Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FISIOLOGI KARDIOVASKULER

Oleh :
Aulia Anjasari 1102013048
Farhan Fauzan 1102014093
Nabila Kurniati 1102014181

Pembimbing :

dr. Qudsiddik Unggul, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI


PERIODE 4 MARET 2019-5 APRIL 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI - RSUD PASAR REBO
FISIOLOGI KARDIOVASKULER

Anatomi Jantung
Jantung terletak di rongga toraks di antara paru – paru. Lokasi ini dinamakan
mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.), lebar 9 cm
(3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata – rata 250 g pada wanita dewasa dan 300
g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis tengah tubuh
(Tortora, 2012). Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang sternum, dan semua
pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah ini (Scanlon, 2007). Apeks jantung yang
dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior, inferior, dan kiri, serta berada di
atas diafragma.
Membran yang membungkus dan melindungi jantung disebut perikardium.
Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum, namum tetap
memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan kuat. Perikardium terdiri
dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa. Perikardium fibrosa terdiri
dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis. Sedangkan perikardium serosa lebih tipis
dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari
perikardium serosa bergabung dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium
serosa, disebut juga epikardium, melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara perikardium
parietal dan viseral terdapat cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan
perikardial ini berfungsi untuk mengurangi gesekan antara lapisan – lapisan perikardium serosa
saar jantung berdenyut. Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas
perikardial.
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling luar),
miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling dalam). Seperti yang
telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium serosa yang
disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat lunak, sehingga tekstur permukaan luar jantung
terlihat lunak dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot jantung yang menyusun hampir
95% dinding jantung. Miokardium bertanggung jawab untuk pemompaan jantung. Meskipun
menyerupai otot rangka, otot jantung ini bekerja involunter seperti otot polos dan seratnya
tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam dinding jantung, endokardium, merupakan
lapisan tipis endotelium yang menutupi lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup
jantung.
Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian superior adalah
atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah ventrikel. Atrium kanan
membentuk batas kanan dari jantung (Tortora, 2012) dan menerima darah dari vena kava
superior di bagian posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di bagian lebih bawah
(Ellis, 2006). Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 – 3 mm (0,08 – 0,12 in.). Dinding
posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya halus, sedangkan dinding
anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut pectinate muscles. Antara atrium
kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum interatrial. Darah mengalir dari atrium
kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup yang dinamakan katup trikuspid atau katup
atrioventrikular (AV) kanan.
Ventrikel kanan membentuk pemukaan anterior jantung dengan ketebalan sekitar 4 – 5
mm (0,16 – 0,2 in.) dan bagian dalamnya dijumpai bubungan - bubungan yang dibentuk oleh
peninggian serat otot jantung yang disebut trabeculae carneae. Ventrikel kanan dan ventrikel

2
kiri dipisahkan oleh septum interventrikular. Darah mengalir dari ventrikel kanan melewati
katup pulmonal ke arteri besar yang dinamakan trunkus pulmonal. Darah dari trunkus pulmonal
kemudian dibawa ke paru – paru. Atrium kiri memiliki ketebalan yang hampir sama dengan
atrium kanan dan membentuk hampir keseluruhan pangkal dari jantung. Darah dari atrium kiri
mengalir ke ventrikel kiri melewati katup bikuspid (mitral) atau katup AV kiri. Ventrikel kiri
merupakan bagian tertebal dari jantung, ketebalan sekitar 10 – 15 mm (0,4 – 0,6 in.) dan
membentuk apeks dari jantung. Sama dengan ventrikel kanan, ventrikel kiri mempunyai
trabeculae carneae dan chordae tendineae yang menempel pada muskulus papilaris. Darah dari
ventrikel kiri ini akan melewati katup aorta ke ascending aorta. Sebagian darah akan mengalir
ke arteri koroner dan membawa darah ke dinding jantung (Tortora, 2012)

Struktur Anatomi Jantung Bagian Dalam


Sumber: Tortora, G. J., Derrickson, B., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. Hoboken:
John Wiley & Sons.
Fungsi jantung
Beberapa fungsi jantung diantaranya:
1. Memompa darah dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh melalui aorta. Kecepatan pemompaan
diatur oleh sistem saraf otonom yang mengontrol nodus sinoatrialis menuju nodus
atrioventricularis dan bundle of His untuk mengatur kontraksi ventrikel jantung.
2. Menyalurkan darah yang mengandung CO2 dari ventrikel dexter menuju paru-paru
melalui arteria pulmonalis untuk dibersihkan.
3. Berkontraksi dan relaksasi:
a. Kontraksi otot jantung untuk memompa darah keluar dari ventrikel disebut systole.
b. Relaksasi dinding otot jantung yang memungkinkan rongga jantung diisi oleh darah
disebut diastole.

3
Fisiologi Jantung
Sistem Konduksi Jantung
Sistem kondisi jantung bukan merupakan suatu sistem tunggal tapi merupakan sistem
sirkuit yang cukup kompleks yang terdiri dari sel yang identik. Seluruh sel miosit di dalam
sistem konduksi jantung memiliki beberapa kesamaan yang membedakan dengan sel otot yang
bekerja untuk fungsi pompa.
Pada manusia, komponen yang berfungsi pada sistem konduksi jantung dapat dibagi
menjadi sistem yang berfungsi untuk menghasilkan impuls dan sistem yang berfungsi untuk
menjalarkan impuls. Hal ini terdiri dari nodus sinoatrial (nodus SA), nodus atrioventrikuler
(nodus AV), dan jaringan konduksi cepat (sistem His-Purkinje).
Dasar Elektrofisiologi
Seperti seluruh sel yang hidup maka di dalam sel otot jantung memiliki muatan negatif,
hal ini terjadi karena ada beda potensial sepanjang membran sel yang disebut sebagai potensial
transmembran. Tidak seperti sel lainnya, sel otot jantung itu dapat dirangsang. Ketika diberikan
stimulasi yang sesuai maka kanal ion di membran sel akan terbuka sehingga ionion dapat
bergerak menyeberangi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi.
Stimulus terjadi karena pembentukan potensial aksi, yang terjadi akibat perpindahan
ion melalui kanal ion spesifik di sarkolema. Sel jantung yang memiliki kemampuan
menghantarkan listrik terbagi menjadi tiga tipe secara elektrofisiologi, yakni:
1. Sel pacemaker (contoh: nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular)
2. Sekelompok sel dengan kemampuan konduksi sangat cepat/specialized rapidly
conducting tissue (contoh: serabut purkinje)
3. Sel otot (miosit) di atrium dan ventrikel

Ketiga sel ini memiliki sarkolema yang tersusun atas dua lapisan fosfolipid yang secara
umum bersifat impermeabel terhadap ion. Perpindahan ion terjadi karena adanya protein
spesifik yang berperan sebagai kanal ion, kotransporter, dan transporter aktif. Keadaan ini
membantu untuk mempertahankan perbedaan konsentrasi ion pada intrasel dan ekstrasel.

Potensial Aksi
Pada Sel Otot Jantung Pada sel otot jantung terdapat tiga komponen potensial aksi yaitu
fase istirahat, depolarisasi, dan repolarisasi. Fase istirahat adalah periode antara satu potensial
aksi dan potensial aksi berikutnya. Selama fase istirahat kebanyakan sel otot jantung tidak
memiliki pergerakan ion melintasi membran sel.4 Perbedaan tegangan listrik pada membran
sel pada saat sel sedang istirahat dikenal sebagai resting potential (RP). Besarnya tegangan RP
ini ditentukan oleh perbedaan konsentrasi dari berbagai ion yang terdapat di intra dan ekstrasel,
serta bergantung pada jenis kanal ion yang terbuka saat istirahat. Keseimbangan antara
berbagai ion ini menimbulkan tegangan RP sekitar - 90mV pada miosit ventrikel. Kondisi RP
ini disebut sebagai fase 4 dari potensial aksi.
Ketika suatu saat terjadi perubahan tegangan pada membran sel, maka konsekuensinya
akan terjadi perubahan permeabilitas sel terhadap berbagai ion oleh karena sifat voltage
sensitive gating ion channel pada berbagai kanal ion di membran sel.
Proses apapun yang membuat potensial membran menjadi kurang negatif hingga
melebihi kadar threshold, akan memulai terjadinya potensial aksi. Ketika potensial membran
mencapai threshold (yakni -70 mV pada sel otot jantung), maka akan terjadi pembukaan kanal
ion Na+ jenis cepat (fast sodium channel) yang berlangsung secara cepat menimbulkan rapid

4
upstroke atau fase 0 pada AP. Hal ini disebut sebagai fase depolarisasi. Depolarisasi ini
menyebar kepada sel di sekeliling. Peningkatan kadar Na+ yang cepat ini akan menimbulkan
deolarisasi cepat dan terjadi perubahan tegangan membran mencapai kadar positif sekitar 10
mV. Ketika mencapai kadar tersebut, kanal ion menjadi inaktif, dan AP lain tidak dapat
diinisiasi sampai potensial membran turun menjadi serupa dengan RP (-90 mV).
Setelah depolarisasi akan terjadi repolarisasi dimana potensial membran jantung akan
kembali ke normal oleh karena berbagai interaksi kanal yang melibatkan kanal ion kalium dan
kalsium. Selama fase ini sel otot jantung tidak dapat berkontraksi yang disebut sebagai periode
refrakter.
Repolarisasi terdiri dari 3 fase. Fase pertama repolarisasi adalah fase 1 yakni terjadinya
repolarisasi singkat yang mengembalikan tegangan permukaan membran menjadi 0. Hal ini
terutama diperankan oleh pengeluaran ion K+ dari intrasel. Fase berikutnya adalah fase 2 yang
merupakan fase terpanjang pada potensial aksi. Pada fase ini terjadi keseimbangan pengeluaran
K+ dengan pemasukan Ca++, yang berjalan melalui kanal ion spesifik tipe L. Fase yang
panjang ini disebut sebagai fase plateau. Masuknya Ca++ ke dalam intrasel akan mencetuskan
pelepasan Ca++ dari retikulum sarkoplasma, yang sangat penting dalam menginisiasi kontraksi
sel otot jantung. Kanal Ca++ ini kemudian akan inaktif dan eflux dari ion K+ melebihi influx
dari Ca++, sehingga potensial membran semakin negatif maka sel memasuki fase 3 dari
potensial aksi Pada fase 3, adalah fase repolarisasi final yang akan mengembalikan tegangan
permukaan membran sel menjadi -90 mV. Fase ini terutama diperankan oleh efflux dari K+ .
Setelah mencapai repolarisasi komplit, sel otot jantung kemudian akan siap untuk mengalami
depolarisasi lagi.

Fase-fase pada potensial aksi

Pembentukan Impuls oleh Sel Pacemaker


Seperti disebutkan di atas bahwa fase depolarisasi di otot jantung tidak terjadi secara
spontan, melainkan terjadi jika ada gelombang depolarisasi dari sel di sekitarnya yang
mengeksitasi sel otot tersebut. Sel-sel pada serabut purkinje juga berperilaku serupa, namun
dengan RP yang lebih negatif dan fase rapid upstroke yang lebih cepat.

5
Pada sel pacemaker, terjadi inisiasi sendiri dari sel tersebut untuk mencetuskan
depolarisasi. Sifat ini dikenal sebagai automatisitas dimana sel mengalami depolarisasi spontan
selama fase 4. Sel yang memiliki kemampuan seperti ini termasuk nodus SA dan nodus AV.
Perbedaan potensial aksi pada sel otot jantung dibandingkan dengan sel pacemaker
terlihat pada tiga hal yakni:
1. Maximum negative voltage atau tegangan negatif maksimal pada sel pacemaker adalah -
60 mV. Hal ini mengakibatkan fast sodium channel menjadi tidak aktif
2. Fase 4 pada sel pacemaker tidak menunjukkan garis datar namun berupa penanjakan ke
atas (upward slope). Penanjakan ini menandai suatu depolarisasi spontan bertahap.
Depolarisasi spontan ini menimbulkan gambaran arus yang disebut pacemaker current,
dan dikenal juga sebagai funny current sehingga diistilahkan sebagai If. Ion yang
bertanggung jawab terhadap proses ini adalah ion Na+ . namun bukan melalui fast sodium
channel melainkan melalui kanal pacemaker selama masa repolarisasi.
3. Fase 0 rapid upstroke pada sel pacemaker tidak setinggi dan securam ada sel miosit,
dikarenakan fast sodium channel tidak terbuka pada sel pacemaker.
Penjalaran Impuls
Komponen utama dari sistem konduksi jantung adalah nodus SA, nodus AV, berkas his, berkas
cabang, dan serat purkinje. Pembentukan impuls dinisiasi oleh nodus SA yang berlokasi pada
sambungan vena kava superior dan atrium kanan. Nodus SA kaya akan suplai nervus dari sistem
simpatis dan parasimpatis.

Potensial Aksi pada Sel Pacemaker

Impuls kemudian berjalan menuju nodus AV, difasilitasi oleh tiga traktus intermodal yakni
bachman (anterior), wenckebach (medial), dan thorel (posterior). Nodus AV ini sendiri terletak di lantai
atrium kanan, mencakup apeks dari segitiga Koch.
Pada saat impuls mencapai nodus AV terjadi perlambatan konduksi yang bertujuan untuk
memberikan atrium waktu untuk berkontraksi penuh sebelum dimulainya kontraksi ventrikel, dan juga
berperan sebagai gatekeeper konduksi dari atrium ke ventrikel pada keadaan dimana terjadi ritme atrium
yang terlalu cepat (seperti pada atrial fibrilasi).5,6 Perlambatan ini memberikan kesempatan bagi
ventrikel untuk melaksanakan fase diastol (pengisian) selama terjadinya kontraksi atrium.
Nodus AV memiliki keunikan struktur elektrofisiologi yang disebut sebagai dekrementasi. Hal
ini berarti semakin cepat kontraksi atrium maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk melewati
nodus AV. Ini merupakan struktur yang sangat penting dalam konteks keamanan untuk mencegah
terjadinya laju ventrikel sangat cepat pada kondisi dimana letupan atrium sangat cepat (pada kasus atrial
fibrilasi). Pada laju atrium yang cepat maka waktu untuk melintasi nodus AV semakin lama yang pada
EKG terlihat adanya pemanjangan dari interval PR dan gelombang P yang tidak terkonduksi, ini disebut
sebagai fenomena Wenkebach.
Impuls listrik dari nodus AV diteruskan ke sistem konduksi cepat sistem His-Purkinje. Impuls
masuk ke berkas His yang terletak pada septum interventrikuler posterior.kemudian. Berkas his
kemudian membentuk percabangan menjadi berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas
cabang kiri akan bercabang menjadi fasikulus anterior dan posterior. Masing-masing cabang berkas

6
cabang ini akan membentuk plexus yang memperantarai konduksi ke serabut purkinje yang tertanam di
dalam otot jantung. Impuls dari sistem his-purkinje ini pertama kali ditransmisikan ke muskulus
papilaris baru kemudian ke dinding otot ventrikel. Koordinasi ini mencegah terjadinya regurgitasi darah
ke atrium selama fase sistolik. Dari serabut purkinje ini impuls ditransmisikan ke sel otot jantung
sehingga kemudian ventrikel diaktivasi dari apeks ke basis.
Konduksi yang cepat melewati antrium menyebabkan kontraksi yang sinkron dari otot atrium
yaitu dalam waktu 60 – 90 ms sama juga kontraksi yang melewati vertikel juga memiliki kecepatan
yang cukup tinggi yaitu sekitar 60 ms.

Siklus Jantung
Siklus jantung adalah siklus yang dimulai dari satu detakan jantung ke awal dari detakan
selanjutnya. Setiap siklus dimulai dari aksi potensial yang terbentuk spontan dari SA node, yang
terletak di dinding lateral superior dari atrium kanan dekat dengan pintu masuk vena cava
superior. Aksi potensial berjalan dari SA node melalui kedua atrium dan kemudian melalui A-
V bundle ke ventrikel. Karena suatu sistem rancangan dalam sistem konduksi dari atrium ke
ventrikel, ada perlambatan lebih dari 0,1 detik dari hantaran listrik dari atrium ke ventrikel. Ini
memungkinkan atrium untuk berkontraksi duluan untuk mengisi darah ke ventrikel sebelum
kontraksi ventrikel yang kuat dimulai.
Diastol merupakan suatu keadaan dimana jantung, terutama ventrikel terisi darah
diikuti periode kontraksi yang dikenal sistol (Guyton & Hall,2006). Selama sistol atrium
yang terjadi 0,1 detik, atrium mengalami kontraksi. Pada waktu yang sama, ventrikel
mengalami relaksasi. Depolarisasi SA node menyebabkan depolarisasi atrium, yang ditandai
gelombang P di elektrokardiografi (EKG), kemudian menyebabkan sistol dari atrium.
Ketika atrium berkontraksi, atrium mendesak tekanan dari darah, yaitu melawan tekanan
dari darah yang melalui katup atrioventrikuler ke dalam ventrikel. Sistol dari atrium
menyumbang darah sebanyak 25 ml darah ke dalam tiap ventrikel (kira-kira 105 ml). Pada
akhir sistol dari atrium juga merupakan akhir dari diastol ventrikel. Tiap ventrikel telah
berisi 130 ml pada akhir periode relaksasi dan volume darah tersebut disebut volume akhir diastolik
atau end-diastolic volume (EDV). Kompleks QRS pada EKG menandakan awal dari depolarisasi
ventrikel.

7
Siklus Jantung
Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
Setelah itu, dilanjutkan sistol dari ventrikel yang disebabkan depolarisasi ventrikel.
Selama sistol ventrikel, yang berlangsung 0,3 detik, ventrikel berkontraksi dan pada waktu
yang bersamaan, atrium mengalami relaksasi pada diastol atrium. Ketika sistol ventrikel
dimulai, tekanan meningkat di dalam ventrikel dan mendorong darah melalui katup
atrioventrikuler sehingga katupnya tertutup. Untuk sekitar 0,05 detik, baik katup semilunar
dan atrioventrikuler tertutup. Periode ini disebut kontraksi isovolumetrik.
Kontraksi terus menerus membuat tekanan dalam ventrikel terus meningkat dengan
tajam sampai melewati 80 mmHg pada ventrikel kiri dan 20 mmHg pada ventrikel kanan.
Pada saat itu, darah dari jantung mulai dipompakan. Tekanan terus meningkat sampai 120
mmHg pada ventrikel kiri dan 25-35 mmHg pada ventrikel kanan. Periode ketika katup
semilunar terbuka disebut ejeksi ventrikuler dan berlangsung selama 0,25 detik. Darah yang
dipompakan baik ke aorta maupun ke arteri pulmonaris sebanyak 70 ml. Volume ini disebut
volume sekuncup (stroke volume) dan sisanya sebanyak 60 ml disebut volume akhir sistol
(end-systolic volume). Gelombang T dalam EKG menandakan awal dari repolarisasi
ventrikel (Tortora,2009).
Curah Jantung dan Kontrolnya
Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap – tiap
ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama satu
periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen dengan
volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung
dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan
denyut demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah
kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang
dipompa per denyut). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70 kali per menit, yang
ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata –rata adalah 70 ml per
denyut, sehingga curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit atau mendekati 5
liter/menit.
Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus
SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan
depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial aksi
yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini
berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut rata – rata adalah 70 kali
per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat
memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu saraf
vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV). Pengaruh
sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut jantung,
sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas nodus tersebut dan
memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah pengaruh
parasimpatis jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan
ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium melemah.
Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi –
situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada
jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan
keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi simpatis pada nodus

8
AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan kecepatan penghantaran.
Selain itu, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur
penghantar khusus.
Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup. Terdapat
dua jenis kontrol yang mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang
berkaitan dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan
dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua faktor ini meningkatkan volume
sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot jantung. Hubungan langsung antara volume
diastolik akhir dan volume sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup,
yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume sekuncup.
Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung
semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal
sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat, sehingga
volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume diastolik akhir dan volume
sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-Starling pada jantung.
Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan
normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik
vena menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut
sebagai preload, karena merupakan beban kerja yang diberikan ke jantung sebelum
kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus diatasi ventrikel saat
berkontraksi disebut sebagai afterload karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke
jantung setelah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga menjadi
subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung, diantaranya
adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin (Sherwood, 2001).
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena penekanan darah
pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang
dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah
terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012). Tekanan arteri rata – rata (mean
arterial pressure) adalah tekanan rata – rata yang bertanggung jawab mendorong darah maju
ke jaringan selama seluruh siklus jantung. Perkiraan tekanan arteri rata – rata dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah
sistolik – tekanan darah diastolik)
Pengaturan tekanan arteri rata – rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu
curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada pengaturan
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi perifer total terutama
ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol.
Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex
baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus – menerus
memantau tekanan arteri rata – rata. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan
pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh
ginjal ( Sherwood, 2001).

9
Faktor – faktor yang meningkatkan tekanan arteri rata – rata
Sumber: Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. The Cardiovascular System: Blood Vessels and
Hemodynamics. In: Roesch, B., et al., eds. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA:
John Wiley & Sons, 817
Pengukuran tekanan darah diindikasikan pada semua kondisi yang memerlukan
penilaian fungsi kardiovaskular, termasuk untuk skrining. Alat yang digunakan dalam
pengukuran tekanan darah adalah stetoskop dan sfigmomanometer. Untuk persiapan
sebelum memulai pemeriksaan, pemeriksa harus memastikan pasien tidak menggunakan
tembakau, kafein, atau melakukan aktivitas fisik dalam 30 menit terakhir (Williams, et al.,
2009).
Dalam Cardiovascular Health, Nutrition and Physical Activity Section (2003),
prosedur pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa kelengkapan alat, meletakkan manometer menghadap ke arah pemeriksa,
lalu memilih ukuran cuff yang sesuai.
2. Mempalpasi lokasi arteri brakialis, lalu melilitkan bagian bladder cuff di medial lengan
atas, tepat di atas arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm di atas fosa
antekubiti, sejajar dengan jantung. Lengan pasien diletakkan di atas meja, diposisikan
sedikit fleksi dengan bagian palmar menghadap ke atas.
3. Untuk estimasi tekanan sistol, pemeriksa memompa cuff sampai pulsasi arteri radialis
menghilang. Kemudian cuff dikempiskan secara perlahan sampai pulsasi kembali
dirasakan. Kemudian, menunggu 15 – 30 detik sebelum dilakukan pengukuran
selanjutnya.
4. Menghitung maximum inflation level (MIL) dengan menambahkan estimasi tekanan
sistol dengan 30 mmHg.
5. Memasang stetoskop dan meletakkan bell atau diafragma stetoskop di atas arteri
brakialis.

10
6. Memompa cuff sampai level yang telah ditentukan pada poin 4.
7. Mengempiskan cuff secara perlahan dengan kecepatan 2 mmHg per detik. Ketika suara
pertama kali terdengar, angka yang ditunjukkan sfigmomanometer adalah tekanan
sistol. Sedangkan angka yang ditunjukkan ketika suara menghilang sempurna adalah
tekanan diastol.
8. Mengempiskan cuff secara cepat dan sempurna, lalu mendokumentasikan hasil
pengukuran tekanan darah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8. Jakarta: EGC

12

Anda mungkin juga menyukai