Anda di halaman 1dari 20

DAYA PEMBEDA DAN INDEKS KESUKARAN

Daya Pembeda Daya pembeda sebuah butir soal (DP) adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh. Hal ini dikemukakan berdasarkan asumsi Galton bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan siswa yang pandai, rata rata dan yang bodoh, karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Derajat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang bernilai dari -1,00 sampai 1,00. Jika Indeks Diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal semakin baik, sebaliknya jika semakin mendekati 0,00 maka daya pembeda soal tersebut semakin buruk. Jika Indeks Diskriminasi bernilai negative berarti kelompok siswa yang bodoh banyak yang menjawab benar dan sebaliknya siswa yang pintar banyak menjawab salah pada butir soal tersebut. Jika Indeks Diskriminasi bernilai 0,00 berarti butir soal tersebut tidak memiliki daya pembeda. Hal ini terjadi jika antara kelompok bodoh maupun pandai menjawab butir soal tersebut benar semua atau sebaliknya. Jika Indeks Diskriminasi bernilai 1,00 berarti daya pembedanya sangat baik, hal ini terjadi jika semua kelompok pandai menjawab benar dan semua kelompok bodoh menjawab salah.

Cara Menentukan Daya Pembeda

Dalam menentukan Daya Pembeda terdapat rumus yang dapat digunakan yaitu: DP = atau DP =

Keterangan : JBA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar.

JBB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar. JSA = Jumlah siswa kelompok atas. JSB = Jumlah siswa kelompok rendah. Kelompok atas adalah kelompok siswa pandai dengan skor tinggi dalam menempuh evaluasi. Sedangkan kelompok rendah adalah kelompok siswa yang bodoh dengan skor rendah (kecil).

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah : DP 0,00 < DP 0,20 < DP 0,40 < DP 0,70 < DP 0,00 0,20 0,40 0,70 1,00 sangat jelek jelek cukup baik sangat baik

Akan ditinjau beberapa kasus dari rumus tersebut, yaitu. 1. Jika DP = 1,00, akan diperoleh persamaan 100 = Sehingga JSA = JSB = JBA - JBB Kondisi di atas hanya dapat dipenuhi jika JBB= 0 sehingga JSA = JBA. ini berarti semua siswa atas (pandai) menjawab benar dan semua kelompok bawah ( bodoh ) menjawab salah. Dengan demikian soal yang mempunyai DP = 1,00 dapat dengan sangat baik dalam membedakan kemampuan siswa pandai dan bodoh.

2. Jika DP > 0,00 maka pembilang pada rumus di muka, yaitu JBA - JBB akan bernilai positif atau JBA - JBB > 0,00. Karena JSA selalu positif atau JSA > 0,00 maka JBA > JBB atau jumlah siswa kelompok pandai yang menjawab benar lebih banyak daripada jumlah siswa kelompok bawah. Jika nilai Makin menjauhi 0 dan mendekati 1,00 berarti selisih antara JBA

dan JBB akan lebih besar lagi, atau kelompok atas makin banyak yang menjawab benar dan kelompok bawah makin banyak menjawab salah.

Sebaliknya jika nilai

mendekati 0, berarti siswa kelompok atas dan

kelompok bawah yang menjawab benar mendekati jumlah yang sama. Kondisi ini mencerminkan soal itu belum bisa membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang bodoh.

3. Jika DP = 0,00 maka = 0,00 Karena JSA 0 maka JBA JBB = 0,00 atau JBA = JBB. Ini berarti jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar sama dengan jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar. Kondisi ini menyatakan bahwa soal tersebut tidak bisa membedakan siswa pandai dan siswa bodoh.

4. Jika DP < 0,00 maka < 0,00 Ini berarti bahwa JBA JBB < 0,00 atau JBA < JBB Kondisi ini menyatakan siswa kelompok atas yang menjawab benar lebih sedikit dari jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar. Dengan kata lain siswa pandai mendapat skor kecil sedangkan siswa bodoh mendapat skor besar. Soal tersebut membedakan siswa secara keliru.

Proses perhitungan daya pembeda dibedakan antara untuk kelompok ( subjek ) kecil dengan untuk kelompok besar. Biasanya kelompok subjek disebut kecil adalah untuk n 30, untuk kelompok subjek dengan n > 30 disebut kelompok besar. Pembedaan ini rasionalnya adalah untuk data yang sedikit, sebaiknya digunakan secara keseluruhan agar data tersebut bersifat representatif. Sedangkan untuk data yang cukup banyak, cukup diambil sampelnya. Sampel tersebut harus representatif, artinya mewakili setiap karakteristik populasi. Berdasarkan beberapa pakar evaluasi, sampel diambil sebesar 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah. Sehingga jumlah seluruh sampel menjadi 54% dari populasi. Proses penentuan kelompok atas dan kelompok bawah dengan cara mengurutkan skor setiap testi dari skor tertinggi hingga skor terendah. Agar lebih jelas terdapat beberapa contoh yaitu: 1. Untuk kelompok kecil

Tes yang diikuti oleh 10 subyek dengan jumlah butir soal sebanyak 15.

Tabel 1 Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Untuk hasil Tes Matematika

Kel. Atas

Nomor Soal Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 A B C D E 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 3 2 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 5 2 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 2 3

Total

12 10 10 9 8 7 5 5 4 4

0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 5 2 2 2 4 4 3 4 3 3 3 5 1 1 0 2 1 1 1 0 1

Kel. Bawah

F G H I J JBA JBB

Dari tabel diatas skor setiap siswa telah diurutkan dari skor tertinggi ke skor terendah. Karena banyaknya 10 subyek maka data tersebut termasuk kelompok kecil dengan menentukan kelompok atas dan kelompok bawah masing masing 50%, yaitu 5 subyek kelompok atas dan 5 subyek kelompok bawah (JSA=JSB=5). Dari data tersebut diambil beberapa butir soal sebagai contoh menghitung DP. Misalkan butir soal nomor 2: a. DPNo.2 = = 0,00 ( sangat jelek)

Pada butir soal nomor 2 ini seluruh siswa baik kelompok atas maupun kelompok bawah dapat menjawab soal dengan benar, sehingga soal tersebut tidak dapat membedakan siswa sesuai dengan kemampuannya.

b. DPNo.14 =

= 0,60 ( baik )

Pada butir soal nomor 6 ini siswa kelompok atas lebih banyak menjawab benar dibandingkan kelompok bawah, sehingga butir soal ini dapat membedakan siswa yang pandai dan siswa yang bodoh dengan baik.
c.

DPNo.15 =

= - 0,20 ( sangat jelek)

Pada butir soal nomor 15 ini menunjukkan jumlah siswa kelompok bawah lebih banyak menjawab benar dibandingkan siswa kelompok atas, ini menimbulkan kebalikan dan menimbulkan kesimpulan yang keliru. Sehingga pembedanya bernilai negatif.

2. Untuk kelompok besar. Misalkan diberikan soal sebanyak 25 butir soal pada 32 siswa (testi). Karena jumlah siswa lebih dari 30 siswa maka kelompok ini termasuk kelompok besar. Karena itu perhitungan daya pembeda yang diperlukan 27% yaitu 8 subyek kelompok atas dan 8 subyek kelompok bawah. Dengan data dibawah ini dapat dihitung daya pembeda butir soal:

Tabel 2 Data Skor Terurut Hasil Tes matematika

High Group A5 A3 A2 A7 A4 A10 A11 A25


1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0

18

17 17 16 16 15 15 15

Middle Group

A9 A6 A1 A12 A17 A14 A15 A13 A16 A18 A19 A27 A24 A22 A23 A20

1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1

1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0

0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1

1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1

0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0

0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0

0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0

0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1

1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0

1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0

1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1

0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0

0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0

0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0

1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1

1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0

1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1

0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0

0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0

0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1

1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0

0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0

1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0

12 12 11 11 11 10 10 10 10 9 9 9 9 8 8 8

Low Group

A8 A26 A21 A28 A29 A31 A32 A30

1 1 1 1 1 1 1 1

1 0 0 1 0 0 0 0

0 1 1 0 1 1 0 0

1 1 1 1 1 1 0 1

0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 1 0 0 0 0 0

0 1 0 1 0 0 0 0

0 0 0 0 0 1 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 1 0 0 0 1

0 0 0 1 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 1 0

0 1 1 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 1 0

0 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 0 1

0 0 1 0 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0

0 0 1 0 0 1 0 0

0 1 0 0 1 0 0 0

7 7 7 6 6 5 5 4

Pada kelompok besar ini dalam menghitung DP sama seperti pada kelompok kecil. Yang membedakan kedua kelompok ini adalah jumlah testi. Sebagai contoh dalam menentukan DP dari kelompok besar di atas, adalah sebagai berikut.
a.

DPNo.2 =

= 0,375 (cukup)

b. DPNo.4 =

= -0,375 (sangat jelek)

c. DPNo.25 =

= 0,50 (baik)

Perhitungan DP dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah sebagai sampel, mempunyai kelemahan karena tidak melibatkan kelompok tengah (middle group) sebanyak 46%. Untuk mengatasi hal ini, beberapa pakar evaluasi mengemukakan cara lain yaitu dengan menggunakan teknik korelasi biserial titik (point biserial correlation). Rumus yang digunakan untuk menghitung DP butir soal tes pilihan ganda dengan teknik tersebut adalah :

rpbis

Keterangan: 2

CIK NGAE!!!!!

p = rata-rata skor testi yang menjawab benar pada butir soal yang bersangkutan. t = rata-rata skor total untuk semua testi. st = simpangan baku skor total setiap testi. p = proposisi testi yang dapat menjawab benar butir soal yang bersangkutan. q = 1- p.

Dengan menggunakan data pada tabel 2, akan dicari daya pembeda dari beberapa butir soal, yaitu:

rpbis No.1

Untuk menguji signifikansi daya pembeda tersebut di atas dapat juga menggunakan tabel r dengan menggunakan derajat kebebasan dk = n-2. Bilangan n menyatakan banyak testi yang menjawab benar pada butir soal yang bersangkutan.

Pada contoh di atas, untuk daya pembeda butir soal nomor 1, n sama dengan 14 sehingga dk = 14 2 = 12. Dengan melihat tabel r pada daftar koefisien korelasi diperoleh harga 0,532 (untuk taraf sifnifikasi 5%) dan 0,661 (untuk taraf signifikansi 1%). Karena nilai

rpbis No.1

Maka tidak signifikan. Ini berarti butir soal nomor 1 tidak bagus alias jelek. Untuk daya pembeda butir soal nomor 30, harga n sama dengan 9 sehingga dk = 9-2 = 7. Dengan melihat tabel r tadi diperoleh harga 0,666 (untuk taraf signifikansi 0,05) dan 0,798 (untuk taraf signifikansi 0,01). Karena nilai

maka tidak signifikan. Ini berarti butir soal nomor 30 termasuk kategori tidak bagus. Jika dikaitan dengan penggunaan kelompok atas dan kelompok bawah dalam mencari daya pembeda, nampaknya memberikan hasil yang berlainan. Daya pembeda yang dicari dengan cara koefisien korelasi biserial titik mempunyai makna seberapa jauh suatu butir soal tersebut memuat factor yang setara dengan faktor yang termuat dalam butir-butir soal secara keseluruhan, sehingga kemampuan ukur butir tersebut dapat setara dengan kemampuan ukur seluruh butir tes. Makin tinggi daya pembeda suatu butir soal dan signifikan, makin besar kesetaraan faktor yang termuat dalam butir soal ini dengan faktor yang termuat dalam tes secara keseluruhan. Seperti telah dikemukakan bahwa daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang bodoh atau siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Dari rumus untuk mencari daya pembeda, dapat kita simpulkan bahwa nilai DP berada pada kontinum 1,00 (paling tinggi) dan -1,00 (paling rendah). Nilai DP = 1,00 dicapai bila siswa kelompok pandai semua dapat menjawab benar, sebaliknya siswa kelompok bodoh semua jawabannya salah. Nilai DP = 0,00 diperoleh bila banyak siswa kelompok pandai dengan siswa kelompok bodoh yang menjawab soal dengan benar sama jumlahnya dan soal tersebut tidak bisa membedakan siswa yang pandai dan siswa yang bodoh. Nilai DP = -1,00 dicapai bila siswa kelompok bodoh semuanya menjawab benar, sedangkan siswa kelompok pandai semuanya menjawab salah. Kondisi ini menggambarkan sesuatu yang terbalik.

KOEFISIEN KORELASI YANG SIGNIFIKAN DENGAN TARAF KEPERCAYAAN 5% (atas) DAN 1% (bawah) Degrres of Freedem 1 Number of Variables 2 .997 1.000 3 .999 1.000 4 .999 1.000 5 1.000 1.000 6 1.000 1.000 7 1.000 1.000 8 1.000 1.000

.950 .990

.975 .995

.983 .997

.087 .998

.990 .998

.992 .998

.994 .999

.878 .959

.930 .976

.950 .983

.961 .987

.968 .990

.933 .991

.979 .993

.881 .917

.881 .949

.912 .962

.930 .970

.942 .975

.950 .979

.961 .984

.754 .874

.836 .917

.874 .937

.898 .949

.914 .957

.925 .963

.941 .971

.707 .834

.795 .886

.839 .911

.867 .927

.886 .938

.900 .946

.920 .957

.666 .798

.758 .855

.807 .885

.838 .904

.860 .918

.876 .928

.900 .942

.632 .765

.726 .827

.777 .860

.811 .882

.835 .898

.854 .909

.880 .926

.602 .735

.697 .800 .671 .776

.750 .836 .726 .824

.786 .861 .763 .840

.812 .878 .790 .859

.832 .891 .812 .874

.861 .911 .843 895

10

.576 .708

11

.553 .684

.648 .753

.703 .793

.741 .821

.770 .841

.792 .857

.826 .880

12

.532 .661

.627 .732

.683 .773

.722 .802

.751 .824

.774 .841

.809 .866

13

.514 .641

.608 .712

.664 .755

.703 .785

.733 .807

.757 .825

.794 .852

14

.497 .623

.590 .694

.646 .737

.686 .768

.717 .792

.741 .810

.779 .838

15

.482 .606

.574 .677

.630 .721

.670 .752

.701 .776

.726 .796

.765 .825

16

.468 .590

.559 .662

.615 .706

.665 .738

.686 .762

.712 .782

.751 .813

17

.456 .575

.545 .648

.601 .691

.641 .724

.673 .749

.698 .769

.738 .800

18

.444 .561

.532 .633

.587 .678

.628 .710

.660 .730

.686 .750

.726 .789

19

.433 .549

.520 .620

.575 .665

.615 .698

.647 .723

.674 .744

.714 .778

20

.423 .537

.509 .608

.563 .652

.604 .685

.636 .712

.662 .793

.703 .767

21

.413 .526

.498 .596

.552 .641

.592 .674

.624 .700

.651 .722

.693 .756

22

.404

.488 .585

.542 .630

.582 .663

.614 .690

.640 .712

.682 .746

23

.396 .505

.479 .574

.532 .619

.572 .652

.604 .679

.630 .701

.673 .736

24

.388 .496

.470 .565

.523 .609

.562 .642

.594 .669

.621 .692

.663 .727

25

.381 .487

.462 .555

.514 .600

.553 .633

.585 .660

.612 .682

.654 .718

26

.374 .478

.454 .546

.506 .590

.545 .624

.576 .651

.603 .673

.645 .709

27

.367 .470

.446 .538

.498 .582

.536 .615

.568 .642

.594 .664

.687 .701

28

.361 .463

.189 .530

.490 .573

.829 .808

.600 .834

.580 .858

.829 .892

29

.355 .456

.432 .522

.482 .565

.521 .598

.552 .625

.579 .648

.821 .685

30

.349 .449

.426 .514

.476 .558

.514 .591

.545 .818

.571 .640

.614 .677

35

.325 .418

.397 .481

.445 .523

.482 .556

.512 .582

.538 .605

.580 .642

40

.304 .393

.373 .454

.419 .494

.455 .526

.484 .552

.509 .575

.551 .612

45

.288 .272

.353 .430

.397 .470

.432 .501

.460 .527

.485 .549

.526 .586

50

.273 .354

.336 .410

.379 .449

.412 .479

.440 .504

.464 .526

.504 .562

60

.250 .325

.308 .377

.348 .414

.380 .442

.406 .466

.429 .488

.467 .523

70

.232 .302

.286 .351

.324 .386

.354 .413

.376 .436

.401 .456

.438 .491

80

.217 .283

.269 .330

.304 .362

.332 .389

.356 .411

.358 .431

.413 .464

90

.205 .267

.254 .312

.288 .343

.315 .368

.348 .390

.358 .409

.392 .441

100

.195 .254

.241 .297

.274 .327

.300 .351

.322 .372

.341 .390

.374 .421

125

.174 .228

.216 .200

.246 .294

.269 .310

.290 .885

.307 .862

.338 .881

150

.159 .208

.198 .244

.225 .270

.247 .290

.266 .308

.282 .324

.310 .351

200

.138 .181

.172 .212

.196 .234

.215 .253

.231 .269

.246 .283

.271 .307

300

.113 .148

.141 .174

.160 .192

.176 .208

.190 .221

.202 .233

.223 .253

400

.098 .128

.122 .151

.139 .167

.153 .180

.165 .192

.176 .202

.194 .220

500

.088 .115

.109 .135

.124 .150

.137 .162

.148 .172

.157 .182

.174 .198

1000

.062 .081

.077 .096

.088 .106

.097 .115

.105 .122

.112 .129

.124 .141

Pengertian Indeks Kesukaran

Sejalan dengan asumsi Galton mengenai kemampuan tertentu (karakteristik), dalam hal ini kemampuan matematika dari sekelompok siswa yang dipilih secara random (acak) akan berdistribusi normal, maka hasil evaluasi dari suatu perangkat tes yang baik akan menghasilkan skor atau nilai yang membentuk distribusi normal. Hal ini mempunyai implikasi bahwa soal yang baik akan menghasilkan skor yang berdistribusi normal, sehingga sejalan dengan distribusi yang telah diuraikan pada pembicaraan mengenai daya pembeda. Jika soal tersebut terlalu sukar, maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah karena sebagian besar siswa mendapat nilai yang jelek. Distribusinya berbentuk condong ke kanan ( skewness positif ) seperti tampak pada gambar 1 di bawah ini!

Gambar 1

Jika soal seperti ini sering diberikan maka akan membuat siswa menjadi putus asa. Hal ini bukan berarti soal tidak boleh sukar, karena jika sewaktu-waktu diberikan beberapa soal yang sukar justru akan melatih siswa untuk berfikir lebih tinggi. Namun jika soal yang diberikan terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak berada pada skor yang tinggi. Hal ini disebabkan sebagian besar siswa mendapat nilai yang baik. Distribusinya berbentuk condong ke kiri ( skewness negatif ) seperti tampak pada gambar 2 di bawah ini!

Gambar 2

Jika hal ini terlalu sering dialami maka soal seperti ini akan kurang merangsang siswa untuk berfikir tingkat tinggi sehingga kurang merangsang siswa utnuk meningkatkan motivasi belajarnya. Kedua kondisi di atas terkadang terjadi di sekolah. Ada guru yang bangga jika soal tes yang dibuatnya dianggap sukar oleh siswanya, sehingga nilai rata-rata yang dicapainya sangat rendah. Guru tersebut menganggap dirinya pandai dan murid tidak mungkin menyamainya. Selain itu ada juga guru yang bangga jika soal tes yang dibuatnya dapat dengan mudah dikerjakan oleh siswa, sehingga rata-rata nilai siswa kebanyakan baik. Ia bangga karena merasa dirinya pandai mengajar padahal soal-soal yang diberikan hanya menuntut kemampuan berfikir siswa yang rendah. Kondisi ini membuat siswa hafal dengan karakter gurunya, sehingga muncul guru favorit dan guru yang tidak disukai oleh muridnya. Akibatnya bukan mata pelajaran yang menjadi hal utama, melainkan gurunya. Istilah lain yang muncul adalah bahwa seorang siswa yang mendapat nilai baik atau buruk, lulus atau tidak lulus , bukanlah dari mata pelajaran tertentu tetapi dari seorang guru. (dosen). Jadi, bukan baik atau jelek, lulus atau tidak lulus yang mencerminkan materi pelajaran suatu materi pelajaran tetapi lebih mencerminkan berkenan atau tidak berkenan dari guru atau dosennya.

Cara Menentukan Indeks Kesukaran Derajat kesukaran atau butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran (Difficulty Index). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti indeks soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Kontinum indeks kesukaran adalah seperti gambar 3 di bawah ini.

0,00

Gambar 3 <--------- sukar-mudah --------->

1,00

Hal itu diperoleh dari rumus untuk mementukan indeks kesukaran butir soal, yaitu:

IK =

Karena JSA = JSB = 27% dari jumlah subyek dalam populasi, rumus di atas dapat diubah menjadi: IK = atau IK =

dengan IK = Indeks Kesukaran dan untuk notasi lainnya sama dengan notasi untuk daya pembeda. Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah: IK 0,00 < IK 0,30 < IK 0,70 < IK = 0,00 soal terlalu sukar 0,30 soal sukar 0,70 soal sedang < 1,00 soal mudah

IK = 1,00 soal terlalu mudah. Seperti halnya dengan daya pembeda, akan ditinjau pula indeks kesukaran butir soal untuk beberapa kasus. i). Jika IK = 1,00 maka = 1,00 atau
A+

JBB = 2 JSA

Ini berarti semua siswa kelompok atas maupun kelompok bawah menjawab butir soal yang bersangkutan dengan benar. Kondisi ini terjadi karena soal terlalu mudah, sehingga semua siswa yang bodoh maupun bisa menjawabnya dengan benar.

ii). Jika IK =0,00 maka

= 0,00 atau

A+

JBB = 0,00

Ini berarti semua siswa kelompok atas maupun kelompok bawah menjawab soal yang bersangkutan dengan tidak benar, atau tidak seorangpun siswa yang menjawab soal tu dengan benar. Kondisi ini terjadi jika soal terlalu sukar.

Dari kondisi (i) dan (ii) dapat disimpulkan bahwa jika IK mendekati nilai 1,00 maka soal yang bersangkutan tergolong makin mudah. Sebaliknya jika ia mendekati 0,00 tergolong makin sukar. Sebagai contoh perhatikan kembali tabel 1 untuk data pada kelompok kecil.

Indeks Kesukaran untuk butir soal nomor 2.

IKNO.2 =

= 1,00 (sangat mudah).

Untuk butir soal nomor 2 tampak bahwa semua siswa kelmpok atas dan kelompok bawah dapat menjawab soal dengan benar.

Indeks Kesukaran untuk butir soal nomor 5. IKNO. 5 = = 0,20 (sukar)

Untuk butir soal nomor 5 tampak bahwa dari 10 orang siswa yang dites, hanya 2 orang dapat menjawab soal dengan benar.

Indeks Kesukaran untuk butir soal nomor 15. IKNO. 15 = = 0,50 (sedang)

Untuk butir soal nomor 15 tampak bahwa dari 10 orang siswa yang dites, hanya 5 orang dapat menjawab soal dengan benar.

Seperti halnya dengan daya pembeda, analisis derajat kesukaran dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah mempunyai kelemahan karena untuk kelompok besar tidak melibatkan siswa pada kelompok tengah, yaitu sebanyak 46%. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, dapat digunakan teknik analisis untuk derajat kesukaran dengan menggunakan Teknik Frisbie. Derajat kesukaran setiap butir soal (untuk bentuk pilihan berganda) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

RKRi = Keterangan: RKRi = rasio kesukaran relatiff untuk butir soal ke-i, n = banyak alternatif jawaban (option), Pi = proporsi testi yang dapat menjawab benar untuk butir soal ke-i. Sebagai contoh, perhatikan kembali data hasil tes pada tabel 2. Misalkan soal tersebut merupakan soal tes matematika berbentuk pilihan ganda biasa dengan 4 option. Untuk menentukan rasio kesukaran relatif untuk butir soal nomor 1 adalah:

RKRNO. 1 =

RKRNO. 1 = = = = = 0,41 Ini berarti bahwa butir soal nomor 7 tersebut tergolong sedang. Maka tinggi nilai RKR1 makin mudah butir soal yang bersangkutan. Untuk menentukan indeks kesukaran tes secara keseluruhan dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada halaman berikut ini: RKR =

Keterangan : RKR = rasio kesukaran relatif seluruh tes = rata-rata skor seluruh tes, k = banyak seluruh butir tes, dan n = banyak option

Untuk data hasil tes pada tabel 1 yang terdiri dari 15 butir tes (misalkan untuk tiap butir tes memiliki 4 option), rasio kesukaran relatif seluruh tesnya adalah

RKR = = = - 0,35

Nilai tersebut mendekati 0,00 sehingga kesukaran seluruh tes dikatagorikan ke dalam soal yang sukar. Untuk data hasil tes matematika pada tabel 2 yang terdiri dari 25 butir soal dengan 4 option, diperoleh:

RKR =

= = = - 0,799

Nilai tersebut, juga mendekati 0,00 sehingga perangkat soal tes tersebut tergolong sukar. Makin kecil nilai RKR daripada 0,00 berarti tes soal tersebut makin sukar, sebaliknya jika makin lebih besar daripada 0,00 berarti makin mudah.

Hubungan antara Daya Pembeda dan Indeks Kesukaran

Pada uraian mengenai daya pembeda dan indeks kesukaran tampak bahwa satu sama lain erat kaitannya dan saling mempengaruhi. Dari rumus untuk menentukan daya pembeda dan indeks kesukaran, yaitu: DP = dan IK = atau

IK = Seperti telah diuraikan tentang daya pembeda, jika DP = 1,00 maka JBA = JSA dan JBB = 0 sehingga diperoleh IK = = 0,50

Jika IK = 0,00 maka JBA + JBB = 0. Karena JBA dan JBB tidak negatif maka JBA = JSA = 0 sehingga DP = = 0,00

Jika IK = 1,00 maka berarti JBA + JBB = 2JSA. Hal ini dipenuhi jika JBA = JBA =JSA = JSB sehingga DP = = 0,00

Karena kesempatan pada rumus DP dan IK hubungannya linier, maka grafik fungsi yang menyatakan hubungan tersebut berupa segmen garis lurus seperti tampak pada gambar di bawah ini.
1

0.75

0.5

0.25

0 0 0.25 0.5 0.75 1

Gambar 4

Dari gambar di atas tampak hubungan antara IK dan DP. Untuk nilai 0,25 memberikan nilai DP

IK

0,75

0,50. Soal-soal yyang memiliki kriteria tersebut tergolong butir soal

yang bagus. Sebaliknya untuk nilai IK > 0,75 dan IK < 0,25 yaitu butir soal yang cenderung mudah atau sukar memberikan daya pembeda yang cenderung kurang baik. Sebagai contoh, perhatikan kembali tabel 16. Butir soal no 1 memiliki IK = 1,00 yang tergolong soal yang sangat mudah, nilai DP untuk butir soal itu adalah 0,00 yang berarti tidak mempunyai daya pembeda atau tidak bisa membedakan siswa yang pandai dan siswwa yang bodoh. Butir soal nomor 8 memiliki IK = 0,40 yang tergolong kategori soal sedang, nilai DP untuk soal itu adalah 0,80 yang berarti daya pembedanya bagus.

Anda mungkin juga menyukai