Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gas hidrokarbon mengisi pori batuan tergantung pada kondisi tekanan dan
temperatur yang mempengaruhinya, gas yang dibicarakan adalah gas berjumlah
atom karbon C1 hingga C5+ dan sedikit mengenai air.
Zat yang tersebar di alam dibedakan dalam tiga keadaan (fase), yaitu fase
padat, cair dan gas. Beberapa perbedaan di antara ketiganya adalah fase padat, zat
mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap, fase cair, zat tidak
mempertahankan bentuk yang tetap melainkan mengikuti bentuk wadahnya.
Tetapi seperti halnya fase padat, pada fase cair, zat tidak mudah dimampatkan,
dan volumenya dapat diubah hanya jika dikerjakan gaya yang sangat besar. Fase
gas, zat tidak mempunyai bentuk tetap, tetapi akan berkembang mengisi seluruh
wadah.
Hidrokarbon terdiri atas gas alam berkisar antara parafin yang paling
mudah menguap atau campuran alkana (seperti methana, CH4, dimana memiliki
titik didih pada temperatur –258 oF atau –161.5 oC) hingga campuran non-volatil,
yaitu asphalt. Campuran yang lebih mudah menguap terutama adalah dari
keluarga alkana tetapi hidrokarbon naphthenic dan aromatik terdapat di alam gas
alam dan minyak bumi, terdapat pula kandungan non-hidrokarbon didalam gas
alam melebihi 0.25 grain/100 cuft (1 grain = 0.06479 gr), maka gas disebut
sebagai “sour gas”, sedangkan apabila kurang disebut sebagai “sweet gas”,
kandungan yang tidak dikehendaki ini dipisahkan dengan berbagai tahap
pemisahan di permukaan, sedangkan kelompok yang liquid dibawah tekanan
menengah dipisahkan dari constituent yang lebih volatil, kemudian dipasarkan
karena bernilai jual tinggi sebagai Liquified Petroleum Gas (LPG) yang
merupakan gabungan antara propana, butana atau campuran dari keduanya.
Sedangkan LNG (Liquified Natural Gas) adalah methana yang dicairkan pada

1
tekanan atmosfir dengan pendinginan –260oF, perubahan fasa menurunkan
volumenya dengan perbandingan 623 : 1.
Terdapat tiga keluarga hidrokarbon, gas alam hanya mengandung sedikit
parafin, sehingga mudah dikenali dengan namanya. Didalam analisa, beberapa
hidrokarbon parafin tampak pada skala titik didih antara pentana (96.92 oF) dan
benzena (176.17 oF) atau cyclopentana (120.65oF) dan untuk keperluan laporan
hasil analisanya, semua campuran ditampilkan beserta range titik didihnya.
Harus ditekankan bahwa campuran hidrokarbon merupakan suatu
keluarga, dimana ada hubungan antara konsentrasi campuran berturut-turut dari
propana ke ethana, dari hexana ke pentana dan sebagainya. Kwalitas keluarga ini
memungkinkan untuk korelasi data terjadinya sisitim hidrokarbon alamiah dengan
menggunakan sifat-sifat keluarga tersebut, seperti didalam penggunaan gas
gravity untuk koreksi sifat-sifat volumetris gas alam.
Gas alam adalah gas yang homogen dengan densitas dan viskositas yang
rendah, dimana baik volume maupun bentuknya tidak tetap. Dalam keadaan
normal, gas mengikuti aturan gas ideal, akan tetapi didalam kondisi reservoir, gas
mengikuti aturan gas sejati (real gas). Tabel 2-1 berikut memperlihatkan
konstanta fisik komponen hidrokarbon tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah supaya pembaca, khususnya mahasiswa
dan mahasiswi teknik perminyakan universitas islam riau mengerti dan
memahami dengan jelas mengenai aliran gas dalam pipa di lubang sumur serta
aplikasi yang dijumpai di lapangan n nantinya.

1.3 Batasan Masalah


Agar penulisan makalah ini terarah maka perlu adanya batasan masalah.
Dalam makalah ini permasalahan yang akan dibahas mengenai aliran gas dalam
pipa di lubang sumur, perkiraan tekanan static dasar sumur dan perkiraan tekanan
alir dasar sumur. Untuk itu penulis mohon maaf jika nantinya terdapat kekurangan
dan kesalahan dalam penulisan makalah ini.

2
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini adalah ;
BAB I : Berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah
dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisikan tentang pembahasan mulai dari aliran gas di dalam
pipa, aliran gas di dalam pipa di lubang sumur dan beberapa
perkiraan berdasarkan tekanan statik dan tekanan alir dasa
sumur.
BAB III : Berisikan tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Aliran Gas Dalam Pipa


Dengan membuka sumur yang menghubungkan permukaan reservoir gas
akan menimbulkan ketidakseimbangan tekanan dalam reservoir. Gradien tekanan
yang ditimbulkan akan menyebabkan gas (dalam hal ini gas) dalam pipa tersebut
mengalir kearah sumur. Gas yang mengalir ini mempunyai sifat yang khas yaitu
bersifat dapat dimampatkan (compressible). Sifat khas ini serta rendahnya harga
viscositas menyebabkan aliran gas tersebut mungkin tidak murni laminer (aliran
Viscous), melainkan dipengaruhi pula oleh unsur inersia dan turbulensi. Hal ini
terutama terjadi pada laju produksi yang besar atau pada gradien tekanan yang
besar, seperti aliran didepan lubang sumur.
Teori dasar untuk persamaan aliran gas dalam pipa adalah persamaan
kesetimbangan, yang menyatakan kesetimbangan energi antara dua buah titik
dalam satu sistem. Secara sederhana kesetimbangan energi tersebut dapat
dinyatakan bahwa, ”energi dari gas yang masuk kedalam sistem ditambah dengan
kerja yang dilakukan oleh atau pada gas dan ditambah dengan pertambahan energi
panas yang masuk kedalam atau keluar sistem, ditambah dengan setiap perubahan
energi terhadap waktu, harus sama dengan energi yang meninggalkan sistem”.

2.1.1. Karakteristik Regim Aliran


Ketika sumur dibuka, yang sebelumnya berada dalam lingkungan yang
stabil, maka ia akan menimbulkan impuls perubahan tekanan didekatnya. Impuls
ini akan merambat menjauhi sumur sebagai fungsi dari waktu. Kecepatan
merambat dipengaruhi oleh sifat batuan berpori dan gas pengisinya. aliran yang
ditimbulkan dan diamati sumur itu, seperti laju produksi atau tekanan aliran dasar
sumur (Pwf) tergantung seberapa jauh perambatan impuls (transient) itu
berlangsung. Pada saat impuls ini akan mencapai batas yang kedap aliran (no-flow

4
boundary). Perubahan harga Pwf selama aliran transient ini berlangsung dibagi atas
tiga periode, yaitu :transient, transient lanjut, dan semi mantap (pseudo steady
state).

2.1.1.1. Aliran Mantap (Steady StateFlow)


Terjadi jika kondisi aliran (laju fraksi massa gas) tidak berubah terhadap
waktu. Dengan kata lain, aliran fluksi massa gas dari waktu ke waktu. Dengan
kata lain, aliran fluksi massa gas dari waktu ke waktu, dari setiap jarak tempuhnya
selalu tetap. Lihat gambar 3.4
2.1.1.2. Aliran Tidak Mantap (Unsteady StateFlow)
Terjadi jika kondisi aliran gas berubah terhadap waktu. Jadi aliran massa
gas berubah-ubah pada setiap jarak tempuhnya.

2.1.1.3. Aliran Semi Mantap(Pseudo Steady StateFlow)


Sebenarnya merupakan transisi antara kedua aliran sebelumnya. Konsep
ini dikembangkan untuk test-test sumur dengan cara menjaga laju dipermukaan
yang konstan atau menjaga tekanan yang konstan dipermukaan. Dalam hal
hubungannya dengan konsep semi mantap ini, berkaitan erat satu konsep lagi,
yaitu konsep aliran stabil (stabilized flow) untuk test sumur.

2.1.1.4. Aliran Stabil


Semacam produksi yang mempunyai jari-jari pengurasan efektif re telah
mencapai batas reservoirnya, dengan kata lainbahwa penurunan tekanan dari
sumur-sumur yang berdekatan telah tertentu, dan jari-jari pengurasan masing-
masing sumur menjadi pasti (pada titik interferensinya).

2.1.2. Persamaaan Aliran


Masalah yang timbul dalam aliran gas didalam pipa menuju lubang
sumur, dimana mempunyai persaman cukup rumit sehingga perlu dicari bentuk
persaman yang sederhana yang langsung bisa digunakan dalam praktek
(applicable equation). Steady state Flow

5
Hukum Darcy untuk aliran dalam pipa :

k p kA p
v atau q  vA  
 x  x

Dimana :
v = kecepatan gas
k = permeabilitas effektif
 = viscositas gas
p
= gradien tekanan
x

Persamaan diatas mencakup beberapa anggapan, diantaranya adalah :


a. aliran mantap (steady state)
b. gas yang mengalir satu fasa
c. tidak terjadi reaksi antara batuan dengan gasnya
d. gas bersifat incompressible
e. viskositas gas yang mengalir konstan
f. kondisi aliran isotermal
g. formasi homogen dan arah aliran horizontal.
Persamaan diatas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial,
dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk :

qsc  703  10 6

kh Pe  Pw
2 2

T  Z ln re rw 

dimana :
Pe = tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi
Pw = tekanan alir dasar sumur, psi
qsc = laju produksi gas, SCF/hari
 = viskositas gas, cp
Z = faktor kompresibilitas gas

6
k = permeabilitas efektif minyak, md
h = ketebalan formasi produktif, ft
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft.

Standart Condition :

14,7 psia atau 14,65 psia


520oR 520oR
Pseudo Steady State Flow
Persamaan untuk kondisi aliran pseudo steady state adalah :

qsc  703  10 6 
kh Pe  Pw
2 2

T  Z ln 0.472re rw 
Jika terdapat skin dan faktor turbulensi maka :

qsc  703  10 6 
kh Pe  Pw
2 2

T  Z ln 0.472re rw   S  D
Dimana :
S = faktor skin
D = koefisien turbulensi
Untuk menghitung kehilangan tekanan, persamaam (3-4) menjadi :
1422T Z qsc   
ln 0.472 e   S  Dqsc 
r
PR  Pw 
2 2

kh 
  rw 
Unsteady State Flow
Kombinasi persamaan kontinuitas unsteady state dengan Hukum Darcy
dinyatakan sebagai berikut :
 2 P 2 1 P 2 g C P 2
 
r 2 r r k t
Dalam variabel tak berdemensi dinyatakan dalam Tabel 2.1

7
Tabel 2.1
Variabel Tak Berdimensi
Variabel tak berdimensi Simbol Persamaan
Time tD 2.64 x10 4
 C r 2
Radius rD r
rw

Laju alir qD 1422TqZ 


2
khpi

Pressure pD p2
2
pi qD

Pressure drop pD pi  p 2


2

2
pi qD

2.2. Aliran Gas Dalam Pipa Di Lubang Sumur


Faktor yang berpengaruh terhadap aliran gas dalam pipa adalah
perkiraan besarnya kehilangan tekanan yang terjadi selama gas mengalir. Berikut
ini merupakan upaya pemecahan terhadap hal tersebut, mulai dari pengembangan
persamaan kesetimbangan energi sampai pada perkiraan kehilangan gas baik pada
aliran gas satu fasa maupun multi-fasa.

2.2.1. Persamaan Kesetimbangan Energi


Persamaan dasar kehilangan tekanan pada sistem aliran gas dalam pipa
dikembangkan dari persamaan kesetimbangan energi, yang merupakan
kesetimbangan energi dua titik di dalam satu sistem aliran, sebagaimana terlihat
pada Gambar 2.1.

8
Titik A Titik B
UA
m v A2 + q
penambahan UB
2 gc panas
pada fluida m vB2
m g zA
2 gc
gc Z2
pompa m g zB
p A VA
-W gc
kerja dari pompa p BVB
Datum Z1 pada fluida

Gambar 2.1.
Sistem Aliran Gas Dalam Pipa

Gambar 2.1. . menyatakan bahwa besarnya energi yang masuk ke dalam


pipa pada titik A, ditambah dengan kerja yang dilakukan gas sepanjang pipa
antara titik A dan titik B, dikurangi dengan energi yang hilang selama gas
mengalir antara kedua titik tersebut sama dengan besarnya energi yang keluar dari
pipa pada titik B. Pernyataan tersebut disebut juga hukum konversi energi 4), yang
secara matematis dapat ditulis dengan persamaan berikut :

m vA2 m g zA m vB2 m g z B
UA    p A VA  q  W  U B    p B VB
2 gc gc 2 gc gc
dimana :
m = massa, lbm
v = kecepatan, ft/sec
p = tekanan, atm
V = volume, cu ft
q = laju alir, cu ft / sec
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = konstanta konversi ( = 32,174 lbm ft / lbf sec2)

9
Parameter-parameter yang bekerja pada sistem kesetimbangan tersebut
antara lain adalah :
a. Energi Dalam Gas ( internal energy, U )
Merupakan energi yang terbawa bersama dengan aliran gas. Energi ini dapat
berupa akumulasi energi-energi yang timbul akibat adanya pergerakan
molekul gas, baik itu energi putaran (rotational), perpindahan (translational),
maupun energi getaran (vibrational).

m v2
b. Energi Kinetic ( )
2 gc
Merupakan energi yang timbul berkaitan dengan kecepatan aliran gas.
mgz
c. Energi Potensial ( )
gc
Merupakan energi yang berhubungan dengan perubahan ketinggian aliran gas,
dimana z merupakan besarnya ketinggian yang dihitung terhadap titik tertentu.

d. Energi Ekspansi ( pV )
Sering juga disebut dengan energi kompresi atau energi tekanan, yaitu energi
yang menunjukkan besarnya kerja selama gas mengalir, atau besarnya energi
potensial jika dihubungkan dengan perubahan tekanan.

e. Perpindahan Panas ( q )
Merupakan parameter yang menyatakan besarnya energi panas yang masuk
maupun yang meninggalkan sistem.

f. Kerja ( work, W )
Menyatakan besarnya kerja yang dilakukan terhadap ataupun oleh sistem.
Parameter W dapat berharga positif ataupun negatif, tergantung dari
kedudukan kerja itu sendiri. Apabila kerja yang ada mengakibatkan aliran gas,
seperti halnya pada pompa, maka W berharga negatif. Sedangkan W akan
berharga positif apabila kerja timbul karena adanya aliran gas, seperti pada
sistem turbin.

Persamaan di atas merupakan persamaan hukum konversi energi dalam


bentuk energi alam, sehingga untuk memecahkannya perlu diubah dalam bentuk

10
kesetimbangan energi mekanis, dengan menggunakan energi dalam prinsip
thermodinamika, yaitu entalpi dan entropi.
a. Entalpi (H)
Didefinisikan sebagai jumlah antara energi dalam dengan energi ekspansi,
atau secara matematis dapat ditulis :

H = U + pV
b. Entropi (S)
Didefinisikan sebagai perubahan energi yang terjadi dalam sistem, dimana
perubahan tersebut hanya dilihat dari kondisi awal dan akhir tanpa
memperhatikan perubahan pada keseluruhan sistem.
Secara matematis entropi dapat ditulis sebagai berikut :
2
q
S 2  S1   T
1

dimana :
q = jumlah panas yang dipindahkan pada proses reversible
T = temperatur

Pada kondisi tertentu, dimana perpindahan panas terjadi pada tekanan yang
konstan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
q  m Cp  T

sehingga Persamaan (3-24) menjadi :

2
T
S2  S1   m Cp T
1

dimana :
m = massa, lbm
Cp = kapasitas panas pada tekanan konstan

Hubungan antara entropi dan energi dalam dituliskan dengan persamaan


sebagai berikut :

11
U =  pengaruh (panas, kompresi, kimia, permukaan, lain)

dimana :
S2
Pengaruh panas   Tds
S1

V2
Pengaruh kompresi   p (   v)
V1

Dalam pembahasan mengenai aliran gas dalam pipa, yang dianggap


berpengaruh adalah pengaruh panas dan kompresi sedangkan pengaruh yang lain
dapat diabaikan, sehingga Persamaan-persamaan diatas menjadi

S2 V2
U =  Tds +  p (  V)
S1 V1

Jika dituliskan dalam bentuk persamaan differensial akan menjadi :


 m v2   
U        m g z    pV   q  W  0
2g   g 
 c   c 
Substitusi Persamaan ke dalam Persamaan akan menghasilkan persamaan berikut
:
S2 V2
 m v 2   m g z  V2 P2

 Tds   p V   2 g c    g c    p V   V p  q  W  0 (3-30)


S1 V1   V1 P1

Dari prinsip thermodinamika diketahui bahwa :

S2

 Tds  q  lw
S1

dimana, lw (lost work) merupakan jumlah energi yang hilang akibat dari proses
irreversible.
Substitusi Persamaan ke dalam Persamaan akan menghasilkan persamaan :
P2
 m v2   m g z 
   
 V p  
2g   g 
  W  lw  0
P1  c   c 

12
Jika gas yang mengalir dianggap 1 (satu) lbm dan satuannya diubah ke dalam
satuan lapangan (ft lbf / lbm) maka Persamaan akan menjadi :
g  g v v
144  c V p  z   W   (lw )  0
 g  gc gc
Konversi faktor 144 digunakan dengan asumsi p diukur dalam satuan lb / sq. in.

Apabila V = 1 / , dimana  adalah densitas gas yang mengalir, maka Persamaan


dapat ditulis sebagai berikut :
p g v v
 z   W   (lw )  0
 gc gc
Jika diasumsikan tidak ada kerja yang dilakukan aloeh gas atau terhadap gas (W =
0) maka

p g  v v  (lw )
    0
z g c g c z z

Dari Persamaan dapat ditentukan besarnya gradien tekanan. Persamaan gradien


tekanan dapat dituliskan sebagai berikut :

p  g  v v  (lw ) 
     
z  gc g c z z 

(a ) (b )

Gambar 2.2.
Konfigurasi Aliran Gas pada Pipa Miring
(a) terhadap bidang horizontal
(b) terhadap bidang vertikal

13
Pada pipa yang membentuk sudut kemiringan sebesar  derajat terhadap
bidang horizontal, seperti yang terlihat pada gambar 2.2. (a), dan diketahui
bahwa :

 (lw )  p  f  v2
 =   (friction) =
z  z  f 2gc d
dimana :
f = faktor gesekan; f(NRe, K)
NRe = bilangan Reynold
K = besaran permukaan pipa (roughness)
maka persamaan perhitungan penurunan tekanan menjadi :

p g  v v f  v 2
  sin   
z g c g c z 2 g c d

Sedangkan pada pipa yang membentuk sudut kemiringan sebesar  derajat


terhadap bidang horizontal, seperti yang terlihat pada Gambar 3.5. (b), dan maka
persamaan perhitungan penurunan tekanan menjadi :

p g  v v f  v 2
  cos   
z g c g c z 2 g c d

Pada dasarnya persamaan gradien tekanan terdiri dari tiga elemen, yaitu
gradien kemiringan, gradien gesekan dan gradien kecepatan.
a. Gradien Kemiringan (elevation)
 p  g
    sin 
 z  el g c
b. Gradien Gesekan (friction)

 p  f  v2
  
 z  f 2gc d
c. Gradien Kecepatan (acceleration)
 p   v v
  
 z  acc g c z

14
Dari Persamaan dapat dikembangkan persamaan penurunan tekanan untuk
aliran vertikal dan horisontal, sebagai berikut :
a. Aliran Vertikal
Pada aliran vertikal, maka sudut kemiringan () = 90o, dan sin  = 1, sehingga
persamaan penurunan tekanan menjadi :

p g  v v f  v 2
  
z g c g c z 2 g c d

b. Aliran Horisontal
Pada aliran horisontal,  = 0o dan sin  = 0, sehingga persamaan menjadi :

p  v v f  v 2
 
z g c z 2 g c d

Gambar 2.3.
Aliran Gas Dalam Pipa Di lubang Sumur Produksi (Well)

2.3. Kondisi Reservoir


Pada penjelasan tentang sifat-sifat fisik batuan dan gas reservoir yang lalu
secara tidak langsung telah disinggung masalah kondisi reservoir. Kondisi
reservoir yang dimaksudkan adalah tekanan dan temperatur reservoir, yang

15
ternyata sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik batuan maupun gas reservoir.
Kondisi reservoir ternyata akan berhubungan dengan kedalaman formasi,
sehingga untuk formasi yang berbeda maka kondisinya juga akan berbeda
tergantung kedalamannya. Hubungan antara kondisi reservoir atau kondisi
formasi dengan kedalamannya pada umumnya bersifat linier.
2.3.1. Tekanan Reservoir
Tekanan reservoir merupakan sumber energi yang menyebabkan gas dapat
bergerak atau mengalir. Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya
berasal dari beberapa hal berikut :
1. Pendesakan oleh ekspansi gas pada gas cap drive reservoir, tenaga ini disebut
dengan body force. Adanya pengaruh gravitasi karena perbedaan densitas
antara minyak dan gas, maka gas dapat terpisah dari minyak sedangkan gas
yang terpisah dari minyak ini akan terakumulasi pada tudung reservoir dan
karena pengembangannya, maka gas akan mendorong minyak menuju ke
dalam sumur produksi.
2. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan adanya beban formasi di
atasnya (overburden).
3. Pengembangan gas bebas pada reservoir solution gas drive dimana
perbedaannya dengan gas cap drive adalah gas yang terjadi tidak
terperangkap, tetapi merata sepanjang pori-pori reservoir.
4. Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi
oleh tegangan permukaan dan sifat kebasahan batuan.

Pada prakteknya penentuan tekanan reservoir yang sebenarnya pada sumur


yang sudah berproduksi jarang dilakukan, untuk mencapai keseimbangan agar
diperoleh tekanan reservoir yang sebenarnya seluruh sumur dari lapangan itu
harus ditutup untuk jangka waktu tertentu. Lamanya penutupan tersebut
tergantung pada kondisi karakteristik lapangan bersangkutan, dan hal ini sama
sekali tidak menguntungkan dalam hal proses produksi. Untuk itu yang biasanya
dilakukan yaitu dengan menentukan tekanan dasar sumur (Pwf). Untuk
menentukan besarnya tekanan dasar sumur ini dapat dilakukan hanya dengan

16
menutup satu sumur saja. Sedangkan alat ukur yang biasanya digunakan yaitu
wire line instrument (amerada atau Drill Steam Test).
Ada dua hal berlawanan yang perlu diperhatikan, yaitu pada suatu interval
tertentu tekanan akan naik sebelum stabil, tetapi dengan bertambahnya waktu
maka tekanan akan turun lagi. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan atau
pengaruh interferensi sumur disekitarnya yang sedang berproduksi, sehingga
tekanan tersebut tidak stabil.
Dengan alasan tersebut, maka tekanan dasar sumur biasanya diukur dalam
interval waktu tertentu (beberapa hari setelah sumur ditutup), kemudian tekanan
yang diperoleh dari hasil pengukuran diplot dan diekstrapolasikan untuk
mendapatkan tekanan statik sumur tersebut. Pada dasarnya untuk formasi atau
reservoir dikenal ada tiga macam tekanan :
 tekanan overburden
 tekanan gas formasi
 tekanan rekah formasi.

Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi akibat
berat batuan di atasnya. Persamaan yang dapat digunakan untuk dapat
menentukan besarnya tekanan overburden ini adalah :

Po = Go  D

dimana :
Po = tekanan overburden, psi
Go = gradien tekanan overburden, psi/ft
D = kedalaman, ft.

Tekanan Gas Formasi


Tekanan gas formasi adalah tekanan dari gas yang berada dalam pori-pori
batuan. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi tekanan gas formasi adalah

17
jenis gas itu sendiri dan kondisi geologinya. Persamaannya adalah sebagai berikut
:
Pf = Gf  D
dimana :
Pf = tekanan rekah formasi, psi
Gf = gradien tekanan rekah formasi, psi/ft
D = kedalaman, ft.
Di lapangan tekanan rekah formasi ditentukan dengan melakukan Leak
Off Test. Leak Off Test ini adalah pengujian tekanan rekah di bawah shoe yang
dilakukan setelah pemboran.

2.3.2. Temperatur Reservoir


Berdasarkan anggapan bahwa bumi berisi magma yang sangat panas,
maka dengan bertambahnya kedalaman temperatur juga akan naik. Besar kecilnya
kenaikan tempertur akan tergantung pada gradien temperaturnya. Gradien
temperatur ini disebut juga dengan gradien geotermal, yaitu bilangan yang
menunjukkan besarnya kenaikan temperatur tiap turun ke dalam bumi secara
tegak lurus sedalam satu ft. Gradien geotermal ini biasanya berkisar 1.6 oF tiap
100 ft. Secara matematis temperatur formasi dapat ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
TD = Tp + ( gT  D )
dimana :
TD = temperatur pada kedalaman D, oF
Tp = temperatur permukaan rata-rata, oF
gT = gradien temperatur, oF/ft
D = kedalaman, ft.
Selain dengan cara diatas penentuan temperatur reservoir dapat
menggunakan alat yaitu dengan temperatur logging.

18
2.4. Perkiraan Tekanan statik dan Tekanan Alir Dasar Sumur
Kemampuan reservoir gas berproduksi dengan kondisi tertentu tergantung
dari tekanan alir dasar sumurnya, Pwf dimana besarnya Pwf tergantung dari
tekanan separator dan configurasi dari sistim pipa.
Pwf = Psep + Δpfl + Δpch + Δptub + Δprts
dimana :
Psep = tekanan separator,
ΔPfl = pressure drop di flowline,
ΔPch = pressure drop pada choke dipermukaan,
Δptub = pressure drop pada tubing,
ΔPrts = pressure drop pada restriction yang lain.

2.4.1. Dasar-dasar Persamaan Energi Untuk Aliran Dalam Pipa.


Dasar teoritis utnuk kebanyakan aliran gas adalah persamaan umum
energi, yang dinyatakan sebagai kesimbangan energi dari dua titik dalam suatu
sistim. Persamaan energi pertama-tama dikembangkan dan menggunakan prinsip-
prinsip thermodinamika, kemudian dimodifikasi untuk bentuk persamaan gradien
tekanan.
Menuliskan secara sederhana kesetimbangan energi steady state adalah
sebagai energi dari masuknya gas suatu volume control, ditambah besarnya
tingkat kerja yang bekerja pada gas atau oleh gas, ditambah besarnya heat energi
yang ditambahkan atau diambil dari gas harus sama dengan energi yang bekerja
pada volume control. Sepanjang mengenai suatu steady state system.
kesimbangan energi dapat ditulis sebagai :

2 2
mv mgh1 mv mgh2
U 1 ' p1V1  1   q '  W s '  U 2 '  p 2V 2  2 
2g c gc 2g c gc

dimana :
U1’ = internal energi

19
pV = energi dari ekspansi atau kompresi,
m v2 / 2 gc = energi kinetic,
mgh/gc = energi potensial,
q’ = penambahan heat energi ke gas, dan
Ws’ = kerja yang bekerja pada gas oleh kondisi sekitar yang
melingkupinya.

Membagi persamaan diatas dengan m untuk memperoleh bentuk keseimbangan


energi per unit massa dan ditulis dalam bentuk differensial

 P  v dv g
dU  d     dh  dq  dws  0
   gc gc

Bentuk dari persamaan kesetimbangan energi ini sukar untuk diterapkan


karena berupa masa energi dalam, maka hal ini biasanya dikonversikan ke suatu
kesetimbangan energi mekanik dengan menggunakan hubungan thermodinamik
yang lebih dipahami. Dari thermodinamic :

P
dU  dh  d  

dan
P
dh  Tds 

atau

dP P
dU  TdS  d  
 

dimana
h = enthalpy,
S = entropy, dan
T = temperature.

20
Untuk proses iireversibel, dituliskan ketidak samaan Clausius sebagai :

d S ≥ - d q / T, atau T dS = - d q + d Lw

dimana dLw = kehilangan diakibatkan irreversible, semacam friction. Dengan


menggunakan hubungan ini dan asumsi tidak ada kerja yang bekerja pada gas atau
oleh gas, persamaan 5.39 akan menjadi :

dp v dv g
  dh  dLw  0
 gc gc

Jika kita mempertimbangkan kemiringan dari pipa yang membuat sudut θ


terhadap horisontal, seperti horisontal seperti terlihat pada gambar 5.42, sehinga
dh = dl sin θ.

dp v dv g
  dL sin   dLw  0
 gc gc

Dengan demikian ρ/dl terhadap persamaan diatas maka

dp  v dv g dL
   sin    w  0
dL g c dL g c dL

Persamaan diatas dapat digunakan untuk memecahkan gradien tekanan, dan jika
kita mempertimbangkan bahwa penurunan tekanan adalah positif dalam arah
aliran.

dp  v dv g  dp 
   sin    
dL g c dL g c  dL  f

dimana

21
 dp  dLw
  =ρ
 dL  f dL

= gradien tekanan karena friction losses (gesekan) atau viscous shear


(hambatan).

Pada pipa horizontal kehilangan energi atau pressure drop hanya


disebabkan oleh perubahan energi kinetik dan friction losses. Karena sebagian
besar dari viscous shear stress (τw) terhadap energi kinetik per unit volume
(ρv2/2gc) mencerminkan hubungan yang penting dari wall shear stress terhadap
kehilangan total. Bentuk perbandingan suatu kelomok dimensionless dan definisi
suatu friction factor,

w 2 w g c
f ' 
v / 2 g c
2
v 2

Mengevaluasi wall shear stresss, kesimbangan gaya antara gaya tekan dan wall
shear stress.
  dp  nd 2
 1    dL    w (d )dL
dL  4
p p1
 
d  dp 
w   
4  dL  f

Substitusi persamaan di atas pemecahan untuk gradien tekanan disebabkan


friction sebagai

 dp  2 f '  v2
  
 dL  f gc d

yang mana dikenal sebagai persamaan Fanning. Bentuk-bentuk didalam Darcy-


Weisbach atau Moody friction actor, f = 4 f’,

 dp  f  v2
  
 dL  f 2 g c d

22
2.4.1.1. Laminer single-Phase Flow
Friction factor untuk aliran laminer dapat ditentukan secara analitic
dengan mengkombinasikan persamaan dengan persamaan Hagen-Poiseuille untuk
laminer flow

d 2 g c  dp   dp  32  v
v      2
32   dL  f  dL  f d g c

menyamakan friction pressure gradien sebagai


f  v 2 32  v

2 gc d d 2 gc
atau
64  64
f 
 v d N Re

Kelompok dimensionless, Nre = ρ v d/μ adalah perbandingan dari gaya


momentum gas teradap gaya viscous shear dan dikenal sebagi Reynolds Number.
ini digunakan sebagai parameter untuk membedakan antara aliran gas laminer dan
turbulen. Untuk perhitungan secara teknik, pemisahan titik antara aliran laminer
dan turbulen dapat diasumsikan 2100 dari Reynolds number untuk aliran dalam
circular pipe (pipa bundar). Menggunakan satuan lbm/ft3, ft/sec, ft dan centipoise,
persamaan Reynolds number adalah
1488  v d
N Re 

atau
C  g q sc
N Re 
d

dimana

23
Tabel 2.2.
Variabel Gas
Variabel Satuan
Lapangan SI
qsc = gas flow rate MMscfd MM m3/day
γg = gas gravity - -
μ = gas viscosity cp kg/m-sec
d = diameter dalam pipa in. m
C = konstan 20011 17,96

2.4.1.2. Turbulen Single Phase Flow


Kemampuan untuk merperkirakan kelakuan aliran dibawah kondisi aliran
turbulen adalah suatu hasil langsung dari study eksperimen yang terus-menerus
dari velocity profile dan gradien tekanan. Disini telah diperlihatkan bahwa
velocity profile dan gradien tekanan adalah sangat peka terhadap karakteristik dan
dinding pipa. Pendekatan secara logis untuk mendefiniskan friction factor dapat
dimulai dengan kasus yang sederhana, yaitu smoot wall pipe (dinding pipa halus).
Disini yang akan ditampilkan merupakan persamaan empirik yang akurat dan
tersedia untuk friction factor.
Smoot wall pipe. Persamaan paling umum digunakan dan juga mencakup
lebar range dari Reynolds number, 3000 < Nre < 3 x 106,. diajukan oleh Drew,
Koo dan Mc Adam tahun 1932.
f = 0,0056 + 0,5 NRe-0,32
Suatu persamaan diusulkan oleh Blasius dapat digunakan untuk bilangan reynolds
lebih dari 100.000 untuk smooth pipes.

f = 0,316 NRe-0,25

24
Rough Wall Pipe. Dalam aliran turbulen effek dari kekasaran dinding pipa
telah diketahui tergantung dari relatif kekasaran dan pada seberapa besar
Reynolds number. Nikuradse’s terkenal dengan bentuk eksperimen yang
menggunakan sand grain sebagai dasar untuk data friction faktor rough pipes.
Korelasinya tetap yang terbaik untuk fully rough wall pipe. Friction factor dapat
dihitung dengan bentuk explisit dan kekasaran absolut dari pipa adalah E.

1  2E 
 1,74  2 log  
f d 
Persamaan ini digunakan sebagai landasan unutk grafik modern friction factor
yang diusulkan oleh Colebrool dan White tahun 1939.

1  2E 18,7 
 1,74  2 log   
f  d N Re f 

Friction factor tidak dapat diperoleh dengan membaca langsung persamaan


Colebrook diatas. Tapi dengan mengatur kembali persamaan, dan prosedur secara
trial and error dapat digunakan untuk memecahkan persamaan untuk friction
factor.
2
 
 
 1 
fc   
  2E 18,7 
1,74  2 log   
  d N Re f g  
 

Harga dari fg adalah diperkirakan dan kemudian fc dihitung sampai


keduanya disetujui dapat diterima dalam toleransi. Variasi dari single phase
friction factor dengan Reynolds number dan relatif roughness dapat dilihat pada
gambar grafik .Persamaan Colebrook mungkin digunakan dalam aliran turbulen
pada daearah smoot, transisi dan fully rough.

25
Suatu persamaan ekplisit friction factor diusulkan oleh Jain, untuk range
dari Reynolds number 5 x 103 sampai 108 dan relatif roughness antara 10-6 sampai
10-2, kesalahan yang terjadi +- 1,0% bila dibandingkan dengan persamaan
Colebrook. Persamaan ini memberikan kesalahan maximum 3% untuk Reynolds
number serendah 2000. Persamaannya adalah :

1  E 21,25 
 1,14  2 log   0,9 
.
f  d N Re 
Harga dari E biasanya tidak dapat diketahui tingkat keakuratannya. Oleh
Moody dengan menggunakan. dapat diperoleh harga yang masih dapat diterima.
Harga ini tidak harus dipertimbangkan sebagai gangguan dan dapat berubah
secara siginifikan oleh semacam parafin deposition, erosion atau corrotion. Jika
besarnya gradien tekanan tersedia, suatu friction dan Reynolds number dapat
dihitung, dan suatu efektif E/d diperoleh dari diagram Moody. Jika tidak ada
informasi kekasaran yang tersedia maka harga E = 0,0006 ft untuk tubing dan line
pipe.

Kombinasi persamaan di atas, persamaan gradien tekanan, yang mana


dapat diaplikasikan terhadap beberapa gas pada pipa dengan sudut tertentu
dp g f  v 2  v dv
  sin   
dL g c 2 g c d g c dL
Dimana friction factor, f, adalah fungsi dari Reynolds number dan
kekasaran pipa. Hubungan ini dapat dilihat pada Moody diagram (Gb. 5.44).
Gradien tekanan total dapat dipertimbangkan menjadi komposisi dari tiga
komponen yang berbeda.
dp  dp   dp   dp 
     
dL  dL  eL  dL  f  dL  acc

dimana
 dp  g
 dL   gc  sin 
  eL

26
Komponen tersebut adalah energi potensial atau perubahan elevation. Ini
juga ditunjuk sebagai componen hidraulik, dari itu componen ini hanya akan
digunakan pada kondisi tidak ada aliran.

 dp  f  v2
 dL   2 g d
 f c

merupakan komponen friction losses.


 dp   v dv
 dL   g dL
  acc c

Merupakan komponen perubahan energi kinetik atau convective


acceleration. Persamaan di atas digunakan untuk berbagai fluda pada kondisi
steady state, aliran satu dimensi untuk setiap f,p dan v yang dapat ditentukan.

2.4.2. Perkiraan Tekanan Statik Dasar Sumur


Untuk menghitung tekanan statik dasar sumur gas, banyak persamaan
tersedia yang dapat digunakan, tapi disini akan dibahas tentang average pressure
dan temperature Method dan Cullender and Smith Method. Semua metode ini
diawali dari persamaan dengan memodifikasi untuk geometri aliran.
Untuk keadaan vertikal (θ = 90o , skin θ = 1), sumur gas ditutup (v=0),
persamaan menjadi

dp g g

dh g c
dimana
pM
g 
ZRT
dikombinasi dengan persamaan 5.54

dp g Mdh

p g c ZRT

27
2.4.2.1. Metode Average Pressure and Temperature
Jika z dievaluasi pada tekanan dan temperatur rata-rata
Pws H
dp gM

Pts

p g c ZRT  dh
0

yang mana
gM H 
Pws  Pts EXP 
 c
g ZRT 

Persamaan ini pegangan untuk berbagai satuan. Untuk satuan lapangan


conventional.
 0,01875 g H 
Pws  Pts EXP 
 TZ 
dimana :
Pws = static atau shut-in BHP, psia,
Pts = tekanan tubing static, psia,
γg = gas gravity (udara = 1)
H = kedalaman sumur, ft,
T = temperatur rata-rata dalam tubing, oR,
Z = faktor kompresibilitas gas dievaluasi pada T, p = (pws + pts)/2
Evaluasi dari z membuat perhitungan iterative dan sebelum itu garis besar
prosedur dapat digunakan.

2.4.2.2. Cullender and Smith Method


Metode Cullender and Smith menghitung variasi dari temperatur dengan
kedalaman dan variasi dari z dengan temperature dan tekanan.
Pws H
TZ M MH
Pts p dp  R  dh 
0
R
 0,01875 g H

Persamaan integral bila ditulis dalam betnuk yang pendek sebagai

28
Pws Pws
TZ
 p dp  Pts I dp  0,01875 g H
Pts

Dengan menggunakan ekspansi seri, harga dari integral dapat diperkirakan oleh

2  I dp = (Pms – Pts) (Ims + Its)+(Pws – Pms)(Iws + Ims)

dimana :
Pms = tekanan pada mid point dari sumur, H/2
Ims = I dievaluasi pada Pms, T,
Its = I dievaluasi pada Pts., Ts,
Iws = I dievaluasi pada Pws, Tf.

Prosedur perhitungan tetap dengan membagi sumur menjadi dua bagian yang
sama panjangnya, H/2, mendapatkan harga tekanan Pms pada H/2 dan
menggunakan harga tersebut untuk menghitung Pws, Its dapat dievaluasi dari
diketahuinya kondisi permukaan, yaitu :
0,01875 g H
Pms = Pts +
I ms  I ts

0,01875 g H
Pws = Pms +
I ms  I ws

2.4.3. Perkiraan Tekanan Alir Dasar Sumur


Untuk sumur yang sedang mengalir harga kecepatan tidak sama dengan
nol dan dengan mengabaikan percepatan, untuk sumur dengan kemiringan sudut θ
terhadap vertikal, persamaan menjadi,

dp g f  v2
  cos  
dL g c 2 gc d

29
Beberapa metode tersedia untuk penyelesaian integral persamaan diatas
tergantung asumsi yang dibuat untuk penanganan temperatur dan z faktor. Disini
hanya metode average pressure and temperature dan Culender and Smith yang
akan dibahas.

2.4.3.1. Average Pressure and Temperature Method


Mengubah harga densitas dengan benuk dari P, T dan Z kedalam
persamaan 5.59

dp p M  f v2 
  cos   
 2 g c d 
dL ZRT 

Integrasi dari persamaan diatas dengan asumsi suatu tenperature rata-rata


didalam rangkaian dan Z dievaluasi pada kondisi tekanan dan temperatur rata-rata
25  g q 2 T Z f (MD) ( EXP ( S )  1)
Pwf2 = Ptf2 EXP (S) +
S d5
dimana
p = tekanan, psia,
s = 0,0375 γg (TVD)/TZ,
MD = measure depth, ft,
TVD = true vertical depth, ft,
T = oR,
q = MMscfd,
d = inches, dan
f = f (Nre, E/d) (Jain or Colebrook equation)
Prosedur solusinya adalah sama dengan pada penutupan sumur kecuali
untuk evaluasi dari friction factor, yang mna membutuhkan perhitungan bilangan
Reynolds dan perkiraan kekasaran pipa. Iterasi dibutuhkan saat Z harus dievaluasi
pada p = (Pwf + Ptf) / 2.
Pembagian sumur kedalam beberapa bagian panjang dan menggunakan
prosedur yang telah dijelaskan dimuka akan memberikan hasil yang lebih akurat.

30
Beberapa metode akan memberikan hasil pengidentifikasian jika sumur dibagi
kedalam bagian yang cukup pendek.
Konvergensi suatu saat akan cepat dihasilkan jika iterasi performance dari
z faktor dari pada tekanan yang tidak diketahui. Prosedur untuk metode ini adalah
:
1. Memperkirakan Z* (perkiraan pertama yang baik adalah 0,9)
2. Menghitung tekanan yang tidak diketahui dengan menggunakan
persamaan 5.61 dengan Z = Z*
3. Menghitung tekanan rata-rata p = (Pwf + Ptf) / 2
4. Evaluasi Z at P dan T
5. Membandingkan Z dengan Z*. Jika tidak cukup dekat, buat Z* = Z dan
mulai dengan tahap 2. Ulangi sampai harga dari abs(Z-Z*)/Z < 0.001 atau
sampai harga toleransi yang disukai. ketika toleransi telah ditemukan,
tekanan yang dihitung pada tahap 2 adalah bernilai benar.

2.4.3.2. Metode Cullender and Smith


Derivatif dari metode Cullender and smith untuk sumur-sumur mengalir
dimulai dengan persamaan 5.60. Substitusi dibuat untuk kecepatan
q
V
A
Psc T Z
q  qsc
Tsc P Zsc
Yang mana memberikan
dp P M cos  MTZPsc 2 f qsc 2
 
dL Z RT R p Tsc 2 2 g c d A 2

atau

p dp M  P 
2

   cos   C 
Z T dh R  Z T  

dimana

31
8 Psc 2 f qsc 2
C
Tsc 2 g c  2 d 5
adalah constan untuk flow rate yang diberikan pada ukuran pipa yang tetap.
Pembagian terhadap variabel,
P
Pwf dp MD
ZT M
  P 
2

R  dL
 cos   C
Ptf 0

Z T 

Yang mana dapat diaplikasikan untuk beberapa satuan. Mensubstitusi satuan


lapangan dan mengintegrasikan sebelah kanan dari persamaan diatas adalah :
P
Pwf dp
ZT

Ptf  P  TVD
2
 18,75 g MD
0,001   F2
 Z T  MD
dimana

0,667 f qsc 2
F2 
d5

dan
TVD
 cos 
MD

Menulis persamaan kedalam notasi pendek dan membagi sumur kedalam dua
bagian kedalaman, H/2,

Setengah bagian atas sumur


18,75 γg (MD) = (Pmf – Ptf) ( Imf + Itf)

Setengah bagian bawah sumur

32
18,75 γg (MD) = (pwf – Pmf) (Iwf + Imf)

dimana
P
ZT
I 2
 P  TVD
0,001   F2
 Z T  MD

Prosedur solusi adalah mirip untuk kasus statistik, tapi lebih rumit karena I
lebih kompleks definisinya. Untuk maksud praktis, F dapat dianggap konstan,
variabel dalam Reynolds number hanya digunakan dalam evaluasi f adalah
viscositas gas. Viscositas merupakan fungsi dari tekanan, tapi untuk
menyederhanakan perhitungan hal ini dapat dievaluasi pada T dan tekanan yang
diketahui.

33
BAB III

CONTOH SOAL

1. Dengan menggunakan data pada contoh 3 2, tentukan Pws dengan metode


Cullender dan Smith

Data contoh :

H = 10000 ft 𝜸g = 0.6 Pts = 4000psia

T=70°F =530°R Tf=220° F=680°R

Solusi
Temperatur untuk setiap kedalaman (h) adalah

= 70 + (220 70) (h ) / 10000


= 70 + 0.015 (h)

Menentukan Its
Pada T = 70 °F P = 4000 psia, Z = 0.84

Memperkirakan Pms
p* = Pts (1 + 2.5 X 10-5 X H/2)
= 4000 (1 + 2.5 x 10-5 x 5000) = 4500 psia

T = 70 + 0.015 (5000) = 145


Z- = 0.93

34
Menentukan Ims

Menentukan Pms

= 4000 + (0.01875)(0.6)(10000)/(0.1250 + 0.1113)

= 4000 + 476 = 4476 psia

Harga Pms mi berbeda Jauh dengan Pms anggapan 4500 psia. Sehingga perlu
dilakukan perhitungan ulang untuk menentukan Pms hingga didapat perbedaan
yang cukup kecil antara pws perhitungan dan anggapan. Untuk itu gunakan p*ws
adalah 4476 psia.

Pada T = 145 °F, p*rns = 4476 psia, Z = 0.93

Pms = 4000 + 475 = 4475 psia

Perhitungan selanjutnya adalah untuk segmen kedua yaltu dan H/2 sampai H.

Memperkirakan Pws

Pws Pms (1 + 2.5x10 -5 x H/2)


= 4475 (1 + 2.5 x 10 -5 x 5000) = 5034 psia

p*ws = 5034 psia , T = 220 °F Z = 1.006

35
menentukan Its

= 4475 + (0.01875)(0.6)(10000)/(0.1257 + 0.1359)

= 4905 psia

Untuk iterasi ke dua, Z =0.998

Its = 680 (0.998)/(4905) = 0.1384

Pws = 4475 + 426 = 4901 psia

Maka tekanan statik dasar sumur dengan metode Cullender dan Smith ini adalah
4901 psia.

2. Dengan menggunakan metode Cullender dan Smith , tentukan tekanan alir


dasar sumur dengan data sebagai berikut

𝜸g = 0.75 H = 10000 ft, T = I 10°F


Tf = 245 °F Ptf = 2000 psia, qsc = 4.9 15 MMscfd
d = 2.441 in, 𝜺 = 0.0006 in, 𝝁 = 0.012 cp
𝜽= 0o

Solusi

Tentukan f dan F2

36
Dari persamaan 3.18 didapat f = 0.015

persamaan 3.18

Menentukan Itf

Pada p = 2000psia, T = 110°F didapat Z = 0.71


p/TZ = (2000)/(570)(0.71) = 4.942

Memperkirakan p*mf ( Coba pertama)

p*mf = 2000 (1 + 2.5 x 10 (5000)) = 2250 psia

Menentukan Imf
Pada p = 2250 psia , T = 110 + 67.5 = 178 °F, didapat Z = 0.797
p/TZ = (2250)/(638)(0.797) = 4.425

37
Menentukan Pmf

Pmf = 2000 + 371 = 2371 psia

harga ini jauh berbeda dengan tekanan anggapan

Menentukan 1mf ( Coba kedua)


Pada p = 2371 psia T = 178 °F, didapa Z = 0.796
p/TZ = (237 1)/(638)(0.796) = 4.669

Menentukan Pmf

Pmf = 2000 + 371 = 2379 psia

Dari perhitungan ini maka tekanan di titik tengah adalah 2379 psia. Prosedur
perhitung an selanjutnya adalah menentukan tekanan dasar sumur , pwf.
Memperkirakan p*wf
p*wf = 2379 (1 + 2.5 x 10 -5 (5000)) = 2676 psia
Menentukan Imf:
Pada p = 2676 psia T = 245 °F, didapat Z = 0.867
p/TZ = (2676)/(705)(0.867) = 4.378

38
Menentukan Pmf

pmf = 2379 + 362 = 2741 psia


harga ini jauh berbeda dengan tekanan anggapan Menentukan Iwf ( Coba kedua)
Pada p = 2741 psia T = 245 °F, didapat Z = 0.868

p/TZ = (274 1)I(705)(O.868) = 4.479

Menentukan Pwf

Pwf = 2744 Psia

Sehingga dapat disimpulkan tekanan alir dasar sumur adalah 2744 psia.

Banyak sumur gas menggunakan dual completion, dimana salah satu


diproduksikan dan anulus diantara tubing dan casing. Untuk keadaan mi, dalam
menentukan tekanan statik bukan menjadi suatu masalah dan metode yang telah
diterangkan diatas dapat langsung digunakan. Untuk sumur yang mengalir, baik
metode tekanan dan temperatur rata - rata serta metode Cullender dan Smith dapat
digunakan jika konsep radius hidraulik digunakan. Modifikasi yang diperlukan
hanyalah menentukan diameter efekif dan bilangan Reynold. Diameter efektif
yang hams digunakan adalah

39
Dimana :

dh= diameter efektif


dc= diameter dalam casing
dt= diameter luar tubing

Tidak ada data yang telah dipublikasikan mengenai kekasaran di anulus. Namun
dapat digunakan anggapan bahwa permukaan pipa agak kasar ( rougher surface ).
Jika telah dilakukan pengukuran penurunan tekanan dan laju alir, kekasaran dapat
dihitung dan dapat digunakan untuk menghitung harga Pwf pada harga laju alir
yang lain.

40
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan.
Dari pembahasan dan uraian-uraian diatas tentang aliran gas di dalam pipa
terhadap aliran gas di dalam pipa di lubang sumur kita dapat menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Gas yang mengalir ini mempunyai sifat yang khas yaitu bersifat dapat
dimampatkan (compressible). Sifat khas ini serta rendahnya harga
viscositas menyebabkan aliran gas tersebut mungkin tidak murni laminer
(aliran Viscous), melainkan dipengaruhi pula oleh unsur inersia dan
turbulensi. Hal ini terutama terjadi pada laju produksi yang besar atau pada
gradien tekanan yang besar, seperti aliran didepan lubang sumur.
2. Aliran gas di dalam pipa di bagi atas beberapa kondisi yaitu ; aliran tidak
mantap, semi mantap,mantap dan stabil.
3. Persaman yang sederhana yang langsung bisa digunakan dalam praktek
(applicable equation). Steady state Flow, Hukum Darcy untuk aliran
dalam pipa :

k p
v
 x kA p
atau q  vA  
 x
4. Persamaan dasar kehilangan tekanan pada sistem aliran gas dalam pipa
dikembangkan dari persamaan kesetimbangan energi, yang merupakan
kesetimbangan energi dua titik di dalam satu sistem aliran. Parameter-
parameter yang bekerja pada sistem kesetimbangan tersebut antara lain

m v2
adalah energi dalam ( internal energy, U ), energi potensial ( ),
2 gc

41
mgz
energi kinetic ( ) , energi potensial ( pV ), dan energi ekspansi,
gc
perpindahan panas, kerja dll.
5. Kondisi reservoir yang dimaksudkan adalah tekanan dan temperatur
reservoir, yang ternyata sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik
batuan maupun gas reservoir. Kondisi reservoir ternyata akan
berhubungan dengan kedalaman formasi, sehingga untuk formasi yang
berbeda maka kondisinya juga akan berbeda tergantung kedalamannya.
Hubungan antara kondisi reservoir atau kondisi formasi dengan
kedalamannya pada umumnya bersifat linier.
6. Kemampuan reservoir gas berproduksi dengan kondisi tertentu tergantung
dari tekanan alir dasar sumurnya, Pwf dimana besarnya Pwf tergantung
dari tekanan separator dan configurasi dari sistim pipa.
Pwf = Psep + Δpfl + Δpch + Δptub + Δprts
7. Untuk menghitung tekanan statik dasar sumur gas, banyak persamaan
tersedia yang dapat digunakan, tapi disini akan dibahas tentang average
pressure dan temperature Method dan Cullender and Smith Method.
Semua metode ini diawali dari persamaan dengan memodifikasi untuk
geometri aliran.
8. Untuk sumur yang sedang mengalir harga kecepatan tidak sama dengan
nol dan dengan mengabaikan percepatan, untuk sumur dengan kemiringan
sudut θ terhadap vertikal, persamaan menjadi,
dp g f  v2
  cos  
dL g c 2 gc d
4.2 Saran
Demikianlah uraian makalah yang penulis sajikan ini semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca dalam menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang
perminyakan, serta diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan refernsi (acuan)
dalam kegiatan pembelajaran teknik gas bumi nantinya. Penulis juga
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar lebih baik
lagi dalam penulisan makalah berikutnya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Diktat Teknik Gas Bumi.2011.UIR.Pekanbaru


D, William, dan Jr, McCAIN. Petroleum Fluids. Oklahoma : PennWell
Publishing Company.
Kamus Minyak dan Gas Bumi Pusat penelitian dan pengembangan teknologi
minyak dan gas bumi “LEMIGAS”, Jakarta 1999.
Rubiandini, Rudi. Basic Petroleum Engineering, Caltex Pacific Indonesia

43

Anda mungkin juga menyukai