Anda di halaman 1dari 13

MENGANALISIS HASIL TES

1. Menilai Tes Yang Dibuat Sendiri


Tidak ada usaha guru yang lebih baik dari selain usaha untuk selalu meningkatkan mutu tes yang
disususnnya. Namun, hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk
beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah cukup baik.
Guru yang sudah banyak berpengalaman, mengajar, dan menyusun soal-soal tes, juga masih
sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang paling baik
adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa.
Secar teoretis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau kelompok yang keadaannya
heterogen. Dengan demikian, maka apabila dikenai sebuahtes akan tercermin haslnya dalam
suatu kurva normal. Sebagian besar siswa berada didaerah sedang, sebagian kecil berada di ekor
kiri, dan sebagian kecil yang lain berada di ekor kanan kurva.
Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisis tidak seperti yang diharapkan dalam kurva
normal, maka tentu ada “apa-apa” dengan soal tesnya.
Apabila hampir seluruh siswa memperoleh skor jelek, berarti bahwa tes yang disusun
mungkin terlalu sukar. Sebaliknya jika seluruh siswa memperoleh skor baik, dapat diartikan
bahwa tesnya terlalu mudah. Tentu saja interpretasi terhadap soal tes akan lain seandinya tes
itu sudah disusun sebaik-baiknya sehingga memenuhi persyaratan sebagai tes.
Dengan demikian maka apabila kita memperoleh keterangan tentang hasil tes, akan membantu
kita dalam mengadakan penilaian secara objektif terhadap tes yang kita susun.
Ada 4 (empat) cara untuk menilai tes, yaitu :
a. Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disususn, kadang-kadang dapat
diperoleh jawaban tentang ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-
lain keadaan soal tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara lain:
1) Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang ?
2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan?
3) Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan (dapat
di salah tafsirkan)?
4) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengrti?
5) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa?
b. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu
prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus
terhadap hasil tes yang kita susun.
Faedah mengadakan analisi soal :
1) Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek.
2) Memperoleh informasi yang akan dapat digunkan untuk menyempurnakan soal-soal
untuk kepentingan lebih lanjut.
3) Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.
Ananlisis soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Hal ini tidak berarti bahwa tes
uraian tidak dapat dianalisis, akan tetapi memang dalam menganalisis butir tes uraian,
belum ada uraian secara standar. Tentang kegunaan dan cara mengadakan analisi soal akan
dibicarakan tersendiri dibagianlain.
c. Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes
buatan guru adalah validitas kurikuler (content validity). Untuk mengadakan checking validitas
kurikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas,
sehingga setiap soal dapat kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.

Tes yang tidak memiliki validitas kulikurel atau walaupun mempunyai tetapi kecil maka dapat
juga terjadi jika salah satu atau beberapa tujuan khusus tidakdicantumkan dalam tabel
spesifikas. Semakin banyak tujuan khusus yang tidak di cantumkan, berarti bahwa validitas
kurikulernya semakin kecil.

Dalam hal ini Terry D. Ten Brink, dalam ukunya yang berjudul : Evaluation, a practical guide
for teacher mengemukakan pendapatnya demikian :
1. Untuk tes yang dirancang akn menggunkan norm-referenced tidak harus menuliskan
setiap tujuan khusus, tetapi cukup dengan tujuan-tujuan esensial saja.
2. Untuk tes yang diranancang akan mennggunakan criterion referenced, maka setiap tujuan
khusus harus dicantumkan dalam tabel spesifikasi.

d. Cara keempat adalah mengadakan checking reliabilitas. Salah satu indikator untuk tes yang
mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai
daya pembeda yang tinggi. Untuk perhitungan reliabilitas tes, telah di kemukaan di bab 6

2. Analisis Butir Soal (ITEM ANALYSIS)


Telah disinggung didepan bahwa analisis soal antara lain bertujuan untuk mengadakan
identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal
dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan “petunjuk” untuk
mengadakan perbaikan.
Kapan sebuah soal dikatakan baik? Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan
ini, perlu diterangkan tiga masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf
kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

a. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan soal yang tidak terlalu sulit. Soal yang
mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat
untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya.
Seorang siswa akan menjadi hafal akan kebiasaan guru-gurunya dalam hal pembuatan soal
ini. misalnya saja guru A dalam memberikan ulangan soal nya mudah-mudah, sebaliknya guru B
kalau memberikan ulangan soalnya sukar-sukar. Dengan pengetahuannya tentang kebiasaan
ini, maka siswa akan belajar giat jika menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya jika akan
mendapat ulangan dari guru A, tidak mau belajar gia atau bahkan mungkin tidak mau belajar
sama sekali.
Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran
(difficulty indeks). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 0,1. Indeks kesukaran
ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa
soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah.

0,0 1,0
Sukar mudah
Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (p besar), singkatan dari kata
“proporsi” . dengan demikian maka soal dengan P = 0.70 lebih mudah jika dibandingkan dengan
P = 0,20.
Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar daripada soal dengan P = 0.80.
Melihat besarnya bilangan indeks ini, maka lebih cocok jika bukan disebut sebagai indeks
kesukaran tetapi indeks kemudahan atau indeks fasilitas, karena semakin mudah soal itu,
semakin besar pula bilangan indeksnya. Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupun semakin
tinggi indeksnya menunjukan soal yang semakin mudah, tetapi tetap disebut indeks kesukaran.

𝐵
Rumus mencari P adalah : P = 𝐽𝑆
Di mana :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Latihan :
Ada 20 orang dengan nama kode A s.d. T yang mengajarkan tes yang terdiri dari 20 soal. Jawaban
tesnya di analisis dan jawaban tertera seperti berikut ini.
( 1 = jawaban benar ; 0 = jawaban salah

Nomor Siswa
Skor
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Siswa

A 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 13
B 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 11
C 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 14
D 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 9
E 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14
F 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 8
G 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13
H 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 9
I 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17
J 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 13
K 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 10
L 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 4
M 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 13
N 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 16
O 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 12
P 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10
Q 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 9
R 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 11
S 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 14
T 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 10
Jumlah 1o 14 4 9 15 6 18 17 3 11 10 18 20 10 9 7 10 14 13 13
Contoh penggunaan :
Misalnya, jumlah siswa peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang. Dari 40 orang siswa tersebut 12
orang yang dapat mengerjakan soal nomor 1 dengan benar. Maka indeks kesukarnnya adalah :

𝐵
𝑝= 𝐽𝑆
12
= 40 = 0,30

Dari tabel yang disjikan tersebut, dapat di tafsirkan bahwa :


10
1) Soal nomor 1 mempunyai taraf kesukaran 20 = 0,5
2) Soal nomor 9 adalah soal yang tersukar karena hanya dapat dijawab benar oleh 2 orang
2
P= = 0,1
20
3) Soal nomor 13 adalah yang paling mudah karena sekuruh siswa peserta tes, dapat menjawab.
20
Indeks kesukarannya = = 1,0
20

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut :
 Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
 Soal dengan p 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang
 Soal dengan p 0,71 sampapi 1,00 adalah soal yang mudah

Walaupun demikian ada yng berpendapat bahwa soal-soal yang diangggap baik, yaitu
soal-soal sedang, adalah soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0.30 sampai 0,70.
Perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar, lalu tidak berarti tidak
boleh digunakan. Hal ini tergantung dalam penggunaannya. Jika dari pengikut yang banyak, kita
mnghendaki yang lulus hanya sedikit, kita ambil siswa yang paling top. Untuk ini maka lebih baik
diambilkan butir-butir soal yang sukar.
Sebaliknya jika kekurangan pengikut ujian, pilihkan soal-soal yang mudah. Selain itu, soal
yang sukar akan menambah gairah belajar bagi siswa yang pandai, sedangkan soal-soal yang terlalu
mudah, akan membangkitkan semangat pada siswa-siswa yang lemah.

b. Daya Pembeda
Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang
pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh ( berkemampuan rendah).
Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminsi, disingkat
D (d besar). Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar
antara 0,00 smpai 1,00 hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif(-), tetapi
pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika
suatu soal “terbalik” menunjukan kualitas testee. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak
bodoh disebut pandai. Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda, yaitu :
-1,00 0,00 1,00
Daya pembeda daya pembeda daya pembeda
negatif rendah tinggi (positif)
bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu
tidak baik karna tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai
maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar. Soal tersebut tidak baik juga karena tidak
mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-
siswa yang pandai saja.
Seluruh pengikut tes dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok pandai atau
kelompok atas (upper group) dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).
Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedang seluruh
kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00.
Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab
benar, maka nilai D nya -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-
sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai
D 0,00. Karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.

Cara menentukan daya pembeda (nilai D)

Untuk ini per Cara menentukan daya pembeda (nilai D)


Untuk ini perlu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari 100) dan kelompok besar
(100 orang keatas).
1) Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok
bawah.
Contoh :

Siswa Skor
A 9
B 8
C 7 Kelompok atas (JA)
D 7
E 6

F 5
G 5
H 4 Kelompok bawah (JB)
I 4
J 3

Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi 2 (dua).

lu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari 100) dan kelompok besar
(100 orang keatas).
2) Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok
bawah.
Contoh :
Siswa Skor
A 9
B 8
C 7 Kelompok atas (JA)
D 7
E 6

F 5
G 5
H 4 Kelompok bawah (JB)
I 4
J 3

Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi 2 (dua).

3) Untuk kleompok besar


Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya
diambil kedua kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27% skor
terbawah sebagai kelompok bawah (JB)
JA = Jumlah kelompok atas
JB = jumlah kelompok bawah

Contoh :

9
9
8
8
8 27% sebagai JA
.
.
.
_
.
.
.
_
.
.
.
2 27% sebagai JB
1
1
1
0
Rumus mencari D
Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :

𝐵𝐴 𝐵𝐵
D= 𝐽𝐴
− 𝐽𝐵 = PA - PB

Dimana :
J = jumlah peserta didik
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kellompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P sebagai indeks kesukaran)
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Contoh perhitungan
Dari hasil analisis tes yang terdiri dari 10 butir soal yang dikerjakan oleh 20 orang siswa, terdapat
dalam tabel sebagai berikut :

TABEL ANALISIS 10 BUTIR SOAL, 20 SISWA

Nilai Soal Skor


siswa kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Siswa
B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5
B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7
C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8
D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 5
E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
F B 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6
G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6
H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6
I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8
J A 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 7
K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7
L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5
M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3
N A 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 7
O A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3
Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8
R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8
S B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6
T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6
Jumlah 11 15 12 8 6 16 15 17 20 10
Berdasarkan nama-nama siswa dapat kita peroleh skor-skor sebagai berikut :
A=5 F=6 K =7 P =3
B=7 G=6 L =5 Q=8
C=8 H=6 M=3 R =8
D=5 I =8 N =7 S = 6
E = 10 J =7 O =9 T =6

Dari angka-angka yang belum teratur kemudian dibuat array (urutan peneyebaran), dari skor yang
paling tinggi ke skor yang paling rendah.

Kelompok Atas Kelompok Bawah


10 6
9 6
8 6
8 6
8 6
8 5
7 5
7 5
7 3
7 3
10 orang 10 orang

Array ini seklaigus menunjukan adanya kelompok atas (JA) dan kelompok bawah (JB) dengan
pemiliknya sebagai berikut.
Kelompok Atas (JA) Kelompok Bawah (JB)
B = 7 A = 5
C = 8 D = 5
E = 10 F = 6
I = 8 G = 6
J = 7 H = 6
K = 7 L = 5
N = 7 M = 3
O = 9 P = 3
Q = 8 S = 6
R = 8 T = 6

Perhatikan pada tabel analisis 10 butir soal 20 siswa. Dibelakang nama siswa dituliskan huruf A atau
B sebagai tanda kelompok. Hal ini untuk mempermudah menentukan BA dan BB.
BA = Banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas (A)
BB = Banyaknya siswa yang menjawab benar pada elompok bawah (B)
Sudah disebutkan di atas bahwa soal yang baik adalah soal yang dapat membedakan antara anak
pandai dengan anak bodoh, dilihat dari dapat dan tidaknya mengerjakan soal itu.
Mari kita perhatikan tabel analisis lagi, khusus untuk butir soal nomor 1.
 Dari kelompok atas yang menjawab benar 8 orang.
 Dari kelompok bawah yang menawab benar 3 orang
Kita terapkan dalam rumus indeks diskriminasi
JA = 10 JB = 10
PA = 0,8 PB = 0.3
BA = 8 BB = 3

Maka, D = PA – PB
= 0,8 – 0,3
= 0,5

Dengan demikian maka indeks diskriminasi dari soal nomor 1 adalah 0,5
Sekarang kita perhatiakan butir soal nomor 8
JA = 10
PA = 0,8
BA = 8

JB = 10
PB = 0,9
BB = 9
Maka, D = PA – PB
= 0,8 – 0,9
= -0,1

Butir soal ini jelek karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah dibandingknan dengan
jawaban benar dari kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk menjawab soal dengan benar, dapat
dilakukan dengan menebak.
Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks diskriminsi 0,4 sampai
dengan 0,7

Klasifikasi daya pembeda :


D : 0,00 - 0,20 : jelek (poor)
D : 0,21 - 0,40 : cukup (satistifactory)
D : 0,41 - 0,70 : baik (good)
D : 0,71 - 1,00 : baik sekali (excellent)
D : negatif, semunya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyeai nilai D negatif sebaiknya
dibuang saja.

Hubungan antara P dan D


Untuk melihat hubungan antara P dan D, perlu kita telaah kembali rumus-rumus untuk
menentukannya.

𝐵𝐵
D =𝐷 = 𝐵𝐴
𝐽𝐴
− (𝑃A – PB) ………………………………….(1)
𝐽𝐵

Dari indek kesukaran (P) dan indeks diskriminasi (D) dapat diperoleh hubungan sebagai berikut :

D max = 2P ……….. (3)

Sebagai contoh :
Soal dengan P = 0,20
akan memberikan
Dmax = 0,40
soal dengan
P = 0,80
akan memberikan
Dmax yang sama

Dari grafik terlihat bahwa soal soal dengan nilai P = 0,50 memungkinkan untuk mendapat daya
pembeda yang paling tinggi.
Nilai-nilai P yang dianjurkan oleh penulis-penulis soal adalah antara 0,30 dan 0,70, namun harus
diingat bahwa soal-soal itu tidak berarti mempunyai daya pembeda yang tinggi.

c. Pola Jawaban Soal


Yang dimaksud pola jawaban disni adalah distribusi teste dalam hal yang menentukan pilihan
jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung
banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan
manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi disebut omit, disingkat O.
Dan pola jawaban soal dapat di tentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh
dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh
itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat
Dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar
bagi pengikut – pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui
1) Taraf kesukaran soal
2) Daya pembeda soal
3) Baik dan tidaknya distraktor

Sesuatu distaraktor dapat diperlakukan dengan 3 (tiga) cara :


1) Diterima, karena sudah baik
2) Ditolak karena tidak baik, dan
3) Ditulis kembali, karena kurang baik

Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis
kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan yang sulit, sehingga
apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu distraktor dapat
dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.
Dalam tabel yang memuat analisis jawaban 30 orang siswa, dengan pilihan jawaban a, b, c , dan
d. Sebetulnya banyaknya soal yang dikerjakan ada 50 butir, tetapi yang dikutip hanya 15 butir. Diatas
tabel tersebut terdapat keterangan bahwa subjek nomor 1 betul semua, artinya semua pilihan
jawaban mendapat skor 1, dan dia mendapat jumlah skor 50. Siswa yang pilihan jawabannya sama
dengan sisa nomor 1, berarti skornya 1.
Cara menganalisis tabel tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bubuhkanlah skor 1 untuk semua butir pada semua siswa yang pilihannya sama dengan siswa
nomor 1. Sebaiknya pemberian skor dilakukan butir demi butir, jadi mulai dari butir 1. Siswa
yang memilih a, diberi skor 1, yang bukan a diberi skor 0. Untuk siswa yang tidak memilih, yaitu
dengan tanda – diberi skor 0. Setelah penskoran butir 1 selesai, dijumlahkan kebawah, ada
berapa siswa yang mendapat skor 1. Jumlahan skor itulah yang nantinya menunjukan taraf
kesukaran, sesudah dibagi dengan 30 dan dikalikan dengan 100. Daya daya pembeda untuk tiap
– tiap butir juga dapat langsung dicari, menggunakan rumus yang sudah dijelaskan untuk
menentukan daya pembeda.
2) Lanjutkan memberi skor butir 2. Untuk skor butir 2, karena siswa nomor 1 memilih c, maka
semua siswa yang memilih c diberi skor 1, yang lainnya 0. Demikian juga untuk butir nomor 3,
karena siswa nomor 1 memilih c dan betul, maka semua siswa yang memilih c diberi skor 1, yang
bukan memilih c diberi skor 0.
3) Setelah selesai memberikan skor sampai dengan butir nomor 15, maka sudah dapat diketahui
jumlah skor 1 pada setiap butir selanjutnya dapat diketahuai taraf kesukaran dan daya pembeda
dari masing – masing butir, menggunakan rumus yang sudah dipraktikan dalam perhitungan
terdahulu
4) Untuk mengetahui penyebaran pikiran siswa, yaitu menentukan pola jawaban siswa, digunakan
tabel kontingensi sebagai 2 x 5, ditambah baris judul dan kolom judul. Sebagai contoh, kita akan
membuat analisis dan pola jawaban untuk butir 1. Banyaknya jari – jari untuk pilihan jawaban,
dimasukkan dalam kolom sesuai pilihan jawaban. Dalam hal ini kita mempunya 5 kolom pilihan
jawaban, yaitu kolom jawaban a, b, c, dan d, kemudian kita tambahkan kolom lagi untuk
“ommit” (om) artinya tidak menjawab. Marilah kita masukkan banyaknya pilihan tiap jawaban
sebagai berikut.
a) Kunci jawabannya yang betul adalah pilihan a, maka kita beri tanda bintang.
b) Untuk menentukan Kelompok Atas (KA) dan kelompok bawah (KB), kita ambil dari skor
total, kita urutkan skor dari paling atas sampai paling bawah lalu kita beri tanda di kolom
“subjek” sebelah kanannya dengan At dan Bw.
c) Dari hasil mengurutkan skor dari paling atas sampai palig bawah diketahui bahwa siswa
yang masuk kelompok atas (At) adalah skor 35 atau lebih, dan kelompok bawah (Bw)adalah
siswa yang mendapat skor 32 atau kurang.

Keompok/Pilihan a* b c d om Jumlah
Kelompok Atas 2 1 9 2 1 15
Kelompok Bawah 1 4 5 4 1 15
Jumlah 3 5 14 6 2 30

Setelah dimasukkan kedalam tabel kontingensi 2 x 5 dapat diketahui bahwa sebaran pilihan
jawaban adalah sebagai berikut.
a) Yang memilih a ada 3 orang, 2 orang kelompok atas (At) dan 1 orang kelompok bawah (Bw).
b) Yang memilih b ada 5 orang, yaitu 1 orang dari kelompok ata (At) dan 4 orang dari
kelompok bawah (Bw).
c) Yang memilih c ada 14 orang, yaitu dari kelompok atas (Ka) 9 orang dan 5 orang dari
kelompok bawah (Bw).
d) Yang memilih d ada 6 orang, yaitu dari kelompok atas (At) 2 orang dan dari kelompok
bawah (Bw) 4 orang.
e) Yang tidak memilih – ommit ada 2 orang, masing – masing 1 orang dari kelompok atas dan
kelompok bawah’

Apakah tindak lanjut dari guru setelah diketahui pola jawaban seperti ini? Inilah gunanya
mengetahui pola jawaban, yaitu untuk mengetahui kualitas butir soal yang dibuat oleh
guru, yaitu sebagai berikut.
a) Pilihan a adalah kunci jawaban, yaitu jawaban yang betul, dan diharapkan semua siswa
dapat menjawab dengan betul, yaitu memilih a. Ternyata yang memilih a hanya 3 orang,
berarti butir soal terlalu sukar. Anak pandai saja yang dapat menjawab hanya 2 orang, dan
kebetulan anak bodoh (kelompok bawah) ada yang beruntung satu oramg.
b) Pilihan b adalah pengecoh, dari 30 orang siswa yang terkecoh ada 5 orang. Yaitu dari At 1
orang dan dari Bw 4 orang. Pilihan salah seperti ini adalah wajar. Yang terkecoh adalah
siswa – siswa yang belum menguasai materi.
c) Pilihan c adalah pengecoh (distraktor), yang oleh guru dipandang hanya merupakan
alternatif jawaban yang salah. Tetapi mengapa justru hampir separo dari sisa memilih
jawaban itu? Dalam hal seperti ini guru harus berfikir keras, mengapa pemahaman siswa
seperti itu?
d) Pilihan biasa,ada siswa yang terkecoh, yaitu 6 orang sari kelompok atas (At) 2 orang dari
kelompok bawah (Bw) 4 orang
e) Ommit ada 2 orang, masing – masing dari kelompok dan kelompok bawah. Keadaan seperti
inipun wajar.

Jika guru menjumpai hasil pemaparan pola jawaban seperti ini, harus dapat mengambil
kesimpulan bahwa ada kemungkinan dua penyebab:
a) Butir soal yang dibuat tidak baik, karena dapat menyesatkan hampir separo dari jumlah
siswa memilih c. Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah bahwa pilihan c
mempunyai daya tarik yang besar sehingga seolah – olah pilihan jawab itulah yang benar,
mungkin rumusan kalimatnya, atau mungkin isi soalnya menunjukan kalau benar.
b) Yang menarik soal bukan butir soalnya, tetapi materi yang dikuasai siswa memang seperti
yang tertera dalam pilihan c itu. Kalau memang maksud yang dikehendaki oleh guru adalah
materi seperti butir a, maka mungkin ketika guru mengajar, yang diterima seperti materi
dalam c. Jika seperti itu yang terjadi, maka guru harus mengulang mengajar agar
penguasaan materi yang dimiliki oleh siswa adalah seperti yang tertera dalam option a.

Jadi, kini marilah kita berlatih lagi dengan pola jawaban, yaitu butir nomor 4, dan 6. Butir
soal 4 kunci jawabannya adalah c, an kunci jawaban butir soal 6 adalah d. Sesudah itu lanjutkan
membaca contoh perhitungannya yang ada di buku.
Contoh perhitungan:
Dari analisis sebuah item, polanya diketahui sebagai berikut
Pilihan Jawaban a b c* d o Jumlah
Kelompok Atas 5 7 15 3 0 30
Kelompok Bawah 8 8 6 5 3 30
Jumlah 13 15 21 8 3 60

*) adalah kunci jawaban


21
1) P= = 0,35
60
2) D = PA - PB
15 6
= -
30 30
9
= 30 = 0,35
3) Distraktor: distraktornya sudah berfungsi dengan baik karena sudah dipilih oleh lebih 5%
pengikut tes.
4) Dilihat dari segi ommit ( kolom pilihanpaling kanan) adalah baik. Sebuah item dikatakan
baik jika omitnya tidak lebih dari 10%pengikut tes.
( 5% dari pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang)
Sebenarnya ketentuan ini hanya berlakun untuk tes pilihanganda dengan 5 alternatif dan P =
0,80. Tetapi demi praktisnya diberlakuk

Anda mungkin juga menyukai