtration rate.
Terapi hiperkalenia :
1. Kalsium gulkonat (15-20mg/kgbb IV) atau kalsium klorida (5-10 /kgbb IV) diberikan selama
2-5 mnt.
2. Natrium bikarbonat (50-100 meq IV pelan)
3. Regulaer insulin 10 unit IV diserta dg pemberian 1-2 ampul glukosa 40% atau 50%.
Bila terjadi asidosis metabolik berikan natrium bikarbonat 1 meq /kgbb bila kadar bikarbonat <
15 meq /L.
Indikasi Hemodialisa :
1. Oliguri (urine output < 400 cc/24 jam atau < 5 cc /kgbb/24 jam)
2. Anuri selama 12 jam
3. Kadar ureum > 200
4. Kadar kalium > 6,5 meq /L
5. Asidosis metabolik berat (pH < 7,2)
6. Edema paru berat yang tidak berespon dengan terapi diuretik
7. Uremik encepalopati
8. Uremik perikarditis
9. Uremik neuropati
Komplikasi
A. Metabolik
- Asidosis metabolik
- Hiperkalesmia
- Hiponatremia
- Hiperphospatemia
- Hiperurisemia
- Hipokalsemia
- Hiphmagnesemia
- Gangguan keseimbangan air dan garam
- Status katabolik
B. Kardiovaskuler
- Volume uverload, edema paru kardiogenetik
- Edema paru uremik
- Perikarditis
- Hipertensi
- Disritmia jantung
C. Neurologik
- Sindroma urnik : gangguan neuropsikiatrik, asterixis, miolilonus, hiperefleksia, koma
- Defek neurologik fokal, kejang
D. Gastromtestinal
- Perdarahan
- Mual, muntah, anorexia, malnutrisi
- Gastritis, pankreatitis, ileus
E. Hematologik
- Kuogulopati, disfungsi plateklat
- Anenmia
F. Infeksi
- Imunosupresa
- Meningkatnya resiko Sepsis
Definisi :
I. Stadium 1 : SIRS ( Systemic Inflammatory Response Syndrom) bila ditemukan 2 atau
lebih tanda-tanda dibawah ini :
1. Suhu > 38o C atau < 36o C
2. HR > 90 X / mnt
3. RR > 20 X / mnt atau Pa CO2 < 32 mmHg
4. Angka leukosit (AL) > 12000 atau < 4.000 /μL atau > 10% dalam bentuk imatur.
II. Stadium 2 : Sepsis adalah SIRS + bukti adanya Fokal infeksi atau ditemukannya
kultur kuman yang positif.
III. Stadium 3 : Sepsis Berat sepsis + adanya disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi
(asidosis laktat, oliguri, hipoxemia, perubahan kesadaran yang akut)
IV. Stadium 4 : Syok Septik Sepsis + hipotensi (meskipun sudah diberikan resusitasi
cairan) + hipoperfusi.
Hipotensi adalah TDS < 90 mmHg atau penurunan TDS > 40 % dari nilai base line tanpa ada
penyebab lain dari hipotensi.
Epidemiologi
- Di ICU SIRS terjadi sekitar 40-80 %
- 25% berkembang menjadi Sepsis
- 15-20% berkembang menjadi Sepsis berat
- 5% berkembang menjadi Syok Septik
Etiologi
A. Infeksi
1. Bakteri :
- Gram negatif bacil
- Gram Posistif cocus
- Bakteri anaerobik
- Mikrobakterial
2. Virus
- CMV
- Herpes
- Hepatitis A,B, C
- Virus Influensa
- Epstain – barr virus
- Dengue
3. Jamur
- Disseminated Candida
- Blastomyces
- Cocci diodes
- Histoplasma
- Aspergillus
- Pneumocystis Carinii
4. Parasit
- Toxoplasmosis
- Malaria
B. Non Infeksi :
1. Pankreatitis
2. Fulminant hepatic fillure
3. Traumma berat
4. Luka bakar yang berat
5. Perdarahan GI berat
6. SAH
7. CABG operasi
Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign :
1. Takikardi
2. Takipneu
3. Febris atau hipotermia
4. Hipotensi (pada tahap lanjut).
B. Kardiovaskuler
C. Neurologis
D. Lain-lain