Anda di halaman 1dari 15

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu
tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.
Setiap 100 gram kacang buncis mengandung 35,0 kalori; 2,4 gram protein; 0,2 gram
lemak; 7,4 gram karbohidrat; 65,0 mg kalsium; 44,0 gram fosfor; 1,1 gram besi;
vitamin A 630,0 mg; vitamin B 0,8 mg; vitamin C 19,0 mg; dan air 88,9 gram.
Buncis memiliki salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah
dikembangkan serta memiliki potensi ekonomi yang sangat baik, sebab memiliki
peluang pasar yang cukup luas (Setianingsih dan Khoerudin, 2002).
Kebutuhan masyarakat akan buncis terus meningkat dari tahun ke tahun
seiring dengan pertumbuhan penduduk.Hasil survei pertanian yang dilakukan pada
tahun 1990 dengan jumlah penduduk 179.332.000 jiwa, kebutuhan akan buncis
mencapai 261.810 ton, sedangkan produksi buncis hanya mencapai 149.863 ton.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui cara pengolahan acar buncis
2. Mengetahui manfaat acar buncis.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
Buncis merupakan salah satu jenis tanaman sayuran polong yang memiliki
banyak kegunaan. Sebagai bahan sayuran, polong buncis dapat dikonsumsi dalam
keadaan muda atau dikonsumsi bijinya. Buncis bukan tanaman asli Indonesia, tetapi
berasal dari meksiko selatan dan Amerika Tengah. Buncis yang dibudidayakan oleh
masyarakat di Indonesia memiliki banyak jenis. Dari ragam varietas tersebut,
tanaman buncis secara garis besar dibagi dalam dua tipe, yaitu buncis tipe membelit
atau merambat dan buncis tipe tegak atau tidak merambat (Cahyono, 2007).
Kedudukan tanaman buncis dalam tatanama tumbuhan (taksonomi) di
klasifikasikan ke dalam (Benson, 1957):

Kingdom : Plant Kingdom


Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub family : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Suku kacang-kacangan (Leguminosae atau Papilionaceae) mempunyai 690


genus dan sekitar 18.000 spesies. Beberapa spesies yang paling dekat dengan
tanaman buncis diantaranya adalah kratok (P. lunatus L.) dan kacang hijau (P.
radiates L.) (Rukmana, 1998).
Buncis memiliki bentuk semak atau perdu dengan tinggi tanaman buncis
tipe tegak berkisar antara 30-50 cm, tergantung pada varietasnya. Sedangkan tinggi
ranaman buncis tipe merambat dapat mencapai 2 m. Tanaman buncis berakar
tunggang yang tumbuh lurus ke dalam hingga kedalaman sekitar 11-15 cm, dan
berakar serabut yang tumbuh menyebar (horizontal) dan tidak dalam. Batang
tanaman buncis berbengkok-bengkok, berbentuk bulat, berbulu atau berambut
halus, berbuku-buku atau beruas-ruas, lunak tetapi cukup kuat. Tanaman buncis
memiliki bentuk daun bulat lonjong, ujung daun runcing, tepi daun rata, berbulu
atau berambut sangat halus, dan memiliki tulang-tulang menyirip. Bunga tanaman
buncis berbentuk bulat panjang (silindris) yang panjangnya 1,3 cm dan lebarnya
bagaian tengah 0,4 cm. Bunga buncis berukuran kecil dengan kelopak bunga
berjumlah 2 buah dan pada bagian bawah atau pangkal bunga berwarna hijau.
Polong buncis memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada varietasnya, ada yang
berbentuk pipih dan lebar yang panjangnya lebih dari 20 cm, bulat lurus dan pendek
kurang dari 12 cm, serta berbentuk silindris agak panjang sekitar 12-20 cm. biji
buncis yang telah tua agak keras berukuran agak besar, berbentuk bulat lonjong
dengan bagian tengah (mata biji) agak melengkung (cekung), berat biji buncis
bekisar antara 16-40,6 g (berat 100 biji) (Cahyono, 2007).
Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang penting dan
mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam berbagai macam
penyakit. Gum dan pektin yang terkandung dapat menurunkan kadar gula darah,
sedangkan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar dan kanker
payudara. Serat kasar dalam polong buncis sangat berguna untuk melancarkan
pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun dari tubuh (Cahyono,
2007).
Pada buah, batang, dan daun buncis mengandung senyawa kimia yaitu
alkaloid, saponin, polifenol, dan flavonoid, asam amino, asparagin, tannin, fasin
(toksalbumin). Biji buncis mengadung senyawa kimia yaitu glukoprotein, tripsin
inhibitor, hemaglutinin, stigmasterol, sitosterol, kaempesterol, allantoin dan
inositol. Kulit biji mengandung leukopelargonidin, leukosianidin, kaempferol,
kuersetin, mirisetin, pelargonidin, sianidin, delfinidin, pentunididin dan
malvidin. Sedangkan buncis segar mengandung vitamin A dan vitamin C
(Hernani, 2006). Kandungan kimia buncis memiliki manfaat yaitu untuk
meluruhkan air seni, menurunkan kadar gula dalam darah, bijinya dapat
menurunkan tekanan darah tinggi, beri-beri dan daunnya untuk menambah zat
besi (Hernani, 2006).

2.2 Acar
Fermentasi berperan penting dalam proses pengawetan pangan.
Fermentasi asam laktat merupakan salah satu metode dalam proses pengawetan
makanan yang dikombinasikan dengan garam untuk menyeleksi
mikroorganisme. Jika proses ini diaplikasikan pada sayur dan buah, maka disebut
acar. Acar adalah sayuran atau buah yang diawetkan dalam larutan garam yang
kemudian dilakukan fermentasi asam laktat (Astuti, 2006).
Menurut Archuleta (2009), acar dapat diklasifikasikan menjadi empat
yaitu :
1. Acar yang difermentasi (fermented pickles), sering disebut brine pickles,
difermentasi dan diawetkan sekitar 3 minggu.
2. Fresh pack, pembuatan acar secara cepat dengan tidak diasinkan atau
diasinkan hanya untuk beberapa jam, kemudian dikeringkan dan
dikombinasikan dengan cuka buah dan bumbu-bumbu.
3. Acar buah (fruit pickes), buah dipanaskan dalam sirup yang diasamkan dengan
cuka buah atau jus lemon.
4. Relishes, potongan atau hancuran buah atau sayur diberi bumbu dan dimasak
dengan cuka buah.

2.3 Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk
kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium
Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida,
Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat /
karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat
kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 ( Burhanuddin, 2001).
Garam Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya
dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan Kristal
berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi
berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting
untuk makanan, sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan
logam Na dan NaOH ( bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk ),
sebagai zat pengawet ( Mulyono, 2009).
Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan pangan tertentu.
Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang
Universitas Sumatera Utara memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang
tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan
karakteristik tertentu.
Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan
terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme
yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam
berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan
osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan
kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam
biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi
dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar
(pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju
( Estiasih, 2009).

2.4 Asam Cuka


Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah
suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa
asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan
asmosferik, titik didihnya 118,1o C. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat
luas di bidang industri dan pangan. Di Indonesia, kebutuhan asam asetat masih
harus di import, sehingga perlu di usahakan kemandirian dalam penyediaan bahan
(Hardoyono, 2007).
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang
penting untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Asam asetat digunakan sebagai
pengatur keasaman dalam industri makanan. Asam asetat encer juga sering
digunakan sebagai pelunak air di rumah tangga. Penggunaan asam asetat lainnya,
termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil (Setiawan, 2007).
Asam asetat digunakan untuk rumah tangga, industri dan kesehatan yaitu
sebagai berikut :
a. Bahan penyedap rasa pada makanan
b. Bahan pengawet untuk beberapa jenis makanan dan merupakan pengawet
makanan secara tradisional. Daya pengawet disebabkan karena kandungan asam
asetatnya sebanyak 0,1 % asam asetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri
spora penyebab keracunan makanan.
c. Pembuatan obat-obatan (Aspirin).
d. Bahan dasar pembuatan anhidrida asam asetat yang sangat penting diperlukan
untuk asetilasi terutama di dalam pembuatan selulosa asetat.
e. Bahan dasar untuk pembuatan banyak persenyawaan lain seperti asetil klorida.
f. Di bidang industri karet (menggumpalkan karet).
g. 0,3 % asam asetat dapat mencegah pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin.

BAB 3 METODOLOGI
Dalam pembuatan acar buncis, diperlukan beberapa bahan dan alat
penunjang, diantaranya yaitu:
3.1 Bahan yang digunakan terdiri dari :
1. Buncis muda varietas lokal
2. Garam dapur (NaCl)
3. Bahan kimia (asam oksalat anhidrat, AgNO3 0,1N; larutan amilum 1%;
HCL 25%; NaOH 20%; HI 20%)
3.2 Alat-alat yang diperlukan yaitu:
1. Botol
2. Termometer
3. Pisau
4. Spatula
5. Baskom
6. Timbangan
7. Corong
8. Kertas saring
9. Otoklaf
10. Gelas ukur
11. Penetrometer
12. Termometer
13. Erlenmeyer
14. Panci

Proses pembuatan acar buncis

Buncis segar

Pemotongan dan pencucian Air,


Air
ganggang
Buncis yang digunakan yaitu buncis yang masih muda dengan umur 60 hari
setelah tanam, sehat dan segar (Rahmat, 1996). Hal ini dikarenakan buncis muda
masih memiliki jaringan yang masih lunak. Kemudian dilakukan pembersihan dari
ganggang dan dilakukan pemotongan yang seragam kira-kira berukuran 5-6 cm
serta dilanjutkan dengan pencucian menggunakan air mengalir. Pemotongan yang
seragam dapat mempercepat proses blanching yang terjadi. Selanjutnya buncis
diblanching dengan cara mencelupkan ke dalam air yang bersuhu 100 ̊ C selama 3
menit. Selama proses berlangsung, suhu air dipertahankan dan seluruh bagian
buncis terendam dalam air. Buncis yang telah diblancing kemudian dimasukkan
dalam botol yang telah disterilkan dalam otoklaf dengan suhu 121 ̊C selama 15
menit. Larutan yang dibuat dari garam yang dipanaskan dengan air hingga suhu 60 ̊
C ditambahkan pada buncis hingga seluruh bagian botol penuh. Fermentasi
dilakukan dengan cara menyimpan buncis dalam ruangan bersuhu 27 ̊C selama 15
hari(Munajini, 1988). Hasil dari fermentasi akan menghasilkan acar buncis yang
memiliki cita rasa masam,sedap, dan awet.

BAB 4. PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Buncis
Buncis merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki banyak kegunaan
dan dapat dikonsumsi dalam keadaan muda atau dikonsumsi bijinya saja (Cahyono,
2007). Jenis sayuran ini kaya akan sumber protein, vitamin dan mineral penting
serta zat-zat lain seperti gum, pektin, dan lignin yang dipercaya berkhasiat untuk
obat dalam berbagai macam penyakit. Sedangkan kandungan serat kasar pada
buncis membantu untuk melancarkan pencernaan sehingga dapat mengeluarkan
zat-zat racun dari tubuh (Cahyono, 2007). Kandungan dan komposisi gizi polong
buncis dalam setiap 100 gram bahan menurut Cahyono (2007) ditunjukkan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nilai gizi kacang buncis per 100 g bahan yang dapat dimakan
No. Jenis zat gizi Jumlah kandungan gizi
1. Energi/kalori 35 kal
2. Protein 2,4 g
3. Lemak 0,2 g
4. Karbohidrat 7,7 g
5. Kalsium 6,5 g
6. Fosfor 4,4 g
7. Serat 1,2 g
8. Besi 1,2 g
9. Vitamin A 630,0 SI
10. Vitamin B1/Thiamine 0,08 mg
11. Vitamin B2/Riboflavin 0,1 mg
12 Vitamin B3/Niacin 0,7 mg
13. Vitamin C 19,0 mg
14. Air 89 g
Sumber : Emma S.Wirakusumah (1994) dalam Cahyono, B. (2007)

4.2 Manfaat Buncis Bagi Kesehatan


Acar merupakan hasil fermentasi bakteri asam laktat (Lactobacillus
bulgaricus) yang memberikan rasa masam dan sedikit asin pada bahan pangan
seperti halnya buncis. Rasa sedikit asam yang ditimbulkan ini dikarenakan pada
proses pembuatan acar menggunakan asam cuka. Meskipun dengan adanya proses
fermentasi sehingga terjadi perubahan pada sayur buncis itu sendiri, namun terdapat
sejumlah manfaat dari acar buncis bagi kesehatan tubuh manusia apabila
dikonsumsi diantaranya sebagai berikut:
a. Menurunkan Kolesterol
Kolesterol dalam tubuh mempunyai fungsi untuk membangun dan
memperbaiki membran sel, sintesis asam empedu dan vitamin D, prekursor hormon
progestin, hormone steroid, androgen dan estrogen. Kolesterol bila terdapat dalam
jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang disebut aterosklerosis.
Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung menyebabkan penyakit
jantung koroner (Almatsier, 2004). Kolesterol dibagi menjadi tiga yaitu kolesterol
High Density Lipoprotein (HDL), kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan
Trigliserida (Bastiansyah, 2008). Pada buncis, kandungan seperti fosfor dan serat
dipercaya berkhasiat menurunkan kadar lemak tubuh dan kolesterol.
b. Membantu kesehatan pencernaan
Probiotik merupakan jenis bakteri yang ramah pada sistem pencernaan dan
membantu untuk memproses makanan. Acar yang telah melalui proses fermentasi
dengan garam membentuk bakteri probiotik yang bermanfaat untuk meningkatkan
kesehatan pencernaan.
c. Penangkal radikal bebas
Acar bisa menjadi sumber antioksidan yang baik, karena sayuran atau
buah mentah disimpan segar tanpa dimasak. Sehingga, manfaat antioksidan, tidak
hilang seperti ketika makanan dimasak. Zat antioksidan untuk memerangi radikal
bebas yang dapat menyebabkan munculnya penyakit.

d. Mengendalikan diabetes
Diabetes melitus ialah suatu penyakit sistemik atau sindroma metabolik
yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada sistem
metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh. Gangguan
metabolisme yang terjadi disebabkan kurangnya insulin (absolute maupun relatif)
yang diperlukan tubuh. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya hiperglikemia,
yaitu peningkatan kadar gula dalam darah atau ditemukannya kandungan gula
dalam air kencing dan zat-zat keton serta asam yang berlebihan (Lanywati, 2001).
Diabetes melitus ini merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, namun
penyakit diabetes melitus dapat dikontrol. Kandungan kimia buncis (Phaseolus
vulgaris L.) seperti alkaloid, flavonoida, saponin, triterpenoida, steroida, sitosterol,
stigmasterin, trigonelin, arginin, asam amino, asparagin, kholina, fasin
(toksalbumin), zat pati, vitamin dan mineral. memiliki efek antihiperglikemik.
Sedangkan, kandungan aktif buncis yang berperan dalam proses menekan tingkat
kadar gula dalam darah adalah zat beta sitosterol dan stigmasterol (Waluyo, 2013).
e. Melindungi fungsi hati
Dalam acar memiliki sifat hepatoprotektor yang dapat melindungi dan
menjaga dari kerusakan hati.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari isi makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Salah satu cara pengawetan buncis adalah dengan diolah menjadi acar. Acar
adalah sayuran atau buah-buahan yang diawetkan dalam larutan garam yang
kemudian dlakukan fermentasi dengan penambahan asam cuka. Bahan yang
digunakan dalam pembuatan acar buncis antara lain ; buncis, garam, dan asam
cuka.
2. Manfaat dari acar buncis antara lain : Menurunkan Kolesterol, membantu
kesehatan pencernaan, penangkal radikal bebas, mengendalikan diabetes,
melindungi fungsi hati

5.2 Saran
Pada pengolahan buncis sebaiknya dilakukan dengan berhati-hati agar tidak
merusak kandungan zat gizi didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Archuleta, M. 2009. Preparing and Canning Fermented and Pickled Foods at


Home. New Mexico State University. 8 hlm.
Astuti, M. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengaruh Konsentrasi Garam dan
Blanching Terhadap Mutu Acar Buncis. Buletin Teknik Pertanian
11(2):58-63.
Bastiansyah, Eko. 2008. Panduan Lengkap: Membaca Hasil Tes Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Plus
Burhanuddin. 2001. Procedding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan
Riset Kelautan dan Perikanan.

Cahyono, B. 2007. Kacang Buncis: Teknik Budidaya Dan Analis Usaha Tani.
Yogyakarta : Kanisius.

Estiasih. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hardoyo, D. 2007. Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan


Acetobacter aceti B166. Lampung: FMIPA Universitas Lampung

Hernani Mono Rahardjo.2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Lanywati E. 2001. Diabetes melitus: penyakit kencing manis. Yogyakarta: Kanisius

Mulyono, H. 2009. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.

Munajini. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press.

Rahmat. 1996. Bertanam Buncis. Yogyakarta: Kanisius.

Rukmana. 1998. Bertanam Buncis. Yogyakarta: Kanisius.

Setianingsih T, Khaerodin. 2002. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan


Merambat. Jakarta: Penebar Swadaya
Setiawan, L. dan Irvani, A. 2007. Pembuatan Asam Asetat dengan Cara Murni.
Jakarta : Bumi Aksara

Waluyo N, Djuariah D. 2013.. Varietas-varietas buncis (Phaseolus vulgaris L.)


yang telah dilepas oleh balai penelitian tanaman sayuranIPTEK
Tanaman Sayuran. 2(1):2-4.

Anda mungkin juga menyukai