Askep Thalasemia Pada Anak
Askep Thalasemia Pada Anak
BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1 DEFINISI
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara
autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam
hemoglobin.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh ) pada haemoglobin.
(suryadi,2001)
1.2 ETIOLOGI
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak
dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya
secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit
kelainan pembentukan sel darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan
yang disebabkan oleh :
b) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada Thalasemia)
Thalasemia mayor terjadi apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua orang tua. Jika bapa atau ibu
merupakan pembawa thalasemia,mereka boleh menurunkan thalasemia kepada anak-anak mereka. Jika
kedua orang tua membawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin pembawa atau mereka akan
mnderita penyakit tersebuat
1.3 TANDA DAN GEJALA
Gejala Klinis Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun,
yaitu:
a. Lemah
b. Pucat
a) Gizi buruk
b) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
c) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini
mudah ruptur karena trauma ringan saja.
a) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar
dan tulang dahi juga lebar.
b) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan besi.
1.4 PATOFISIOLOGI
2 Molekul globin terdiri atas sepasang rantai dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb.
Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2
rantai dan 2 rantai Hb dan HbA2.Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta thalassemia, rantai
thalassemia rantai thalassemia, rantai thalassemia, maupun kombinasi kelainan rantai dan rantai
thalassemia.
3 Pada thalassemia, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan (Hb
A); kelebihan rantai akan berikatan dengan rantai yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya
dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit
mudah rusak (ineffective erythropoesis).
b) Bibir,lidah,tangan,kaki berwarna pucat mulanya tidak jelas , biasanya menjadi lebih berat dalam
tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir.
c) Sesak nafas
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak umur kurang dari 1 tahun gejalah yang tampak
adalah anak lemah,pucat,perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur,berat badan kurang. Pada anak
yang besar sering dijumpai adanya gisi buruk,perut membuncit,karena adanya pembesaran limfa dan
hati. Adanya pembesaran limfa dan hati mempengharui gerak sipasien karena kemampuan terbatas.
Limfa yang besar akan mudah ruptur.gejalah ini adalah bentuk muka yang mongoloid dan hidung pesek
tanpa pangkal hidung,jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar,hal ini disebabkan karena
adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak.
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan jika pasien telah sering dapat tranfusi darah,kulit menjadi kelabu
seperti besi akibat penimbunan besi dalam kuli, seperti pada jaringan tubuh yaitu limfa,hati,jantun
sehingga menyebabkan gangguan pada alat-alat tersebut (hemokromatosis)
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
h) Infeksi
1. Darah tepi :
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan
sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan
Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula
tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak
jelas.
1.7 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 g/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12
jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
2.Bedah
a. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
a. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
3. Suportif
Transfusi darah :
a. Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan
supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
b. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
PEMANTAUAN
1.Terapi
a. Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat
absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
b. Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila
hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
2.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan
pemantauan tumbuh kembang penderita.
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung),
hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
BAB II
2.1 PENGKAJIAN
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll.
Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah
yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur
kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4
tahun.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama
untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan
dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak
juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak
mudah lelah.
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen
thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia.
Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh
anak setelah lahir.
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar,
tulang dahi terlihat lebar.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal
tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa
odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan
menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman O2 ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien mampu mempertahankan
perfusi jaringan adekuat ditandai Dengan Kriteria hasil : Nadi perifer teraba,kulit hangat,tidak terjadi
sianosis
Intervensi :
b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi,gerakan nadi,warna kulit atau suhu
Tujuan : Stlah dlakukan asuhan kep slama 1x24 jam diharapkan klien mampu mlakukan aktifitas shari2
dgn kriteria hasil: anak bermain dan beristirahat dgan tnang srta dapat mlakukan aktivitas esuai
kemampuan
Intervensi :
a) .Kaji toleransi fisik anak dan bantu dlam aktivitas yg mlebihi toleransi anak
Rasional :
a) Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah normal.
Kriteria hasil :
Intervensi:
Rasional:
a) Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan nutrisi yang penting bagi pasien
c) Untuk membantu pasien dan keluarga memahami pentingnya nutrisi bagi tubuh
d) Untuk memberikan diet yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien yang mendukung proses
penyembuhan.
Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau
penurunan granulosit.
Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi
informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
Rasional:
kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam
rentang normal pasien.
Intervensi :
a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam
beraktivitas.
Rasional:
3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasional :
4. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
novrologis.
Kriteria hasil :
a) Kulit utuh.
Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
a) Rasional :
b) Memberikan informasi dasar tentang peneneman dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi
darah.
d) Gerakan jaringan dibawa dapat merubah posisi dan dapat mempengharui penyembuhan optimal.
a) Kriteria hasil :
Intervensi :
6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
a) Kriteria hasil :
a) Intervensi :
b. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
d. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban
dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik
mayor maupun minor.
2.4 Evaluasi
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel-sel ditandai dengan pasien
mengatakan kepala terasa pusing, warna kulit pucat,bibir tampak kering, nadi 70x/menit, R:45x/menit.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/talasemia
http://widhawidhari.blogspot.com/2013/06/askep-thalasemia-pada-anak.html
2.1 Thalasemia
2.1.1 Pengertian
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut
ialah laut tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah laut tengah. Penyakit ini
pertama kali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun
1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia
satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau erittroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (weatheral, 1965 dalam Ganie,
2005).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai
globulin pada hemoglobin (Suriadi 2010). Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai
globin. Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia akan mempengaruhi kegagalan eritropoeisis
dan mempercepat pengrusakan eritrosit. Kelainan ini diderita sepanjang hidup dan diklasifikasikan
sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang mengalami kerusakan pada sintesis
hemoglobin. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan
(bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait, hingga yang paling berat
(bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor.
2.1.2 Etiologi
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel
dari orang tua kepada anak-anaknya. Orang normal mempunyai dua gen yang normal untuk
pembentukan haemoglobin. Pembawa-sifat yang sehat (Carrier) dari β-thalassaemiatrait (trait=ciri)
mempunyai satu gen normal untuk haemoglobin dan satu gen yang berubah, mereka sehat karena satu
gen-nya bekerja dengan baik. Oleh karena satu gen diwariskan dari setiap orang tua, sekurangnya satu
dari orang tua mereka haruslah pembawa-sifat. Orang dengan b-thalassaemia-mayor mempunyai dua
gen yang berubah, satu diwariskan dari masing-masing orang tuanya, jadi kedua orang tuanya pastilah
pembawa sifat. Apabila kedua orang tua merupakan pembawa sifat thalasemia, dimana dari kedua orang
tua tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa sifat thalasemia dan 25% penderita
thalasemia beta mayor.
Gambar 2.1.
Selama kehamilan, thalasemia mayor tidak mempengaruhi si janin. Hal ini terjadi karena janin
mempunyai susunan haemoglobin yang khusus, disebut haemoglobin-janin (“feotal haemoglobin”,
disingkat HbF). Anak-anak dan orang dewasa mempunyai susunan haemoglobin yang lain disebut
haemoglobin dewasa (“adult haemoglobin”, disingkat HbA). Ketika si bayi lahir, sebagian besar
haemoglobinnya masih berbentuk Hb-janin (HbF), tetapi selama enam bulan pertama kehidupannya, Hb
jenis itu secara berangsur digantikan posisinya oleh haemoglobindewasa (HbA). Masalah pada
thalasemia adalah si anak tak dapat membuat haemoglobin-dewasa yang cukup. Oleh karena itu anak
dengan thalasemia mayor berada dalam kondisi baik saat kelahiran, umumnya menjadi sakit sebelum
mereka berumur 2 tahun.
Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai polipeptida, di mana
rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat rantai
tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada
thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif,
hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang
berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan erythropoietin yaitu
hormon yang menstimulasi bone marrow untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga
hematopoesis menjadi tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan
ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga merangsang
jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain
dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi
Thalasemia β
menstimulasi sritropoesis
Limfadenopati
pertumbuhan lambat
empedu
Anemia terjadi pada usia 3-6 bulan ketika terjadi pergnatian sintesis rantai –γ menjadi rantai –β yaitu
HbF menjadi HbA secara normal kasus yang lebih ringan terjadi di atas usia tersebut (sampai usia 4
tahun).
Thalasemia minor umumnya hanya menyebabkan anemia ringan sampai sedang, dan mungkin bersifat
asimtomatik dan sering tidak terditeksi. Sedangkan thalasemia mayor umumnya menampakan
manifestasi klinis yang jelas.
Tanada awal sebelum diagnosis ditegakan, awitan mendadak, anemia demam yang penyebabnya tidak
bisa dijelaskan, pola makan memburuk dan pembesaran limpa yang khas. Komplikasi jangka panjang
sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel resultan yang mengakibatkan splenomegali
(biasanya memerlukan splenoktomi). Komplikasi skeletal, seperti penebalan tulang kranial, pembesaran
kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, yang akan nampak facies talasemik atau facies cooley, dan
rentan terhadap fraktur sepontan. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF, dan dan fibrosis
serat otot jantung. Penyakit kantung empedu, termasuk batu kandung empedu ( dapat memerlukan
kolesistektomi). Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis. Perubahan kulit, seperti ikterus dan
pigmentasi coklat akibat deposit zat besi. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin
(kemungkinan disebabkan oleh kelenjar endokrin sensitif terhadap zat besi), seperti keterlambatan
kematanag seksual dan diabetes melitus.
Penyakit thalasemia selain berdampak pada kondisi fisik juga terhadap kondisi psikososial, anak
dengan kondisi penyakit kronis mudah mengalami emosi dan masalah prilaku. Lamanya
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan yang terjadwal secara pasti serta seringnya
tidak masuk sekolah menuntut kebutuhan emosional yang lebih besar. Anak penderita
thalasemia mengalami perasaan berbeda dengan orang lain dan mengalami hargadiri yang
rendah (Mariani 2011).
Penyakit thalasemia pada anak selain berdampak pada kondisi anak itu sendiri juga berdampak
pada keluarga. Dampak terhadap keluarga yang dijumpai anatara lain yaitu: Permasalahan
perawatan di rumah, permasalahan keuangan, dampak psikis keluarga dimana kelaurga takut
anaknya meninggal dan adanya tekanan yang relatif pada keluarga (Wong, 2009; Potts &
Mandleco, 2007).
Berdasarkan penelitian yang terkait dengan dampak pada keluarga dilakukan oleh Hobdell
(2004) bahwa adanya chronic sorrow atau perasaan berduka pada orang tua dengan anak
dengan kondisi kronik. Di lain pihak keluarga mempunyai peranan penting dalam memberikan
dukungan terhadap anak penderita thalasemia, dukungan yang diberikan menurut Friedman
(1998) meliputi empat fungsi yaitu dukungan informasional, dukungan penelitian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Keberadaan dukungan sosial terbukti berhubungan
dengan menurunya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari sakit (dalam Mariani, 2011)
2.1.7 Diagnosa
Diagnosis thalasemia beta ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan gambaran klinis.
Pemeriksa hematologi mengungkapkan perubahan yang khas pada sel darah merah (yaitu, mikrositosis,
hipokromia, anisositosis, poikilositosis, sel-sel target dan basophilic stipling [bercak-bercak berbentuk
batang] pada berbagai stadium). Kadar Hb dan hematocrit (Ht) yang rendah terlihat pada anemia berat,
walaupun kedua angka tersebut secara khas lebih rendah dibandingkan angka penurunan jumlah
eritrosis karena proliferasis eritrosis yang imatur. Hasil pemeriksa elektroforesis Hb akan memastikan
diagnosis, dan foto ronsen/radiograf tulang yang terkait akan mengungkapkan gambaran yang khas.
(2) β thalasemia trait: pasien mengalami anemia ringan, sel darah merah abnormal, Hb abnormal, pada
pemeriksaan darah perifer biasanya ditemukan hipochrom dan microcytosis.
(3) Thalasemia intermedia: kondisi ini biasanya berhubungan dengan keadaan heterozygote yang
menghasilkan anemia tetapi tidak mengalami ketergantungan transfusi darah.
(5) Thalasssemia β mayor (Cooley anemia): pada kondisi ini memerlukan transfusi darah yang terus
menerus, splenomegali yang berat, deformitas dari tulang dan keterlambatan pertumbuhan. Hasil
pemeriksaan darah tepi pada pasien ditemukan hypocromic macrocytes, polychromasia, leukostes yang
immatur.
Diagnosis pranatal tersedia dengan menggunakaan DNA (vili korionik atau cairan amnion) maupun darah
janin. DNA fetal biasanya diamplifikasi dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (polymerase chain
reaction, PRC) dan mutasi DNA deteksi. Jika janin terkena dengan parah, pasangan tersebut harus
melakukan konsultasi, dan terminasi kehamilan, jika perlu, bisa ditawarkan.
2.1.8 Penatalaksanaan
Transfusi darah merupakan dasar penata pelaksanaan medis. Terapi suportif ini bertujuan
mempertahankan kadar Hb yang cukup untuk mencegah ekspansi sumsum tulang dan deformitas tulang
yang diakibatkannya, serta menyediakan eritrosis dengan jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan
dan aktivitas fisik yang normal. Studi terbaru telah mengevaluasi manfaat mempertahankan kadar Hb di
atas 10 g/dl, suatu tujuan yang memerlukan terapi transfusi setiap 3 minggu sekali. Keuntungan terapi ini
meliputi:
(1) Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis karena anak mampu turut serta dalam aktivitas normal.
(4) Pertumbuhan dan perkembangan normal atau mendekati normal sampai usia pubertas.
Meskipun begitu, tindakan menaikkan kadar Hb hingga melebihi 15 gr/dL tidak dianjurkan. Keputusan
untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar Hb < 6 gr/dL dalam interval 1 bulan selama 3
bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa, dan
atau ekspansi sumsum tulang. Transfusi dengan dosis 15-20 mL/kgBB Packed Red Cells (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu.
Salah satu komplikasi yang potensial terjadi pada seringnya terapi transfusi adalah kelebihan muatan zat
besi. Karena tubuh tidak memiliki cara efektif untuk mengeleminasi zat besi yang berlebihan maka
mineral tersebut akan ditimbun dalam jaringan tubuh. Untuk meminimalkan terjadinya hemosiderosis
dapat diberikan deferoksamin (Desferal), suatu agens kelasi-zat besi-bersama dengan suplemen oral
vitamin C dalam dosis kecil. Pemberian vitamin C 100-250 mg/hari bertujuan untuk meningkatkan
ekskresi besi. Vitamin C hanya boleh diberikan pada pasien-pasien yang mengalami deplesi askorbat dan
hanya pada saat deferoksamin diberikan. Ketika kadar ferritin turun mendekati nilai normal, peranan
vitamin C dalam meningkatkan ekskresi zat besi akan menghilang (Benz dan Giardian, 1995).
Deferoksamin diberikan melalui intravena atau subkutan, yang sering kali diberikan dirumah dengan
menggunakan pompa infus portable, selama 8 hingga 24 jam (biasanya selama waktu tidur) selama 5
hingga 7 hari dalam seminggu. Deveroksamin juga diberikan secara intravena selama periode 4 jam pada
saat dilakukan transfusi darah (Benz dan Giardian, 1995). Selain itu Asam folat 2-5 mg/hari diberikan
untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat, dan vitamin E 200-400 IU/hari bertujuan untuk
memperpanjang umur sel darah merah.
Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B
diberikan, dan fenotip sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul
dapat dideteksi. Pemeriksaan kadar feritin juga perlu dilakukan setiap 1-3 bulan untuk memantau kadar
besi dalam darah.
Pada sebagian anak dengan splenomegali berat yang menunjukan peningkatan kebutuhan transfusi,
tindakan splenektomi mungkin diperlukan untuk mengurangi efek tekanan abdomen yang membuat
anak tidak berdaya dan untuk memperpanjang usia sel darah merah yang ditambahkan lewat transfusi.
Setelah melewati periode waktu tertentu, limpa dapat mempercepat laju destruksi sel darah merah
sehingga meningkatkan kebutuhan transfusi. Setelah splenektomi, umumnya anak-anak tersebut lebih
sedikit memerlukan transfusi darah, walaupun efek dasar pada sintesis Hb tetap tidak dipengaruhi.
Komplikasi mayor pascasplenektomi adalah infeksi yang berat dan sangat banyak. Oleh karena itu, anak-
anak yang menjamin splenektomi harus terus mendapat terapi antibiotic profilaksis dengan pengawasan
medis yang ketat selama bertahun-tahun dan harus memperoleh vaksin pneumokokus dan
meningokokus selain memperoleh imunisasi yang dijadwalkan secara rutin.
Prognosis pada penyakit thalasemia yaitu sebagian anak mendapatkan transfusi darah dan terapi kelasi
dini akan dapat hidup dengan baik sampai usia dewasa. Penyebab kematian yang palig sering terjadi
adalah penyakit jantung yang diinduksi zat besi, dan kemudiandiikuti dengan infeksi, penyakit hati dan
malignansi (Benz dan Giardian, 1995). Terapi yang menjanjikan bagi sebagian anak adalah transplantasi
sumsum tulang. Pada sebuah studi, anak-anak berusia dibawah 16 tahun yang menjalani transplantasi
sumsum tulang alogenik menunjukan angka keberhasilan hidup tanpa komplikasi sebesar 59% hingga
98% (Giardina, 1994; Walters dan Thomas, 1994).
A. Pengkajian
(b) Kaji adanya tanda anemia ( pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia kronik, nyeri tulang dan dada,
menurunya aktivitas, anorexia), epistaksis berulang.
(a) Anak: Usia, tugas perkembangan psikososial (Erikson), kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
(b) Keluarga: respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaiian keluarga
terhadap stress.
B. Diagnosa keperawatan
(1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen/ zat nutrisi ke sel.
(2) Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbngnya kebutuhan pemakaian dan
suplai oksigen.
(3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnnya selera makan.
(4) Tidak efektif koping keluaraga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
C. Perencanaan
D. Implementasi
(a) Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa.
(f) Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan. tubuh.
(a) Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas
perkembangan anak.
(b) Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan mencatat adanya respon
fisiologis terhadap aktifitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat,
pusing atau kelelahan).
(c) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan
anak.
(d) Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinfocment terhadap partisipasi anak di rumah.
(e) Membuat jadwal aktifitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
(f) Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam
melakukan aktifitas, memonitor kemampuan melakukan aktifitas secara berkala dan menjelaskan kepada
orang tua dan sekolah.
(b) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
(c) Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dalam pemilihan makanan.
(e) Keluarga akan mengatasi dan dapat mengendalikan stress yang terjadi pada keluarga.
(f) Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada.
(g) Membantu ornag tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis
akibat penyakit yang di derita anak.
(h) Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak.
(i) Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat (pengobatan,
keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap penyakit anak.
(a) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kondisi fisik anak.
(d) Tekankan untuk melakukan kontrol ulang sesuai waktu yang ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bulan, S. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak thalasemia beta mayor.
Melalui eprints.undip.ac.id/24717/1/Sandra_Bulan.pdf [31/01/13].
Ganie, Ratna A. 2005. Thalasemia: permasalahan dan penangananya. Melalui
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../08E00109.pdf [29/03/12].
Mariani, Dini. 2011. Analisa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak thalasemia beta mayor di
RSU kota Tasik Malaya dan Ciamis. Melalui www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20280658.pdf
[31/01/13].
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Cv. Sagung Seto
Wahyuni, Masyitah S. 2010. Perbandingan kualitas hidup anak penderita thalasemia dengan saudara
penderita thalasemia yang normal. Melalui repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../Appendix.pdf
[03/01/13].
http://rinaraka.blogspot.com/2013/05/bab-ii-tinjauan-pustaka.html
1.Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan
Oksigen/zat nutrisi ke sel.
29
Keperawatan Anak II
30
Keperawatan Anak II
31
Keperawatan Anak II
32
http://www.scribd.com/doc/41987445/Asuhan-Keperawatan-Thalesemia-pada-anak