Anda di halaman 1dari 32

Kriteria Pasien Masuk ICU

 Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti dukungan / bantuan ventilasi, infus, obat-obatan vasoaktif kontinue,
dan lain-lainnya.
Contoh :
- Pasien gagal nafas oleh sebab apapun
- Pasien gagal sirkulasi oleh sebab apapun
- Pasien syok septic
- Pasien pasca bedah kardiotorasik

 Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU, jenis pasien ini
beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera.
Contoh :
- Pasien pasca pembedahan mayor
- Pasien yang menderita penyakit dasar jantung, paru atau ginjal akut dan berat.

 Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya baik masing-masing atau
kombinasinya  sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU.
Contoh :
- Pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi pericardial
temponade atau sumbatan jalan nafas atau pasien menderita penyakit jantung
atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
- Pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit
akut tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
kardiopulmoner.
Diagnosis lebih spesifik yang umumnya memenuhi kriteria inklusi
perawatan ICU :
Semua pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi mekanik dan/atau proteksi
jalan nafas (guedel/mayo,emergensi trakheostomi atau intubasi)
Pasien-pasien pasca operasi yang memerlukan monitoring intensif yaitu :
1. Operasi lama > 6 jam dan/atau beresiko perdarahan
2. Beresiko tinggi (ASA ≥ 3 seperti : hipoalbumin, anemia berat, gangguan
koagulasi serta aritmia intraoperatif)
3. Riwayat henti jantung (cardiac arrest), hipoksemia, atau aspirasi pneumonia
selama operasi.
 Semua pasien yang membutuhkan obat-obat inotoprik dan anti aritmia yang
memerlukan monitoring invasive
1. Pasien-pasien syok
2. Pasien-pasien pasca resusitasi
 Pasien-pasien yang memerlukan monitoring hemodinamik invasive seperti kateter
swan ganz dan kateter tekanan darah arteri.
 Pasien-pasien yang potensial mengalami gagal organ (tidak stabil) dari Unit
Gawat Darurat dan ruang rawat Inap :
1. Pasien-pasien traumatic brain injuri (TBI) dengan GCS < 8 dan atau disertai
trauma facial (masalah airway).
2. Pasien-pasien cerebrovaskuler disease (stroke) dengan GCS < 8 atau disertai
dengan pneumonia.
3. Asidosis metabolic berat (dehidrasi, ketosis, intoksikasi, pankreatitis akut)
4. Pasien-pasien multiple trauma dengan syok (anemia berat)
5. Pasien-pasien yang memenuhi kriteria spesis berat : HR > 90, RR > 25 hipo/
hipertermia atau leukositosis atau lekopenia dengan satu tanda disfungsi
organ :
 Gangguan koagulasi / hemostase
 Penurunan kesadaran (somnolen, gelisah)
 Trauma paru akut (ARDS / ALI)
 Peningkatan kadar ureum / kreatinin
 Hipotensi
 Pasien yang memenuhi syarat kriteria rawat ICCU / PICU, namun karena ICCU /
PICU penuh dapat dirawat di ICU (dengan persetujuan dokter konsultan ICU).
Beberapa contoh lainnya kasus-kaus pasien yang memenuhi perawatan
ICU :
- Multi system (>1) organ failure (hematology, kardiovaskuler, paru, ginjal, otak
dan hati)
- Respiratory failure / dysfunction
- Eksaserbasi akut dari gagal ginjal kronik
- Drug overdose (alkohol, parasetamol)
- Gastrointestinal hemorrhage)
- Diabetic ketoacidosis
- Krisis hipertensi
- Sepsis
- HIV / AIDS dan kelainan yang berhubungan

 Pengecualian / Kriteria Eksklusi


Pasien berikut tidak masuk kriteria masuk ICU dan hanya dapat masuk dengan
pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa atas persetujuan kepala ICU. Bila perlu
pasien-pasien tersebut harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas dapat
digunakan untuk pasien prioritas 1,2 dan 3.
Contoh :
1. Pasien yang mengalami brain death  pasien-pasien seperti ini dapat dimasukan
ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang
fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ.
2. Pasien-pasien yang masuk prioritas 1,2,3 tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi “perawatan yang nyaman” saja, Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan dengan perintah “DNR” (Do Not Resusitation).
Sesungguhnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan
canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
3. Pasien dalam keadaan vegetataif permanen.
4. Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk
memerlukan terapi ICU.
Contoh :
- Pasien pasca bedah vaskuler yang stabil
- Pasien diabetik ketoacidosis tanpa komplikasi
- Keracunan obat tetapi sadar
- Concusion (cidera otak ringan)
- Gagal jantung kongestif ringan
Pasien-pasien seperti ini lebih disukai dimasukan ke suatu unit intermediet untuk
terapi definitif dan atau observasi.
PROSEDUR PASIEN MASUK RUANG ICU

Pasien-pasien yang dikonsulkan untuk


dapat dirawat di ICU

Seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan


kriteria eksklusi

Dokter jaga ICU melapor kepada


konsulen ICU mengenai konsul pasien
untuk masuk ICU tersebut

Memenuhi salah satu kriteria inklusi


dan disetujui oleh konsulen ICU

Pasien dapat dirawat di ICU

Bila pasien yang memenuhi kriteria inklusi lebih dari satu


sedangkan tempat yang tersedia tidak mencukupi, dilakukan
seleksi berdasarkan skala prioritas
Kepala ICU berhak untuk mengubah skala prioritas pasien
sesuai dengan kebutuhan.
HIPOGLIKEMIA
GDS < 45
Tx :
1. Beri D 50 % 50 cc atau D 40 % 50 cc
2. Maintenance dengan D 5% bila pasien belum menerima D 5%, kalau sudah menerima D
5% maintenance D 10%
3. Cari penyebab dan atasi penyebab hipoglikemia
4. Bila pasien tidak sadar dan tidak ada akses vena beri glucagon I m atau S C 0,5 – 1 mg

Bila Hipoglikemia terjadi berulang


1. Injeksi D 50% vokus IV ulan, tingkatkan tetesan D 5% aau D 10% sebagai maintenance.
2. Injeksi 0,5 – 1 mgglulengan In atau SC

CAIRAN

TBW ( Total Body Wath )


Laki-laki = 60% X BB
Laki-laki tua dan wanita = 50 % X BB
Wanita tua = 40% X BB
IWL  dewasa = 15 cc/kg BB/ hari
Anak = { 30 – (tahun) } cc / kg BB / hari

KEBUTUHAN CAIRAN ANAK

4 – 2 – 1 / jam rumus
cth BB = 25 kg  4 X 10 = 40 cc
2 X 10 = 20 cc
1 X 5 = 5 cc
60 cc
K = 2,5 mg / kg BB / hari
Na = 3 mg / kg BB / hari

KEBUTUHAN CAIRAN DEWASA

Air = 25 – 40 cc /kg BB / hari


K = 1 mg / kg BB / hari
Na = 2 mg / kg BB / hari
KEBUTUHAN EXTRA
 Demam ( 12 % tiap 10 C > 370 C
 Hiperventilasi
 Suhu lingkungan tinggi
 Aktivitas extrim
 Setiap kehilangan abnormal (misal diare , policeria)

PENURUNAN KEBUTUHAN
 Hipoteria ( 12 % tiap 10 C < 370 C
 Ke sangat tinggi
 Oligleria atau anuria
 Hampir tidak ada aktifitas
 Retensi cairan misal : gagal jantung, gagal ginjal.

HIPONATREMIA
Kadar Na < 135 mg / L
VES rendah (diare)  - Atasi dulu hiporolemianya
- Infus NaCL 3 % pada pasien dengan gejala simptomatik
- infus NaCL isotonik bila tanpa gejala

VES Normal (SIADH)  - Pasien simtomatik : kombinasi purasemide + NaCL 3%


- Pasien asimtomatik : saline isotonik

VES tinggi (CRF / AKFI, DC, Sitosis)  - asimtomatik : funsemid divolsis


- simtomatik : furesemid + NaC> 3%

Rumus : Defisit Na : TBW X (130 – plasma Na kiri

Warning :
1. Kenaikan Na jangan melebihi 0,5 mg / jam
2. Kadar Na plasma tidak > 130 mg /L
3. Keduanya untuk cegah encephalopathi demyelinisasi

HIPERNATREMIA

Na > 145 mg / L
Hipernatremia Hiporolemia
 Koreksi dulu hiporolemianya ((NaCL, RL, RA, kolooid)
 Langkah berikutnya mengganti defisit Caloan
Rumus CD = 0,6 X BB X { (klaserum / 140 ) – 1}
 Dengan cairan hipotonik
mis : - KAEN – I B
-D5½ S
-D5¼S
 Penggantian cairan jangan agresif  bahaya edema otako (48-72 jam)

HIPERNA HIPERVOLEMIA
 Pemberian furasemid – diuresit
 Produk urine yang dikeluarkan diganti dengan D 5%
 Beri vasopresin 5 – 10 unit SC tiap 6 – 8 jam

DIABETES INSIPIDUS
 Kehilangan cairan mendekati air murni
 Strategi penggantian hanya ditujukan untuk mengganti alfisit cairan bebas saja
Rumus CD : 0,6 X BB X { (Na plasma / 140) – 1 }
Selama (48 – 72 jam)
Catatan :
Na > 160  vitabilitas, anoreksia, ataksia kran
Na > 180  koma, stupor / kejang

DKA
 >> pada type I
 Defisiensi insuline atu resisten terhadap insuline
 Muncul karena infeksi, pembedahan, trauma
 Dehidrasi intra seluler, hiperkalemi, hiponatremi, asidosis metabolik, depresi, kontraktilitas,
miokard
 Kadar gula darah biasanya < 500 mg / dL
Tx :
 Oksigen 8 – 10 lpm via airm
 RI bolus (0,1 Li / kg BB) Ivatau 10 L intravena bolus  dilanjutkan dengan stary insulin 0,1
Li / kg BB /jam
 Cek GDS tiap jam  bila :
1. Penurunan GDS < 10 % atau bila amnion gap dan PH tidak berubah  naikkan
kecepatan insuline 2 X lipat.
2. Bila GDS < 250 mg / dL, turunkan kel insuline 2 – 3 Li /jam beri D 5% 100 cc/ jam
3. Ganti kehilangan cairan dengan NaCL 0,9 selanjutnya dengan D 5 ½ NS

Kehilangan cairan bisa sampai 4-9 L


- Beri 1-2 L NaCL secara cepat
- Selanjutnya 1 L / jam untul 1 jam  500 cc/jam, untul 1-2 jam dan kemudian
200-300 cc/jam sampai defisit cairan terkoreksi.
- Hati-hati pada pasien tua dan riwayat penyakit jantung.
4. Penggantian elektrolit (K+, Mg 2+
, +04)
Bila K + Shum < 3 mg / L beri K+ 40 Mg/jam
K < 4 Mg /L beri K+30 meg / jam
K < 5 Mg /L beri K+20 meg / jam
K > 5 mg /L tidak diberi K+

5. Pertimbangkan pemberian bikarbonast (1 mg / kg BB) bolus IV pelan, bila PH < 7


dan hemodinamidik tidak stabil atau muncul aritmia.

HONK

 Trigger  infeksi dehidrasi, MI stroke, truma pembedahan.


 Biasanya pada type R. DM
 GDS > 500 mg / dL
 Hipovolemin (5-10 L)
 Hipokslemia , hipernshemia, hipophrsfatemia, hipomgnesemia  seringnya anniogap
normal
 Kejang / koma
TX
 Oksigenasi O2 8-10 lpm dengan NRK
 Penggantian cairan dengan segera akan menurunkan gula darah sampai 50% dalam
beberapa jam
- 1 jam pertama beri 1,5 L NS
- 2-3 jam berikutnya beri 1 L NS
- Setelah 3 jam pertama, beri 0,5-1 L NS / jam
- Hati-hati pemberian NS bila perlu monitoring dengan CUP  terutama pada
pasien geriatrik.
 Beri RI 10 Li IV bolus kemudian lanjutkan dengan (0,1 Li / kg BB/ jam), bila :
- GIPS tidak berubah dalam 2-4 jam, naikkan kel insuline 2 x Lipatoys
- Titrasi kel pemberian insulin, bola kader GDS < 250 mg / dL dan fungsi kerdiak,
elektrolit dalam batas normal.
 Cek GDS dan elektrolit tiap jam  sebagai petunjuk pemberian insulin

Guidelines pemberian RI segera infus


(50 Li / 500cc NS atau via sharing pump
pasien tidak menderita DKA atuplin HONK

Star infus 
- Type 1 DM (wanita) 0,5 Li / jam
- Type 1 DM (pria) 1 Li / jam
- Type 2 DM (wanita/pria) 1 Li / jam

GDS Infus Change Tolak ment

< 70 Stop 30 menit Beri D 40 15 – 20 cc


Cek GDS setelah 30 menit,
ulangi D 40 bila GDS < 70
70 – 120 - 0,3 Li / jam -
121 – 180 No. Change -
181 – 240 + 0,3 Li / jam -
241 – 300 + 0,6 Li / jam -
> 300 + 0,1 Li / jam -

Pasien pulang sudah menerima D 5 100 cc / jam selama mendapat terapi insuline.

HEMATOLOGI
EBV ♂ = 70 X BB (kg)
Cth BB = 50 kg  EBV = 70 X 50 = 3500 cc

EBV ♀ = 65 X BB (kg)

Tranfusi WB = ΔHb X BB X 6
PRC = Δ Hb X BB X 3
Cth = bila Hb pasien 6 g / dL BB = 50 kg
Target l + b 9 g /dL 
WB = ( 9 – 6 ) X 50 X 6
= 3 X 300
= 900 cc

Rumus lain : Δ HCT X ( EBV / Het donor )

Tranfusi trombosit  tiap 1 unit trombosit


Akan meningkatkan angka trombosit pasien 5.000 – 10.000 /mL
Tiap 4-6 kantong darah yang ditranfusi  cek kadar kalsium pasien, bila perlu bisa diberikan :
- Kalsium glukorat ( 30 mg/ kg BB)
- Bisa juga kalsium klorid (10 mg / kg BB) IV pelan
Tranfusi Albumine
Δ Alb X BB X 0,8 = ........... gram
Tetesan harus pelan-pelan, paling tidak clh 4-5 jam

Tx Reaksi tranfusi Akut (Hemolitis)


1. Stop tranfusi
2. Cek ulang
3. Bila Hipotensi
4. Pertahankan urine output minimal ½ cc / kg bb / jam bila perlu beri firosemid 40 mg IV
bolus atau manitol 12,5 -50 gram IV pelan-pelan.
5. Pertimbangkan pemberian defenhidramin
25 – 50 mg IV bolus atau hidrocortison
50 – 100 mg IV
6. Hati-hati adanya DIC

Tanda-tanda Reaksi Hemolitik


1. Cemas
2. Agitasi
3. Nyeri dada
4. Nyeri pinggang
5. Nyeri kepala
6. Dyspneu
7. Menggigil  tanda spesifik

Tanda non spesifik


1. Demam
2. Hipotensi
3. Pendarahan tidak tahu sebabnya (DIC)
4. hemoglobinuria

Reaksi tranfusi Non hemolitik


Tanda-tanda :
1. Cemas
2. Pruritus
3. Dispneu ringan
4. Demam
5. Flushing
6. Takikardi
7. Hives (rasa gatal dengan bintik-bintik merah yang bengkak)
8. Hipotensi ringan

Terapi :
1. Stop tranfusi
2. Pastikan bukan karena reaksi transfusi hemolitik
3. Bila hanya ada utikaria atau hives berikan de fendhidramin 25 - 50 mg IV dan hidrocortison
50- 100 mg IV.
 tranfusi tetap bisa diberikan dengan tetesan pelan
4. Bila sebelumnya ada riwayat panas dan alergi bila ditranfusi boleh pretreament dengan
asetaminapen 650 mg oral dan antihistamin.
HIPERTENSI KRISIS
Hipertensi krisis dibagi 2 yaitu Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi

Definisi :
Hipertensi Krisis yaitu peningkatan yang kritis dari tekanan darah dimana TDD > 120 mmHg
TDS > 240 mmHg

Hipertensi Emergensi : bila terdapat kerusakan akut sedang berlangsung dari target organ 
memerlukan penurunan tekanan darah dalam beberapa jam, menggunakan obat intra vena dan
diberikan di ruang ICU.

Hipertensi urgensi : bila terget organ tidak terkena, memerlukan penurunan segera tekanan
darah tapi dalam waktu 24-48 jam
Target organ CNS, cardiovaskuler, renal.
Gejala :
1. Neurologik : headache, neusea, vomiting, gangguan visual, confusi, kejang, kelemahan.
2. Cardiovaskuler: anginapectoris, dispneu, palpitasi, fatigue
3. Renal : kelemahan umum, oliguria, poliuria, hematuri

Penemuan Fisik
1. Vital Sign
- Hipertensi
- Takikardi

2. Fundus copi
- Grad I : narrowed arterivenosus ratio
- Grad II : focal arteriolar spasm
- Grad III : hemorraghes and exudates
- Gead IV : papiledema

3. Cardiovaskuler
- Diaphoresis
- Juguler vein distention
- Pulmonary rales
- Third heart sound
- Murmur
- Pericardial friction rub
- Pulse defisit

4. Renal
- edema
- oliguria
- Hematuria

5. Neurologic
- Alterations in sensorium
- Focal neurologic deficits

TERAPI
A. Hipertensi Emergensi
Tujuan utama turunkan tekanan darah segera tetapi bertahap biasanya 20-25 %
penurunan MAP atau reduksi tekanan diastolikmenjadi 100-110 mmHg TDS tidak dibawah
150mmHg dalam beberapa menit atau jam tergantung situasi klinis. Penurunan tekanan
darah selanjutnya secara gradual dalam periode 24 – 72 jam atau lebih.
1. SNP (sodium nitropuside) 0,25 – 10 μg/Kg bb/menit dimulai dengan dosis yang
paling rendah evaluasi dosis tiap 5 menit dalam periode 1-2 jam. Onset 1-2 menit,
durasi 1-10 menit setelah infus obat distop. Bila tekanan darah terkontrol, SNP
dapat distop dalam 24 – 48 jam diganti dengan obat antihipertensi oral.
2. NTG (nitrogliserin), dosis awal 10 μg / menit atau rentang dosis 0,5 – 10 μg / Kg
bb / menit, onset 1-2 menit durasi 10 menit
3. Diltiazem, dosis 20 mg bolus IV kemudian 10 mg / jam, onset 1-3 menit durasi 1-3
menit.

B. Hipertensi Urgensi
Tidak ada terapi yang spesipik untuk keadaan ini. Pada hipertensi yang berat memrlukan
terapi kombinasi. Obat yang umum dipakai termasuk nifedipin, kaptropil, atau ACE –
inhibitor, klonidin, labetolol oral. Setelah pemberian obat, pasien dimonitor di ruang
emergensi 1 – 2 jam untuk meyakinkan respom terhadap obat yang diberikan dan efek
sampingnya. Dianjurkan follow up 24-48 jam kemudian untuk pengobatan selanjutnya.

GAGAL NAFAS
Definisi : Suatu sindroma pada sistem respirasi dimana salah satu atau keduanya dari fungsi
pertukaran gas : oksigenesi dan eliminasi CO2 mengalami kegagalan.
Klasifikasi
A. Gagal Nafas Type I (hipoksemia) ditandai dengan PaO 2 < 60 mmHg dengan PaCO2 normal
atau rendah merupakan bentuk umum dari gagal nafas dan dapat dihubungkan dengam
semua penyakit paru akut yang secara umum melingkupi pengisian cairan atau kolapsnya
alveoli .
Contoh : edema paru kardiogenik atau non kardiogenik pneumonia, perdarahan paru

B. Gagal Nafas type II (hiperkapnia) ditandai dengan PaCO2 > 50 mmHg hipoksemia biasa
terjadi pada pasien dengan gagal nafas hiperkapnia

Kedua type gagal nafas dapat bersifat akut dan kronis.

Perbedaan antara gagal nafas akut dan kronis


Gagal nafas hiperkapnia akut berkembang dari beberapa menit sampai beberapa jam Ph
biasanya < 7,3 .
Gagal nafas kronis berkembang dalam beberapa hari atau lebih lama sehingga terjadi
kompensasi oleh ginjal dan terjadi peningkatan level bikarbonat sehingga pH biasanya sudah
menurun.
Perbedaan antara hipoksemia akut dan kronis tidak dapat dibaca berdasarkan analisa gas darah.
Petunjuk klinis hipoksemia kronis seperti polisetemia atau corpulmonale, menyokong gangguan
sudah lama.
Kriteria Diagnosis
1. Pa O2 < 60 mmHg
Pa CO2 > 50 mmHg
2. Role of fifty
Pa O2 < 50 mmHg
Pa CO2 > 50 mmHg
3. PaO2 / FiO2 = .< 200 – ARDS
.< 300 – ALI

Kriteria Pontopidan
Monitoring ketat Intubasi ventilasi
Kriteria Normal
O2 Physical Tx trakeostomi
Mekanik
RR (mnt) 12 - 25 25 - 35 12 - 25
VC (cc / kg bb) 70 - 30 30 - 15 <15
Inspiratory force (cm H2O) 100 - 50 50 - 25 <25
Oksigenasi 50 - 200 200 - 350 >350
Aa DO2 (mmHg)
Pa O2 (mmHg) 100 – 75 200 - 70 <70
(air) (Mask O2) (Mask O2)
Ventilasi 0,3 – 0,4 0,4 – 0,6 > 0,6
VD / VT
Pa CO2 (mmHg) 35 - 40 45 - 60 > 60

ETIOLOGI
A. Gagal nafas Type I (hipoksemia)
- Bronchitis kronis dan emfisema (PPOK)
- Pneumonia
- Edema paru
- Fibrosis paru
- Penyakit jantung kongenital yang sianosis
- Bronchiectasis
- ARDS
- Asma
- Pneumotoraks
- Sindroma enboli lemak
- penyakit paru granulamatosus

B. Gagal nafas Type II (Hiperkapnia)


- Bronchitis kronis dan enfisema (PPOK)
- Asma berat
- Overdosis obat
- Polineuropati
- Gangguan otot primer
- Trauma kapitis dan trauma medula spinalis cervical
- Keracunan
- Miastenia gravis
- Poliomilitis
- GBS
- Cervical cordotomy
Manifestasi Klinis

Hiperkapnia Hipoksemia

Somnolen An sietas
Letargi Takikardia
Koma Diaporesis
Asterixis Aritmia
Restlessness / gelisah Perubahan Status Mental
Tremor Confusi
Nyeri Kepala Sianosis
Pepil edema Hipertensi
Hipotensi
Kejang
Asidosis laktat

EVALUASI VENTILASI / BREATHING


 Look / Lihat
- Takipneu, cuping hidung
- Perubahan status mental
- Pengembangan dada
- Kesimetrisan dada
- Paralisis otot nafas
- Sianosis
- Distensi vena leher

 Listen / Dengar
- Keluhan penderita
- Suara nafas menurun / hilang
- Stridor / wheezing

 Feel / Raba
- Emfisema subkutan
- Krepitasi
- Nyeri tekan
- Deviasi trakea
- Perkusi : sonor, hipersonor / redup

Pemeriksaan Penunjang
- Pulse Oksimeter
- CO2 detektor
- Chest X-Ray
- Analisa gas darah

TERAPI
Hipoksemia merupakan hal besar yang harus diatasi untuk fungsi organ. Oleh karena itu objek
pertama terapi gagal nafas adalah mengembalikan dan atau mencegah hipoksia jaringan.
Hiperkapnia yang tidak disertai dengan hipoksemia umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan
mungkin tidak mengancam fungsi organ kecuali disertai adanya asidosis berat.
Beberapa ahli percaya bahwa hiperkapnia dapat ditoleransi sampai pH < 7,2 mmHg.
Penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasari gagal nafas merupakan komponen
penting dalam penatalaksanaan gagal nafas.
Pasien dengan gagal nafas akut umumnya dirawat di ruangan ICU. Pasien gagal nafas kronis
dapat dirawat di rumah dengan suplemen oksigen dan atau menggunakan ventilator sampai
penyakit dasarnya teratasi.

Bebaskan jalan nafas


Manual
Dengan Alat
Intubasi / Surgical air way

Evaluasi Breathing
Look, Listen, feel
Kriteria Pontopidan

Tidak adekwat Adekwat

Bantuan Ventilasi + O2 Pertahankan jalan nafas + O2


TUJUAN BANTUAN VENTILASI MEKANIK
1. Optimalisasi pertukaran gas dan menurunkan “Work of breathing”
- Penyebab pulmonal
- Penyebab non pulmonal
2. Kontrol eliminasi CO2
- Tekanan intra kranial (TIK) meningkat
3. Menurunkan kerja Jantung
- Gagal Jantung
4. Profilaksis
- Pasca bedah operasi besar dan atau dengan perdarahan banyak.

Pengaturan setting awal


- Volume tidal : 6 – 10 cc / kgbb
- Frekuensi : 12 – 20 kali / menit
- Menit Volume : Vt X F
- FIO2 : 100 %
- I:E :1:2/1:3
- PEEP : 2,5 – 5 cm H2O
- Mode : CMV – PCV / VCV

Monitoring setelah dipasang ventilator


1. Penderita
- Air way
- Breathing
- Cirkulasi
- Disability / brain
2. Ventilator
- Tubing / Konektor
- Humidifier
- Setting
- Alarm
- Fungsi

Komplikasi Pemakaian Ventilator


 Baro trauma
 Volume trauma
 Inpeksi – Sepsis
 Alat-alat (Mal fungsi, kontaminasi)
Penyapihan dari ventilator (weaning)
 Penyapihan bertahap
 Bila memungkinkan secepatnya disapih
 Pertimbangan :
- Penyakit penyebabnya membaik
- Otot nafas makin kuat
- Memenuhi kriteria (kebalikan dan kriteria pasang ventilator)
 Metoda
- CMV  ACV  SIMV + PS  CPAP  T. PIECE  ekstubasi
- Perlu observasi ketat

STATUS ASMATIKUS

Definisi : serangan asma yang sangat berat yang tidak berespon dengan terapi obat-obat asma
yang biasa digunakan

Pemeriksaan Klinik
a. Gejala klinik
1. Sesak nafas
2. Pernafasan lebih enak dalam keadaan posisi tegak
3. Cemas
4. Fatique
b. Pemeriksaan fisik
1. Paru-paru : Wheezing ekspirasi, takipnue (RR > 30 X/mnt) penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, peningkatan I : E > I : 3
2. Kardiovaskuler : Takikardi (HR > 120 X /mnt), Pulsus paradoksus (> 15 mmHg ),

Laboratorium
1. Test fungsi paru tidak memungkinkan karena keadaan pasien yang sesak berat
2. Analisa gas darah, untuk menilai keadaan hipoksemia dan status asam basa
3. Rontgen torak : Hiperekspandid paru, evaluasi tanda-tanda baro trauma

Diagnosis Diferensial
1. Obstruksi saluran nafas bagian atas (karena tumor, benda asing)
2. Laringospasme
3. PPOK
4. gagal jantung kiri (edema baru).
TERAPI
1. O2 nasal kanul 2-3 lpm
2. Albuterol 2,5 mg (0,5 cc larutan 0,5 % + NaCL 2,5 cc), via nebulizer tiap 20 mnt (3 X
pemberian) kemudian tiap jam. Alternatif β agonist salbotamol 5 – 10 mg + 2,5 cc NaCL
berikan tiap 2 – 4 jam, bila keadaan lebih berat dapat diberikan tiap jam atau tiap 20mnt
dapat diberikan secara kontinue via nebulizer sampai dosis 20-25 mg dalam 1 jam.
Keduanya efektif bila O2 flow ratenya 6-8 lpm, dan minimum reservoir volume tempat nebu
2-4 cc.
3. Alternatif bila β agonist tidak responsif gunakan ipratropium bromida 0,25 – 0,5 mg tiap 20
mnt (3 X pemberian) selanjutnya tiap 4-6 jam via nebulizer.
4. Metilprednisolon 40 -125 mg IV bolus tiap 6 jam jika responsif, turunkan dosis 60-80 mg
dalam 4 dosis perhari.
5. Antibiotik : kontroversi, kebanyakan pencetus asma karna viral, berikan bila : demam,
leukositosis, netrofilia dalam sputum, pneumonia atau bila ada sinusitis akut.
6. Bila tidak responsif dengan β agonist, antikolinergik, kortikosteroid, berikan MgSO4 1 – 2 g
IV bolus dalam 20 menit.
7. Atasi dehidrasi dengan RL, Asering, NaCL.
8. Bila gagal nafas :
 Intubasi  ventilator
 Setting awal :
- TV 4-8 CC / kg bb
- RR 8-20 X / menit
- CMV
- P plat < 30 cm H20
- Tanpa PEEP
- I : E = 1 : 3, 1 : 4 atau 1 : 5
- F iO2 %
Bila ada AGD :
START

CMV (A/C), PCV or VCV, VT 4-8 mL/kg, Pplat < 30 cm H2O,


rate 8-20/min, TI 1 s, PEEP 5 cm H2O, S FIO2 1.0

↓ FIO2 SpO ↑ FIO2


2

Pplat < Pplat <


30 cm
pH 25 cm
H2O H2O

↓ rate
↓ VT
↑ VT ↑ rate

Auto
PEE
P

Auto Administer Bronchodilators


PEE
P

Decrease Minute Ventilation


STATUS EPILEPTIKUS
Definisi :
Kejang terus menerus, paling sedikit selama 30 menit, dalam 2 periode kejang tanpa disertai
perbaikan kesadaran, kejang umumnya bersifat general tonik – klonik (grand mal).

Etiologi
A. Trauma kepala akut ataupun riwayat trauma kepala sebelumnya
B. Infark otak (baik akut ataupun riwayat)
C. ICH, SDH, SAH
D. Tumor otak
E. Infeksi CNS (meningitis, encepalitis, abses otak).
F. Hipertensi encepalopati
G. Penyebab metabolik : obat atau alkohol withdrawal, hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, hiperosmolaritas, hepatik encepalopatik, sepsis.
H. Penyebab keracunan : salisilat, tiopilin, lidocain, meperidin, pinisilin, siklik anti depresan,
kokain.
I. Epilepsi idiopatik
J. Kasus yang lebih jarang : Human imuno defesiensi, lupus serebriti, infeksi virus, degeneratif
CNS

Laboratorium
- Glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, fungsi hepar
- Test darah lengkap, trombosit
- Test koagulasi : protrombin dan partial trombo plastin times
- Analisa gas darah
- Kadar obat antidepresan dalam darah
- CT Scan
- MRI
- EEG

PROTOKOL TERAPI
A. Pertahankan ventilasi dan perfusi
1. Amankan jalan nafas, ventilasi dengan bag – Valve mask, bila perlu intubasi
2. Berikan oksigen 100% via NRM, ventilator, tergantung kondisi klinis.
3. Monitor tanda-tanda vital, EKG kontinue dan pulse oksimetri
4. Pasang intra Vena line (infus) ambil sampel darah untuk uji lab

B. Pertimbangkan hipoglikemia sbg penyebab kejang


1. Injeksi 50 cc dextrosa 40 % atau 50% sebelumnya diberikan dulu tiamin 100 mg IV. Pada
anak berikan dextrosa 25% 2 cc /kgbb
2. ambil sampel darah untuk uji kadar glukosa

C. Hentikan kejang
1. Lora zepam, obat pilihan pertama anti kejang dosis 0,1 mg/kgbb IV jangan lebih cepat
dari 2 mg / menit dalam pemberiannya. Durasi 4 jam, sukses mengatasi kejang 65 %.
2. Alternatif diazepam, dosis 0,15 – 0,3 mg/kgbb IV jangan lebih cepat dari 5 mg mnt. Bisa
diberikan via rektal 0,2 0 0,5 mg/kgbb. Durasi optimal 20 mnt, sukses mengatasi kejang
56%. Efek depresi nafas lebih kuat daripada lorazepam.
3. Bila masih kejang, beri phenitoin dewasa 15 – 20 mg/kgbb IV dengan kecepatan < 50 mg
/mnt. Anak 1 mg /kgbb/mnt. Hati-hati infus jangan dicanpur gula. Pemberian terlalu cepat
menyebabkan hipotensi, disritmia  monitor dengan EKG.
4. Bila setelah pemberian phenitoin 20 mg/kgbb masih kejang, beri phenitoin extra 5 mg /
kgbb samapi dosis max 30 mg/kgbb IV
5. Bila masih kejang beri thiopental 3 – 5 mg / kgbb IV. Intubasi pasien, pasang ventilator
untuk bantuan nafas tahap lanjut.
6. Bila terjadi kejang refrakter :
- Thiopental 3 – 5 mg / Kgbb IV, lanjut dengan 1 – 3 mg /kgbb/jam, bila masih
kejang beri lagi 3 – 5 mg/ kgbb IV lanjut dengan 10 mg / kgbb / jam atau lebih.
Kontrol status hemodinamik.
- Midazolam dosis 0,1-0,3 mg/kgbb IV, lamjut 0,05-0.2 mg/kgbb/jam, titrasi sampai
kejang teratasi
- Propofol dosis 1-5 mg/kgbb IV, lanjut 1-15 mg/kgbb/jam, titrasi sampai kejang
teratasi

D. Atasi penyebab dari status epileptikus


1. Koreksi faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya nilai ambang kejang : Koreksi
poksemia, koreksi gangguan elektrolit (hiponatremia, hipokalemia), turunkan suhu pasien
bila febris.
2. Terapi faktor-faktor pencetus misalnya: stroke, disritmia jantung, uremia, meningitis dll

Komplikasi Status Epileptikus :


A. Neurologik
- Trauma neuronal
- Terganggunya sistem otonom misalnya hipersekresi saluran nafas atas dan bawah
- Bronkhokonstriiksi
B. Respirasi
- Hipoxemia
- Hiperkapnia
- Pneumonitis Aspirasi
- Edema paru nonkardiagenik
- Gagal nafas

C. Kardiovaskuler
- Disritmia jantung (karena hipoksemia, pemakaian obat antikejang atau sebab lain)
- Hipotensi

D. Ginjal & Metabolik


- Rabdomiolisis
- Gagal ginjal mioglobinuria
- Gangguan elektrolit terutama hiperkalemia
- Asidosis laktat
- Hipo / hiperglikemia
- Hipertermia

E. DIC, Ortopedic injury (jarang)

GAGAL GINJAL AKUT

Terminologi
A. Gagal Ginjal akut
1. penurunan secara tiba-tiba fungsi filtrasi glomerulus dengan disertai retensi produk
nitrogen.
2. Manifestasinya berupa peningkatan creatinin > 0,5 mg/ dl atau peningkatan > 50%
dari nilai awal.
B. Gagal ginjal aligori : gagal ginjal akut dengan urin output < 400 cc/hari atau < 20 cc / jam
C. Gagal ginjal non oliguri
1. Gagal ginjal akut dengan urine output > 400 cc / hari
2. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan gagal ginjal oligori
D. Konsentrasi kreatinin serum merupakan indikator terbaik dalam menilai fungsi ginjal.
Berkorelasi terbalik dengan fungsi filtrasi glomerulus.
E. Serum urea nitrogen (BUN)
- Merupakan indikator yang umum pada fungsi ginjal
- Nilainya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pemakaian kartikosteroid,
tetrasiklin, perdarahan gastrointestinal.
KLASIFIKASI

Gagal ginjal Prerenal

1. Karena penurunan volume vaskuler


- Kehilangan darah / plasma : trauma, perdarahan lainnya.
- Kehilangan cairan ekstraseluler : Luka bakar, peritonitis, pankreatitis, obstruksi usus,
hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, sirosis hati.
- Gastrointestinal: diare, muntah, NGT
- Kehilangan lewat ginjal : KAD, manitol, diabetes insipidus, hipokalemi, hiperkalsemi.
- Kehilangan lewat kulit : keringat, luka bakar, dermatitis exfoliatif.
2. Karena penurunan curah jantung
AMI, shock kardiogenik, temponade perikardial, enboli paru, mesin CPB, disritmia.
3. Obstruksi pembuluh darah renal : oklusi, konstriksi, embolli, trombosis, vaskulitis,
atherosklerosis, diseksi aorta abdominalis.
4. Kegagalan pengaturan pembuluh darah renal :
- ACE-Inhibitor, prostaglandin
- Sepsis
- Hepatorenal sindrom (hipotensi, oligori, gagal fungsi hepar)

B. Gagal ginjal Renal

- ATN
- Toksin (aminoglikosida, logam berat)
- Rabdomiolisis, hemolisis, trauma kepala, reaksi transfusi.
- Kehamilan (eklamsi, perdarahan uteri, abortus sepsis, enboli air ketuban)
- Nephritis intertisial (infeksi, limphoma, sarcoidosis, pinicilin, rifampisin, sulfa,
vankomicin, quinolon, cephalosporin, eritromisin, etambutol, asiklovir, tiazid,
furosemid, NSAID, H2 –bloker, phenobarbital, phenitoin, alupurinol, interferon, alfa-
metildopa.
- Kerusakan glomerulus

C. Gagal ginjal Post Renal

1. Sumbatan intrarenal : batu, bekuan darah, nekrosis papiler, kristal, tumor.


2. Sumbatan extra ureteral : keganasan endrometriosis, proses retroperitoneal.
3. Sumbatan saluran kencing bagian bawah : striktura uretra, prostat (BPH), masa vesika
urinaria, neurogenic bledder.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas darah.
Urine : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.

Pemeriksaan Klinis
Anamnesa : Perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi
Pemeriksaan Fisik : tensi, nadi, turgor kulit, tekanan vena sentral, serta ada tidaknya hipotensi
ortostatik

Diagnosa Diferensial
GGA Prarenal GGA Renal
Protenuria - +
Oliguri +++ +++
Berat Jenis Urine 1.020 1.002 – 1.012
Sedimen Urine Normal, hialin atau granular Silender sel epitel
Osmolaritas urine (mmol/L) > 500 < 350
Na Urine (mmol / L) < 20 > 20
BUN : creatinin (plasma) > 10 : 1 < 15 : 1

PROTOKOL PENANGANAN GAGAL GINJAL AKUT

OLIGURIA
( < 0,5 cc / kgBB/jam)
UKUR MAP
- CVP < 3 mmHg  th / cairan
- CVP > 7 mmHg  challenge Test
- CVP 3-7 mmHg  loading cairan
200 cc
UKUR LAGI CVP
NILAI KONTAKTILITAS
Jika

General Intensif Care Unit


RSUD Ciamis Kabupaten Ciamis
Challenge Test

Nilai CVP :

1 Cm H2O = 0,7 mmHg


1 mmHg = 1,3 cm H2O
6 mmHg = 7,8 cm H2O
10 mmHg = 13,6 cm H2O

Bila Nilai CVP :


- < 7,8 cm H2O ………………………..  Loading cairan 200 cc

- 7,8 cm H2O - 13,6 cm H2O …..  Loading cairan 100 cc

- > 13,6 cm H2O …………………………  Loading cairan 50 cc

Setelah 10 menit lihat responnya


Bila kenaikan CVP :

<2 ..............................  Hypovolemik


2–5 ..............................  Normovolemik
>5 ..............................  Hypervolemik

Dopamin “dosis renal” 1-4 μg /kgbb/mnt, diharapkan akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah
ginjal dan splanik dengan demikian terjadi peningkatan aliran darah ke ginjal dan glomerulus
filtration rate.

Terapi hiperkalenia :
1. Kalsium gulkonat (15-20mg/kgbb IV) atau kalsium klorida (5-10 /kgbb IV) diberikan selama
2-5 mnt.
2. Natrium bikarbonat (50-100 meq IV pelan)
3. Regulaer insulin 10 unit IV diserta dg pemberian 1-2 ampul glukosa 40% atau 50%.
Bila terjadi asidosis metabolik berikan natrium bikarbonat 1 meq /kgbb bila kadar bikarbonat <
15 meq /L.

Indikasi Hemodialisa :
1. Oliguri (urine output < 400 cc/24 jam atau < 5 cc /kgbb/24 jam)
2. Anuri selama 12 jam
3. Kadar ureum > 200
4. Kadar kalium > 6,5 meq /L
5. Asidosis metabolik berat (pH < 7,2)
6. Edema paru berat yang tidak berespon dengan terapi diuretik
7. Uremik encepalopati
8. Uremik perikarditis
9. Uremik neuropati

TX Funsemid 400 mg bolus IV lanjut dengan infus 10-20 mg / jam


- Asidosis metabolik
Berikan natrium bilarbonat 1 meq / kgbb (40-80 meq /dL) bila kadar bilarbonat < 15 meq /L

Komplikasi
A. Metabolik
- Asidosis metabolik
- Hiperkalesmia
- Hiponatremia
- Hiperphospatemia
- Hiperurisemia
- Hipokalsemia
- Hiphmagnesemia
- Gangguan keseimbangan air dan garam
- Status katabolik

B. Kardiovaskuler
- Volume uverload, edema paru kardiogenetik
- Edema paru uremik
- Perikarditis
- Hipertensi
- Disritmia jantung

C. Neurologik
- Sindroma urnik : gangguan neuropsikiatrik, asterixis, miolilonus, hiperefleksia, koma
- Defek neurologik fokal, kejang

D. Gastromtestinal
- Perdarahan
- Mual, muntah, anorexia, malnutrisi
- Gastritis, pankreatitis, ileus

E. Hematologik
- Kuogulopati, disfungsi plateklat
- Anenmia

F. Infeksi
- Imunosupresa
- Meningkatnya resiko Sepsis

SEPSIS DAN SYOK SEPTIK

Definisi :
I. Stadium 1 : SIRS ( Systemic Inflammatory Response Syndrom)  bila ditemukan 2 atau
lebih tanda-tanda dibawah ini :
1. Suhu > 38o C atau < 36o C
2. HR > 90 X / mnt
3. RR > 20 X / mnt atau Pa CO2 < 32 mmHg
4. Angka leukosit (AL) > 12000 atau < 4.000 /μL atau > 10% dalam bentuk imatur.

II. Stadium 2 : Sepsis  adalah SIRS + bukti adanya Fokal infeksi atau ditemukannya
kultur kuman yang positif.
III. Stadium 3 : Sepsis Berat  sepsis + adanya disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi
(asidosis laktat, oliguri, hipoxemia, perubahan kesadaran yang akut)
IV. Stadium 4 : Syok Septik  Sepsis + hipotensi (meskipun sudah diberikan resusitasi
cairan) + hipoperfusi.
Hipotensi adalah TDS < 90 mmHg atau penurunan TDS > 40 % dari nilai base line tanpa ada
penyebab lain dari hipotensi.

Epidemiologi
- Di ICU SIRS terjadi sekitar 40-80 %
- 25% berkembang menjadi Sepsis
- 15-20% berkembang menjadi Sepsis berat
- 5% berkembang menjadi Syok Septik

Etiologi
A. Infeksi
1. Bakteri :
- Gram negatif bacil
- Gram Posistif cocus
- Bakteri anaerobik
- Mikrobakterial

2. Virus
- CMV
- Herpes
- Hepatitis A,B, C
- Virus Influensa
- Epstain – barr virus
- Dengue

3. Jamur
- Disseminated Candida
- Blastomyces
- Cocci diodes
- Histoplasma
- Aspergillus
- Pneumocystis Carinii

4. Parasit
- Toxoplasmosis
- Malaria

B. Non Infeksi :
1. Pankreatitis
2. Fulminant hepatic fillure
3. Traumma berat
4. Luka bakar yang berat
5. Perdarahan GI berat
6. SAH
7. CABG operasi

Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign :
1. Takikardi
2. Takipneu
3. Febris atau hipotermia
4. Hipotensi (pada tahap lanjut).

B. Kardiovaskuler
C. Neurologis
D. Lain-lain

Anda mungkin juga menyukai