PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui proses pengolahan pangan
dengan menggunakan suhu tinggi yang meliputi penyangraian untuk memperbaiki
eating quality dan suhu rendah yang meliputi pembekuan, serta mengetahui
perubahan kualitas bahan pangan pasca pengolahan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
b. Pembekuan
Pembekuan merupakan proses menghilangkan panas pada produk pangan
dan mempertahankan suhu penyimpanannya di bawah titik beku. Pembekuan
memiliki pengaruh yang menguntungkan pada produk pangan, yaitu dengan
penurunan suhu akan memperlambat reaksi biokimia serta menghambat
pertumbuhan mikroorganisme patogen yang menyebabkan penurunan mutu, seperti
reaksi oksidasi lemak, denaturasi protein, atau aktivitas enzim hidrolitik (Tucker,
2008). Perubahan nutrisi dan kualitas organoleptik pada produk pangan akan sangat
kecil dengan melakukan pembekuan. Pembekuan juga dapat mengurangi
penggunaan bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan, karena mampu
mencegah perkembangan mikroorganisme (Evans, 2008).
Prinsip pembekuan adalah memindahkan air dari matriks produk pangan
dengan membentuk kristal es. Kristal es yang terdapat dalam jaringan produk
pangan akan menyebabkan air sisa yang tidak membeku akan meningkat
konsentrasinya dengan padatan terlarut, sehingga dapat menurunkan Aw. Sebagian
besar mikroorganisme tidak dapat hidup pada Aw di bawah 7,0 (Evans, 2008).
Pada proses pembekuan kandungan air produk pangan mengalami
perubahan bentuk menjadi kristal-kristal es, yang mengakibatkan peningkatan
konsentrasi sehingga dapat menurunkan aktivitas air (Aw) pada produk pangan
(Fellows, 2000). Pengawetan pada bahan pangan dapat dicapai dengan
menggabungkan suhu rendah dan menurunkan Aw.
Pindah panas pada bahan pangan umumnya secara konveksi, yaitu pindah
panas antara udara pembeku dengan permukaan bahan pangan Proses pembekuan
dimulai dari permukaan bahan pangan yang langsung berhubungan dengan media
pembeku padat (misalnya heat exchanger plates pada suhu -30⁰C hingga -40⁰C, dry
ice pada suhu -78,5⁰C, cairan kriogenik nitrogen pada suhu -196⁰C). Permukaan
bahan pangan akan membeku lebih cepat dibandingkan bagian dalamnya, karena
panas pada bagian dalam harus melalui permukaan dengan konduksi (Evans, 2008).
Titik beku suatu cairan adalah suhu dimana cairan tersebut dalam keadaan
seimbang dengan bentuk padatnya. Suatu larutan dengan tekanan uap yang lebih
rendah dari zat pelarut murni tidak akan seimbang dengan zat pelarut yang padat
pada titik beku normalnya. Sistem tersebut harus didinginkan sampai suhu dimana
larutan dan zat pelarut yang padat mempunyai tekanan yang sama. Titik beku suatu
larutan lebih rendah daripada zat pelarut murni. Jika suatu cairan menguap,
molekul-molekul yang lepas memberikan suatu tekanan yang dikenal dengan 8
tekanan uap. Tekanan total dari suatu sistem akan sama dengan tekanan parsial dari
tekanan tersebut.
Penambahan zat terlarut yang bersifat tidak menguap (gula) ke dalam air
akan menurunkan tekanan uap air dari larutan gula dalam air dan titik beku larutan
tersebut akan menjadi lebih rendah daripada air murni. Oleh karena kebanyakan
bahan pangan memiliki kandungan air yang tinggi, maka kebanyakan bahan pangan
akan membeku pada suhu 32o F dan 25o F. Selama berlangsung pembekuan suhu
bahan pangan tersebut relatif tetap sampai sebagian air dari bahan pangan tersebut
membeku dan setelah beberapa waktu suhu akan mendekati medium pembeku
(Rohanah ,2002).
Perubahan Fisik Perlakuan pembekuan akan menyebabkan perubahan-
perubahan yang mempengaruhi kualitas bahan pangan. Perubahan yang dapat
terjadi adalah perubahan sifat fisik dan kimiawi, sehingga mempengaruhi kualitas
bahan pangan beku. Perubahan fisik yang terjadi adalah :
1. Warna
2. Peningkatan volume
3. Perubahan bobot
4. Freeze burn
2. Kehilangan warna
4. Kehilangan vitamin
5. Denaturasi protein
Gambar 1. Perbandingan kurva pembekuan air murni dan kurva pembekuan bahan
pangan; tf = waktu pembekuan, Tf,w = titik beku air murni, Tf,f = titik beku produk
pangan, Tm = suhu medium pembekuan
Total waktu (tf) yang diperlukan untuk bergerak dari C-F (sering disebut
sebagai daerah “freezing plateau”) ditentukan oleh seberapa cepat laju pengambilan
panas. Selanjutnya (FG) – suhu produk (yang merupakan campuran es-air) terus
menurun mendekati suhu pembeku (Tm).
b. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses menghilangkan kelembaban
dari bahan mentah dalam proses ini dan minyak . Minyak merupakan bagianyang
terpenting dalam proses ini dan minyak harus dijaga kualitasnya(kebersihannya dari
degradasi). Degradasi dapat menyebabkan minyaktengik karena mengandung free
fatty acid (asam lemak bebas) yang dapatmenimbulkan bau, warna, dan rasa yang
tidak disukai (Gould, 1996).
Penggorengan yang dilakukan dapat menimbulkan berbagai akibat,antara
lain: rasa gurih pada bahan pangan bertambah karena ada minyakyang berikatan
dengan bahan pangan, bahan pangan menjadi lebih
keringsehingga Aw pada bahan pangan menjadi turun dan pertumbuhanmikroorga
nisme terhambat, warna pada bahan mengalami perubahan karena terjadi perubahan
komponen kompleks menjadi komponen lebih sederhana (Winarno, 1980).
c. Enrobing/coating
Coating adalah Sebuah istilah umum untuk menggambarkan penerapan
penutup kental (seperti seperti adonan, coklat, tepung / campuran gula)
kepermukaan makanan. Sedangkan Enrobing adalah unit operasi di mana potongan
potongan makanan yang dilapisi dengan coklat atau bahan lainnya (Fellows 1990).
Menurut Krochta (1992) edible coating adalan lapisan tipis yang terbuat dari bahan
yang dapat dimakan, serta dapat berfungsi sebagai penahan (barrier ) perpindahan
massa (seperti kelembaban, oksigen, lemak, dan larutan), atau sebagai pembawa
bahan makanan dan tambahan (aditif) juga untuk meningkatkan kemudahan
penanganan makanan.
Pada umumnya tujuan dari pelapisan bahan (coating) itu sendiri menurut P.
Fellows (2000) adalah untuk meningkatkan penampilan dan eating quality makanan
serta meningkatkan berbagai varietas olahannya. Dalam beberapa kasus, coating
juga berguna untuk membatasi pertukaran uap air (kelembaban tinggi) dan gas, atau
melindungi makanan terhadap kerusakan secara mekanis. Secara umum, coatings
juga diterapkan pada makanan :
a. untuk memperbaiki penampilan
b. untuk memodifikasi tekstur
c. untuk meningkatkan rasa
d. untuk meningkatkan kenyamanan
e. untuk meningkatkan variasi dan menambah nilai produk dasar.
Proses coating dan enrobing menghasilkan perubahan pada warna, rasa,
tekstur, dan juga flavor . Menurut Deman (1989) warna penting bagi banyak
makanan. Warna memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan,
seperti reaksi browning . Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan
daripada warna dan rasa. Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk,
bersari, menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan
mouthfeel.
d. Pasteursasi
Pasteurisasi adalah suatau proses pemanasan yang dilakukan pada suhu
kurang dari 100°C, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik sampai
beberapa menit tergantung pada tingginya suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu
pasteurisasi, makin singkat watu yang dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan
utama dari proses pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetative
mikroba pathogen,mikroba pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk.
Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan mengguna-
kan uap air, air panas atau udara panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu
pemanasan yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi tergantung dari ketahanan
mikroba
terhadap panas. Namun perlu diperhatikan juga sensivitas bahan pangan yang
bersangkutan terhadap panas. Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara
suhu dan lamanya waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan pangan.
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode
1) Low Temperature Long atau disingkat LTLT dan
2) High Temperature Short Time yang disingkat HTST. Metode LTLT
dilakukan pada suhu 62,8°C selama 30 menit, sedangkan HTST dilakukan
pada suhu 71,7°C selama 15detik (Koeswardhani, 2006).
e. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan
yang bersifat mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses
yang menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara
atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang
dapat hidup dalam bahan pangan (Koeswardhani,2006).
Dalam proses sterilisasi, semakin rendah suhu yang digunakan
makasemakin lama waktu yang dibutuhkan. Namun, waktu pemanasan yang cukup
lama, lebih-lebih pada suhu tinggi, akan berakibat menurunnya nilai gizi. Sterilisasi
tersebut dikenal dengan istilah Ultra High Temperature atau disingkat UHT, yaitu
pemanasan yang dilakukan pada suhu sekitar 135°C-140°C selama 6 - 10 detik atau
140°C-150°C selama 2 - 4 detik (Koeswardhani, 2006).
Produk coating dan enrobing dapat diubah sesuai yang dikehendaki karena
dapat melindungi dari kerusakan mekanis. Keanekaragaman penyalut yang
digunakan untuk memberikan suatu bahan appearance yang berbeda dari
penampilansebelumnya,yaitu berupa gloss dan color dapat menjadi keunggulan da
ri produk itu sendiri. Setelah mengalami coating dan enrobing, bahan makanan
biasanya akan mengikuti ingredient yang dibawa oleh penyalutnya. Ketebalan dari
coating dan enrobing ditentukan oleh viskositas bahan.Semakin tinggi viskositas
bahan akan semakin tebal bumbu yang menyelimuti bahan makanan
Proses coating dan enrobing menghasilkan perubahan pada warna, rasa,
tekstur, dan juga flavor. Menurut Deman (1989) warna penting bagi banyak
makanan. Warna memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan,
seperti reaksi browning.Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan daripada
warna dan rasa.Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk,
bersari,menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan
mouthfeel.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.2 Bahan
1. Kacang tanah
2. Bayam
3. Nanas
4. Telur
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Penyangraian
Kacang tanah
Penimbangan
Penyangraian 5 menit
Penirisan
Penimbangan
Bahan
Penimbangan
4.1 Penyangraian
Perlakuan
Sampel Parameter
Sampel Segar Setelah digoreng
Kacang Berat 39,6699 gram 38,2495 gram
Coklat tua,
Warna Coklat muda, baik
kehitaman
Khas kacang
Khas kacang tanah,
Aroma sangrai, aroma
tidak tengik
lebih kuat
Kulit terkelupas,
Tekstur
halus
Rasa - -
Gambar
4.2 Pembekuan
Perlakuan
Sampel Parameter
Sampel Segar Setelah digoreng
Berat 31,5094 gram 28,8 gram
Warna Kuning Kuning pucat
Nanas Khas nanas, namun
tanpa Aroma Asam, khas nanas
kurang kuat
dibungkus Tekstur - -
Rasa - -
Gambar
Gambar
Gambar
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1.2 Pembekuan
Pada praktikum pembekuan bahan hasil pertanian, langkah pertama adalah
penimbangan bahan. Bahan yang digunakan dalam proses pembekuan adalah
bayam, nanas, dan telur. Langkah kedua adalah pengamatan berat, kesegaran,
aroma, warna, dan tekstur bahan dengan menggunakan panca indera. Langkah
selanjutnya adalah penyimpanan dalam freezer selama 4 hari, bahan yang akan
dibekukan di beri perlakuan tanpa dibungkus. Langkah terakhir adalah pengamatan
perubahan bahan yang telah dibebukan selama 4 hari meliputi pengamatan berat,
kesegaran, aroma, warna, dan tekstur bahan.
5.2.2 Pembekuan
Pada proses pembekuan bahan yang digunakan adalah bayam, nanas, dan
telur dengan perlakuan tanpa dibungkus. Berat bahan awal dan setelah perlakuan
pembekuan mengalami perubahan yang sangat besar. Warna dan aroma bahan
sangat jauh berbeda dari warna dan aroma bahan awal. Pada telur tekstur yang
dihasilkan jauh lebih encer dari tekstur awal. Perubaha perubahan ini tidak sesuai
denga teori yang menyatakan bahwa pembekuan bahan pangan biasanya digunakan
untuk pengawetan bahan dan produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki
kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti buah, sayur, ikan, daging dan unggas.
Pada suhu beku, sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90%-95%)
membeku. (Kusnandar, 2010).
Hasil pembekuan yang sangat jauh berbeda dengan teori karena tanpa
adanya kemasan pada bahan. penggunaan kemasan akan menghindari bahan dari
proses frozen burn ( Gosong beku, tampak kehitaman dan kering), menghindari
perubahan rasa, warna, tekstur dan penampakan fisik bahan yang tidak menarik.
Selain itu pengemasan yang cocok akan mengurangi terjadinya desikasi, dehidrasi,
dan oksidasi lemak.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari pembahasan data yang telah dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa
bahan yang telah dibekukan dengan perlakuan tanpa kemasan/ tanpa dibungkus
menghasilkan warna, aroma, tekstur, dan berat yang tidak sesuai dengan teori
pengolahan suhu rendah dengan pembekuan. Bahan yang dihasilkan tidak awet dan
sangat jauh dari karakteristik bahan awal.
Pada pengolahan dengan suhu tinggi, menggunakan penyangraian. Bahan
yang dihasilkan telah sesuai dengan teori dan kualitas bahan pangan jauh lebih baik
atau telah memperbaiki eating quality bahan.
6.2 Saran
Saran untuk praktikum ini, sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan
melakukan praktikum sesuai dengan prosedur yang ada agar tidak terjadi kesalahan
pada saat praktikum. Sebaiknya pada meja setiap kelompok telah disediakan
beberapa alat untuk praktikum, agar pada saat praktikum tidak bingung mencari alat
dan waktu praktikum bisa berlangsung cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Ciptadi dan Nasution. 1985. Pengolahan Kopi. Bogor : Agro Industri Press.
Deman, M. J. 1989. Kimia Makanan. Penerjemah : K. Padmawinata. Bandung : ITB Press.
Evans J. 2008. Frozen Food Science and Technology. United Kingdom : Blackwell
Publishing, Ltd.
Fellow, A. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd ed. England :
Woodread. Pub. Lim. Terjemahan Ristanto.W dan Agus Purnomo
Fellows, P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. New York : Ellis
Horwood.
Gould, W.A. (1996). Unit Operations for the Food Industries. USA : CTI Publications.
Inc.
Kasno, A. 2005. Pencegahan infeksi Aspergillus flavus dan kontaminasi aflatoksin pada
kacang tanah. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan 23(3):75-81.
Koeswardhani, M. 2006. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Kusnandar, F. 2010. Kimia pangan. Komponen Pangan. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Larousse, J. and Bruce E. Brown. (1997). Food Canning Technology. USA : Wiley-VCH,
Inc.
Muchtadi, T. dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses Dan Teknologi Pangan. Bandung :
Alfabeta.
Mulato, S., Widyotomo, S., Misnawi, dan Suharyanto, E. 2005. Pengolahan produk primer
dan sekunder kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember
dalam Indarti, E. 2007. Efek pemanasan terhadap rendemen lemak pada
proses pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol:6
(2).
Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. Yogyakarta :
PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.
Oleh :
Emilialata Devi Ayudi
171710101116
Kelompok 2/THP B