Anda di halaman 1dari 19

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi
mikroorganisme. Jika bahan pangan telah tercemar oleh mikroorganisme maka dapat
menyebabkan kerusakan pada bahan pangan, yakni terjadi kerusakan fisik dan kimia pada
bahan pangan tersebut. Hal ini, menyebabkan mutu pangan menjadi turun, dan akan
menyebabkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya. Pengendalian mikroorganisme pada
bahan pangan juga bertujuan memperpanjang umur simpan bahan pangan.

Salah satu metode pengawetan adalah dengan metode penyimpanan suhu rendah.
Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan memperlambat atau menghentikan metabolisme.
Suhu rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 150 C efektif dalam mengurangi laju
metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka pendek.
Seperti diketahui bahwa setiap penurunan suhu 8o C laju metabolisme akan berkurang
setengahnya.

Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -2oC sampai 10oC diharapkan dapat
memperpanjang umur simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan karena dapat
memperlambat aktivitas metabolisme adan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu
juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dar bahan pangan
(Muchtadi,2013).

Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur
simpan dan mempertahankan kesegaran dari buah dan sayur. Sedangkan kelembaban
(relative humidity) mempengaruhi kehilangan air, peningkatan kerusakan, beberapa insiden
kerusakan phisiologi, dan ketidakseragaman buah pada saat masak (ripening). Pengaturan
kelembaban yang optimal pada penyimpanan buah antara 85 sampai dengan 90%. Kemudian
komposisi atmosfir dalam hal ini terdiri dari oksigen, karbondioksida, dan gas etilen dapat
menyebabkan pengaruh yang besar terhadap respirasi dan umur simpan buah dan sayur
(AAK, 2000).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari penyimpanan buah-buahan dan
sayuran dengan perlakuan suhu rendah.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karaketristik Fisik dan Kimia Buncis


Buncis merupakan salah satu jenis tanaman sayuran polong yang memiliki banyak
kegunaan. Sebagai bahan sayuran, polong buncis dapat dikonsumsi dalam keadaan muda
atau dikonsumsi bijinya. Buncis bukan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari meksiko
selatan dan Amerika Tengah. Buncis yang dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia
memiliki banyak jenis. Dari ragam varietas tersebut, tanaman buncis secara garis besar dibagi
dalam dua tipe, yaitu buncis tipe membelit atau merambat dan buncis tipe tegak atau tidak
merambat (Cahyono, 2007).

Kedudukan tanaman buncis dalam tatanama tumbuhan (taksonomi) di


klasifikasikan ke dalam :
Kingdom : Plant Kingdom

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales (Leguminales)

Famili : Leguminosae (Papilionaceae)

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Suku kacang-kacangan (Leguminosae atau Papilionaceae) mempunyai 690 genus dan


sekitar 18.000 spesies. Beberapa spesies yang paling dekat dengantanaman buncis
diantaranya adalah kratok (P. lunatus L.) dan kacang hijau (P.radiates L.) (Rukmana, 1998).
Buncis memiliki bentuk semak atau perdu dengan tinggi tanaman buncis tipe tegak berkisar
antara 30-50 cm, tergantung pada varietasnya. Sedangkan tinggi ranaman buncis tipe
merambat dapat mencapai 2 m. Tanaman buncis berakar tunggang yang tumbuh lurus ke
dalam hingga kedalaman sekitar 11-15 cm, dan berakar serabut yang tumbuh menyebar
(horizontal) dan tidak dalam. Batang tanaman buncis berbengkok-bengkok, berbentuk bulat,
berbulu atau berambut halus, berbuku-buku atau beruas-ruas, lunak tetapi cukup kuat.
Tanaman buncis memiliki bentuk daun bulat lonjong, ujung daun runcing, tepi daun rata,
berbulu atau berambut sangat halus, dan memiliki tulang-tulang menyirip. Bunga tanaman
buncis berbentuk bulat panjang (silindris) yang panjangnya 1,3 cm dan lebarnya bagaian
tengah 0,4 cm. Bunga buncis berukuran kecil dengan kelopak bunga berjumlah 2 buah dan
pada bagian bawah atau pangkal bunga berwarna hijau. Polong buncis memiliki bentuk
bervariasi, tergantung pada varietasnya, ada yang berbentuk pipih dan lebar yang panjangnya
lebih dari 20 cm, bulat lurus dan pendek kurang dari 12 cm, serta berbentuk silindris agak
panjang sekitar 12-20 cm. biji buncis yang telah tua agak keras berukuran agak besar,
berbentuk bulat lonjong dengan bagian tengah (mata biji) agak melengkung (cekung), berat
biji buncis bekisar antara 16-40,6 g (berat 100 biji) (Cahyono, 2007).

Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral yang penting dan
mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam berbagai macam penyakit. Gum
dan pektin yang terkandung dapat menurunkan kadar gula darah, sedangkan lignin berkhasiat
untuk mencegah kanker usus besar dan kanker payudara. Serat kasar dalam polong buncis
sangat berguna untuk melancarkan pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun
dari tubuh (Cahyono, 2007).

Tabel 2.1. Kandungan nilai gizi kacang buncis per 100 g bahan yang dapat dimakan
No. Jenis Zat Gizi Jumlah Kandungan Gizi
1. Energi 35 kal
2. Protein 2,4 g
3. Lemak 0,2 g
4. Karbohidrat 7,7 g
5. Kalsium 6,5 g
6. Fosfor 4,4 g
7. Serat 1,2 g
8. Besi 1,2 g
9. Vitamin A 630 SI
10. Vitamin B1 0.08 mg
11. Vitamin B2 0,1 mg
12. Vitamin B3 0,7 mg
13. Vitamin C 19,0 mg
14. Air 89 g
Sumber : Emma S.Wirakusumah (1994) dalam Cahyono, B. (2007)

Berdasarkan kegunaannya, buncis terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Buncis Perancis : bagian yang dikonsumsi ialah polong berdaging yang berwarna hijau
kuning, atau ungu yang mengandung biji yang belum berkembang. Polong tidak
mempunyai urat samping.

2. Buncis filet haricot : polong mengandung urat samping (string), tetapi polong muda
berdaging yang dikonsumsi.
3. Buncis haricot : biji segar adalah bagian yang dimakan, sedangkan polong mengandung
urat samping dan serat umumnya tidak dikonsumsi.

4. Buncis bijian kering : biji kupasan kering adalah bagian yang dikonsumsi, sedangkan polong
mempunyai urat samping, serat, lapisan lir kertas, dan tidak dimakan (Rubatzky, 1998).

Pada buah, batang, dan daun buncis mengandung senyawa kimia yaitu alkaloid,
saponin, polifenol, dan flavonoid, asam amino, asparagin, tannin, fasin (toksalbumin). Biji
buncis mengadung senyawa kimia yaitu glukoprotein, tripsin inhibitor, hemaglutinin,
stigmasterol, sitosterol, kaempesterol, allantoin dan inositol. Kulit biji mengandung
leukopelargonidin, leukosianidin, kaempferol, kuersetin, mirisetin, pelargonidin, sianidin,
delfinidin, pentunididin dan malvidin. Sedangkan buncis segar mengandung vitamin A dan
vitamin C (Hernani, 2006). Kandungan kimia buncis memiliki manfaat yaitu untuk meluruhkan
air seni, menurunkan kadar gula dalam darah, bijinya dapat menurunkan tekanan darah tinggi,
beri-beri dan daunnya untuk menambah zat besi (Hernani, 2006).

2.2 Pengaruh Penyimpanan Bahan Pada Suhu Rendah

Komoditas sayuran setelah dipanen masih melakukan reaksi-reaksi metabolik serta


mempertahankan sistem fisologis seperti halnya komoditas tersebut masih menempel
dipohon (sebelum dipanen). Seperti halnya sayuran lain, buncis memiliki sifat perishable
(mudah rusak) sehingga memerlukan perlakuan yang ekstra hati-hati. Kualitas sayuran
tergantung dari beberapa faktor yang bila dikombinasikan akan dapat diterima atau tidaknya
hasil oleh pembeli/konsumen. Faktor lain yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
komoditas sayuran adalah akibat penanganan yang kurang baik dalam : pemanenan,
penampungan, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, dan tahapan pascapanen lainnya
(Syaifullah, 2001).

Tanaman terus bernafas dan terjadi perubahan selama penyimpanan yaitu, gula yang
ada digunakan untuk respirasi. Serat terbentuk terutama pada sayuran berserat dan
kemanisan berkurang karena gula menghilang. Pelunakan terjadi akibat protopektin berubah
menjadi pectin yang larut. Umumnya perubahan-perubahan ini dipercepat pada suhu tinggi
dan terhambat pada suhu rendah. Cara mempertahankan mutu sayuran tergantung pada sifat
aslinya. Umumnya sayuran seperti umbi, bawang, kentang, dan biji-bijian dapat disimpan
pada suhu ruang dalam jangka waktu relative lama tanpa tejadi penurunan mutu yang serius.
Terong, wortel, buncis, mentimun dapat disimpan pada ruang sejuk, misalnya pada ruang
bawah tanah (Muchtadi, 2013).
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain
kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih
di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara -1oC sampai 4OC.
Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan
biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-
rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu -2OC sampai 16OC ( Rusendi,
2010).

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan
disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –
17O C atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti.
Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara – 12O C sampai – 24O C. Dengan
pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa
tahun.

Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan


aktivitas mikroba:
1. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10O C
2. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC
3. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4O C sampai – 9,4O C.
Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu
tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0OC akan menyebabkan kerusakan pada
makanan. (Tranggono, 1990).

Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan
sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum
produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal
dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan
perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau
sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau
terganggu keseimbangan metabolismenya.

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan bahan pangan tidak dapat mematikan
bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali
(“thawing“), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan
cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan
bila disimpan berdekatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :
 Suhu
 Kualitas bahan mentah
Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik
 Perlakuan pendahuluan yang tepat
Misalnya pembersihan/ pencucian atau blanching
 Kelembaban
Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam
pendinginan dengan RH 90 – 95 %
 Aliran udara yang optimum
Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat
pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Timbangan
2. Refrigerator
3. Oven
4. Pisau
5. Loyang
6. Alat Penjilid

3.1.2 Bahan
1. Buncis
2. Plastik
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Skema Kerja

Buncis 2 Biji Buncis 2 Biji Buncis 2 Biji

Dipanaskan dalam oven Bersihkan, cuci, keringkan


60oC ; 30’

Dikemas kantong Plastik

Ditimbang Ditimbang

Simpan dalam Simpan dalam

Kulkas Freezer Suhu ruang

Diamati

3.2.2 Fungsi Perlakuan


Pada praktikum penyimpanan bahan pangan dengan suhu rendah, langkah awal yang
dilakukan adalah dengan memotong sama rata buah dan sayur (buncis) agar diperlakuan
selanjutnya mendapatkan hasil yang baik dan waktu yang seragam. Pada perlakuan satu,
buncis di oven dengan suhu 60oC dalam waktu 30 menit bertujuan mengurangi kadar air pada
buncis. Perlakuan dua, buncis dibersihkan, cuci, dan dikeringkan agar bakteri dan kontaminan
pada buncis hilang. Selanjutnya perlakuan tiga, buncis dibiarkan tanpa perlakuan apapun.
Buncis pada perlakuan satu, dua, dan tiga dikemas dalam kantong plastik untuk mengurangi
kecepatan respirasi buncis, lalu ditimbang. Penyimpanan buncis setelah dikemas dan
ditimbang dilakukan didalam kulkas dan freezer untuk menghambat laju respirasi buncis,
sehingga kerusakan buncis juga terhambat. Penyimpanan buncis dalam freezer dan kulkas
dilakukan selama 4 hari dan setiap 2 hari diamati perubahan yang terjadi pada buncis.
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


1. Buncis Hari ke-0

Kode Berat (kg) Warna Kenampakan Aroma Tekstur


Sampel

A1 1,3782 ++++ ++++ ++++ +++++


A2 1,3782 ++++ ++++ ++++ +++++
B1 1, 5882 +++++ +++++ +++++ ++++
B2 1,6582 +++++ ++++ +++++ ++++
C1 1,3964 +++++ ++++ ++++ ++++
C2 1,3964 +++++ ++++ ++++ ++++

2. Buncis Hari ke-2

Kode Berat (kg) Warna Kenampakan Aroma Tekstur


Sampel

A1 1,3867 +++ +++ +++ ++


A2 1,3747 ++++ ++++ ++++ ++++
B1 1,5001 +++ +++ +++ ++
B2 7,4574 +++ +++ ++++ ++++
C1 1,9661 ++++ +++ ++++ +++
C2 1,9661 ++++ +++ ++++ +++

3. Buncis Hari ke-4

Kode Berat (kg) Warna Kenampakan Aroma Tekstur


Sampel

A1 1,4434 +++ +++ - -


A2 1,6445 + + - ++
B1 1,344 ++ ++ - -
B2 1,3683 + + + +
C1 0,2962 - - + -
C2 0,2962 - - + -
Keterangan :

+ : tidak bagus - : netral Oven/Kulkas : A1

++ : agak bagus -- : agak buruk Oven/Freezer : A2

+++ : bagus --- : buruk Cuci/Kulkas : B1


++++ : cukup bagus ---- : cukup buruk Cuci/Freezer : B2

+++++ : sangat bagus ----- : sangat buruk Suhu Ruang :C1 dan C2

4.2 Pembahasan

Pada praktikum pengaruh penyimpanan suhu rendah buah-buahan dan sayuran,


penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain
kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih
di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara -1oC sampai 4OC.
Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan
biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di
bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik
dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17O C atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan
bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara –
12O C sampai – 24O C. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan,
bahkan kadang-kadang beberapa tahun. ( Rusendi, 2010).

Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah buncis, dengan perlakuan
sebelum penyimpanan yang berbeda yaitu, dengan cara dioven, dicuci, dan dibiarkan tanpa
perlakuan sebelum penyimpanan. Penyimpanan yang dilakukan adalah dengan cara
pendinginan dan pembekuan selama 0, 2, dan 4 hari. Sampel buncis pada hari ke-0 dengan
perlakuan oven, penyimpanan dalam kulkas dan freezer menghasilkan warna, kenampakan
dan aroma cukup bagus. Tekstur yang dihasilkan lebih keras, karena ada perlakuan oven
sehingga kadar air pada buncis berkurang dan menyebabkan tekstur buncis lebih keras.
Penyimpanan dalam kulkas dan freezer dengan perlakuan dicuci menghasilkan warna dan
aroma yang sangat bagus. Hal ini, karena pada perlakuan dicuci buncis akan lebih segar dan
bersih dari kotoran sehingga warna dan aroma yang dihasilkan sangat bagus. Kenampakan
buncis yang disimpan pada kulkas berbeda dengan yang disimpan dalam freezer,
penyimpanan dalam kulkas kenampakan buncis sangat bagus dibandingkan dengan
penyimpanan dalam freezer. Hal ini, sesuai dengan teori karena dalam pembekuan akan
membentuk kristal es yang menyebabkan kerusakan pada sel bahan (buncis). Pada buncis
tanpa perlakuan sebelum penyimpanan dihasilkan warna yang sangat bagus, aroma,
kenampakan dan tekstur yang cukup bagus karena tidak ada perlakuan pengurangan kadar
air dan juga pencucian sehingga buncis masih dengan kadar air yang tetap/alami.

Buncis pada hari ke-2, dengan perlakuan oven menghasilkan warna, aroma,
kenampakan dan tekstur yang berbeda antara penyimpanan dalam kulkas dan dalam freezer.
Warna, kenampakan, aroma pada penyimanan dalam freezer cukup baik dibandingkan
dengan penyimpanan dalam kulkas, karena pada perlakuan oven kadar air dalam buncis
menurun sehingga tidak ada kristal es yang terbentuk selama pembekuan, sehingga tidak
menyebabkan kerusakan pada sel buncis. Tekstur pada penyimpanan dalam freezer lebih
keras daripada dalam kulkas karena pengaruh suhu freezer yang sangat rendah dan kadar
air yang telah menurun dalam proses pengovenan menyebabkan tekstur buncis lebih keras.
Pada perlakuan pencucian buncis dengan penyimpanan dalam kulkas dan freezer
menghasilkan warna dan kenampakan yang sama yaitu, cukup bagus, sedangkan aroma, dan
tekstur berbeda. Aroma buncis yang disimpan dalam kulkas telah terpengaruh oleh bahan lain
akibat kurang rapatnya pengemasan pada buncis sehingga aroma buncis menurun dari pada
yang di dalam freezer. Tekstur buncis dalam kulkas lebih lunak daripada dalam freezer karena
mengalami dehidrasi (kehilangan air) sehingga tekstur lebih lunak. Buncis tanpa perlakuan
apapun menghasilkan warna, kenampakan, aroma, dan tekstur yang sama dalam
penyimpanan di kulkas dan di freezer yaitu, bagus dan cukup bagus.

Pada hari ke-4, warna, kenampakan, aroma, dan tekstur dengan perlakuan oven, cuci
dan tanpa perlakuan dalam penyimpanan kulkas dan freezer menghasilkan data yang sangat
berbeda dengan hari ke-2 dan ke-0. Pada perlakuan oven dan penyimpanan dalam kulkas
menghasilkan warna dan kenampakan yang bagus karena kadar air buncis yang telah
menurun pada saat pengovenan sehingga dapat mencegah reaksi enzimatis. Perubahan
warna dan kenampakan selama pendinginan dan pembekuan pada buncis perlakuan
pencucian dan tanpa perlakuan diakibatkan karena reaksi enzimatis (pencoklatan) dimana
terjadi degradasi pigmen klorofil yang menyebabkan warna kulit berubah menjadi kuning
kecoklatan karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula tertutup menjadi terbuka akibat
dari efek suhu pendinginan. Pori-pori buah yang disimpan pada suhu rendah menjadi lebih
terbuka akibat membekunya air dalam jumlah banyak sehingga mengubah rasa, warna dan
kualitas bahan. Kerusakan ini terjadi pada bahan yang didinginkan dan dibekukan tanpa
dibungkus atau yang dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan.

Tekstur buncis dalam penyimpanan di kulkas dan di freezer pada semua perlakuan
menghasilakan tekstur yang lunak. Hal ini, dalam pendinginan dan pembekuan semakin suhu
yang digunakan masih berada di antara titik beku bahan maka akan terjadi pembekuan yang
lambat dengan pembekuan lambat ini maka pelepasan air di dalam jaringan bahan menjadi
lebih banyak dan membentuk kristal yang besar. Secara normal pembesaran kristal-kristal es
dimulai di ruang ekstra seluler, karena viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila
pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar sehingga
terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat itu. Kadar air bahan makin rendah
maka akan terjadi denaturasi protein terutama pada bahan nabati. Selama proses thawing
berlangsung sel yang rusak akan mengalami pelepasan komponen bagian-bagian sel, air
yang hilang membuat bagian dalam sel menjadi kosong dan tidak dapat tergantikan.
Kerusakan ini tidak dapat kembali ke bentuk semula sehingga mengakibatkan tekstur menjadi
lunak.

Punyusutan berat pada buncis tanpa perlakuan apapun lebih banyak daripada buncis
dengan perlakuan dioven dan dicuci. Hal ini, sesuai dengan teori yaitu, penyusutan berat pada
bahan yang dikemas jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan bahan yang tidak dikemas
dan tanpa perlakuan apapun. Penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan
karena kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke
udara disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Kerusakan struktur molekul akibat
pendinginan ini juga dapat menyebabkan penyusutan berat (Fellow, 2000).

Kehilangan air pada bahan dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu dan
kelembaban ruang simpan dengan tepat, namun secara umum buah-buahan dan sayuran
serta bunga potong memiliki kandungan air bahan sejumlah 80- 90%. Sebagian besar air
tersebut akan menguap selama penyimpanan. Dalam penyimpanan pada suhu rendah,
perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang dibekukan dapat disebabkan karena
kandungan air yang ada pada bahan keluar selama proses pembekuan dan menuju ke kristal
es yang sedang terbentuk sehingga bagian dalam es akan kosong. Proses ini terjadi karena
kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan
didalam sel sehingga air dalam sel akan menuju kristal dan hilang pada saat proses thawing
dilakukan.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada pembahasan pengaruh penyimpanan suhu rendah, dapat disimpulkan sebagai
berikut:

1. Penyimpanan dengan suhu rendah sangat berpengaruh pada umur simpan bahan
2. Perlakuan sebelum penyimpanan harus dilakukan, agar tidak menurunkan kualitas
dan sifat fisiologis bahan pada saat penyimpanan
3. Dari sampel buncis dengan perlakuaan sebelum penyimpanan, dengan cara dioven,
dicuci, dan tanpa perlakuan apapun, dengan penyimpanan dalam kulkas dan freezer
menghasilkan hasil yang berbeda. Buncis dengan perlakuan dioven, penyimpanan
dalam kulkas dan freezer menghasilkan warna, kenampakan, berat dan tekstur akhir
masih tetap bagus dibanding yang lain.
4. Penyusutan berat buncis tanpa perlakuan apapun lebih banyak daripada yang lain.

5.2 Saran

Saran untuk praktikum ini, penyimpanan bahan dalam suhu rendah sebaiknya
dikemas rapat dan dipisah dengan bahan lain, agar aroma bahan tetap terjaga dan tidak
berubah. Suhu pada penyimpanan rendah lebih dikontrol sehingga dapat meminimalisir
kerusakan pada bahan.
DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius (AAK). 2000. Petunjuk Praktik Bertanam Buah dan Sayur. Jakarta :
Kanisius.

Cahyono, B. 2007. Kacang Buncis: Teknik Budidaya Dan Analis Usaha Tani. Yogyakarta :
Kanisius.

Fellows, J. P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practise. 2nd Ed.
England:Woodhead Publ, Lim.

Hernani dan Raharjo, M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Muchtadi, Tien R. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bogor : Alfabeta.

Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2, Prinsip, Produksi dan Gizi, Edisi
Kedua. Bandung : ITB Ganesha.

Rusendi, Dadi. 2010. Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian.
Univesitas Padjajaran

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. Yogyakarta : PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada
LAMPIRAN

1. Perlakuan dengan penovenan

2. Perlakuan dengan pencucian

3. Tanpa perlakuan sebelumnya


4. Penimbangan bahan

5. Pengemasan bahan dan penyimpanan


LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

FISIOLOGI TEKNOLOGI

PENGARUH PENYIMPANAN DENGAN PERLAKUAAN SUHU RENDAH PADA BUNCIS

Disusun Oleh :

Kelompok 2 / THP B

Iqbal Tanuwijaya 171710101008

Ayu Septiarini Fajrin 171710101017

Evi Vergiani 171710101018

Emilialata Devi Ayudi 171710101116

Sindy Nur Afita 171710101117

Siti Khilmiyah 171710101118

Asisten : 1. Lilik Krisna Mukti

2. Ika Wahyuni

3. Seno Pratama Putra

4. Afina Desi Wulandari

5. Livia Wahyuni

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER
April, 2018

Anda mungkin juga menyukai