Anda di halaman 1dari 55

BAB 3.

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Beaker glass
2. pH meter
3. Gelas ukur
4. Tabung reaksi
5. Batang pengaduk
6. Lactometer
7. Hotplate
8. Timer
9. Timbangan analitis
10. Jangka sorong
11. Penggaris
12. Bidang datar
13. Pisau
14. Baskom
15. Vortex

3.1.2 Bahan

1. Susu UHT
2. Alkohol
3. Nanas
4. Telur puyuh
5. Aquadest
6. Minyak goreng
7. Serbuk teh
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Susu
a. Pengamatan Karakteristik Berbagai Jenis Susu

Susu UHT

Pengamatan Warna, Kekentalan, Aroma, dan Cita Rasa

b. Pengamatan pH

5 ml susu UHT

Pengukuran pH

c. Pengamatan Uji Alkohol

5 ml Susu
UHT

Pemasukkan dalam tabung reaksi

5 ml susu
akholohol

Penggoyangan tabung reaksi

Pengamatan perubahan yang terjadi


d. Pengamatan Berat Jenis Susu

50 ml susu UHT

Pemasukkan dalam beaker glass

Perhitungan massa jenis susu menggunakan alat laktometer

Pencatatan skala yang terbaca


e. Pengamatan Pengaruh Enzim Terhadap Susu

100 ml susu UHT

Tabung A (50 ml) Tabung B (50 ml susu)

Pemasukkan 10 ml ekstrak nanas Pemasukkan 10 ml ekstrak nanas

(telah dipanaskan) (tanpa pemanasan)

Penghomogenan Penghomogenan

Pendiaman selama 5 menit Pendiaman selama 5 menit

Pengamatan + dokumentasi Pengamatan + dokumentasi

3.2.2 Telur
a. Pengamatan Karakteristik Telur Puyuh

Telur Puyuh

Pengamatan

(berat,warna,keutuhan,kebersihan,ketebalan cangkang, dan ukiran rongga udara)


b. Pengukuran diameter dan tinggi putih telur dan kuning telur

Telur Puyuh

Pemecahan

Peletakkan dalam bidang datar

Pengukuran diameter putih telur


(rata-rata diameter panjang dan diameter pendek)

Pemisahan putih telur dan kuning telur

Pengukuran diameter kuning telur dan tinggi kuning telur

c. Pengukuran pH putih telur dan kuning telur

Telur Puyuh

Pemisahan putih telur dan kuning telur

Pengukuran pH masing masing bagian


d. Pengukuran BJ putih telur

Telur Puyuh

Pemisahan putih telur dan kuning telur

Pemasukan putih telur dalam gelas ukur

Penimbangan berat putih telur

Perhitungan volume

Perhitungan berat jenis putih telur dengan rumus

e. Pengukuran Haugh Unit (HU)

Telur Puyuh

Penimbangan telur utuh

Pengukuran tinggi putih telur

Perhitungan Haugh Unit menggunakan rumus


f. Pengamatan telur sebagai emulsifier

Air 5 ml

Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi

Penambahan 1 ml Penambahan 1 ml Penambahan 1 ml


minyak goreng minyak goreng minyak goreng

Pemasukan kuning telur Pemasukan putih telur Pemasukan campuran


keduanya

Pengamatan perubahan yang terjadi

g. Pengamatan telur sebagai clarifiying agent


5 ml putih telur 5 ml kuning telur 5 ml telur campuran
telur

Air 100 ml + teh yang telah dididihkan

Pengamatan perubahan
h. Pengamatan telur sebagai pembentuk busa

Telur Telur
puyuh (A) puyuh (B)

Pemisahan bagian putih dan kuning telur Pemecahan

Pengambilan putih telur Penempatan suatu wadah

Pengukuran volume (Va1) Pengukuran volume (Vb1)

Pengkocokan selama 5 menit Pengkocokan selama 5 menit

Pencatatan volume (Va2) Pencatatan volume (Vb2)

Perhitungan Perhitungan
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1. Data Pengamatan Susu


A. Pengamatan karakteristik susu dan beberapa olahan susu
Cita
Jenis Susu Warna Aroma Kekentalan Gambar
Rasa

Susu Tidak
Pasteurisasi Putih Susu Segar terlalu Gurih
(80˚C ; 1') kental

Sedikit
kental,
Putih Manis lebih pekat
Susu Kental tulang pekat dari air Manis
Manis
murni

Sedikit Hambar
Putih Sedikit lebih dan
Susu Segar
tulang manis kental dari sedikit
air murni amis

Susu Segar Putih Agak Kurang


Hambar
Rebus kekuningan amis kental
Segar,
Susu Bubuk Putih
khas Encer Tawar
Full Cream kekunigan
susu

Putih Agak
Susu Sterilisasi Tulang Manis Kental Hambar

B. Pengamatan pH

Jenis Susu Pengamatan pH


pH Meter pH Universal
Susu Pasteurisasi
(80˚C ; 1') 6,2 6,2
Susu Kental Manis 6,6 6,6
Susu Segar 6,6 6,5
Susu Segar Rebus 6,3 6,3
Susu Bubuk Full Cream 6,1 6,1
Susu Sterilisasi 6 6,2

C. Pengamatan berat jenis susu

Jenis Susu Berat Jenis


Susu Pasteurisasi (80˚C ; 1') 1,020
Susu Kental Manis 1,040
Susu Segar 1,024
Susu Segar Rebus 20
Susu Bubuk Full Cream 1,020
Susu Sterilisasi 1,027
D. Pengamatan pengaruh enzim terhadap susu

Hasil Pengamatan
Jenis Susu Sampel Warna Aroma Kekentalan Cita Rasa Gambar
Sangat kental
karena terjadi Gurih,
Tabung A penggumpalan rasa
Susu (Ekstrak nanas Putih Susu namun sangat susu
Pasteurisasi tanpa pemanasan) kekuningan Segar lama segar
Sangat
kental, karena
Tabung B Cenderung adanya
(Ekstrak nanas aroma penggumpalan
dengan Putih nanas dengan waktu
pemanasan) kekuningan (masam) yang cepat Pahit
Manis
segar,
rasa
susu
Susu Tabung A lebih
Kental (Ekstrak nanas Putih dominan
Manis tanpa pemanasan) kenuningan Segar Agak kental segar
Segar,
rasa
Tabung B ekstrak
(Ekstrak nanas Kental, lebih nanas
dengan Putih kental dari labih
pemanasan) kekuningan Segar tabung A dominan
Lebih kental Manis
Tabung A Sedikit Amis dan tidak ada namun
(Ekstrak nanas kuning hilang gumpalan masih
tanpa pemanasan) sedikit
Susu Segar amis
Tabung B Amis Tidak berubah
(Ekstrak nanas Lebih hilang, dan ada Hambar
dengan kuning lebih harum gumpalan
pemanasan)
Tabung A
Susu Segar (Ekstrak nanas Putih Sedikit
Rebus tanpa pemanasan) kekuningan amis Lebih kental Hambar

Tabung B
(Ekstrak nanas Putih Segar khas Tidak terlalu
dengan kekuningan nanas kental
pemanasan) Hambar

Putih Aroma susu Encer


kekuningan dan Manis
Susu Tabung A bercampur
Bubuk Full (Ekstrak nanas aroma
Cream tanpa pemanasan) nanas
Segar khas
Lebih susu Sedikit kental Pahit
Tabung B kuning dari
(Ekstrak nanas tabung A
dengan
pemanasan)

Tabung A Putih Aroma Lebih kental Agak


Susu (Ekstrak nanas kekuningan susu lebih asam
Sterilisasi tanpa pemanasan) kuat
Aroma
Tabung B Lebih manisnya Lebih kental Pahit
(Ekstrak nanas kuning dari lebih kuat
dengan tabung A
pemanasan)

E. Pengamatan Uji Alkohol


Sampel Hasil Pengamatan
Susu segar -
Susu sterilisasi -
Susu pasteurisasi -
Susu kental manis -
Susu full cream -
Susu segar rebus 100oC sampai
+
mendidih
Keterangan : (-) = tidak terjadi gumpalan

: (+) = terjadi gumpalan

4.1.2 Data Pengamatan Telur


A. Pengamatan Karakteristik Telur Beberapa Spesies Ternak
1. Kualitas Eksternal

Sampel Berat Warna Keutuha Kebersiha Ketebala Ukura


(gr) n n n n
cangkang rongga
(mm) udara
Telur 43,77 Putih Utuh Bersih, 0,05 Kecil
Ayam tulang tidak ada
kampung bintik
1 darah
Telur 37,80 Putih Utuh Kurang 0,04 Kecil
Ayam kekuninga bersih,kar
kampung n ena ada
2 bintik
darah
Telur 37,3180 Putih Utuh Bersih, tak 0,04 Kecil
Ayam Pucat ada
kampung kotoran
3
Telur 61,8453 Putih Utuh Sediki 0,5
Bebek 1 kotor
Telur 68,3912 Putih abu- Retak Agak 0.04 1
Bebek 2 abu kotor
Telur 61,7805 Biru Utuh Kotor 0,5
Bebek 3 kehijauan
terang
Telur 59.3631 Biru Utuh Sangan 1
Bebek 4 kehijauan kotor
gelap
Telur Putih telur
59,0888 Utuh Bersih 0,05 1
Bebek 5 asin
Telur Buram/Ge Sangat
60,5430 Utuh - 2
Bebek 6 lap kotor
Telur 67,9627 Putih Utuh Bersih - 1
Bebek 7 tulang
Telur 63,1028 Biru telur Utuh Agak - 0,5
Bebek 8 asin kotor
Bersih,
Khas telur Utuh,
tidak
Telur puyuh, tidak
11,16 terdapat 0,03 Kecil
puyuh 1 namun terdapat
sisa
agak pucat luka
kotoran
Utuh, Bersih,
Khas telur
tidak tidak
Telur puyuh,
13,95 terdapat terdapat 0,03 Kecil
puyuh 2 dan agak
luka atau sisa
cerah
retak kotoran
Telur 12,676 Baik Mulus, Bersih - Lebih
puyuh 3 seperti bentuk kecil
tulur lonjong
puyuh sempurn
pada a
umunya
Telur 12,461 Baik Lonjong Terdapat 0,02 Lebih
puyuh 4 seperti sempurn goresan tebal
tulur a tetapi pada
puyuh ada cacat cangkang
pada pada
umunya cangkan
g

2. Kualitas Internal

Sampel Warna Indeks Indeks pH BJ putih Haugh Lain –


kuning kuning putih putih telur Unit lain
telur telur telur telur (gr/ml)
Telur Orange 0,14 0,014 9,2 1,02 356,817 -
ayam cerah
kampung
Telur Jingga 0,2337 0,0174 8,8 0,99 78,32 -
ayam
kampung
Telur Orange 0,38 0,1 8,7 0,8645 277.7 -
bebek 2
Telur Kuning 0,2 0,045 8,4 0,8821 8,2 -
bebek 1
Telur Kuning 0,0048 0,006 8.5 0,76 68,9 -
puyuh 1 pucat
Telur Kuning 0,42 0,043 - - 170,8 -
puyuh 2 cerah
Telur Kuning 0,49 0,028 8,5 0,94 - -
puyuh 3 cerah

B. Pengamatan Sifat Fungsional Telur


1. Telur sebagai Emulsifier
Jenis Sampel Gambar Sebelum Gambar sesudah Keterangan
Telur perlakuan perlakuan
Telur Tabung Menggumpal
ayam 1 bersama
kampung (putih minyak
3 telur) goreng

Telur Tabung Tercampur


ayam 2 bersama
kampung (kunin minyak
3 g telur) goreng namun
terdapat
endapan
kuning telur

Telur Tabung Tercampur


ayam 3 bersama
kampung (putih minyak
3 dan goreng dan
kuning tidak terjadi
telur penggumpalan
tercam atau
pur) pengendapan
Telur Tabung Sebelum
ayam 1 perlakuan
kampung (putih minyak dan
4 telur) aquades tidak
dapat
tercampur,
setelah
penambahan
kuning telur,
putih telur,
dan campuran
putih dan
kuning telur
minyak dan
aquadest
dapat
tercampur
Telur Tabung
ayam 2
kampung (kunin
4 g telur)

Telur Tabung
ayam 3
kampung (putih
4 dan
kuning
telur
tercam
pur)
Telur Tabung Warna kuning
bebek 5 1
pucat
(putih
telur)

Telur Tabung Warna putih


bebek 5 2
(kunin
g telur)

Telur Tabung Warna kuning


bebek 5 3
(putih
dan
kuning
telur
tercam
pur)
Telur Tabung Warna kuning
bebek 6 1 pucat buih
(putih banyak
telur)

Telur Tabung Warna putih


bebek 6 2 buih sedikit
(kunin
g telur)

Telur Tabung Warna kuning


bebek 6 3
pucat buih
(putih
dan banyak
kuning
telur
tercam
pur)
Telur Tabung Masih
puyuh 1 1
terbentuk
(putih
telur) lapisan antara
air dan
minyak

Telur Tabung Air dan


puyuh 1 2
minyak
(kunin
g telur) menyatu

Telur Tabung Air dan


puyuh 1 3
minyak
(putih
dan menyatu,
kuning
namun masih
telur
tercam terdapat
pur)
sedikit lapisan
Telur Tabung Setelah
puyuh 2 1 perlakuan:
(putih Antara
telur) minyak dan
kuning telur
bercampur.

Telur Tabung Setelah


puyuh 2 2
perlakuan:
(kunin
g telur) Antara
minyak dan
putih telur
tetap terlihat
tidak
bercampur.
Telur Tabung Setelah
puyuh 2 3
perlakuan:
(putih
dan Antara
kuning
minyak dan
telur
tercam campuran
pur)
kuning telur
dan putih telur
terlihat
tercampur.
2. Telur sebagai Clarifiying Agent
Jenis Sampel Gambar Sebelum Gambar sesudah perlakuan Keterangan
Telur perlakuan
Telur Tabung 1 Kurang
Ayam (putih mengikat daun
kampung telur) teh
3

Telur Tabung 2 Mengikat daun


Ayam (kuning teh namun
kampung telur) tidak terlalu
3 banyak

Telur Tabung 3 Banyak


Ayam (putih dan mengikat daun
kampung kuning teh
3 telur
tercampur)

Telur Tabung 1 Sedikit


Ayam (putih mengikat daun
kampung telur) teh
4
Telur Tabung 2
Ayam (kuning
kampung telur)
4
Banyak
mengikat daun
teh

Telur Tabung 3
Ayam (putih dan
kmpung 4 kuning
telur
tercampur)
Mengikat daun
teh namun
tidak terlalu
banyak

Telur Tabung 1 Daya ikat teh


bebek 5 (putih
tidak kuat, teh
telur)
yang terikan
dalam putih
telur sedikit

Telur Tabung 2 Daya ikat teh


bebek 5 (kuning
agak kuat, teh
telur)
yang terikan
dalam kuning
telur agak
banyak
Telur Tabung 3 Daya ikat teh
bebek 5 (putih dan
kuat, teh yang
kuning
telur terikan dalam
tercampur)
campuran
putih dan
kuning telur
banyak
Telur Tabung 1 Sedikit
bebek 6 (putih mengikat teh
telur)

Telur Tabung 2 Kurang


bebek 6 (kuning mengikat teh
telur)

Telur Lebih
bebek 6 Tabung 3 mengikat teh
(putih dan
kuning
telur
tercampur)

Telur Tabung 1
puyuh 1 (putih Sedikit
telur) mengikat
serbuk the
Telur Tabung 2
puyuh 1 (kuning Sedikit
telur) mengikat
serbuk the

Telur Tabung 3
puyuh 1 (putih dan Banyak
kuning mengikat
telur
tercampur) serbuk teh

Telur Tabung 1 Serbuk teh


puyuh 2 (putih yang diikat
telur) tidak terlalu
banyak dan
tidak terlalu
sedikit
Telur Tabung 2 Serbuk teh
puyuh 2 (kuning yang diikat
telur) hanya sedikit

Telur Tabung 3 Serbuk teh


puyuh 2 (putih dan yang diikat
kuning banyak
telur
tercampur)

3. Telur sebagai Pembentuk Busa


Jenis Sampel V1 V2 Pembent Gambar Gambar setelah Keterangan
Telur (ml) (ml) sebelum perlakuan
ukan
perlakuan
busa (%)
Telur A 5 4,4 -12 Volume putih telur
ayam (putih setelah pengocokan
kamp telur) semakin berkurang,
ung 3 dan menghasilkan
busa
Telur B 5 4,6 -8 Volume kuning dan
ayam (campu putih telur yang
kamp ran) dicampur setelah
ung 3 pengocokan semakin
berkurang, dan
menghasilkan busa

Telur A 5 5,5 10 Lebih banyak


ayam (putih membentuk busa
kamp telur)
ung 4

Telur B 5 5,3 6 Sedikit membentuk


ayam (campu busa
kamp ran)
ung 4
Telur A 5 4,9 -2 Banyak mengandung
bebek (putih busa
5 telur)

Telur B 5 5 0 Sedikit mengandung


bebek (campu busa
5 ran)

Telur A 5 4,9 -2 Banyak mengandung


bebek (putih busa
6 telur)
Telur B 5 5 0 Sedikit mengandung
bebek (campu busa
6 ran)

Telur A 8 7,6 -1,67 Busa tidak terlalu


puyu (putih
terbentuk
h1 telur)

Telur B 5,9 6 -5 Busa sangat sedkit


puyu (campu
terbentuk
h1 ran)
Telur A 5,4 5 -7,4 Busa banyak yang
puyu (putih terbentuk
h2 telur)

Telur B 7 7,4 -5,4 Busa sedikit


puyu (campu terbentuk
h2 ran)

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Perhitungan Kualitas Internal Telur
Indeks Indeks Putih Berat Jenis
Jenis Sampel Haugh Unit
Kuning Telur Telur Putih Telur
Telur Puyuh 1 0,0048 0,006 0,76 g/ml 68,6
Telur Puyuh 2 0,42 0,043 - 78,32
Telur Puyuh 3 0,49 0,028 0,94 g/ml -
Telur Ayam
0,143 0,044 1,02 g/ml 78,39
Kampung 1
Telur Ayam
0,234 0,0174 0,99 g/ml 78,32
Kampung 2
Telur Bebek 1 0,38 0,1 0,86 g/ml 83,17
Telur Bebek 2 0,045 0,2 0,88 g/ml 82

4.2.2 Perhitungan Kemampuan Pembentuk Busa


Jenis Sampel Kode Sampel % Pembentukan Busa
A1 -5 %
B1 -1,7 %
Telur Puyuh
A2 -7,4 %
B2 -5 %
A1 -12 %
Telur Ayam B1 -8 %
Kampung A2 10 %
B2 6%
A1 -2 %
B1 0%
Telur Bebek
A2 -2 %
B2 0%
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Fungsi Perlakuan


5.1.1 Susu
a. Pengamatan Kraketristik Berbagai Jenis Susu
Pada pengamatan karakteristik susu, hal pertama yang dilakukan adalah
mempersiapkan sampel susu UHT yang akan diamati. Sampel diamati berupa
warna, kekentalan, aroma , dan cita rasa sampel tersebut.
b. Pengamatan pH
Langkah awal dalam pengamatan pH adalah mempersiapkan sampel sebanyak
5 ml susu UHT menggunakan gelas ukur. Langkah selanjutnya amati derajat
keasaman sampel dengan menggunakan kertas pH universal dan pH meter.
c. Pengamatan Uji Alkohol
Pada pengamatan uji alkohol hal pertama yang dilakukan adalah
mempersiapkan susu UHT sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Selanjutnya, penambahan 5 ml alkohol 70% (perbandingan susu :
alkohol = 1 : 1). Penambahan alkohol bertujuan untuk menguji kondisi susu.
Tabung reaksi yang berisi alkohol dan susu UHT dicampurkan hingga homogen
kemudian amati perubahan yang terjadi pad sampel.
d. Pengamatan Berat Jenis Susu
Pengamatan berat jenis susu langkah awal yang dilakukan adalah pengukuran
sampel susu UHT sebanyak 50 ml menggunakan gelas ukur. Sampel
dimasukkan kedalam beaker glass dan dilakukan penghitungan berat jenis susu
menggunakan alat laktometer.
e. Pengamatan Pengaruh Enzim Terhadap Susu
Sampel 100 ml susu UHT dibagi menjadi dua pada tabung A dan B masing-
masing sebanyak 50 ml susu UHT. Tabung A dan B ditambahkan masing-
masing 10 ml ekstrak nanas, ekstrak nanas mengandung enzim bromelin yang
dapat memutus ikan peptida pada susu sehingga mempengaruhui karakteristik
dan rasa susu. Pada tabung A ektrak nanas yang ditambahkan adalah yang telah
dipanaskan, sedangkan pada tabung B ektrak nanas yang ditambahkan tanpa
proses pemanasan. Campuran susu dan ekstrak nanas pada masing-masing
tabung di campurkan hingga homogen lalu didiamkan selama 5 menit agar
perubahan yang terjadi pada sampel lebih terlihat. Setelah itu, pengamatan
perubahan karakteristik setiap sampel pada tabung A dan B setelah perlakuan.

5.1.2 Telur
a. Pengamatan Karakteristik Telur
Pada pengamatan karakteristik pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan
sampel yang akan diamati. Sampel yang diamati adalah telur puyuh. Sampel
diamati berdasarkan karakteristik eksternal dan karakteristik internal untuk
didapatkan data.
b. Pengukuran Diameter dan Tinggi Putih Telur Serta Kuning Telur
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemecahan sampel dan diletakkan
pada bidang datar (keramik) agar telur tetap pada posisinya. Selanjutnya,
pengukuran tinggi dan diameter putih telur serta kuning telur menggunakan
penggaris. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran digunakan untuk
menghitung indeks putih telur dan kuning telur yang diamati.
c. Pengukuran pH Putih Telur dan Kuning Telur
Sampel berupa telur puyuh dipisahkan antara putih telur dan kuning telur.
Selanjutnya, pengukuran derajat keasamanan (pH) masing-masing bagian telur
dengan menggunakan pH meter.
d. Pengukuran BJ Telur
Pada pengukuran ini, yang diamati adalah bagian putih telur. Putih telur yang
telah dipisah dari kuning telur ditimbang dengan neraca analitik untuk diketahui
beratnya. Selanjutnya, putih telur dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk
diketahui volume putih telur. Dari data yang didapat, selanjutnya hitung berat
jenis telur dengan perbandingan berat dan volume putih telur.
e. Pengukuran Haugh Unit
Pada pengukuran ini hal pertama yang dilakukan adalah menimbang telur
puyuh dan mengukur tinggi putih telur. Selanjutnya, dilakukan perhitungan
haugh unit dari data pengukuran telur puyuh dan tinggi putih telur.
f. Pengamatan Telur Sebagai Emulsifer
Dalam pengamatan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan 3
tabung reaksi. Langkah kedua, air dimasukkan ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak 5 ml. Setelah ditambahkan air, lalu ditambahkan 1 ml minyak
goreng. Campuran tersebut dikocok-kocok untuk menghomogenkan keduanya.
Langkah ketiga, setiap tabung reaksi dimasukkan setiap bagian telur yang
berbeda untuk selanjutnya diamati perubahan yang terjadi terkait peran telur
sebagai emulsifier atau penstabil antara komponen minyak dan air.
g. Pengamatan Telur Sebagai Clarifiying Agent
Langkah pertama, pengukuran air sebanyak 100 ml menggunakan gelas ukur
dan dimasukkan ke dalam beaker glass lalu didihkan menggunakan hotplate.
Langkah kedua, penimbangan serbuk teh sebanyak 2 gram kemudian
dimasukkan ke dalam air yang telah didihkan. Selanjutnya, campuran serbuh
teh dan air didihkan selama 3 menit. Langkah ketiga, masing-masing 5 ml putih
telur, 5 ml kuning telur, dan 5 ml campuran putih telur dan kuning telur
dimasukkan ke dalam campuran air dan serbuk teh yang telah mendidih selama
1 menit. Langkah terakhir yaitu mengambil setiap sampel yang telah didihkan
dalam campuran air dan serbuk teh lalu meletakkannya pada cawan untuk
kemudian dilakukan pengamatan perubahan yang terjadi dan mengidentifikasi
bagaimana peran telur sebagai clarifying agent atau kemampuan telur dalam
mengikat kotoran (serbuk teh).
h. Pengamatan Telur sebagai Pembentuk Busa
Langkah pertama, menyiapkan dua buah telur puyuh. Telur pertama (sampel
A) hanya diambil bagian putih telurnya saja diukur volumenya menggunakan
gelas ukur dijadikan sebagai Va1. Selanjutnya, telur kedua (sampel B), tidak
dipisahkan bagian antara putih dan kuning telurnya, diukur volumenya
menggunakan gelas ukur dijadikan sebagai Vb1. Sampel A dan B dimasukkan
ke dalam tabung reaksi dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex.
Selanjutnya, sampel dipindahkan ke dalam gelas ukur untuk dicatat volume
akhir setelah divortex (Va2 sebagai volume akhir sampel A, sedangkan Vb2
sebagai volume akhir sampel B). Langkah terakhir yaitu perhitungan
kemampuan busa masing-masing sampel berdasarkan data yang didapatkan
dari langkah-langkah sebelumnya.

5.2 Analisa Data


5.2.1 Susu
a. Pengamatan karakteristik susu dan berbagai olahan susu
Pada data pengamatan yang dihasilkan, karakteristik susu segar, susu
sterilisasi, susu kental manis, susu segar rebus, susu pasteurisasi 80o C, dan susu
bubuk full cream telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI-01-
3141-1998) yang menyatakan bahwa warna susu yaitu warna putih kekuningan
akibat adanya lemak dan karoten yang larut dalam susu. Aroma dan cita rasa
pada susu dan jenis olahan susu, rasa agak manis disebabkan oleh laktosa,
sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral
lainnya. Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang
tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah
menyerap bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat
merubah bau air susu (Buckle, 1987).
Kekentalan pada susu dan berbagai olahan susu menghasilkan
kekentalan yang berbeda-beda. Pada susu kental manis di hasilkan viskositas
yang sangat pekat, hal ini sesuai dengan teori susu kental manis (SKM)
merupakan susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan
menguapkan sebagian airnya dan ditambahkan sukrosa sebagai pengawet.
Akibat penambahan gula, susu kental manis memiliki aw sekitar 0.83 atau aw
< 0.86 (0.80-0.85) (Beutler & Groux 2008). Pada susu dan olahan susu yang
lain dihasilkan viskositas yang encer atau tidak kenal. Kekentalan (viskositas)
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi viskositas susu
ialah konsentrasi dan keadaan protein, konsentrasi dan keadaan lemak, susu dan
lamanya susu disimpan.

b. Pengamatan pH
6.7
6.6
6.5
6.4
6.3
6.2
pH Meter
6.1
pH Universal
6
5.9
5.8
5.7
Susu Susu Kental Susu Segar Susu Segar Susu Bubuk Susu
Pasteurisasi Manis Rebus Full Cream Sterilisasi
(80˚C ; 1')

Pada grafik diatas menunjukkan data pengamatan pH susu dan jenis


olahan susu yang diperoleh dari pengamatan menggunakan kertas pH dan pH
meter. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3141-1998) ,yaitu susu
segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus.
Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6,5 – 6,7. Hasil pH susu
segar sekitar 6,5 – 6,6 dan susu kental manis yaitu 6,6 hasil yang diperoleh telah
sesuai dengan teori dan susu tersebut termasuk dalam kategori normal.Pada
jenis olahan susu lainnya memiliki pH di bawah 6,5 hal tersebut menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3141-1998) bila pH dibawah 6,5
menunjukkan adanya kolostrum ataupun pemburukan bakteri.
c. Pengamatan Berat Jenis Susu

Berat Jenis
25

20

15

10 Berat Jenis

0
Susu Susu Kental Susu Segar Susu Segar Susu Bubuk Susu
Pasteurisasi Manis Rebus Full Cream Sterilisasi
(80˚C ; 1')

Berat jenis susu yang dihasilkan memiliki berat jenis yang berbeda-
beda. Pada BJ susu segar yaitu 1,024, susu pasteurisai 1,020, susu kental manis
1,040, susu bubuk full cream 1,020, dan susu sterilisasi 1,027 hasil ini telah
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3141-1998) yang
menyatakan Berat jenis merupakan perbandingan berat dari sejumlah volume
susu yang dapat mencerminkan kemurnian susu tersebut. Berat jenis susu yang
normal adalah sebesar 1,0260-1,0280. Apabila bobot jenis susu lebih rendah
dari nilai tersebut maka menunjukkan adanya penambahan air ke dalam susu.
Sebaliknya bila bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan
penambahan suatu bahan padat ke dalam susu. Menurut codex susu, BJ air susu
adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air
susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan
kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai
ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air
susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang lebih
kecil. Hal ini disebabkan oleh : ¾ perubahan kondisi lemak ¾ Adanya gas yang
timbul didalam air susu.
Pada susu segar rebus dihasilkan berat jenis yang sangat jauh berbeda
yaitu 20 hal ini dikarenakan kesalahan prosedur praktikan, dan tidak sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan.
d. Pengamatan Pengaruh Enzim terhadap Susu
Pada pengematan pengaruh enzim terhadap susu telah dihasilkan data
yang tidak jauh berbeda. Data yang dihasilkan telah sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa kandungan enzim bromelin lebih banyak terdapat pada
bagian batang nanas. Adanya enzim bromelin akan memutus ikatan polipeptida
pada larutan hammerstein kasein menjadi ikatan yang lebih pendek yaitu
oligopeptida dan asam-asam amino. Pada larutan enzim-substrat, putusnya
ikatan peptida pada larutan kasein menyebabkan larutan bertambah jernih,
sehingga absorbansinya semakin besar. Sedangkan pada kontrol, karena ekstrak
enzim bromelin sudah dipanaskan yang artinya enzim bromelin sudah tidak
aktif lagi, maka tidak terjadi pemutusan ikatan peptide (Herdyastuti, 2006).
e. Pengamatan Uji Alkohol
Pada pengamatan uji alkohol susu dan olahan susu dihasilkan data susu segar,
susu kental manis, susu sterilisasi, susu pasteurisasi, susu full cream yang telah
di uji dengan penambahan alkohol menghasilkan susu yang tetep tidak berubah
atau tidak mengalami penggumpalan. Sedangkan pada susu segar rebus sampai
mendidih yang telah ditambahkan. Menurut Winarno (1993) alkohol dapat
mendanaturasi protein dengan memutuskan ikatan hydrogen intramolekul pada
rantai samping protein.Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara
alkohol dan rantai samping protein tersebut, sehingga susu mengalami
penggumpalan. Dari uji alkohol susu segar yang telah direbus mendidih
memiliki kandungan alkohol di dalamnya.
5.2.2 Telur
a. Pengamatan Kualitas Eksternal Telur
Kualitas eksternal pada telur ayam kampong beratnya 43,77, 37,318 dan
37,8 dan warna telur yaitu putih kekuningan dan pucat. Dari data berat telur,
data tersebut telah tidak sesuai dengan sifat fisik telur ayam kampung pada
teori, sedangkan warna telur ayam kampong telah sesuai dengan teori. Telur
ayam kampung, mempunyai berat sekitar 45 - 50 gram/butir dan memiliki
warna putih kecoklatan (Hadiwiyoto, 1983). Perbedaan berat telur yag tidak
sesuai dengan teori disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Lies Suprapti
(2002), kualitas telur ditentukan oleh beberapa hal, antara lain oleh faktor
keturunan, kualitas makanan, sistem pemeliharaan, iklim, dan umur telur.
Cangkang telur ayam kampung yang diamati utuh, dan ada sedikit kotoran pada
cangkang. Hal ini karena adanya kontaminan pada saat telur di panen atau
dihasilkan oleh ayam.
Pada telur bebek, warnanya adalah putih kehijauan dan putuh kebiruan.
Berat telur bebek sekitar 59-68 gram/ butir. Dari warna dan berat telur
bebek/itik yang dihasilkan telah sesuai dengan teori yang menyatakan telur itik
umumnya berukuran besar dan warna kerabang putih sampai hijau kebiruan.
Rata-rata bobot telur itik adalah 60--75 g (Resi, 2009). Pada cangkang telur
bebek ada yang retak, hal ini karena benturan pada saat pemanenan dan
pemasaran telur sehingga cangkang telur sedikit retak. Cangkang pada telur itik
ada yang masih kotor, hal tersebut karena adanya kontaminasi pada saat telur
dipanen.

Data yang dihasilkan pada telur puyuh, beratnya sekitar 11-14


gram/butir dan warna telur puyuh yang diamati adalah warna belang-belang
khas telur puyuh. Cangkang telur puyuh lebih tipis dari jenis telur lainnya, dan
cangkang telur puyuh bersih terhindar dari kontaminan dan utuh. Berat telur
puyuh yang diamati tidak sesuai dengan teori yang menyatakan, telur burung
puyuh mempunyai ukuran yang kecil dengan berat 15 – 20 gram/butir, warna
kulitnya bercak-bercak hitam kecoklatan. Memiliki kulit kerabang yang tipis,
dilapisi lapisan kulit atau membran yang alot, sehingga mudah robek. Berat
telur tidak sesuai dengan teori karena ada beberapa factor yang mempengaruhi.
Menurut Lies Suprapti (2002), kualitas telur ditentukan oleh beberapa hal,
antara lain oleh faktor keturunan, kualitas makanan, sistem pemeliharaan,
iklim, dan umur telur.

b. Pengamatan Kualitas Internal Telur


Kualitas internal pada telur menghasilkan warna kuning telur ayam
kampung adalah jingga (orange), telur bebek kuning, sedangkan telur puyuh
kuning cerah. Menurut Hadiwiyoto (1983) warna kuning telur ayam kampung
lebih pekat dari kuning telur jenis lainnya
Data lain seperti pada grafik diatas, indeks kuning telur yang berbeda
yaitu 0,0048 mm pada telur puyuh 1, 0,42 mm pada telur puyuh 2, dan 0,49 mm
pada telur puyuh 3. Untuk telur 1 dan 2 tidak sesuai dengan BSN (2008) yang
menyatakan indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning
telur dengan diameter yang diukur setelah dipisahkannya dari telurnya. Nilai
indeks kuning telur berkisar antar 0,458-0,521 mm, namun untuk telur 3 sesuai
dengan BSN (2000) karena telur 3 memiliki indeks kuning telur sebesar 0,49
mm . Indeks putih telur pertama lebih besar dibandingkan indeks putih telur
kedua. Data indeks putih telur dari telur ayam kampung yang dihasilkan adalah
0,014 dan 0,017, sedangkan indeks kuning telur ayam kampung yang diperoleh
adalah 0,14 dan 0,23 .Nilai indeks pada putih telur yang diperoleh sesuai
dengan pernyataan Kurtini et.al (2011) yaitu indeks albumen (putih telur) yang
baru ditelurkan berkisar antara 0,050-0,174, indeks ini menurun karena
penyimpanan telur. Namun nilai indeks kuning telur mengalami
penyimpangan. Hal ini karena tidak sesuai dengan pernyataan
Kurtini et.al (2011) bahwa indeks yolk berkisar 0,33-0,500. Hal ini karena telur
yang digunakan adalah telur yang telah lama disimpan sehingga indeks yolk
menurun akibat merembesnya air dari albumen ke yolk.

pH Putih Telur
9.4
9.2
9
8.8
8.6 pH
8.4
8.2
8
Telur ayam Telur ayam Telur Telur Telur Telur
kampong 1 kampong 2 bebek 1 bebek 2 puyuh 1 puyuh 3

Pada grafik di atas, dihasilkan nilai pH putih telur tertinggi adalah pada
telur ayam kampung 1 dan terendah pada telur bebek 1.

BJ putih telur
1.2
1
0.8
0.6
0.4
BJ putih telur
0.2
0
Telur Telur Telur Telur Telur Telur
ayam ayam bebek 1 bebek 2 puyuh 1 puyuh 3
kampong kampong
1 2
Pada grafik di atas dihasilkan data berat jenis putih telur tertinggi
adalah pada telur ayam kampung 1, dan berat jenis putih telur terendah adalah
pada telur puyuh 1.

c. Pengamatan Telur Sebagai Emulsifier


Pada pengamatan telur sebagai emulsifier dengan perlakuan putih telur
dicampur minyak dan aquadest, putih telur campur air dan aquadest, dan kuning
putih telur dicampur air dan aquadest menghasilkan data yang berbeda-beda.
Pada setiap jenis telur dengan perlakuan kuning telur dicampur air dan aquadest
mengasilkan data, air dan minya tercampur pada perlakuan tersebut. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kuning telur merupakan
pengemulsi yang lebih baik daripada putih telur karena kandungan lesitin pada
kuning telur terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein (Winarno,
1992).
d. Pengamatan Telur Sebagai Clarifiying Agent
Pengamatan berbagai jenis telur sebagai clarifiying agent dihasilkan
data telur yaitu putih telur kurang mengikat serbuk teh sehingga masih banyak
serbuk teh yang larut pada air. Warna putih telur berubah menjadi coklat
keputihan.Sedangkan kuning telur paling efektif mengikat serbuk teh. Hal ini
terbukti dari banyaknya serbuk teh yang menempel atau terikat pada kuning
telur dan serbuk teh yang tersisa pada air hanya sedikit. Dan untuk campuran
kuning dan putih telur cukup efektif dibanding putih karena sebagian serbuk
teh terikat pada campuran telur tersebut.
e. Pegamatan Telur Sebagi Pembentuk Busa
Pada pengamatan telur sebagai pembentuk busa data yang dihasilkan
yaitu daya pembentuk busa putih telur lebih banyak dari pada daya busa kuning
telur. Hal ini terbukti dar perubahan volume pada putih telur lebih besar
daripada kuning telur, dan campuran putih dan kuning telur. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa buih yang baik
memiliki daya buih sebesar 6 sampai 8 kali volume putih telur. Salah satu daya
guna putih telur adalah sebagai pembentuk buih. Semakin banyak udara yang
terperangkap, buih yang terbentuk akan semakin kakudan kehilangan sifat
alirnya. Selama pengocokan putih telur, ukuran gelembung udara menurun dan
jumlah gelembung udara meningkat. Daya pembentukan busa akan meningkat
seiring dengan pertambahan umur telur sampai dengan pH optimum
pembentukan buih, kemudian daya pembentukan busa akan mengalami
penuruanan.

.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :
1. Karakteristik fisik dan kimia susu serta berbagai olahan susu menghasilkan
data yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan perlakuan dan
pengolahan susu.
2. Susu yang memiliki nilai pH normal sesuai dengan (SNI-01-3141-1998)
adalah susu segar dan susu kental manis.
3. Susu yang rusak akan mengalami penggupalan pada perlakuaan
penambahan alkohol, pada data tersebut susu segar yang di rebus sampai
mendidih telah mengalami kerusakan
4. Berat jenis susu yang diamati rata-rata sudah sesuai dengan (SNI-01-3141-
1998), tetapi pada berat jenis susu segar rebus hasilnya sangat jauh berbeda.
5. Penambahan enzim bromelain pada susu dapat menyebabkan perubahan
sifat fisik susu, yaitu warna susu lebih jernih.
6. Karakteristik fisik dan kimia berbagai jenis telur, sangat jauh berbeda.
7. Kuning telur dan putih telur yang tercampur, dapat mencampurkan air dan
minyak. Kuning telur memiliki kemampuan lebih banyak mengikat kotoran
atau sebagai clarifying agent. Putih telur memiliki kemampuan membentuk
busa lebih banyak daripada kuning telur.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum ini sebaiknya praktikan lebih berhati- hati pada saat
praktikum, agar tidak terjadi kesalahan. Praktikan sebaiknya lebih memahami skema
kerja praktikum, agar dapat menimalisir kesalahan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2004. Heart Disease and Stroke Statistics. Mei 12, 2018
http://www.strokeaha.org

Astawan, M. 2005. Info Teknologi Pangan Department of Food Science and


Technology. Faculty of Agricultural Technology and Enginering. Bogor :
Bogor Agricultural University.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia . 1998 . Susu Segar SNI 01-3141-1998. Jakarta
: Departemen Kesehatan RI

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Susu Segar Bagian I (Sapi) SNI
3141.1:2011. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Bambang. 2003. Efek Kolesterole mix Berbagai Telur. Jurnal Media Gizi dan Keluarga
Vol. 27 Hal 58

Beutler E, Groux MJA. 2008. Shelf – stable condensed milk with reduced sugar
content. US :Patent 2008/0050492A1.

Buckle,K. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Budiman, C. dan Rukmiasih. 2007. Karakteristik Putih Telur Itik Tegal. Jurnal
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas
Peternakan.Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Bylund G. 2003. Dairy Processing Handbook, 2nd ed. Lund: Tetra Pak Processing
System AB.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Jakarta. Available
from: http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/ .Accesed 12 Mei 2018.

Depkes RI. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Depkes RI


Eniza, S. 2004. Dasar Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara:
Universitas Sumatra Utara Press

Gustiani, E. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan Asal Ternak
(daging dan susu) Mulai dari Peternakan Sampai Dihidangkan. Jakarta :
Litbang Pertanian

Hadiwiyoto. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Yogyakarta:
Liberty

Herdyastuti, N. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Enzim Bromelin dari
Batang Nanas (Ananas comusus L.merr). Berk. Penel. Hayati vol. 12

Hidayat , A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Jakarta :


Heath Books

Indriani, Y. 2015. Gizi dan Pangan. Bndar Lampung : Aura

Khomsan, A. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya

Muchtadi, T. R. & Sugiyono. 1992 . Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Muharastri, Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good di
Kota Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Resi, K. 2009. Pengaruh Sistem Pemberian Pakan yang Mengandung Duckweed


terhadap Produksi Telur Itik Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Mataram
: Universitas Mataram.

Roswitasari, L. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Konsumen dalam Keputusan Pembelian Susu Cair Ultra Milk. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Suardana, I. 2009. Higine Makanan (Kajian Teori dan Prinsip Dasar). Denpasar :
Universitas Udayana

Suhardjo. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi . Yogyakarta : Kanisius

Supartono. 2004. Karakterisasi Enzim Protease Netral dari Buah Nenas Segar. Jurnal
MIPA Universitas Negeri Semarang 27 (2): 134-142.

Suprapti, Lies. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius.

Syarief. 1997. Membangun SDM Berkualitas : Suatu Telaahan Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga. Bogor : IPB

Taoukis PS, Richardson M. 2007. Principles of intermediate moisture foods and


related technology. In: Barbosa-Cánovas, GV; Fontana, AJ; Schmidt, SJ &
Labuza, TP. (eds). Water Activity in Foods: Fundamentals and
Applications. USA: Blackwell Publishing.

Utami. 2009. Kimia Dasar Universitas. Jakarta : Erlangga.

Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu . Malang : Pusat Pengembangan


Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang

Winarno . 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan


Pengolahannya. Bogor : M-Brio Press.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Yuwanta, T. 2010. Pemanfaatan Kerabang Telur. Yogyakarta : Universitas Gajah


Mada.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Perhitungan Kualitas Internal Telur


1.1 Telur Puyuh 1
0,012
a. Indeks Kuning Telur = = 0,0048
2,5
0,2
b. Indeks Putih Telur = = 0,006
33,75
6,08
c. Berat Jenis Telur = = 0,76 g/ml
8

√32,2 (30 × 11,160,37 ×100)


d. Haugh Unit = 100 log { 100
}
= 100 log {√32,2 (30100
×2,44 ×100)
}
= 100 log {√32,2 (30
100
×244)
}
= 100 log {√235704
100
}
= 100 log {485,49
100
}
= 100 log 4,8549
= 68,6

1.2 Telur Puyuh 2


1,6
a. Indeks Kuning Telur = = 0,42
3,8
0,4
b. Indeks Putih Telur = = 0,043
9,25
0,37 ×100)
c. Haugh Unit = 100 log {√32,2 (30 ×37,3180
100
}
= 100 log {√32,2 (30100
×3,82 ×100)
}
= 100 log {√32,2 (30100×11460) }
= 100 log {√369012
100
}
= 100 log {607,46
100
}
= 100 log 6,07
= 78,32

1.3 Telur Puyuh 3


1,7
a. Indeks Kuning Telur = = 0,49
3,5
0,3
b. Indeks Putih Telur = = 0,028
10,75
5,47
c. Berat Jenis Telur = = 0,94 g/ml
5,8
1.4 Telur Ayam Kampung 1
0,7
a. Indeks Kuning Telur = = 0,143
4,9
0,2
b. Indeks Putih Telur = = 0,044
4,5
19,45
c. Berat Jenis Telur = = 1,02 g/ml
19
0,37 ×100)
d. Haugh Unit = 100 log {√32,2 (30 ×37,80
100
}
= 100 log {√32,2 (30100
×3,83 ×100)
}
(30 ×383)
= 100 log {√32,2 100 }
= 100 log {√369978
100
}
= 100 log {608,26
100
}
= 100 log 6,08
= 78,39

1.5 Telur Ayam Kampung 2


0,9
a. Indeks Kuning Telur = = 0,234
3,85
0,4
b. Indeks Putih Telur = = 0,0174
23
18,95
c. Berat Jenis Telur = = 0,99 g/ml
19,2
0,37 ×100)
d. Haugh Unit = 100 log {√32,2 (30 ×37,3180
100
}
= 100 log {√32,2 (30100
×3,82 ×100)
}
= 100 log {√32,2 (30100×11460) }
= 100 log {√369012
100
}
= 100 log {607,46
100
}
= 100 log 6,07
= 78,32

1.6 Telur Bebek 1


1,9
a. Indeks Kuning Telur = = 0,38
5
0,7
b. Indeks Putih Telur = = 0,1
7
25,0714
c. Berat Jenis Telur = = 0,86 g/ml
29
0,37 ×100)
d. Haugh Unit = 100 log {√32,2 (30 × 68,3912
100
}
= 100 log {√32,2 (30 100
× 4,77 × 100)
}
= 100 log {√32,2 (30
100
×477)
}
= 100 log {√460782
100
}
= 100 log {678,81
100
}
= 100 log 6,7881
= 83,17

1.7 Telur Bebek 2


1
a. Indeks Kuning Telur = = 0,2
5
0,5
b. Indeks Putih Telur = = 0,045
11
22,9346
c. Berat Jenis Telur = = 0,8821 g/ml
26
0,37 × 100)
d. Haugh Unit = 100 log {√32,2 (30 × 59,0880
100
}
= 100 log {√32,2 (30100
×4,52 ×100)
}
(30 ×452)
= 100 log {√32,2 100 }
= 100 log {√436632
100
}
= 100 log {660,78
100
}
= 100 log 6,608
= 82

2. Perhitungan Kemampuan Pembentukan Busa


2.1 Telur Puyuh 1
−0,4
a. Sampel A = × 100% = -5 %
8
−0,1
b. Sampel B = × 100% = 1,7 %
5,9
2.2 Telur Puyuh 2
−0,4
a. Sampel A = × 100% = -7,4 %
5,4
0,4
b. Sampel B = × 100% = -5 %
5
2.3 Telur Ayam Kampung 1
−0,6
a. Sampel A = × 100% = -12 %
5
−0,4
b. Sampel B = × 100% = -8 %
5

2.4 Telur Ayam Kampung 2


0,5
a. Sampel A = × 100% = 10 %
5
0,3
b. Sampel B = × 100% = 6 %
5
2.5 Telur Bebek 1
−0,1
a. Sampel A = × 100% = -2%
5
5
b. Sampel B = × 100% = 0 %
5
2.6 Telur Bebek 2
−0,1
a. Sampel A = × 100% = -2 %
5
5
b. Sampel B = × 100% = 0 %
5
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai