Anda di halaman 1dari 75

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Sistem Kardiovaskuler


2.1.1 Anatomi Fisiologi Jantung
Jantung merupakan pekerja keras di dalam tubuh manusia, suatu
otot yang berkontraksi terus menerus, beristirahat hanya dalam jeda
waktu selama hitungan mili detik diantara denyutan. Dengan satu
perkiraan, dalam satu menit jantung melakukan pekerjaan yang setara
dengan mengangkat beban dengan berat 5 pon dengan 1 kaki. Tuntutan
energi dari pekerjaan ini memerlukan pasokan nutrisi dan oksigen
secara terus menerus ke otot jantung (Silverthorn, 2013).

Jantung adalah organ berongga, berotot yang terletak di tengah


rongga dada (thoraks), dan menempati rongga antara kedua paru dan
diafragma. Berat jantung sekitar 300 gram (10,6 0z), meskipun berat
dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan,
beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi
jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat
nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil
metabolisme (Smeltzer, 2010). Jantung merupakan pompa berotot
dengan 4 ruang yang kira-kira seukuran kepalan tangan sorang pria.
Jantung ini berdenyut rata-rata 70x/ menit, 24 jam/ hari dan 365 hari
setiap tahun untuk seumur hidup. Dalam 1 hari pompa jantung ini
mengalirkan lebih dari 1800 galon darah di sepanjang tubuh manusia
(Porth, 2014).

Titik puncak jantung mengarah ke bawah ke sisi kiri tubuh,


sementara bagian dasar yang lebih luas terletak tepat di belakang tulang
dada (sternum). Posisi jantung dalam rongga dada dapat diumpamakan
kerucut terbalik dimana apex/ puncaknya terletak di bawah dan
dasarnya berada di bagian atas (Silverthorn, 2013).
Anatomi struktur jantung terdiri dari :
1. Lapisan dinding jantung
a. Perikardium
Merupakan lapisan terluar yang membungkus
permukaan jantung, dimana perikardium membentuk penutup
berserat di sekitar jantung, menahan jantung dalam posisi tetap
di dalam rongga dada dan memberikan perlindungan fisik serta
menjadi penghalang infeksi. Lapisan perikardium ini terdiri dari
bagian luar yang tebal dan kuat yang terdiri dari jaringan
fibrosa, sementara bagian dalam lebih tipis dan disebut lapisan
serosa.
Lapisan fibrosa melekat pada pembuluh darah besar
yang masuk dan meninggalkan jantung, sternum dan diafragma.
Lapisan fibrosa ini sangat tahan terhadap distensi/ tekanan
sehingga mencegah dilatasi akut ruang jantung dan memberikan
efek penahanan pada ventrikel kiri.
Lapisan serosa dalam terdiri dari lapisan visceral
(epikardium) dan parietal. Lapisan visceral/ epikardium
meliputi seluruh jantung dan pembuluh darah besar yang
kemudian melipat untuk membentuk lapisan parietal yang
melapisi lapisan fibrosa pericardium.
Diantara lapisan visceral dan parietal terdapat ruang
pericardial yang berisi cairan serosa yang berfungsi untuk
mengurangi friksi dengan melumasi permukaan pericardial
pada saat saling bergesek selama jantung berdenyut. (Porth,
2014). Akumulasi cairan yang berlebih pada ruang perikardial
dapat mengurangi kemampuan pengisian ventrikel (tamponade
jantung) (Black, 2014)

b. Miokardium
Lapisan miokardium (bagian tengah) tersusun atas
serabut otot lurik dan berperan dalam kontraksi jantung (Black,
2014). Miokardium merupakan bagian dari jantung yang
membentuk dinding atrium dan ventrikel. Sel otot jantung
berlurik seperti otot rangka yang terdiri dari sarkomer yang
mengandung filament aktin dan myosin, tetapi sel otot jantung
lebih kecil dan tersusun rapat serta mengandung banyak
mitokondria besar yang mencerminkan kebutuhan akan energi
berkelanjutan. Kontraksi otot jantung melibatkan filament aktin
dan myosin yang berinteraksi dan bergeser satu sama lain
selama kontraksi. Sejumlah protein penting mengatur
pengikatan aktin-myosin ini, yaitu mencakup Tropomyosin dan
Troponin complex (mengandung 3 subunit yaitu troponin T,
troponin I dan troponin C). Troponin complex mengatur
kontraksi yang diperantarai kalsium dalam otot lurik. Otot
jantung lebih banyak bergantung pada masuknya ion kalsium
ekstraseluler untuk berkontraksi dibandingkan dengan otot
rangka, dikarenakan otot jantung memiliki reticulum
sarkoplasma yang kurang baik dalam menyimpan kalsium.
Sifat kontraktil otot jantung mirip dengan otot skeletal
kecuali kontraksinya yang tidak disadari (involunter) dan
durasinya yang lebih lama. Sel otot jantung diatur sebagai kisi-
kisi interkoneksi dimana seratnya akan membelah,
mengkombinasikan kembali dan akhirnya membelah lagi.
Struktur padat yang disebut intercalated disks memisahkan
antara serat otot jantung dan sel otot jantung sebelahnya,
mengandung jap junction yang menyediakan jalur resistensi
rendah untuk perjalanan ion dan impuls listrik dari satu sel
jantung ke sel jantung lainnya. Miokardium berperilaku sebagai
satu kesatuan, disebut syncytium, dimana ketika satu sel
miokardium berkontraksi maka impuls berjalan dengan cepat
sehingga jantung menjadi berdetak. Otot jantung memiliki 2
syncytium yaitu atrium dan ventrikel (Porth,2014)
c. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan tipis dengan 3 lapis
membran yang melapisi jantung. Lapisan terdalam mengandung
sel endothelial halus yang didukung oleh lapisan tipis jaringan
ikat, dan berlanjut terus menerus dengan lapisan pembuluh
darah yang masuk dan meninggalkan jantung. Lapisan tengah
mengandung jaringan ikat padat dengan serat elastis,
sedangkan lapisan terluar terdiri dari sel jaringan ikat yang
tidak teratur mengandung pembuluh darah dan percabangannya
dari sistem konduksi dan berlanjut dengan miokardium (Porth,
2014)
2. Ruang jantung
Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang
berdinding tipis disebut atrium, dan 2 ruang yang berdinding tebal
disebut ventrikel.
a. Atrium
Atrium adalah ruang jantung yang menerima aliran darah
dari pembuluh vena dan memiliki fungsi utama sebagai
reservoir, dimana darah berkumpul sebelum memasuki
ventrikel. Kontraksi atrium memaksa darah masuk ke ventrikel
untuk menyempurnakan pengisian ventrikel. Atrium terdiri dari
2 yaitu atrium kanan dan kiri yang dipisahkan oleh interatrial
septum (VanPutte et al, 2013)
1) Atrium kanan
Berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang
rendah oksigen dan berasal dari seluruh tubuh. Darah
tersebut mengalir melalui vena cava superior, vena cava
inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung
sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan
selanjutnya ke paru.
2) Atrium kiri
Berfungsi sebagai penerima darah yang kaya oksigen
dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian
darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya menuju ke
aorta untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
b. Ventrikel
Ventrikel jantung merupakan ruang pompa utama yang
mengeluarkan darah menuju arteri dan mendorong untuk
mengalir melalui sistem sirkulasi. Permukaan dalam ventrikel
memperlihatkan alur-alur otot yang disebut trabekula. Beberapa
alur tampak menonjol, yang disebut muskulus papilaris. Ujung
muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup
atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut korda tendinae.
Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum
ventrikel/ interventricular septum.
1) Ventrikel kanan
Menerima darah dari atrium kanan yang akan
dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
Tekanan yang dihasilkan kontraksi ventrikel kana sekitar 1/5
dari tekanan ventrikel kiri, sedangkan volume darah yang
dipompa nya hampir sama.
2) Ventrikel kiri
Menerima darah dari atrium kiri dan akan
dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta. Dinding
ventrikel kiri lebih tebal dibanding ventrikel kanan, dan
berkontraksi lebih kuat serta menghasilkan tekanan darah
yang lebih besar daripada dinding ventrikel kanan (sekitar
120mmHg), dimana tekanan ini disebabkan pergerakan
aliran darah yang melalui sirkulasi sistemik yang lebih besar.
3. Katup jantung
Katup jantung adalah struktur yang halus dan fleksibel,
tersusun atas jaringan fibrosa yang dilapisi endothelium. Katup
memungkinkan aliran darah melalui jantung berjalan satu arah
dimana perbedaan tekanan antara ruang jantung mengakibatkan
katup membuka dan menutup secara pasif. Katup yang lemah atau
bocor tidak akan menutup sempurna sehingga disebut regurgitasi
atau insufisiensi. Katup yang kaku tidak akan dapat membuka
dengan sempurna yang disebut sebagai stenosis (Black, 2014)

Katup jantung mempunyai 2 tipe yaitu :

a. Katup Atrioventrikuler
Terletak diantara atrium dan ventrikel, dimana pada
ujung katup atrioventrikel terdapat filament fibrosa/ berserat
yang kuat yang disebut korda tendinae dan berasal dari otot
papilaris pada dinding ventrikel. Otot papilaris dan korda
tendinae bekerja bersama untuk mencegah katup atrioventrikel
mengalirkan darah kembali menuju atrium selama kontraksi
ventrikel (sistolik). Katup atrioventrikuler ini terdiri dari 2 jenis
yaitu :
1) Katup Trikuspid
Tersusun atas tiga daun katup, terletak disisi kanan
yang memisahkan antara atrium dan ventrikel kanan.
2) Katup Bikuspid/ Mitral
Tersusun atas dua daun katup yang memisahkan
antara atrium dan ventrikel kiri.

b. Katup Semilunar
Merupakan katup yang terletak diantara tiap ventrikel
dan arteri yang bersangkutan, yang tersusun dari tiga katup
seperti cangkir yang membuka saat kontraksi ventrikel (sistolik)
dan menutup untuk mencegah aliran balik saat ventrikel
relaksasi (diastolik). Tidak seperti katup atrioventrikel, katup
semilunaris terbuka selama kontraksi ventrikel dan berfungsi
dengan baik tanpa otot papilaris dan korda tendinae.
1) Katup semilunaris pulmonal
Adalah katup yang berada diantara ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis
2) Katup semilunaris aorta
Merupakan katup antara ventrikel kiri dan aorta.

4. Suplai Darah Jantung


Otot jantung membutuhkan suplai darah yang kaya oksigen
untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. Arteri koroner adalah
pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai
kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
menggunakan 70-80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri
koroner (sebagai perbandingan organ lain hanya menggunakan rata-
rata ¼ oksigen yang dihantarkan). Arteri koroner (kanan dan kiri)
bercabang dari aorta tepat dibawah katup aorta, mengelilingi
jantung dan menembus ke miokardium (Smeltzer, 2010).

Menurut Sloane (2004) arteri koroner terdiri dari :


a. Arteri koroner kiri, bercabang menjadi :
1) Arteri interventrikuler anterior (desendens) yang mensuplai
darah ke bagian anterior ventrikel kanan dan kiri, serta
membentuk satu cabang, arteri marginalis kiri, yang
mensuplai darah ke ventrikel kiri
2) Arteri sirkumfleksia yang mensuplai darah ke atrium kiri dan
ventrikel kiri. Di sisi posterior, arteri sirkumfleksia
beranastomosis (menyatu) dengan arteri koroner kanan.
b. Arteri koroner kanan, memiliki cabang meliputi :
1) Arteri interventrikuler posterior (desendens) yang mensuplai
darah untuk kedua dinding ventrikel.
2) Arteri marginalis kanan yang mensuplai darah untuk atrium
kanan dan ventrikel kanan.
Vena jantung (besar, sedang dan oblik) mengalirkan darah
dari miokardium ke sinus koroner, yang kem udian akan
bermuara di atrium kanan. Darah mengalir melalui arteri koroner
terutama saat otot-otot jantung berelaksasi karena arteri koroner juga
tertekan pada saat kontraksi berlangsung.
Kontraksi otot ventrikel kiri jantung menghasilkan tekanan
ekstravaskuler yang menyumbat pembuluh darah koroner dan
mencegah darah mengalir ke otot jantung saat sistolik. Dengan
demikian sekitar 75% aliran darah arteri koroner terjadi selama
diastolik ketika jantung relaksasi dan mempunyai tahanan/ resistensi
yang rendah. Aliran darah arteri koroner dapat adekuat jika tekanan
diastolik sekurang-kurangnya 60mmHg. Peningkatan aliran darah
koroner meningkat seiring dengan peningkatan kerja jantung
(seperti latihan fisik). Vena koroner mengembalikan darah dari
sebagian besar miokardium ke sinus koroner atrium kanan.
Beberapa area terutama sisi kanan jantung mengalirkan darah secara
langsung ke ruang jantung (Black, 2014).

2.1.2 Aktivitas Listrik Jantung


Sel-sel otot jantung mempunyai kerja ritmik inheren (ritmisitas)
yang dapat digambarkan dengan adanya kenyataan bahwa bila satu
bagian miokardium diambil, maka jantung akan tetap berkontraksi
secara ritmis jika dijaga dalam kondisi memadai. Tetapi atrium dan
ventrikel harus berkontraksi secara berurutan agar aliran darah dapat
efektif. Kontraksi yang teratur terjadi karena sel-sel khusus dalam
sistem hantaran secara metodis membangkitkan dan menghantarkan
impuls listrik ke sel-sel miokardium.
Nodus Sinoatrial (SA), yang terletak antara sambungan vena
cava superior dan atrium kanan adalah awal mula sistem hantaran dan
normalnya berfungsi sebagai pacu jantung ke seluruh miokardium. SA
memulai sekitar 60 – 100 impuls per menit pada saat jantung normal
istirahat, tetapi dapat mengubah frekuensinya sesuai kebutuhan tubuh.
Sinyal listrik yang dimulai dari oleh Nodus SA kemudian dihantarkan
dari sepnjang sel miokardium ke Nodus Atrioventrikularis (AV).
Nodus Atrioventrikularis (AV), terletak di dinding atrium
kanan dekat katup trikuspidalis, AV merupakan kelompok sel-sel otot
khusus yang menyerupai nodus SA namun dengan kecepatan intrinsik
sekitar 40-60 impuls per menit. Nodus AV berkoordinasi dengan
impuls listrik yang datang dari atrium dan setelah sedikit perlambatan
akan menghantarkannya ke ventrikel. Impuls tersebut akan dihantarkan
melalui bundel serabut otot khusus yang disebut Bundel His. Bundel
His berjalan di dalam septum yang memisahkan ventrikel kanan dan
kiri. Bundel His akan bercabang menjadi cabang bundel kanan dan kiri
(Right Bundle Branch dan Left Bundle Baranch) yang kemudian
berakhir sebagai serabut yang dinamankan serabut Purkinje. Bundel
kanan menyebar ke otot ventrikel kanan. Bundel kiri memisah lagi
menjadi bunde anterior sinistra dan posterior sinistra, yang kemudian
menyebar ke otot ventrikel kiri. Penyebaran impuls lebih lanjut oleh
depolarisasi sepanjang miokardium terjadi melalui hantaran di antara
serat otot itu sendiri.
Frekuensi jantung ditentukan oleh sel miokardium yang
mempunyai kecepatan paling cepat (SA Node), bila SA Node tidak
berfungsi maka AV Node mengambil alih pungsi pacu jantung. Bila
kedua ndus SA dan AV tidak berfungsi maka miokardium akan terus
berdenyut dengan kecepatan kurang dari 40 denyut per menit yang
merupakan kecepatan pacu jantung intrinsik sel-sel miokardial
ventrikel.

(Smeltzer, et al, 2010)


Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan
seperti natrium, kalium dan kalsium) bergerak menembus membran sel.
Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan
apa yang dinamakan Potensial Aksi Jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan
terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik antara bagian
dalam membran yang bermuatan negatif dan bagian luara bermuatan
positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskannya impuls listrik dan
mulailah fase depolarisasi. Permeabilitas membran sel berubah dan ion
bergerak melintasinya. Dengan bergeraknya ion ke dalam sel maka
bagian dalam sel akan menjadi positif. Kontraksi otot terjadi setelah
depolarisasi. Sel oto jantung normalnya akan menglami depolarisasi
ketika sel-sel tetangganya mengalami depolarisasi (meskipun dapat
juga terdepolarisasi akibat stimulasi listrik eksternal). Depolarisasi
sebuah sel sistem hantaran khusus yang memadai akan mengakibatkan
depolarisasi dan kontraksi seluruh miokardium. Repolarisasi terjadi
saat sel kembali ke keadaan dasar (menjadi lebih negatif) dan sesuai
dengan relaksasi otot miokardium.
Setelah influks natrium cepat ke dalam sel selama depolarisasi,
permeabilitas membran sel terhadap kalsium akan berubah, sehinga
memungkinkan ambilan kalsium ke dalam sel. Influks kalsium yang
terjadi selama fase plateau repolarisasi. Jauh lebih lambat dibanding
natrium dan berlangsung lebih lama. Interaksi antara perubahan voltase
membran dan kontraksi otot dinamakan kopling elektromekanikal.
Fase 1 : Repolarisasi dini seluler dimulai selama fase ini, K +
membelah ruang intraseluler.
Tahap 2: Fase ini disebut fase plateu karena laju repolarisasi
melambat. Ion Ca ++ masuk ke ruang intraseluler
Tahap 3: Fase ini menandai penyelesaian repolarisasi dan
kembalinya sel ke keadaan istirahatnya.
Tahap 4: Fase ini dianggap tahap pengujian sebelum depolarisasi
berikutnya

Seperti yang diulas sebelumnya, sel-sel miokard harus benar-


benar berepolarisasi sebelum mereka mendepolarisasi lagi. Selama
waktu ini, sel-sel berada dalam periode refraktori . Ada dua fase
periode refraktori, periode refraktori efektif (atau absolut) dan periode
refraktori relatif. Selama periode refraktori yang efektif, sel benar-
benar tidak responsif terhadap stimulus listrik, ia mampu memulai
depolarisasi awal. Periode refraktori efektif sesuai dengan waktu dalam
fase 0 ke tengah fase 3 dari potensial aksi. Periode refraktori relatif,
berhubungan dengan waktu yang singkat pada akhir fase 3. Selama
periode refraktori relatif, jika stimulus listrik lebih kuat dari biasanya,
sel dapat mendepolarisasi secara spontan. Depolarisasi awal atrium atau
ventrikel menyebabkan kontraksi prematur, menempatkan pasien pada
risiko disritmia. Kontraksi ventrikel prematur pada situasi tertentu,
seperti adanya iskemia miokard, menjadi perhatian karena depolarisasi
ventrikel awal ini dapat memicu disritmia yang mengancam jiwa,
termasuk takikardia ventrikel fibrilasi ventrikel. Beberapa keadaan
membuat jantung lebih rentan terhadap depolarisasi dini selama periode
refrakter relatif, sehingga meningkatkan risiko untuk disritmia yang
serius.

2.1.3 Mekanik Siklus Jantung


Peristiwa mekanik dari siklus jantung yaitu peristiwa kontraksi,
relaksasi dan perubahan yang dihasilkan dalam aliran darah melalui
jantung, disebabkan oleh perubahan ritmis dalam aktivitas listrik
jantung (Sherwood, 2014).
a. Siklus Jantung
Siklus jantung sama dengan satu kali denyut jantung. Siklus
jantung terdiri atas dua bagian yaitu sistolik ventrikel (Kontraksi)
dan diastolik ventrikel (Relaksasi). Siklus jantung secara normal
dimulai dengan depolarisasi spontan oleh pacemaker nodus SA dan
diakhiri pengisian ventrikel yang relaksasi (Black, 2014).
Setiap siklus di awali dari potensial aksi di SA Node yang
terletak di dinding lateral kanan atrium. Potensial aksi bergerak dari
SA Nodes dengan cepat melalui kedua antrium dan kemudian ke AV
node dan ke ventrikel. Terdapat pengaturan khusus sistem konduksi
dari atrium ke ventrikel, terdapat penundaan lebih dari 0,1 detik. Hal
ini memungkinkan atrium berkontraksi sebelum kontraksi ventrikel,
sehingga darah dapat dipompa ke ventrikel sebelum ventrikel
memulai kontraksi yang kuat. Dengan demikian, atrium bertindak
sebagai pompa primer untuk ventrikel, dan ventrikel pada gilirannya
menyediakan sumber utama kekuatan untuk mendistribusikan darah
melalui sistem vaskular tubuh (Guyton, 2013).
Gambar 1
Siklus Jantung Mekanik
Mekanis siklus jantung terdiri dari beberapa kejadian yang
terjadi bersamaan yaitu perubahan tekanan, perubahan volume,
aktivitas katup dan bunyi jantung. Kejadian-kejadin yang terjadi
pada siklus jantung diantaranya (Sherwood, 2014):
1) Mid-Ventrikular diastole
Selama ventrikel diastol secara dini, atrium juga masih
berada dalam keadaan diastol (segmen TP pada EKG). Karena
aliran darah masuk secara terus menerus dari vena cava ke dalam
atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel
walaupun kedua ventrikel sedang relaksasi. Karena perbedaan
tekanan ini, katup AV terbuka dan darah mengalir dari atrium ke
alam ventrikel selama diastole ventrikel.
2) Late ventrikular Diastole
Pada akhir diastol ventrikel, Nodus SA mencapai
ambang dan membentuk potensial aksi yang kemudian
menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi sel atrium (Gelombang
P pada EKG) menyebabkan masuknya ion kalsium yang
kemudian diikuti kontraksi dan menghasilkan tekanan dan
mendorong lebih banyak darah ke dalam ventrikel. Peningkatan
tekanan ventrikel yang menyertai berlangsung bersamaan
dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh
penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium.
Selama kontraksi atrium, tekanan atrium tetap sedikit lebih
tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap
terbuka.
3) End of Ventrikular Diastole
Diastol ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel.
Pada saat ini, kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah
selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal
sebagai End Diastolic Volume (EDV), yang besarnya sekitar 135
ml. Selama siklus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke
ventrikel. Dengan demikian, volume diastolik akhir (EDV)
adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel
selama siklus ini.
4) Onset of Ventricular Systole
Gelombang depolarisasi memasuki ventrikel dan
disebarkan dengan cepat oleh berkas his dan serabut purkinje
(Kompleks QRS pada EKG). Bersamaan dengan depolarisasi
ion kalsium masuk dan menginisiasi kontraksi ventrikel.
Kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi
tekanan atrium, perbedaan yang terbalik ini mendorong katup
AV ini menutup.
5) Isovolumetric Ventricular Contraction
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan
katup AV telah tertutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat
sebelum tekanan tersebut dapat melebihi tekanan aorta. Interval
waktu dari periode antara penutupan katup AV dan pembukakan
katup aorta ini disebut sebagai kontraksi ventrikel isovolumetrik
(isovolumetric berarti volume dan panjang konstan).
Kontraksi ventrikel terus terjadi dan penutupan katup
Antrioventrikular (AV) sehingga terjadi tekanan di dalam
ventrikel. Ketika AV menutup terdengar bunyi jantung satu (S1).
Katup aorta dan pulmonal masih tertutup, tidak ada darah yang
meninggalkan ventrikel.
6) Ventricular Ejection
Pada saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta,
katup aorta dipaksa membuka dan darah mulai dipompakan.
Banyaknya darah yang dipompakan keluar oleh ventrikel setaip
kali kontraksi disebut stroke volume (SV). Kurva tekanan aorta
meningkat ketika darah dipaksa berpindah dari ventrikel ke
dalam aorta lebih cepat daripada darah mengalir pembuluh-
pembuluh yang lebih kecil. Volume ventrikel berkurang secara
drastis sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar. Sistol
ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase
ejeksi (penyemprotan) ventrikel.
7) End of Ventricular Systole
Ventrikel tidak mengosongkan diri secara sempurna
selama fase ejeksi. Dalam keadaan normal hanya sekitar separuh
dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikel pada akhir
diastol dipompa keluar selama sistol. Jumlah darah yang tersisa
di ventrikel pada akhir sistol ketika fase ejeksi usai disebut end
sistolik volume (ESV), yang jumlah besarnya sekitar 65 ml. Ini
adalah jumlah darah paling sedikit yang terdapat di dalam
ventrikel selama siklus ini.
8) Onset of ventrikular diastole
Gelombang T menandakan repolarisasi ventrikel pada
ujung sistol ventrikel. Ketika ventrikel melakukan repolarisasi
dan mulai relaks, tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta
dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta mengasilkan
gangguan atau takik pada kurva tekanan aorta yang dikenal
sebagai takik dikrotik (dikrotik notch). Tidak ada lagi yang
meninggalkan ventrikel selama siklus ini karena katup aorta
telah tertutup.
9) Isovolumetric Ventricular Relaxation
Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama
siklus ini karena katup aorta telah tertutup. Namun katup AV
belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari
daripada tekanan atrium. Dengan demikian semua katup sekali
lagi tertutup dalam waktu singkat yang disebut relaksasi
ventrikel isovolumetrik. Panjang serat otot dan volume
ventrikel tidak berubah. Tidak ada darah yang masuk atau keluar
seiring dengan relaksasi ventrikel dan tekanan terus turun.
10) Ventricular Filling
Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium,
katup AV terbuka, dan terjadi pengisian ventrikel. Diastole
ventrikel meliputi relaksasi ventrikel isovolumetric dan
pengisian ventrikel.
Gambar 2.
Siklus Jantung

b. Hubungan Elektrokardiogram dengan Siklus Jantung


Gelombang P,Q,R,S,T pada EKG adalah tegangan listrik
yang dihasilkan oleh jantung dan kemudian di record/dicatat oleh
elektrokardiograf dari permukaan tubuh. Gelombang P disebabkan
oleh depolarisasi nodus SA menyebar melalui atrium menggunakan
jaras internodus dan interatrium. Depolarisasi sel atrium
menyebabkan masuknya ion kalsium yang kemudian diikuti
kontraksi atrium, yang menyebabkan sedikit peningkatan pada
kurva tekanan atrium (Guyton, 2013).
Sekitar 0,16 detik setelah onset gelombang P, gelombang
kompleks QRS muncul sebagai akibat depolarisasi listrik dari
ventrikel. Gelombang depolarisasi memasuki ventrikel dan
disebarkan dengan cepat oleh berkas his dan serabut purkinje.
Bersamaan dengan depolarisasi ion kalsium masuk dan menginisiasi
kontraksi ventrikel, dan tekanan ventrikel mulai naik (Guyton,
2013).
Gelombang T ventrikel di EKG merupakan tahap
repolarisasi ventrikel ketika serabut otot ventrikel mulai rileksasi,
oleh karena itu, gelombang T terjadi sedikit sebelum akhir kontraksi
ventrikel (Guyton, 2013).

c. Bunyi Jantung
1) Bunyi jantung Normal
Dua bunyi jantung utama yang terdengar selama siklus
jantung yaitu S1-S2. Bunyi jantung pertama terdengar relatif
rendah, lembut, relatif panjang, dan terdengar seperti ‘lub’.
Sedangkan suara jantung kedua memiliki nada yang lebih tinggi,
pendek, tajam dan terdengar seperti ‘dub’. Bunyi jantung
pertama kaitkan dengan menutupnya katup AV dan menandakan
onset sistolik ventrikel, sedangkan bunyi jantung kedua
dikaitkan dengan penutupan katup semilunar dan menandakan
onset diastole ventrikel (Sherwood, 2014).
2) Bunyi jantung tambahan
Dinding ventrikel harus dapat mengembang untuk
mengakomodasi pengisian ventrikel cepat. Jika kemampuan
mengembang dinding ventrikel menurun (Seperti pada gagal
jantung atau regurgitasi katup), darah dan seluruh struktur yang
ada di dalam dinding ventrikel bergetar dan terdengar bunyi
jantung tiga (S3). Bunyi jantung empat (S4) dapat terdengar saat
sistolik atrium jika terjadi hambatan pada pengisian ventrikel.
Hal ini tidak normal, biasanya terjadi pada kekakuan ventrikel
karena hipertrofi, penyakit atau cedera dinding ventrikel (Black,
2014).

2.1.4 Curah Jantung


Curah jantung (Cardiac Output) adalah volume darah yang
dikeluarkan dari tiap menit dengan kontraksi ventrikel yang ritmik.
Cardiac output (CO) merupakan indikator utama atau variabel penting
dalam penilainan status hemodinami. Curah jantung normal adalah 4
sampai 6 liter per menit pada orang dewasa yang sehat dengan berat
badan 70 kg saat istirahat. Volume darah yang bersirkulasi berubah
sesuai kebutuhan oksigen dan metabolik tubuh. Misalnya, selama
latihan, kehamilan, demam, curah jantung meningkat, tetapi selama
tidur, curah jantung menurun.
Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang
dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila
tidak demikian akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu.
Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume
sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x
frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik
ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari
isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini
dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu
sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya.
a. Faktor penentu curah jantung
Faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut
jantung dan volume sekuncup. Kecepatan denyut jantung rata-rata
adalah 70 kali per menit, yang ditentukan oleh irama nodus SA,
sedangkan volume sekuncup rata-rata adalah 70 ml per denyut,
sehingga curah jantung rata-rata adalah 4900 ml per menit atau
mendekati 5 L per menit. Isi sekuncup (Stroke Volume) adalah
jumlah darah yang dipompa jantung ke dalam aorta setiap denyut
ventrikel. Volume curah jantung terutama ditentukan oleh volume
aliran balik vena ke jantung.
Aliran balik vena adalah jumlah darah yang mengalir dari si
stem vena ke dalam atrium kanan per menit. Secara umum aliran
balik vena dan curah jantung harus sebanding, tetapi ada volume
darah yang tertinggal di dalam jantung dan paru atau dikeluarkan
dari kedua organ tersebut. Dengan demikian berbagai faktor
sirkulasi perifer yang mempengaruhi aliran balik vena ke jantung
juga mempengaruhi curah jantung. Jantung mempunyai mekanisme
yang memungkinkannya secara otomatis memompakan berapapun
jumlah darah yang masuk ke atrium kanan melalui system vena.
Mekanisme ini dinamakan hukum Frank-Starling.
Pada prinsipnya hukum Frank-Starling menyatakan bahwa
sejumlah darah yang masuk ke dalam ruang jantung akan
menimbulkan peregangan dinding jantung. Akibat regangan
tersebut otot jantung akan berkontraksi dengan kekuatan lebih besar
(sampai batas tertentu) dengan tujuan agar dapat memompakan
semua darah yang berada di dalam ruangan yang teregang tersebut.
b. Pengaturan kerja jantung
1) Regulasi Pompa Intrinsik Jantung - Mekanisme Frank Starling
Darah yang dipompakan oleh ventrikel jantung ke dal
am arteri akanmengalir ke jaringan perifer dan kembali ke
jantung. Jaringan perifer mengontrol aliran darahnya sendiri
dan juga mengontrol kecepatan pengembalian darah ke
jantung dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai
kebutuhan jaringan.
Volume darah yang masuk ke dalam atrium melalui si
stem setiap menitnya dinamakan aliran balik vena (venous
return). Jantung kemudian secara otomatis kembali
memompakan semua aliran balik vena tersebut ke dalam
sistem arteri, begitu seterusnya hingga sirkulasi darah dapat
berlangsung secana kontinu. Kemampuan intrinsik
jantung untuk beradaptasi dengan perubahan jumlah darah
dinamakan mekanisme Frank Starling jantung. Pada
mekanisme Frank-Straling semakin besar regangan yang
terjadi pada otot jantung ke waktu period pengisian semakin
besar pula kekuatan kontraksi otot jantung dan semakin
banyak pula jumlah darah yang dapat dipompakan
ke dalam aorta. Dengan kata lain dalam batas fisiologis
jantung akan memompakan semua darah yang masuk sehingga
tidak terjadi bendungan darah yang berlebihan di sistem vena.
Artinya sampai batas fisiologis curah jantung seimbang
dengan aliran balik vena. Bila darah masuk ke dalam ventrikel
dalam jumlah yang berlebihan, otot ventrikel akan mengalami
regangan yang lebih besar pula. Akibatnya kekuatan kontraksi
otot ventrikel akan meningkat. Hal ini terjadi karena regangan
pada otot akan menyebabkan filamen aktin dan miosin tertarik
sedemikian rupa mendekati derajat intradigritasi yang optimal
untuk menimbulkan kekuatan kontraksi yang lebih besar.
Dengan demikian ventrikel dapat memompakan semua darah
yang masuk tersebut ke dalam arteri kemampuan meregang
otot sampai ke panjang yang optimal untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi otot adalah karakteristik semua otot lurik.
Selain itu bila jumlah darah yang masuk ke dalam
atrium melalui aliran balik vena berlebihan dinding atrium
juga akan mengalami peregangan. Faktor regangan pada
dinding atrium juga penting karena regangan pada dinding
atrium dapat meningkatkan kecepatan denyut jantung melalui
dua mekanisme:
a) Nodus sinus yang teretak di dinding atrium kanan akan ikut
mengalami regangan. Regangan pada nodus sinus
mempunyai efek langsung terhadap ritmisitas nodus sinus
yaitu meningkatkan kecepatan denyut jantung sebanyak
10-20%.
b) Regangan pada dindinga trium kanan akan menimbulkan
suatu refeks saraf yang dinamakan refeks BainBridge,
sinyal regangan dihantarkan ke pusat refeks yang berada
dipusat vasomotor di otak dan kembali ke jantung melalui
saraf simpatis dan vagus. Efeknya adalah peningkatan
frekuensi denyut jantung peningkatan frekuensi
denyut jantung akan meningkatkan curah jantung yang
bertujuan untuk membantu memompakan kelebihan darah
yang masuk ke dalam jantung.
2) Kontrol jantung oleh saraf autonom
Efektivitas pemompaan oleh jantung diatur oleh saraf
otonom yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis terutama nervus vagus. Di bawah pengaruh kuat
sistem saraf simpatis jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel per menit (curah jantung) dapat meningkat lebih dari
100%, sebaliknya di bawah pengaruh kuat sistem saraf
parasimpatis curah jantung dapat berkurang sampai 0 atau
mendekati 0 yang berarti aliran darah akan terhenti. Kedua
kondisi tersebut sama-sama memberikan dampak yang tidak
baik bagi tubuh.
a) Pengaruh stimulasi simpati Pada Jantung
Neuron preganglionik simpatis berasal dari
kolumna intermediolateral korda spinalis. Stimulasi kuat
saraf simpatis dapat meningkatkan denyut jantung pada
dewasa sampai 180-200 kali/menit, bahkan bisa
meningkatkan denyut jantung sampai 250 kali/menit
meskipun jarang.
Selain itu stimulasi dapat meningkatkan kekuatan
kontraksi otot simpatis dan otot jantung sehingga
jantung sehingga meningkatkan jumlah darah yang
dipompakan dan meningkatkan tekanan ejeksi. Dengan
demikian stimulasi kuat simpatis dapat meningkatkan
curah jantung sampai 2-3 kali lipat. Sebagai tambahan
peningkatan yang berhubungan dengan mekanisme Frank
Starling. Sebaliknya inhibisi simpatis dapat menurunkan
kemampuan pemompaan jantung sampai tingkat moderat.
b) Pengaruh stimulasi parasimpatis (vagal) pada jantung
Stimulasi kuat nervus vagus dapat menyebabkan
denyut jantung berhenti selama beberapa detik. Akan
tetapi jantung kemudian kembali berdenyut dengan
kecepatan 20-40 kali/menit.
c) Pengendalian hormon pada sistem vaskular
1. Norepinerin dan Epinefrin
Norepineprin dan epinefrin dikeluarkan dari
medula adrenal sebagai respon terhadap pengaktifan
sistem saraf simpatis. Kedua zat tersebut berikatan
dengan reseptor ά untuk menimbulkan vasokonstriksi
atau dengan reseptor β2 untuk menyebabkan
vasodilatasi arteriol yang memvaskularisasi otot
rangka. Norepineprin dan epinefrin juga berikatan
dengan reseptor β1 dan meningkatkan kecepatan
denyut jantung.
2. Sistem Renin Angiotensin
Perubahan tekanan darah dapat dirasakan oleh
baroreseptor di ginjal. Apabila tekanan meningkat
pelepasan hormon renin menurun. Apabila tekanan
darah menurun pelepasan renin meningkat.
Pelepasan renin juga dirangsang oleh saraf simpatis
ke ginjal. Renin mengendalikan pembentukan
hormone lain yaitu angiotensin II. Renin berada
dalam darah dan bekerja sebagai enzim untuk
mengubah protein angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Angiotensin I adalah suatu
protein asam amino 10 yang segera diuraikan oleh
enzim pengubah angiotensin angiotensin atau ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) menjadi peptoda
asam amino 8 yaitu angiotensin II. Angiotensin II
merupakan suatu vasokonstriktor kuat yang terutama
menyebabkan vasokonstriksi arteriol halus. Hal ini
menyebabkan peningkatan darah terhadap resistensi
terhadap aliran darah dan peningkatan tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah kemudian bekerja
sebagai negative-feedback. Angiotensin II juga
bersirkulasi ke kelenjar adrenal dan menyebabkan
pelepasan aldosteron.
3. Aldosteron
Aldosteron bersirkulasi ke dalam darah
menuju ginjal dan menyebabkan sel tubulus distal
meningkatkan reabsorbsi natrium. Dalam berbagai
keadaan reabsorbsi air mengikuti penyerapan natrium
sehingga terjadi peningkatan volume plasma.
Peningkatan volume plasma meningkatkan volume
sekuncup dan curah jantung. Hal ini juga
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
4. Peptida NatriuretikAtrium
Peptida natriuretik atrium (atrial natriuretic
peptide) adalah suatu hormone yang dikeluarkan dari
sel-sel atrium kanan sebagai respon terhadap
peningkan volume darah. ANP bekerja pada ginjal
untuk megikuti natrium di urine maka ANP berfungsi
untuk mengurangi volume darah dan tekanan darah.

c. Faktor yang Mempengaruhi Curah Jantung


Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung
yaitu aktivitas berat dan aliran balik vena ke jantung. Aktivitas
berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit, pada atlit
yang sedang berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan jantung
adalah kemampuan jantung untuk memperbesar curahnya. Pada
aliran balik vena ke jantung dimana jantung mampu menyesuaikan
output dengan input-nya berdasarkan peningkatan aliran balik vena
akan meningkatkan volume akhir diastolic, peningkatan volume
diastolic akhir akan mengembangkan serabut miokardial ventrikel,
dan semakin banyak serabut otot jantung yang mengembang pada
permulaan konstraksi (dalam batasan fisiologis), semakin banyak
isi ventrikel, sehingga daya konstraksi semakin besar. Hal ini
disebut hukum Frank-Starling tentang jantung.
Faktor yang mendukung aliran balik vena dan
memperbesar curah jantung yaitu pompa otot rangka, pernafasan,
reservoir vena, dan gaya gravitasi. Pompa otot rangka terdapat vena
muskular memiliki katup yang memungkinkan darah hanya
mengalir menuju jantung dan mencegah aliran balik. Konstraksi
otot otot tungkai membantu mendorong darah kearah jantung
melawan gaya gravitasi. Saat melakukan pernafasan yaitu selama
inspirasi, peningkatan tekanan negative dalam rongga toraks
menghisap udara ke dalam paru-paru dan darah vena ke atrium.
Reservoir vena saat di bawah stimulasi saraf simpatis,
darah yang tersimpan dalam limpa, hati,dan pembuluh besar,
kembali ke jantung saat curah jantung turun. Gaya gravitasi di area
atas jantung membantu aliran balik vena.
Faktor-faktor yang mengurangi aliran balik vena dan
mempengaruhi curah jantung adalah perubahan posisi tubuh dari
posisi telentang menjadi tegak, memindahkan darah dari sirkulasi
pulmonary ke vena-vena tungkai. tekanan rendah abnormal pada
vena (misalnya, akibat hemoragi dan volume darah rendah)
mengakibatkan pengurangan aliran balik vena dan curah jantung,
dan tekanan darah tinggi. Peningkatan tekanan darah aorta dan
pulmonary memaksa ventrikel bekerja lebih keras untuk
mengeluarkan darah melawan tahanan. Semakin besar tahanan
yang harus dihadapi ventrikel yang bverkontraksi, semakin sedikit
curah jantungnya.
Kecepatan denyut jantung sangat ditentukan oleh pengaruh
otonom pada nodus SA yang merupakan pecemaker karena
mempunyai kecepata depolarisasi spontang tertinggi. Ketika nodus
SA mencapai ambang, terbentuk potensial aksi yang menyebar ke
seluruh jantung dan mengindusi jantung untuk berkontraksi atau
berdenyut. Kacepatan jantung sangat dipengaruhi oleh saraf
otonom, yakni saraf para simpatis dan saraf simpatis.
Saraf parasimpatis yang mensarafi jantung adalah saraf
vagus (terutama atrium –nodus SA dan nodus AV). Aktivitas saraf
parasimpatis yang meningkat mengeluarkan asetilkolin yang
meyebabkan peningkatan permeabilitas nodus SA terhadap K+.
dengan memperlambat penutupan saluran K+. akibatnya kecepatan
pembentukan potensial aksi melamat melalui efek ganda: (1)
terjadi hiperpolarisasi membrane nodus SA karena terlalubanyak
K+ yang keluar dan membrane menjadi terlalu negative sehingga
waktu untuk mencpai ambang menjadi lebih lama, (2) terjadi
perlawanan pada penurunan otomatis permeabilitas K+, sehingga
menurunkan kecepatan depolarisasi spontan dan waktu untuk
mencapai ambang menjadi lebih lama.
Hiperpolarisasi yang disebabkan peningkatan permeabilias
K+ juga menjebabkan penurunan eksitabilitas pada nodus AV,
sehingga memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Stimulasi
parasimpatis pada sel-sel kontraktil arium mempersingkat
potensial aksi , karena adanya penurunan kecepatan arus masuk
yang dibawa oleh Ca++ (fase datar) sehingga kontraksi atrim
melemah.
Sebaliknya saraf simpatis mempercepat denyut jantung
melalui efeknya pada jaringan pemacu (nodus SA dan nodus AV).
Norefinefrin yang dikeluarkan dari ujungujung saraf simpatis
menurunan permeabilitas K+ dengan mempercepat inaktivasi
saluran K+, sehingga bagian dalam sel menjadi kurang negative dan
penggeseran k ambang menjadi lebih cepat hingga kecepatan
jantung meninkat. Pada nodus AV, perlambatan pada nodus AV
dikurangi dengan mempercepat penghantaran melalui peningkatan
arus masuk Ca++ .
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa ke
luar oleh tiap-tiap ventrikel dalam sekali berdenyut. Kontrol
mempengaruhi volume sekuncup yaitu control intrinsic (jumlah
aliran balik vena) dan control ekstrinsik (tingkat stimulasi
simpatis). Hubungan intrinsic antar volume diastolic akhir dan
volume sekuncup di jelaskan sebagai hokum frank-Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jantung pada keadaan normal
memompakan semua darah yang dikembalikan padanya;
peningkatan aliran balik vena menyebabkan peningkatan volume
sekuncup. Stimulasi simpatis dan epinfrin meningkatkan
kontraktilitas jantung yang mengacu pada kekuatan kontaksi pada
setiap volume akhir diastolic. Hal ini disebabkan karena
peningkatan influx Ca++ yang dicetuskan oleh norepinefrin dan
epinefrin. Tambahan Ca++ sitosol menyebabkan miokardium
menghasilkan gaya lebik kuat, sehingga darah yang dipompakan
menjadi lebih banyak. Stimulasi simpatis juga menyebabkan
konstriksi vena yang memeras lebih banyak darah dari vena ke
jantung, sehingga meningkatkan volume diastolic khir dan
meningkatkan volum sekuncup.
Isi sekuncup jantung sendiri dipengaruhi oleh preload,
afterload, dan kontraktilitas miokardium. Preload adalah derajat
peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi.
Peregangan serabut miokardium bergantung pada volume darah
yang meregangkan ventrikel pada akhir-diastolik. Aliran balik
darah vena ke jantung menentukan volume akhir diastolik
ventrikel. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume
akhir-diastolik ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan
serabut miokardium. Mekanisme Frank-Starling menyatakan
bahwa dalam batas fisiologis, apabila semakin besar peregangan
serabut miokardium pada akhir-diastolik, maka semakin besar
kekuatan kontraksi pada saat diastolik. Afterload dapat
didefinisikan sebagai tegangan serabut miokardium yang harus
terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor-faktor
yang mempengaruhi afterload dapat dijelaskan dalam versi
sederhana persamaan Laplace yang menunjukkan bila tekanan
intraventrikel meningkat, maka akan terjadi peningkatan tegangan
dinding ventrikel. Persamaan ini juga menunjukkan hubungan
timbal balik antara tegangan dinding dengan ketebalan dinding
ventrikel, tegangan dinding ventrikel menurun bila ketebalan
dinding ventrikel meningkat. Kontraktilitas adalah penentu ketiga
pada volume sekuncup. Kontraktilitas merupakan perubahan
kekuatan kontraksi yang terbentuk tanpa tergantung pada
perubahan panjang serabut miokardium. Peningkatan kontraktilitas
merupakan hasil intensifikasi hubungan jembatan penghubung
pada sarkomer. Kekuatan interaksi ini berkaitan dengan
konsentrasi ion Ca++ bebas intrasel. Kontraksi miokardium secara
langsung sebanding dengan jumlah kalsium intrasel.

2.1.5 Faktor yang mempengaruhi kerja jantung


Sebagai alat pompa tubuh, kinerja jantung ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu: preload, afterload, kontraksi, dan frekuensi
jantung (Smeltzer, et al., 2010).
1. Beban awal (Preload)
Otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri
berkontraksi, berhubungan dengan panjang otot jantung,
peningkatan beban awal menyebabkan kontraksi ventrikel lebih kuat
dan menigkatkan volume curah jantung. Meningkatnya beban awal
akibat dari meningkatnya volume darah yang kembali ke ventrikel
semakin diregang, serabut otot jantung semakin besar kontraksinya
sampai batas tertentu.
2. Kontraktilitas
Bila saraf simpatis yang menuju ke jantung dirangsang maka
ketegangan keseluruhan akan bergeser ke atas atau ke kiri atau
meningkatkan kontraktikitas, frekuensi dan irama jantung juga
mempengaruhi kontraktilitas. Bila sebagian dari miokard ventrikel
tidak berfungsi maka kerja ventrikel akan berkurang yang
menyebabkan depresi (menurunnya) kontraktilitas setiap unit
miokard.
3. Beban Akhir (Afterload)
Resistensi (tahanan) yang harus diatasi waktu darh
dikeluarkan dari ventrikel, suatu beban ventrikel kiri untuk
membuka katup semilunaris aorta dan mendorong darah selama
kontraksi. Peningkatan drastis beban akhir akan meningkatkan kerja
ventrikel, meningkatkan kebutuhan oksigen dan mengakibatkan
kegagalan ventrikel.
4. Frekuensi Jantung
Dengan meningkatnya frekuensi jantung akan memperberat
pekerjaan jantung.

2.1.6 Faktor yang mempengaruhi tekanan darah


Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah Pada Kardiovaskular
(Silverthorn, 2013)
1. Curah Jantung.
Faktor disini yang dimaksud yaitu frekuensi jantung dan isi
sekuncup
2. Volume Darah.
Faktor disini yang dimaksud adalah viskositas darah
3. Resistensi Sistem terhadap Aliran Darah.
Faktor disini yang dimaksud adalah diameter arteriola.
4. Distribusi Relatif Darah antara Arteri dan Vena.
Faktor yang dimaksud disini adalah diameter vena
Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah Pada Kardiovaskular (Tim
Diklat PJT RSCM, 2014) yaitu:
1. Regulasi Jangka Pendek.
a. Peranan Pusat Vasomotor.
Regulasi jangka panjang diatur oleh sistem persyarafan
dan peranan pusat vasomotor. Mekanisme utama dalam proses
pengontrolan tekanan darah ini berjalan sesuai dengan
mekanisme umpan balik negatif. Mekanisme umpan balik
negatif adalah mekanisme perangsangan yang akan mengurangi
impuls respon tubuh. Mekanisme pengaturan ini membutuhkan
sensor atau reseptor, neuron aferen, sistem saraf pusat, neuron
eferen dan efektor. Menurut Sherwood tahun 2006, beberapa
sensor yang mendeteksi perubahan tekanan darah diuraikan
dibawah ini:
1) Refleks Baroreseptor.
Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan
mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantai secara
otonom. Sistem baroreseptor bekerja sangat cepat untuk
mengkompensasi perubahan tekanan darah. Baroreseptor
yang penting dalam tubuh manusia terdapat di sinus karotis
dan arkus aorta. Baroreseptor secara terus menerus
memberikan informasi mengenai tekanan darah dan secara
kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap
tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri meningkat,
potensial aksi juga akan meningkat sehingga kecepatan
pembentukan potensial aksi di neuron eferen yang
bersangkutan juga ikut meningkat. Begitu juga sebaliknya,
jika terjadi penurunan tekanan darah.
Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri
terlalu tinggi oleh peningkatan potensial aksi tersebut, pusat
kontrol kardiovaskular berespon dengan mengurangi
aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis.
Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut,
menurunkan volume sekuncup, menimbulkan vasodilatasi
arteriol dan vena serta menurunkan curah jantung dan
resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali
normal. Begitu juga sebaliknya jika tekanan darah turun di
bawah normal.
2) Osmoreseptor Hipotalamus dan Reseptor Volume pada
Atrium Kiri.
Osmoreseptor pada hipotalamus peka terhadap
perubahan osmolaritas darah yang dipengaruhi oleh
keseimbangan cairan tubuh, keduanya mempengaruhi
regulasi jangka panjang tekanan darah dengan mengontrol
volume darah.
3) Kemoreseptor pada Arteri Karotis dan Aorta.
Kemoreseptor tersebut peka terhadap kadar O2
rendah atau keasaman tinggi pada darah. Fungsi utamanya
adalah secara refleks meningkatkan aktivitas pernafasan
sehingga lebih banyak O2 yang masuk atau lebih banyak
CO2 pembentuk asam yang keluar. Disamping itu, reseptor
ini juga akan menyampaikan impuls eksitatorik ke pusat
kardiovaskular.
b. Sistem Saraf Pusat.
Sistem saraf akan mempengaruhi tekanan darah melalui
rangsangan simpatis dan parasimpatis. Sistem aferen dari saraf
glasofaringeal dan saraf vagus membawa pesan dari reseptor
sensori sinus karotikus dan arkus aorta menuju ke medulla
oblongata sebagai pusat regulasi jantung. Saraf simpatis dan
parasimpatis keluar dari batang otak kemudian memberikan
stimulus pada jantung dengan melibatkan neurotransmitter
norepinefrin. Norepinefrin berikatan dengan reseptor spesifik
yang disebu reseptor adrenergik β1 yang terdapat dalam nodus
SA yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung (efek
kronotropik positif). Kecepatan denyut jantung akan menurun
(efek kronotropik negatif) apabila pengaktifan simpatis dan
pelepasan norepinefrin berkurang.
Saraf simpatis juga mempersarafi sel-sel di seluruh
miokardium yang menyebabkan terjadinya peningkatan gaya
dari setiap kontraksi pada tiap panjang serat otot tertentu. Hal
ini mengakibatkan peningkatan pada stroke volume (efek
inotropik positif). Saraf parasimpatis berjalan ke nodus SA dan
seluruh jantung melalui saraf vagus. Parasimpatis akan
melepaskan neurotransmitter asetilkolin yang memperlambat
kecepatan depolarisasi nodus SA, sehingga terjadi penurunan
kecepatan denyut jantung (kronotropik negatif). Perangsangan
parasimpatis ke bagian-bagian miokardium lainnya akan
menurunkan kontraktilitas dan stroke volume yang
menghasilkan efek inotropik negatif.
c. Kontrol Kimia.
Hormon yang penting dalam regulasi tekanan darah antara lain:
a) Hormon ysang dikeluarkan melalui Medulla Adrenal.
Selama masa stress, medulla adrenal akan melepaskan
epinefrin dan norepinefrin.
b) Faktor Natriuretik Atrium.
Yakni hormon peptide yang dilepaskan oleh dinding
atrium. Hormon ini adalah antagonis aldosteron yang
mengakibatkan ginjal mengeluarkan garam dan air lebih
banyak sehingga menurunkan volume darah yang
mengakibatkan tekanan darah menjadi turun. Hormon ini
juga menyebabkan dilatasi menyeluruh pembuluh darah.
c) ADH
Diproduksi oleh hipotalamus dan merangsang ginjal untuk
menahan air.
d) Angiotensin II
Terbentuk akibat dikeluarkannya renin oleh ginjal karena
perfusi ginjal yang tidak adekuat. Hormon ini menyebabkan
vasokonstriksi hebat yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah.
e) Endoteliun Derived Factor
Bekerja di otot polos pembuluh darah yang merupakan
vasokonstriktor yang kuat.
f) Kimia-kimia Inflamasi.
Histamin, kinin dan kimia yang dikeluarkan selama proses
inflamasi dan alergi adalah vasodilator kuat.
Mengakibatkan kehilangan cairan dalam pembuluh darah
akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
g) Alkohol.
Konsumsi alkohol menyebabkan penurunan tekanan darah
melalui penghambatan pengeluaran ADH dan penekanan
pada pusat vasomotor dan menyebabkan vasodilatasi.

2. Regulasi Jangka Panjang


Regulasi jangka panjang lebih banyak ditentukan oleh
regulasi ginjal. Ginjal mempertahankan hemostasis tekanan darah
dengan meregulasi volume darah. Volume darah adalah faktor
penentu utama dari curah jantung / cardiac output melalui
pengaruhnya terhadap tekanan vena, aliran balik, volume akhir
diastole dan stroke volume. Peningkatan volume darah di ikuti
dengan peningkatan tekanan darah yang akan merangsang ginjal
untuk mengeluarkan cairan. Kemampuan ginjal dalam meregulasi
tekanan darah berlangsung secara langsung dan tidak langsung.
a. Mekanisme pengaruh ginjal secara langsung.
Menggambarkan kemampuan ginjal untuk
mempengaruhi volume darah. Saat volume darah atau tekanan
darah meningkat, kecepatan filtrasi cairan di ginjal dipercepat
yang akan mengakibatkan banyaknya cairan yang keluar dari
tubuh melalui urin, akibatnya volume darah akan menurun
diikuti oleh turunnya tekanan darah.
b. Mekanisme pengaruh ginjal secara tidak langsung.
Melibatkan mekanisme renin angiotensin. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, jumlah darah dan elektrolit yang
sampai ke ginjal menjadi berkurang, maka juxtagglomerolus
apparatus ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke dalam
darah., renin akan memicu reaksi enzimatikyang akan merubah
protein plasma (angiotensinogen) menjadi angiotensin I,
angiotensin I akan dirubah oleh ACE (Angiotensin Converting
Enzym). Yang dihasilkan oleh paru-paru menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor yang kuat, yang kemudian akan
meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan kecepatan
aliran darah ke ginjal dan dengan demikian perfusi ginjal akan
meningkat. Angiotensin II juga merangsang korteks adrenal
untuk mengeluarkan aldosterone, suatu hormon yang
mempercepat absorbsi garam dan air, selanjutnya meningkatkan
tekanan darah.

2.2 Konsep Penyakit Congestive Heart Failure


2.2.1 Pengertian Congestive Heart Failure (CHF)
Congestif heart Failure (CHF) atau Gagal Jantung Kongestif
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah
gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan (Smeltzer, et al, 2010).

2.2.2 Etiologi CHF


Penyebab terjadinya CHF menurut Smeltzer, et al (2010) adalah
sebagai berikut:
a. Disfungsi Miokardial (Disfungsi Otot Jantung)
Kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung. Kondisi ini disebabkan oleh:
1) Penyakit arteri koroner
2) Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah penyakit pada miokardium, ada 3 jenis
kardiomiopati yakni kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati
hipertrophic dan kardiomiopati restriktif. Kardiomiopati
dilatasi adalah jenis yang umum terjadi, menyebabkan nekrosis
selular difus dan fibrosis yang berdampak pada menurunnya
kontraktilitas jantung (kegagalan sistolik). Kardiomiopati
dilatasi dapat bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
atau karena proses inflamasi seperti miokarditis atau dari agen
sitotoksi seperti alkohol atau doxorubicin. Kardiomiopati
Hipertrofi dan Restriktif Kardiomiopati menyebabkan
penurunan distensibilitas dan pengisian ventrikel (kegagalan
diastolik). Biasanya Gagal Jantung karena kardiomiopati akan
menjadi kronik dan progresif.
3) Kelainan valvular (katup jantung)
Dengan disfungsi valvular, darah mengalami kesulitan untuk
mengalir,
meningkatkan tekanan di dalam jantung dan menambah beban
kerja jantung, yang akhirnya mengarah ke gagal jantung.
b. Diabetes Mellitus
c. Aterosklerosis
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium,
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Kemudian terjadi
Miokard Infark (kematian sel jantung) yang muncul sebelum
terjadinya gagal jantung. Aterosklerosis dari arteri coronaria
merupakan penyebab utama dari CHF ditemukan pada > 60% pasien
dengan CHF.
d. Ischemia
Ischemia menyebabkan disfungsi myocardial karena sel jantung
tidak teroksigenasi yang menyebabkan asidosis dari akumulasi
asam laktat.
e. Miokard Infark
Miokard Infark menyebabkan nekrosis otot jantung fokal, kematian
sel miokard dan hilangnya kontraktilitas, tingkat infark
berhubungan dengan tingkat keparahan gagal jantung.
f. Hipertensi Sistemik atau pulmonal
Pada kondisi hipertensi sistemik atau pulmonal, afterload akan
meningkat (resisten untuk ejeksi) dan akan meningkatkan beban
kerja jantung yang kemudian akan terjadi hipertrofi serabut otot
jantung (hipertrofi miokard). Hipertrofi miokard ini merupakan
mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kontraktilitas jantung,
namun pada kondisi gagal jantung hipertrofi otot jantung ini tidak
berfungsi secara normal sehingga terjadilah gagal jantung.
g. Faktor Kondisi Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya kondisi gagal jantung yaitu gagal ginjal yang progresif,
hipertensi tidak terkontrol, penyakit akut seperti pneumonia dengan
demam dan hipoksia, asidosis (respiratorik atau metabolik),
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktiltas jantung,
disritmia jantung, dan penggunaan obat anti aritmia.

2.2.3 Stage CHF


Stage CHF menurut American College of Cardiology (ACC) &
American Heart Association (AHA) (Drossman & Porth, 2014) :
a. Stage A: Risiko tinggi untuk terjadi gagal jantung , tetapi tidak ada
kelainan struktural yang teridentifikasi dan tidak ada tanda-tanda
gagal jantung.
b. Stage B: Adanya penyakit jantung struktural, tetapi tidak ada
riwayat tanda dan gejala gagal jantung
c. Stage C: Adanya gejala gagal jantung yang dirasakan saat ini atau
sebelumnya, disertai penyakit jantung struktural
d. Stage D : Penyakit jantung struktural lanjutan dan adanya gejala
gagal jantung yang terjadi saat istirahat pada terapi medis
maksimum

2.2.4 Kaitan Rheumatic Fever dengan CHF


Terjadinya endokarditis rematik disebabkan langsung oleh
Demam Rematik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A.
Demam rematik memengaruhi semua pesendian, menyebabkan
poliartritis. Jantung juga merupakan organ sasaran dan merupakan
bagian yang mengalami kerusakan paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya
jaringan tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak
oleh organisme tersebut, namun hal ini merupakan fenomena
sensitivitas atau reaksi yang terjadi sebagai respon terhadap
streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan
yang terkena akan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti
dengan jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat dalam proses
inflamasi ini, artinya berkembanglah miokarditis rematik yang
kemudian akan melemahkan kontraktilitas jantung. Demikian juga
perikardium juga terlibat, artinya juga terjadi perikarditis rematik.
Komplikasi miokardial dan perikardial tersebut biasanya tanpa
meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun sebaliknya endokarditis
rematik mengakibatkan efek samping kecacatan permanen.
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan
adanya tumbuhan kecil yang transparant, yang menyerupai manik
manik dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul, tersusun dalam
deretan sepanjang tepi bilah katup. Manik-manik kecil tadi tidak
tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak katup, namun
yang lebih sering menimbulkan efek serius. Manik manik kecil tadi
menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan
bilah-bilah katup, menyebabkan menjadi memendek dan menebal
dibanding yang normal, sehingga tak dapat menutup sempurna.
Terjadilah kebocoran, suatu keadaan regurgitasi katup. Tempat yang
paling sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral.
Pada pasien lain, tepi bilah katup yang meradang menjadi
lengket stu sama lain, mengakibatkan stenosis katup, yaitu penyempitan
lumen katup. Sebagian kecil pasien dengan demam rematik menjadi
sakit berat dengan gagal jantung berat, disritmia serius dan pneumonia
rematik.
Kebanyakan pasien sembuh dengan segera dan biasanya
sempurna. Namun, meskipun pasien telah bebas dari gejala, masih ada
beberapa efek residual permenen yang tetep tinggal yang sering
menimbulkan deformitas katup progresif. Beratnya kerusakan jantung
mungkin tidak nampak pada pemeriksaan fisik selam fase akut penyakit
ini. Namun kemudian bising jantung yang khas untuk stenosis katup,
regurgitasi atau keduanya dapat terdengar pada auskultasi dan pada
beberapa pasien bahkan terdeteksi adanya thrill pada saat palpasi.
Miokardium biasanya dapat mengkompensasi defek katup tersebut
dengan baik sampai beberapa waktu tertentu. Selama miokardium
masih bisa mengkompensasi, pasien masih dalam keadaan sehat.
Namun cepat atau lambat miokardium gagal untuk mengkompensasi.
Manifestasi gagal jantung akan muncul apabila terjadi decompensasi
(smeltzer, 2010).
Streptococcal Pharyngitis (Streptococus A)

Rheumatic Fever
(Inflamasi Sendi, Otot dan Jaringan Fibrosa)

Myocarditis Endocarditis
Pericarditis
Kontraktilitas Jantung ↓
Regurgitasi Katup Stenosis Katup

Myocardium Gagal Mengkompensasi

CHF
Disfungsi Miokard Beban Tekanan Beban Sistolik Peningkatan Beban Volume
AMI, Miokarditis Berlebih Berlebih Keb. Berlebih
Metabolisme
Kontraktilitas ↓ Beban Systolic ↑ Preload ↑

Kontraktilitas ↓

Hambatan pengosongan Ventrikel

Gagal jantung Kanan


COP ↓

Beban Jantung Meningkat

Gagal Pompa Ventrikel Kiri CHF Gagal Pompa Ventrikel Kanan

Tekanan Diastole ↑
Forward Failure Backward Failure

LVED naik
Bendungan
Suplay Darah Suplai O2 Renal
Atrium
Jaringan ↓ Otak ↓ Flow ↓ Tek. Vena Pulmonalis ↑ Kanan

Metabolisme Sinkop RAA ↑ Tek. Kapiler Paru ↑ Bendungan


Anaerob Vena
Edema Paru Beban Ventrikel Kanan ↑ Sistemik
Asidosis Penurunan
Metabolic Perfusi Hipertrofi
Ronkhi Basah
jaringan Ventrikel
Iritasi Mukosa Paru Kanan
Penimbunan
Asam Laktat &
ATP ↓ Penyempitan
Refleks Batuk ↓
Lumen Ventrikel
Kanan
Fatigue Aldosteron ↑
Lien Hepar
Retensi Na + Air
Splenomegali Hepatomegali
Intoleransi Aktivitas
Penumpukan sekret
(Penurunan ADL)

Mendesak diafragma
Kelebihan Volume Gangguan
Cairan Vaskuler Pertukaran Gas Pola Napas
Tidak efektif Sesak Napas
2.2.5 Patofisiologi CHF
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka
jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya
terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi
komponen pompa secara nyata dapat mnegakibatkan gagal jantung.
Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan,
respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah jantung adalah
penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat
mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatis merangsang pengeluaran katekolamin
dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut
jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan
vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi
volume darah dengan mengurangi aliran darah ke orgab-organ yang
rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan
agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi
akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung,
untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan
hukum starling. Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi
sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis pada jantung,
ginjal dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat
meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan
menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma, yang
selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi, takikardia, serta
retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat
menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat
dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa
penyimpanan norepinefrin pada miokardium mnejadi berkurang
pada gagal jantung kronis.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormone
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA)
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan
volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini
akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum
starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkna aktivasi sistem RAA
pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta
mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel
juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan arteriol renal
eferen dan bersebalahan dengan macula densa pada tubulus distal.
Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian
besar berasal dari hati) angiotensin I. Angiotensin converting
enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel endotel akan
memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk
angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting
untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang
konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta
mereabsorbsi natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk
menskresi akdosteron, yang akan merangsang reabsorbsi natrium
(dalam pertukaran dengan kalium) pada bagina distal dari nefron,
serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat. Renin
diskresikan pada keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan
natrium dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin I sebagian besar kemudian diubah di paru-paru
menjadi angiotensin II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin
converting enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah bradikinin
dan bekerja pada sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah
secara cepat oleh enzim non-spesifik yang disebut angiotensinase.
Angiotenisn II memegang peran utama dalam sistem RAA karena
meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti
vasokontriksi, retensi garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung
kemudian masuk ke dalam sirkulasi. Sekresinya terutama
dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium atau
ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium
atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang
mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta meningkatkan
ekskresi garam dan air.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi
ventrikel atau bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium,
bergantung pada jenis bebasn hemodinamika yang mengakibatkan
gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.
Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa
penambahan ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium
terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai
dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini
diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah sarkomer yang
tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai
hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
4. Volume cairan berlebih
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan
volume sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai
jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume
sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah sarkomer seri, yang
akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini
membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat
menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga
membutuhkan peningkatan jumlah myofibril parallel. Sebagai
akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi,
volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag hipertrofi
eksentrik.

2.2.6 Komplikasi CHF


a. Edema paru akut
Edema paru akut adalah suatu keadaan darurat, biasanya
terjadi akibat LVF. Pada klien dengan dekompensasi ajntung berat,
tekaan kapiler di dalam paru menjadi sanga meningkat karena
cairan didorong dari darah sirkulasi ke interstitium dan kemudian
ke alveoli. Hasil dari edema paru paru jika tidak diterapi adalah
kematian (Black, 2014).
b. Syok Kardiogenik
Stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan
curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung dan otak) (smeltzer, 2013).
c. Efusi perikardial dan temponade jantung
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan kekantung
perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran
maksimal. CPO menurunan dan aliran balik vena ke jantung (Black,
2014).

2.2.7 Data Penunjang


Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang
ditegakkannya diagnosa gangguan pada sistem kardiovaskular
diantaranya Uji laboratorium uji jantung radiografi, non invasif dan
invasif (Black, 2014).
Hitung sel darah lengkap,
Uji enzim jantung, kimia darah,
koagulasi darah, lipid serum,
Labolatorium Protein Reaktif-C (CRP), D-
Dimer, Elektrolit serum

Ro thorak, CT
Uji jantung angiografi, magentic
resonance imaging,
Pemeriksaan Radiografi Magnetic Resonance
diagnostik Angigrafi

elektrokardiografi,
ekokardiogram, uji
Uji jantung latihan fisik
Invasif dan
non invasif ekokardiografi
tranesofageal,
katerisasi jantung

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan dalam menegakan


diagnosis Congestif Heart Failure diantaranya:
a. Pemeriksaan Uji Labolatorium
1) Pemeriksaan hitung sel darah lengkap, pemeriksaan hematokrit adalah
cara termudah untuk memastikan konsentrasi sel darah merah dalam
darah. Anemia dapat merupakan manifestasi angina atau dapat
berlanjt menjadi gagaln jantung. Hitung sel darah putih, dapat
meningkat pada infeksi dan inflamasi jantung (Black, 2014).
2) Pemerksaan lipid serum
3) Pemeriksaan enzim hati, dapat mencerminkan derajat kegagalan
jantung
4) Pemeriksaan Kreatinin, nitrogen urea darah, peningkatan kadar
kreatinin dan nitrogen urea darah mencerminkan penurunan perfusi
gingal (Black, 2014).
5) Pemeriksaan peptida natriuretik tipe b (BNP), adalah suatu protein
yang sekresikan dari ventrikel sebagai respon beban berlebihan seperti
yang terjadi pada gagal jantung (Black, 2014).
6) Pemeriksaan elektrolit.
Pemeriksaan kalium, pasien dengan peningkatan/penurunan
kadar kalium akan mempengaruhi ketidakstabilan listrik jantung
sehingga akan mengakibatkan distritmia.
Pemeriksaan Natrium menggambarkan kesiembangan cairan.
Hiponatremia mengindikasikan kelebihan cairan, hipernatremi
mengindikasikan kelebihan natrium.
Pemeriksaan kalsium, kalsium merupakan mediatir yang
penting pada fungsi jantung karena efeknya terhadap eksitabilitas
jantung, kontraktilitas jantung dan tonus vaskular. Kadar kalsium
yang tidak normal dapat mengakibatan distritmia, takikardi,
bradikardi dan heti jantung. Penurunan kadar kalsium dapat diliat
dengan pemanjangan interval QRS.
Pemeriksaan magnesium, magnesium membantu mengatur
metabolisme intraseluler, dan membantu pengangkutan natrium dan
kalium menembus membran sel. Hipomagnesium menyebabkan
distritmia, hipermagnesium dapat menyebabkan kelemahan otot,
hipotensi, bradikardi, pemanjangan interval PR dan pelebaran
Kompleks QRS (Sudoyo, 2014).

b. Uji jantung Radiografi


Pemeriksaan Ro thorak, dilakukan untuk menetukan ukuran,
kontur dan posisi jantung. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan
adanya klasifikasi jatung, perikardial dan menunjukan adanya
perubahan fisiologis sirkulasi pulmonal.
Pada pemeriksaan rotgen dada PA standar, diameter
keseluruhan jantung normal adalah kurag dari setengah diameter
trasnversal thorak. Jantung pada daerah toraks kisarannya tiga
perempat kekiri dan seperempat ke kanan dari tukang belakang.
Mediastinum lebih sempit dan biasanya aorta dscndents dapat di
definiskan dari arkus ke kubah diafragma di sisi kiri. Hilus pulmonal
sedikit lebih tinggi pada bagian kiri dibandingkan bagian kanan
(Sudoyo, 2014).
Pada kasus, disebutkan bahwa CTR pasien 75%. CTR (Cardio
Thoracic Ratio) adalah untuk melihat perbandingan antar ratio jantung
dan thorak. Nilai CTR pada thorak PA dewasa dengan bentuk tubuh yang
normal adalah kurang dari 50%, sedangkan CTR lebih dari 50%
kardiomegali.
Cara menghitung CTR:
 Garis M: garis di tengah-tengah kolumna vertebra torakalis.
 Garis A: jarak antara M dengan batas kanan jantung yang terjauh.
 Garis B: jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjauh.
 Garis C: garis transversal dari dinding toraks kanan ke dinding toraks
sisi kiri
𝐀+𝐁
Rumusnya: × 𝟏𝟎𝟎
𝐂
c. Uji jantung non invasif
1) Elektrokardiogram
Alat yang penting untung mengevaluasi tirme jantung dan
tanda-tanda iskemia. Gelompang p menggambarkan depolarisasi
ventrikel, kompleks QRS mewakili depolarisasi ventrikel dan
gelobang T mewakili repolarisasi ventrikel.
Kertas grafik EKG dibagi menjadi garis horizontal dan
vertikal, voltage digambarkan dengan sumbu vertikal sedangkan
waktu diukur dengan sumbu horizintal. Masing-masing kotak kecil
di sumbu vertika sama dengan 5 mm, yang sama dengan 0,5 mV.
Sedangkan masing-masing kotak kecil di sumbu horizontal
menandakan waktu 0,04 detik. Masing-masing kotak besar
menandakan waktu 0,2 detik (Sudoyo, 2014).
Durasi waktu normal gelombang dan interval adalah:
Gelombang P : Kurang dari 0,11 detik
Interval PR : 0,12 sampai 0,2 detik
Kompleks QRS : 0,04 sampai dengan 0,11 detik
Inetrval QT : Pada wanita lebih dari 0,43 detik dan pada
pria lebih dari 0,42 detik

2) Ekokardiografi

M-Mode

Rekaman 2
Ekokardiografi
dimensi

Dopler
berwarna

Ekokardiografi merupakan alat diagnostik dibidang


kardiovaskular dengan prinsip dasar gelombang suara frekuensi
tinggi. Dengan transmisi gelombang suara, diaharpakn terjadi
pantulan gelombang yang akan memberikan kontur yang sesuai
dengan jaringan yang memantulkan transmisi gelombang. Sehingga
dengan alat ini, akan diperoleh kontur dindig pembuluh darah, ruang
jantung, katup jantung serta selaput pembungkus jantung (Sudoyo,
2014).
Ekokardiografi adalah prosedur diagnostik noninvasif
berdasarkan pada prinsip-prinsip ultrasonografi, merupakan cara
lain untuk melihat struktur jantung. Ekokardiografi merekam
struktur dan gerakan pada daerah yang berhubungan dengan dinding
dada yang diperiksa (Black, 2014).

Parameter ekokardiografi normal laki-laki


Parameter Range Rata-rata
EDD 3.10-4.90 4.02
ESD 1.50-3.30 2.069
IVS 0.70-1.00 0.844
PW 0.70-0.90 0.722
FS 28.0-58.0 48.25
EF 63.0-90.0 80.307
A0 2.20-3.60 2.867
LA 1.70-3.00 2.217
LVM 53.53-177.41 106.087
LVMI 36.42-101.12 67.41
RWT 0.23-0.53 0.388
BW 47.0-72.00 53.39
H 154.0-179.0 163.359
BSA 1.34-180 1.6213
(sumber: sudoyo, 2014)
Pada kasus disebutkan bahwa hasil Ekokardiografi pasien,
EF (Ejeksi Fraksi) pasien 45%. Ejeksi fraksi adalah presentasi darah
ventrikel yang dipompakan saat sistol. Nilai presentasie ejeksi fraksi
normal adalah > 50%.

2.2.8 Penatalaksanaan Pasien CHF


Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan
agar tidak terjadi perburukan kondisi. Tujuan pentalaksanaan adalah
untuk menurunkan kerja otot jantung, meningkatkan kemampuan
pompa ventrikel, memberikan perfusi adekuat pada organ penting,
mencegah bertambah parahnya gagal jantung dan merubah gaya hidup
(Black & Hawks, 2014).
Penatalaksanaan dasar pada pasien gagal jantung meliputi
dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung, pemberian
terapi farmakologis untuk meningkatkan kekuatan dan efisien kontraksi
jantung, dan pemberian terapi diuretik untuk menghilangkan
penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer, et al., 2010).
Penatalaksanaan pasien gagal jantung dapat diterapkan berdasarkan
dari tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Menurunkan Kerja Otot Jantung
Penurunan kerja otot jantung dilakukan dengan pemberian
diuretik, vasodilator dan beta-adrenergic antagonis (beta bloker).
Diuretik merupakan pilihan pertama untuk menurunkan kerja otot
jantung. Terapi ini diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan
air melalui ginjal (Smeltzer, et al., 2010). Diuretik yang biasanya
dipakai adalah loop diuretic, seperti furosemid, yang akan
menghambat reabsorbsi natrium di ascending loop henle. Hal
tersebut diharapkan dapat menurunkan volume sirkulasi,
menurunkan preload, dan meminimalkan kongesti sistemik dan
paru (Black & Hawks, 2014). Efek samping pemberian diuretik
jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremi dan pemberian
dalam dosis besar dan berulang dapat mengakibatkan hipokalemia
(Smeltzer, et al., 2010).
Hipokalemia menjadi efek samping berbahaya karena dapat
memicu terjadinya aritmia (Black & Hawks, 2014). Pemberian
vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan kerja
miokardial dengan menurunkan preload dan afterload sehingga
meningkatkan cardiac output (Black & Hawks, 2014; Smeltzer, et
al., 2010). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk
menghambat efek sistem saraf simpatis dan menurunkan
kebutuhan oksigen jantung (Black & Hawks, 2014). Pemberian
terapi diatas diharapkan dapat menurunkan kerja otot jantung
sekaligus.
2. Elevasi Kepala
Pemberian posisi high fowler bertujuan untuk mengurangi
kongesti pulmonal dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa
mungkin tetap diposisikan dependen atau tidak dielevasi, meski
kaki pasien edema karena elevasi kaki dapat meningkatkan venous
return yang akan memperberat beban awal jantung (Black &
Hawks, 2014).
3. Mengurangi Retensi Cairan
Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan
mengontrol asupan natrium dan pembatasan cairan. Pembatasan
natrium digunakan digunakan dalam diet sehari-hari untuk
membantu mencegah, mengontrol, dan menghilangkan edema.
Restriksi natrium <2 gram/hari membantu diuretik bekerja secara
optimal. Pembatasan cairan hingga 1000 ml/hari
direkomendasikan pada gagal jantung berat (Black & Hawks,
2014; Smeltzer, et al., 2010).
4. Meningkatkan Pompa Ventrikel Jantung
Penggunaan adrenergic agonist atau obat inotropik
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan
kemampuan pompa ventrikel jantung. Obat-obatan ini akan
meningkatkan kontraktilitas miokard sehingga meningkatkan
volume sekuncup. Salah satu inotropik yang sering digunakan
adalah dobutamin. Dobutamin memproduksi beta reseptor beta
yang kuat dan mampu meningkatkan curah jantung tanpa
meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung atau menurunkan
aliran darah koroner. Pemberian kombinasi dobutamin dan
dopamin dapat mengatasi sindroma low cardiac output dan
bendungan paru (Black & Hawks, 2014).
5. Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanula bertujuan untuk
mengurangi hipoksia, sesak napas dan membantu pertukaran
oksigen dan karbondioksida. Oksigenasi yang baik dapat
meminimalkan terjadinya gangguan irama jantung, salah satunya
aritmia. Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien gagal
jantung adalah atrial fibrilasi (AF) dengan respon ventrikel cepat.
Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara, yakni mengontrol
rate dan rithm (Black & Hawks, 2014).

6. Mencegah Miokardial Remodelling


Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau ACE
inhibitor terbukti dapat memperlambat proses remodeling pada
gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan afterload dengan
memblok produksi angiotensin, yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga meningkatkan aliran darah ke
ginjal dan menurunkan tahanan vaskular ginjal sehingga
meningkatkan diuresis. Hal ini akan berdampak pada peningkatan
cardiac output sehingga mencegah remodeling jantung yang
biasanya disebabkan oleh bendungan di jantung dan tahanan
vaskular. Efek lain yang ditimbulkan ACE inhibitor adalah
menurunkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan oksigen otot
jantung (Black & Hawks, 2014).
7. Merubah Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup menjadi kunci utama untuk
mempertahankan fungsi jantung yang dimiliki dan mencegah
kekambuhan. Penelitian Subroto (2002) mendapatkan hubungan
yang bermakna antara faktor ketaatan diet, ketaatan berobat, dan
intake cairan dengan rehospitalisasi klien dekompensasi kordis.
Bradke (2009) mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya
rawat inap ulang pada pasien gagal jantung kongestif antara lain
kurangnya pendidikan kesehatan tentang bagaimana perawatan diri
di rumah, penggunaan obat-obatan yang tidak tepat, kurang
komunikasi dari pemberi pelayanan kesehatan, dan kurangnya
perencanaan tindak lanjut saat pasien pulang dari rumah sakit. Oleh
karena itu, penting bagi perawat sebagai bagian pelayann
kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehatan. Pasien perlu
diberikan pendidikan kesehatan terkait penyakitnya dan perubahan
gaya hidup sehingga mampu memonitor dirinya sendiri. Latihan
fisik secara teratur, diit, pembatasan natrium, berhenti merokok
dan minum alkohol merupakan hal yang harus dilakukan oleh
pasien (Suhartono, 2011). Selain itu, penanaman pendidikan
tentang kapan dan perlunya berobat jalan juga menjadi hal yang
harus disampaikan pada pasien yang akan keluar dari rumah sakit.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kekambuhan pasien gagal
jantung dengan merubah gaya hidup melalui pendidikan kesehatan.

2.2.9 Edukasi pada Pasien CHF


Edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta
pertolongan yang dapat dilakukan secara mandiri, Perubahan gaya
hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada
penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi
alkohol serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita
terutama pada kasus gagal cantung kongestif berat, penderita juga
dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positip
terhadap otot skeletal, fungsi otonom endotel serta neurohormonal dan
juga sensitifitas terhadap insulin.
Pengetahuan perawat terhadap edukasi yang akan
diberikan mengenai penyakit gagal jantung, penyebab dan cara
mengendalikannya, menimbang berat badan setiap hari, diet
rendah garam dan rendah lemak, mengatur asupan cairan, berhenti
merokok/ minum alcohol, tetap Aktif secara fisik, mengenal tanda-
tanda perburukan, mengetahui cara dan kapan menghubungi petugas
kesehatan, mengerti indikasi, dosis dan efek samping obat.
Tujuan dari edukasi memperbaiki /mengurangi keluhan
dan gejala-gejala dengan obat-obat, mengurangi frekuensi rawat
atau rehospitalisasi, memperpanjang usia harapan hidup, pasien tidak
ketergantungan pada orang lain atau keluarga, tetap melakukan
aktifitasnya, mendeteksi gejala awal perburukan, support sosial
konseling, dan mengurangi biaya rawat.
Edukasi dilakukan dan direncanakan sejak pasien masuk ke RS
sampai pasien pulang dan di follow up di klinik, Dilakukan
secara continue dan berkelanjutan, Pengetahuan pemberi
edukasi Mempunyai protokol edukasi yang jelas, buku panduan
edukasi gagal jantung yang dirancang oleh nurse edukator yg akan
membantu keterampilan nurse ketika memberikan edukasi yg berisi
materi -materi pembelajaran yang merujuk kepada AHA (dipakai
semua nurse di seluruh unit)Buku Saku pasien berisi pesan di
rumah,dimana kalimat yang digunakan harus sudah biasa di dengar
oleh pasien saat di RS dan mengingatkan mereka tentang kunci dalam
poin pembelajaran.
Pesan yang diberikan untuk pasien berupa pemahaman gagal
jantung adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dengan
pengelolaan yang baik dan terus menerus dapat dikendalikan. Perlu
tahu bahwa gagal jantung dapat berkembang meskipun gejala2 sdh
membaik, untuk dpt menjaga stabilitas penyakit ini pasien harus
mengendalikan faktor resiko dan melakukan managemen perawatan
diri di rumah.
Menimbang Berat badan setiap hari dengan penambahan BB 1,4
pon dalam satu hari atau 2-3 kg dalam seminggu dengan porsi makan
yg sama adalah cairan yg akan menyebabkan sesak, segera hubungi
nurse atau datang ke rumah sakit. Penting bagi pasien untuk mempunyai
timbangan, mencatat BB awal anda ketika keluar RS, menggantungkan
catatan BB dimana timbangan ditaruh, menimbang BB di pagi hari
dengan jenis baju yang sama setelah BAK dan sebelum sarapan,
mencatat BB setiap hari, dan membawa buku catatan ketika kontrol.
Mengurangi asupan garam dengan jumlah garam perhari 1500-
2000 mg per hari. Satu sendok teh garam mengandung sekitar 2300 mg,
tidak menambah garam saat memasak, ganti dengan rempah rempah,
biasakan membaca label pada kemasan makanan, hindari makanan
yang diawetkan karena mengandung banyak garam, dan pilih makanan
alami yang mengandung sedikit garam, ikan / daging segar, dan sayur.
Pada penyakit gagal jantung terjadi penimbunan cairan di paru
dapat mengakibatkan sesak napas, batasi asupan cairan sebanyak 1,5
sd 2 liter perhari. Kebutuhan cairan pasien gagal jantung 25 ml x BB,
menggunakan cup atau gelas kecil untuk minum dan minum secara
perlahan, minum air yang dingin sekali atau hangat jika perlu menelan
obat gunakan makanan lunak atau juice, mencatat intake cairan setiap
hari (termasuk kuah sayur, buah), tambahkan lemon pada air minum
karena rasa asam mengurangi rasa haus, makan buah dan sayur dingin.
Berhenti merokok/ alcohol adalah hal yang paling penting untuk
memperbaiki kesehatan jantung. Alkohol dapat mengurangi
kontraktilitas miokard dan dapat menyebabkan aritmia. Minum banyak
alkohol menyebabkan jantung menjadi lemah ,detak jantung
meningkat.
Aktifitas dan olahraga penting untuk tetap dilakukan sehari hari
seperti biasa (bekerja, bersih, jalan-jalan). Jalan kaki adalah olahraga
yang baik, 30 menit perhari 1 atau 2 kali 30 menit seminggu, dimulai
dengan 5 menit dan berhenti jika ada keluhan. Jangan berolaraga atau
aktifitas jika merasa sesak napas atau lelah saat istirahat dan gunakan
energi conservatie (alternatif untuk menghindari aktifitas berlebihan).
Pasien harus bisa mengenal tanda dan gejala perburukan seperti
sesak bertambah, sering terbangun malam hari karena sesak dan batuk
(PND), tidur lebih dari satu bantal / bahkan sambil duduk, adanya
pitting edema dengan menekan tulang kering dengan jari jika
didapatkan lekukan dan lambat kembali, berat badan bertambah 1,4 pon
dalam 1 hari atau 2-3 kg dalam 1 minggu, dan kelelahan meningkat.

2.3 Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kasus CHF


2.3.1 Kasus Pemicu 2
Seorang laki-laki berusia 58 tahun dirawat dengan keluhan
sesak napas. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan
timbul saat malam hari saat pasien tidur dengan posisi telentang dan
saat beraktivitas ringan. Pasien tidur dengan menggunakan 2 bantal.
Sering terbangun malam hari karena sesak. Pasien mempunyai riwayat
demam rematik. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 170/100 mmHg,
frekuensi nadi 112 kali/menit, frekuensi napas 30 kali/menit, Suhu
36,50, Sat. 02 98%, berat badan 72 Kg, tinggi badan 178 cm, tampak
adanya retraksi dada, kesadaran compos mentis, tekanan vena jugularis
5+3 cmH2O dan ditemukan adanya edema +2 pada kedua tungkai.
Mata konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik dan CRT > 3 Det.
Pitting edema ada Hasil auskultasi didapatkan ronchi basah pada kedua
basal paru, terdengar suara S3 dan S4 serta murmur pada area apeks.
Pasien mengatakan kaki bengkak-bengkak. Ekstremitas teraba dingin
dan berkeringat. Pasien tidak ada riwayat alergi obat ataupun makanam
BAB lancar 1x/hari, BAK lancar 5-6x/hari. Nafsu makan berkurang
karena sesak nafas. Mual tidak ada, makan habis ¾ porsi.
Pasien bekerja sebagai tukang ojek, pasien menikah 1x, istrinya
seorang ibu rumah tangga dan buruh cuci. Pasien dikaruniai 2 orang
putri, 9 tahun dan 5 tahun. Pasien berasal dari suku jawa, agama islam.
Pasien mengatakan dulu pernah di rawat sakit jantung tahun 2011, dan
sudah dilakukan pemasangan cincin sebanyak 2 bh. Sewaktu dirawat
sampai dengan rutin kontrol pasien mendapatkan terapi obat dari
poliklinik Simarc 1x1 tab, Digoxin 1x1 tab, ISDN 1x1 (bila nyeri dada),
furosemide 20 mg 1x1 tab dan KSR 1X1 tab. Pasien mengatakan tidak
ada riwayat sakit ginjal, asma dan stroke pada keluarga, namun ibu
pasien riwayat hipertensi, gula (DM) dan jantung. Riwayat merokok
kurang lebih 15 tahun, semenjak 2011 pemasangan ring tidak pernah
merokok lagi dan tidak ada riwayat penggunaan obat herbal dan minum
alkohol.
Hasil pemeriksaan X-Ray dada didapatkan CTR 70 % dengan
kongesti pulmonal. Hasil pemeriksaan echocardiografi didapatkan
ejeksi fraksi 45% dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
Natrium 140 mmol/L, Clorida 100 mmol/L, magnesium 2,4 mmol/L
dan Calsium 1,9 mmol/L.Saat ini pasien diistirahatkan dan membatasi
aktivitas, terpasang Vemplon. Pasien diberikan oksigen melalui nasal
kanula 3 liter/menit, dan terapi obat captopril 3 x 6,25 mg, lasix 2 x 1
amp dan pembatasan cairan 600 ml/hari. Balance cairan intake dan
output positif Makan diit peroral Rendah Garam 2100 Kkal/ Hari.

2.3.2 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Usia : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Pendidikan Terakhir/ Pekerjaan : SMA/ Tukang Ojek
Suku : Jawa
Agama : Islam

b. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan sesak napas. Keluhan
tersebut dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan timbul saat malam
hari saat pasien tidur dengan posisi terlentang dan saat
beraktivitas ringan. Pasien mengatakan badan bengkak-
bengkak.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien mempunyai riwayat demam rematik. Pasien
mengatakan dulu pernah di rawat sakit jantung tahun 2011, dan
sudah dilakukan pemasangan cincin sebanyak 2 buah.

d. Riwayat pengobatan
Sewaktu dirawat sampai dengan rutin kontrol pasien
mendapatkan terapi obat dari poliklinik Simarc 1x1 tab, Digoxin
1x1 tab, ISDN 1x1 (bila nyeri dada), furosemide 20 mg 1x1 tab
dan KSR 1X1 tab.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Pasien mengatakan tidak ada riwayat sakit ginjal, asma
dan stroke pada keluarga, namun ibu pasien riwayat hipertensi,
gula (DM) dan jantung.

f. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan


(riwayat perkawinan)
Pasien bekeja tukang ojek. Pasien menikah 1x, istrinya
seorang ibu rumah tangga dan bekerja buruh cuci. Pasien
dikaruniai 2 orang putri, 9 tahun dan 5 tahun. Riwayat merokok
kurang lebih 15 tahun, semenjak 2011 pemasangan ring tidak
pernah merokok lagi dan tidak ada riwayat penggunaan obat
herbal dan minum alkohol.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Keadaan Umum : Lemah
c. Tekanan Darah : TD 170/100 mmHg
d. Frekuensi Nadi : 112 kali/menit
e. Frekuensi Pernafasan: 30x/ Menit
f. Suhu Tubuh : 36,5 0 C
g. Berat Badan : 72 Kg
h. Tinggi Badan : 178 cm
i. Riwayat Alergi Makanan/ Obat : Tidak ada riwayat alergi
makanan maupun obat.
j. Pemeriksaan Multi Organ:
1) Kepala dan Leher
Mata konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, leher tidak
teraba KGB dan Tiroid, JVP : tekanan vena jugularis 5+3
cmH2O.
2) Dada/ Thorax dan Punggung (Inspeksi, palpasi, Perkusi dan
Auskultasi)
Tampak adanya retraksi dada. Auskultasi: auskultasi Paru
ada ronchi basah pada kedua basal paru, auskultasi jantung
terdengar suara S3 dan S4 serta murmur pada area apeks.
3) Abdomen dan Pinggang
Abdomen datar, tidak ada nyeri tekan, tidak ada teraba
pembesaran hati dan limfe.
4) Anggota Gerak
Ekstremitas teraba dingin dan berkeringat dan edema +2
pada kedua tungkai. CRT > 3 detik. Pitting edema ada.
5) Genitalia dan Anus
Tidak ada masalah.

3. Hasil Pemeriksaan Penunjang


a. Hasil pemeriksaan X-Ray dada didapatkan CTR 70 % dengan
kongesti pulmonal.
b. Hasil pemeriksaan Echocardiografi didapatkan ejeksi fraksi
45%.
c. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Natrium 140
mmol/L, Clorida 100 mmol/L, magnesium 2,4 mmol/L dan
Calsium 1,9 mmol/L. Sat. 02 98%.
4. Terapi Obat dan Makanan
Saat ini pasien bedrest dan membatasi aktivitas, diberikan
oksigen melalui nasal kanula 3 liter/menit, dan terapi obat Captopril
3 x 6,25 mg (PO), Lasix 2 x 1 amp (IV) dan pembatasan cairan 600
ml/hari. Makan diit Peroral Rendah Garam 2100 Kkal/ Hari.

2.3.3 Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. DS:
- Pasien mengeluh sesak Penurunan Penurunan Curah
nafas. Kontraktilitas Miokard Jantung
- Pasien mengatakan Sesak
timbul saat malam hari saat
pasien tidur dengan posisi Hambatan Pengosongan
telentang dan saat Ventrikel
beraktivitas ringan.

DO: Beban Jantung


- TTV. TD: 170/100 mmHg, Meningkat
frekuensi Nadi 112
kali/menit, frekuensi Napas
30 kali/menit, Suhu 36,50 Gagal Pompa Ventrikel
- Oksigen melalui nasal
kanula 3 liter/menit.
- Pasien tidur dengan Penurunan Curah
menggunakan 2 bantal. Jantung
Sering terbangun malam
hari karena sesak.
- Riwayat Demam Rematik.
- JVP : tekanan vena
Jugularis 5+3 cmH2O
- Tampak adanya Retraksi
Dada. Auskultasi Paru: ada
ronchi basah pada kedua
basal paru, Auskultasi
jantung: Bunyi jantung
suara S3 dan S4 serta
murmur pada area apeks.
- Hasil pemeriksaan X-Ray
dada didapatkan CTR 70 %
dengan Kongesti Pulmonal.
- Hasil pemeriksaan
Echocardiografi didapatkan
Ejeksi Fraksi 45%.
- Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan
Natrium 140 mmol/L,
Clorida 100 mmol/L,
magnesium 2,4 mmol/L dan
Calsium 1,9 mmol/L. Sat.
O2 98%.
- Pasien mendapat Terapi
:Simarc 1x1 tab, Digoxin
1x1. tab, ISDN 1x1 (bila
nyeri dada).
2. DS: Gangguan Volume
- Pasien mengatakan kaki Penurunan Curah Cairan Berlebih
bengkak-bengkak. Jantung
DO:
- Ekstremitas teraba dingin
dan berkeringat dan edema Penurunan Volume
+2 pada kedua tungkai Ektrasel & Perfusi Renal
- CRT > 3 Det.
- Pitting edema ada.
- pembatasan cairan 600 Penurunan Kecepatan
ml/hari. Filtrasi Glomerolus
- Pasien mendapat Terapi:
Furosemide 20 mg 1x1 tab.
- Balance Cairan Intake dan
Pelepasan RAA
Output Positif

Retensi Na dan Air

Edema

Kelebihan Volume
Cairan

3. DS:
- Pasien mengatakan Penurunan Curah Intoleransi Aktivitas
sesak tersebut dirasakan Jantung dan Saturasi O2
sejak 3 hari yang lalu
dan timbul saat malam
hari saat pasien tidur Suplai Darah Ke Jaringan
dengan posisi telentang menurun
dan saat beraktivitas
ringan.

DO:
- Frekuensi napas 30 Ketidakseimbangan
kali/menit, Antara Kebutuhan dan
- Sesak nafas saat Masukan Oksigen.
aktivitas ringan
- Pasien bedrest dan
membatasi aktivitas. Metabolisme Sel
- Kaki tampak bengkak- Menurun
bengkak (Edema
Tungkai)
Kelemahan

Intoleransi Aktivitas

2.3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas miokard.
2. Gangguan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan
kecepatan filtrasi glomerolus.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan masukan oksigen.

2.3.5 Perencana Keperawatan

No Diagnosis Kriteria evaluasi Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Penurunan curah Setelah diberikan Mandiri
jantung tindakan  Auskultasi nadi  Pada HF
berhubungan keperawatan apikal, kaji ditemukan
dengan gangguan pada pasien, kecepatan nadi dan takikardi dan
kontraktilitas pasien akan : ritme disritmia
miokardium 1. Menunjukkan  Catat bunyi  S1 dan S2 biasanya
jantung efektifitas jantung terdengar lemah,
pompa irama Gallop
jantung ditemukan (S3 dan
2. Menunjukkan S4) serta bunyi
perilaku murmur
manajemen  Palpasi nadi  Penurunan curah
perawatan perifer jantung
diri penyakit dicerminkan
jantung dengan penurunan
nadi radial,
popliteal, dorsalis
pedis, dan post-
tibial
 Monitor BP  Pada HF ringan
sedang dan kronik
peningkatan BP
mungkin terjadi
karena
peningkatan SVR.
 Inspeksi kulit dari  Pucat indikasi dari
pucat dan cyanosis gangguan perfusi
perifer sedangkan
cyanosis akibat
dari peningkatan
kongesti vena
 Monitor urin  Ginjal merespon
output, warna dan penurunan curah
konsentrasi urin jantung dengan
menahan sodium
dan air.
 Observasi dalam  Mengindikasikan
sensori : letargi, perfusi serebral
kebingungan, yang tidak
disorientasi, adekuat akibat
kecemasan dan penurunan curah
depresi jantung
 Mendorong klien  Meningkatkan
untuk efisiensi kontraksi
istirahat/bedrest, jantung serta
mengatur posisi mengurangi beban
duduk di kursi atau kerja serta
tempat tidur konsumsi oksigen
miokardium
 Menciptakan  Membantu
lingkungan yang mengurangi stress
nyaman dan yang dapat
hening, menghasilkan
menjelaskan vasokonstriksi,
tindakan peningkatan BP,
keperawatan dan kerja jantung dan
medikasi yang kecepatan nadi.
diberikan,
mendengarkan dan
merespon keluhan
serta perasaan
klien
 Anjurkan klien  Manuver
menghindari vasovagal
kegiatan yang menyebabkan
membutuhkan stimulasi vagal
respon vasovagal yang diikuti
seperti mengedan peningkatan
saat BAB dan takikardi.
menahan nafas
saat berubah
posisi.
 Tinggikan kaki  Mengurangi stasis
pasien vena dan resiko
menghindari formasi thrombus
tekanan dibawah dan emboli
lutut
 Periksa betis,  Stasis dan pooling
pengurangan vena, bedrest
denyut nadi pedal, berlebihan
adanya bengkak, meningkatkan
kemerahan atau resiko
pucat pada tromboplebitis
ekstremitas
 Mencegah  Kejadian
pemberian keracunan digoxin
digoxin, sesuai sangat tinggi
indikasi, atau (20%) karena
melaporkan jika margin yang
terjadi perubahan sangat sempit
irama, kecepatan antara rentang
nadi/ tanda terapeutik dan
keracunan digoxin toksik. Digoxin
dihentikan ketika
terjadi penurunan
HR, disritmia.
Kolaborasi
 Berikan oksigen  Meningkatkan
sesuai indikasi supply oksigen
untuk asupan
miokardium
dalam melawan
efek hipoksia dan
iskemia
 Berikan terapi  Diuretik
medikasi : diuretik memblokir
(furosemide), reabsorpsi klorida
ACE inhibitor sehingga
(captopril) mengganggu
reabsorpsi natrium
dan air, ACE
inhibitor
menurunkan
tekanan pengisian
ventrikel sehingga
meningkatkan
curah jantung
 Berikan terapi  Peningkatan
cairan IV, tekanan ventrikel
membatasi jumlah kiri tidak dapat
total, sesuai mentolerir
indikasi. Hindari peningkatan
larutan garam volume cairan
(preload). Pasien
HF mengeluarkan
sedikit sodium
yang
menyebabkan
retensi cairan dan
meningkatkan
beban kerja
myocardium
 Monitor dan  Perubahan cairan
koreksi elektrolit dan penggunaan
sesuai indikasi diuretik dapat
mengganggu
elektrolit
(khususnya
potassium dan
klorida) yang
mempengaruhi
kontraktilitas dan
irama jantung
 Monitor EKG  ST depresi dan
serial dan gelombang T
perubahan x-ray mendatar terjadi
dada karena
peningkatan
kebutuhan
oksigen
myocardium. X-
ray dada
menunjukkan
pembesaran
jantung dan
perubahan
kongesti pulmonal
2. Kelebihan volume Setelah diberikan Mandiri
cairan tindakan  Monitor output  Output urin
berhubungan keperawatan urin, catat jumlah sedikit dan
dengan penurunan pada pasien, dan warna terkonsentrasi
kecepatan filtrasi pasien akan : karena penurunan
glomerolus 1. Menunjukkan perfusi ginjal
stabilitas  Monitor  Terapi diuretik
volume cairan keseimbangan dapat
2. Menunjukkan intake dan output menyebabkan
pemahaman selama 24 jam hypovolemia
diet individu  Pertahankan  Berbaring dapat
dan posisi semi meningkatkan
pembatasan fowler saat filtrasi
cairan istirahat/ bedrest glomerulus dan
menurunkan
produksi ADH
 Buat jadwal  Melibatkan klien
asupan cairan dalam rejimen
jika dibatasi terapi dapat
secara medis dan meningkatkan
menggabungkan rasa kontrol dan
preferensi kerjasama dengan
minuman jika pembatasan
memungkinkan cairan
 Timbang BB  Adanya
setiap hari perubahan
mengindikasikan
respon terhadap
terapi
 Kaji adanya  Retensi kelebihan
pembengkakan cairan dapat
pembuluh darah dimanifestasikan
perifer dan leher dengan
pembengkakan
vena dan formasi
edema
 Anjurkan  Pengawasan
perubahan posisi terhadap
secara teratur pencegahan
gangguan
integritas kulit
 Auskultasi bunyi  Kelebihan
nafas, catat volume cairan
adanya sering mengarah
peningkatan pada kongesti
sesak. pulmonal
 Kaji adanya  Dapat
laporan tentang mengindikasikan
dyspnea ekstrim adanya
yang mendadak komplikasi,
seperti edema
pulmonal
 Monitor BP  Hipertensi
menunjukkan
peningkatan
kelebihan volume
cairan
 Kaji bunyi bising  Kongesti visceral
usus (adanya dapat terjadi pada
anorexia, mual, HF yang progresif
distensi abdomen dan mengganggu
dan konstipasi) fungsi
pencernaan
 Sediakan  Mengurangi
makanan dalam motilitas lambung
porsi kecil, sering dan mencegah
dan mudah rasa tidak nyaman
dicerna di perut
 Ukur lingkar  Mengawasi
perut terjadinya
peningkatan
cairan di rongga
peritoneal
(ascites)
 Dorong pasien  Mengurangi
mengungkapkan stress dan
perasaan kecemasan dapat
mengenai mengurangi
keterbatasan perasaan
kelelahan
 Palpasi abdomen  Mengawasi
(adanya nyeri perkembangan
atau perut HF yang
lembek) mengarah ke
congesti vena
yang
menghasilkan
distensi abdomen,
hepatomegali dan
nyeri
 Catat  Mengawasi tanda
peningkatan defisit sodium
letargi, hipotensi dan potassium
dan kram otot

Kolaborasi
 Berikan obat  Meningkatkan
sesuai indikasi kecepatan aliran
(diuretik) urin dan mungkin
menghambat
reabsorpsi dari
sodium dan
klorida pada
tubulus ginjal
 Mempertahankan  Mengurangi total
pembatasan air dalam tubuh
cairan dan dan mencegah
sodium sesuai reakumulasi
indikasi cairan
 Monitor x-ray  Menunjukkan
dada perubahan
peningkatan/
resolusi kongesti
pulmonal
3. Intoleransi Setelah diberikan Mandiri
aktivitas tindakan  Periksa tanda vital  Hipotensi
berhubungan keperawatan sebelum dan ortostatik dapat
dengan pada pasien, sesudah aktivitas terjadi karena
ketidakseimbangan pasien akan : aktivitas
antara kebutuhan 1. Menunjukkan dikarenakan
dan asupan oksigen daya tahan pengaruh obat,
dengan cairan atau fungsi
partisipasi pompa jantung
aktif dalam  Dokumentasikan  Ketidakmampuan
kegiatan yang respon untuk
diinginkan kardiopulmonal meningkatkan
2. Mencapai terhadap aktivitas volume stroke
peningkatan (takikardi, selama aktivitas
toleransi disritmia, dapat
aktivitas yang dyspnea, menyebabkan
terukur diaphoresis dan peningkatan
pucat) segera dalam
denyut jantung
dan kebutuhan
oksigen, sehingga
memperparah
kelemahan dan
kelelahan.
 Kaji tingkat  Kelelahan
kelelahan dan diakibatkan gagal
evaluasi faktor jantung
lain yang berkelanjutan
mempengaruhi yang semakin
parah dan
berhubungan
dengan
abnormalitas
hemodinamik,
pernafasan, dan
otot perifer.
 Evaluasi  Dapat
percepatan menunjukkan
intoleransi peningkatan
aktivitas dekompensasi
jantung daripada
aktivitas
berlebihan
 Memberikan  Memenuhi
bantuan dengan kebutuhan
kegiatan perawatan
perawatan diri dan pribadi klien
memberikan jeda tanpa tekanan
waktu istirahat miokardium yang
tidak semestinya
atau permintaan
oksigen yang
berlebihan.
Kolaborasi
 Melaksanakan  Memperkuat dan
program meningkatkan
rehabilitasi dan fungsi jantung
aktivitas jantung dibawah tekanan
yang telah dinilai jika disfungsi
jantung bersifat
reversibel.

Anda mungkin juga menyukai