Anda di halaman 1dari 42

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya orang sering mengaitkan roti dengan menu sarapan pagi,
Roti biasa juga dijadikan makanan utama pengganti nasi. Roti yang tadinya
dianggap sebagai makanan bangsawan Belanda di zaman Penjajahan kini sudah jadi
makanan pokok kedua setelah nasi. Kandungan gizi produk olahan dari tepung ini
unggul dibandingkan dengan nasi dan mie. Selain itu kandungan karbohidrat yang
terdapat pada roti mencapai 9,7% lebih tinggi dari pada nasi yang hanya 7,8%.
Tidak seperti nasi yang memiliki kadar pati 4-8 %, dalam roti terdapat 13% pati.
Empat iris roti tawar akan menghasilkan kalori yang setara dengan sepiring nasi
(Kusharto, 2007).
Tepung terigu merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan roti
termasuk roti tawar. Selama ini bahan baku tepung terigu (gandum) belum dapat
dihasilkan di Indonesia dan selama ini harus import. Oleh karena itu, untuk
menggantikan tepung terigu salah satunya dapat menggunakan tepung singkong
yang telah dimodifikasi atau biasa disebut tepung Mocaf. Kandungan gizi paling
dominan pada roti pada umumnya adalah karbohidrat, sehingga sebagian bahan
pembuat roti perlu disubtitusikan bahan lain untuk meningkatkan kandungan
karbohidrat 2 dan serat kasar. Roti tawar merupakan roti putih yang berbahan utama
tepung terigu. Tepung yang digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah tepung
berjenis tepung berprotein tinggi (hard wheat). Dalam pembuatan roti perlu
penambahan bahan-bahan lain yang berfungsi untuk mengempukkan roti seperti
gula, margarin atau mentega, telur dengan komposisi tertentu.
Tepung Mocaf merupakan pati dari singkong sehingga kandungan
proteinnya sudah berkurang Dalam upaya penggunaan tepung Mocaf, maka perlu
diaplikasikan pada produk pangan dan juga perlu dilakukan penganekaragaman
dalam pengolahannya. Salah satu alternatifnya adalah subtitusi tepung terigu
menggunakan tepung Mocaf pada pembuatan biskuit (Subagio, 2009).
Dari penjelasan diatas, praktikum yang dilakukan adalah untuk mengetahui
pengaruh jenis tepung pada pembuatan roti.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk:
1. menganalisis pengaruh jenis dan proporsi tepung dalam pembuatan roti,
2. membuat roti dengan berbagai jenis dan proporsi tepung terigu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Roti
Roti merupakan salah satu pangan olahan yang terbentuk dari fermentasi
terigu dengan menggunakan ragi (Saccharomyces cerevisiae) atau bahan
pengembang lainnya kemudian dipanggang. Roti termasuk salah satu produk
bioteknlogi konvensional karena didalam proses pembutannya berlangsung proses
fermentasi yang melibatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007).
Secara umum saat ini roti dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu roti tawar,
roti manis dan roti isi :
a. Roti tawar
Roti ini memiliki rasa tawar. Biasanya roti jenis ini digunakan sebagai roti
sandwich atau dapat juga dikonsumsi dengan tambahan olesan selai atau mentega.
Resep roti jenis ini biasanya tidak banyak menggunakan gula. Hal yang perlu
diperhatikan dalam tahap akhir resep roti ini adalah jangan potong roti saat masih
panas, melainkan tunggu dingin terlebih dahulu.
b. Roti manis
Resep roti jenis ini menggunakan gula lebih banyak dari resep roti lainnya.
Rasa manis pada jenis roti bukan hanya dapat diperoleh dari gula, ada beberapa
olahan resep roti jenis ini yang juga menambahkan rasa manis dari buah-buahan
atau bahan makanan lainnya yang memiliki cita rasa manis.
c. Roti isi
Roti jenis ini pada dasarnya sama dengan resep roti biasa lainnya. Hal yang
membedakannya adalah pada resep isiannya yang dapat dikreasikan sesuai selera.
Saat ini roti isi yang populer adalah roti isi coklat, keju, srikaya, dan daging.
Menurut Gaman dan Sherington (1992) komposisi roti tawar dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Roti Tawar dalam 100 gram Bahan
Komposisi Jumlah
Protein (g) 8,0
Karbohidrat (g) 50,0
Lemak (g) 1,5
Air (g) 39,0
Vitamin dan Mineral (g) 1,5
Sumber : Ghaman dan Sherinton (1992).

Mutu roti tawar ditentukan berdasarkan dua kriteria yaitu kriteria bagian
dalam dan kriteria bagian luar. Kriteria bagian luar meliputi volume, warna kulit,
bentuk simetri, dan karakteristik kulit. Kriteria bagian dalam adalah porositas,
warna daging, dan sifat tekstural roti. Dari beberapa kriteria tersebut, kriteria
yang banyak diperhatikan adalah volume, porositas, dan sifat tekstural. Ketiga
sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara kemampuan adonan
dalam pembentukan gas dan penahanan gas selama fermentasi dan
pemanggangan.
Berikut ini adalah syarat mutu roti menurut SNI 01-3840-1995:

Tabel 2.2 Syarat Mutu Roti Tawar Menurut SNI 01-3840-1995


No Jenis Ujian Satuan Persyaratan
1 Keadaan : - Normal tidak berjamur
a. Bau - Normal
b. Rasa - Normal
c. Warna

2 Air % b/b Maks. 40


3 Abu (tidak termasuk garam % b/b Maks. 1
dihitung atas dasar bahan
kering)
4 Abu yang tidak larut dalam % b/b Maks. 3,0
asam
5 NaCl % b/b Maks. 2,5
6 Gula jumlah % b/b -
7 Lemak % b/b -
8 Serangga / belatung - Tidak boleh ada
9 Bahan makanan tambahan : Negatif Sesuai dengan
a. Pengawet SNI
b. Pewarna 0222-198
c. Pemanis buatan Negatif
d. Sakarin siklamat
10 Cemaran Logam : mg/kg Maks. 0,05
a. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 1,0
b. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10,0
c. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 40,0
d. Seng (Zn)
11 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
12 Cemaran Mikroba : Koloni/gram Maks. 106
a. Angka Lempeng Total APM/gram <3
b. Escherichia coli Koloni/gram Maks. 104
c. Kapang
Sumber : Standar Nasional Indonesia (1995)

2.2 Fungsi Bahan dalam Pembuatan Roti


2.2.1 Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan baku utama roti karena terkandung glutein
didalamnya. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses
pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat
oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999). Widyaningsih
dan Murtini (2006) menyatakan bahwa tepung terigu yang digunakan sebaiknya
yang mengandung glutein 8 – 12%. Glutein adalah protein yang terdapat pada
terigu. Glutein bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan
tekstur roti yang dihasilkan. Gluten terbentuk ketika tepung terigu dicampurkan
dengan air. Gluten terbentuk dari dua komplek yang dikenal sebagai gliadin dan
glutenin. Glutenin membantu terbentuknya kekuatan dan kekerasan adonan.
Gliadin lebih lembut dan mempengaruhi perpaduan dan elastisitas adonan. Glutenin
mengandung lebih banyak lipida dalam tepung terigu dalam bentuk lipoprotein
(Widianto dkk., 2002).
Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan gandum yang banyak
dipergunakan dalam industri pangan. Komponen terbanyak dari tepung terigu
adalah pati sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan
amilosa dalam pati sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 560C-620C (Astawan,
2008).
Berikut merupakan komposisi kimia tepung terigu per 100 gram bahan
menurut Astawan (2006):

Tabel 2.3 Komposisi kimia tepung terigu per 100 gram bahan
Komposisi Jumlah
Karbohidrat 75,36 g
Air 10,42 g
Energi 340,0 kkal
Protein 10,69 g
Lemak 1,99 g
Serat 12,70 g
Ampas 1,54 g
Sumber : Astawan (2006).
Tepung terigu yang beredar dipasaran masing masing memiliki karakteristik
dan fungsi yang berlainan. Tepung terigu tersebut antara lain:

1. Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi)


Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan
proteinnya 11-13%.Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah
dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling.
Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan
baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan.
2. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang)
Terigu medium wheat mengandung 10%-11%. Sebagian orang
mengenalnya dengan sebutan all purpose flour atau tepung serba guna. Dibuat dari
campuran tepungterigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya
diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan
fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel,
panada atau aneka cake dan muffin.
3. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah)
Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein 8%-9%.
Sifatnya memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan
yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.
Cocok untuk membuat kue kering, biscuit, pastel dan kue-kue yang tidak
memerlukan proses fermentasi.
4. Self Raising Flour
Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam.
Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan 5 tidak perlu
menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Self raising flour sangat cocok
untuk membuat cake, muffin, dan kue kering.
5. Enriched Flour
Tepung terigu yang disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral
dengan tujuan memperbaiki nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih
mahal. Cocok untuk kue kering dan bolu.
6. Whole Meal Flour
Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan
lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/cream. Terigu whole meal sangat
cocok untuk makanan kesehatan dan menu diet karena kandungan serat (fiber) dan
proteinya sangat tinggi (Budi, 2006).

2.2.2 Tepung Mocaf


Tepung Mocaf dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu.
Kata Mocaf sendiri merupakan singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti
karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan Mocaf, terutama dalam
hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut
yang lebih baik. Tepung tapiokadan tepung Mocaf sama-sama berasal dari singkong
Tepung tapioka memiliki kelebihan yaitu mempunyai kandungan protein yang
tinggi dibanding dengan tepung Mocaf. Tepung Mocaf merupakan pati dari
singkong sehingga kandungan proteinnya sudah berkurang. Secara umum proses
pembuatan tepung Mocaf meliputi tahap-tahap penimbangan, pengupasan,
pemotongan, perendaman (fermentasi), dan pengeringan. Dalam upaya penggunaan
tepung Mocaf, maka perlu diaplikasikan pada produk pangan dan juga perlu
dilakukan penganekaragaman dalam pengolahannya. Salah satu alternatifnya
adalah subtitusi tepung terigu menggunakan tepung Mocaf pada pembuatan biskuit
(Subagio, 2007).
Tepung Mocaf memiliki testur lembut, putih dan tidak berbau khas
singkong. Selain itu tepung Mocaf juga memiliki daya gelasi, dan viskositas yang
lebih baik dari pada tepung singkong biasa. Sehingga memiliki karakteristik yang
mirip dengan terigu. Namun, terdapat perbedaan yang mendasar yaitu tepung
Mocaf tidak memiliki zat gluten seperti yang ada pada terigu. Gluten merupakan
zat yang terkandung dalam protein, tepung terigu kaya akan protein sedangkan
tepung Mocaf memiliki kandungan protein yang sangat sedikit (Afandi, 2010).
Tabel 2.4 Spesifikasi Tepung Mocaf
No. Parameter Satuan Hasil
1 Keadaan :
Warna - Putih
Aroma - Netral
Rasa - Netral

2 Kadar Air % Max. 13


3 Kadar Protein % Max. 1.0
4 Kadar Abu % Max. 0.2
5 Kadar Pati % 82-87
6 Kadar Serat % 1.9-3.4
7 Kadar Lemak % 0.4-0.8
8 Kadar HCN Mg/kg Tidak Terdeteksi
9 Derajat Keputihan % 88-91
Sumber : Subagio (2007).
2.2.3 Ragi Roti
Dalam pembuatan roti, ragi dibutuhkan agar adonan bisa mengembang.
Ragi biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-aduk
merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi atau yeast
sendiri sebetulnya mikroorganisme yang merupakan suatu mahluk hidup berukuran
kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam
pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi
ragi/yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula
menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang
terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang
(Halalguide, 2008).
Untuk pembuatan roti, sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis
Saccharomyces cerevisiae. Agar mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa
persyaratan harus dipenuhi antara lain: adanya keseimbangan gula, garam, terigu
dan air, agar mikroba tumbuh baik maka pH diatur berkisar 2,0 – 4,5, oksigen cukup
tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob dan suhu pengolahan sekitar
30oC (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

2.2.4 Gula
Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat
yang ada untuk proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti.
Gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti, diantaranya sebagai
makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang umur roti,
menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, dan
memberikan warna cokelat yang menarik pada roti. Pemakaian gula dalam roti
yaitu untuk membuat remah roti lebih lunak dan lebih basah. (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004).
Jenis gula yang biasa digunakan adalah gula tebu atau sukrosa yang
digunakan sebagai pemanis. Gula juga berperan pada proses pewarnaan kulit
(karamelisasi gula) pada pembakaran di oven. Pemakaian gula lebih dari 8% pada
roti tawar akan memberikan sifat empuk yang berlebihan sehingga bentuk roti tidak
tegar, sedangkan pada roti manis sifat empuk terjadi pada kadar gula 15% ke atas.
Peningkatan jumlah gula dalam adonan harus diimbangi dengan penambahan
jumlah ragi agar proses fermentasi tidak terganggu. Pencampuran gula yang tidak
merata akan menyebaban bintik-bintik hitam pada kulit roti dan membentuk lubang
besar atau kantong udara pada produk roti (Sulastri dan Wahyudi ,2005).

2.2.5 Mentega
Mentega dan lemak padat atau mentega putih (Shortening) adalah lemak
yang digunakan dalam adonan roti tawar. Shortening adalah campuran lemak
dengan pengemulsi agar bersifat plastis. Mentega putih adalah lemak, yang
umumnya berwarna putih dan mempunyai titik cair, sifat plastis dan kestabilan
tertentu. Menurut Winarno (1993), Shortening adalah lemak padat yang
mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga
sering disebut dengan nama mentega putih. Shortening diperoleh dari pencampuran
dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Lemak adalah bahan-bahan
yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan (Buckle,
1987).
Mentega berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
memperbaiki sifat pemotongan roti, memberikan kulit roti lebih lunak, dan dapat
menahan air sehingga shelf life lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi,
memberikan rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan
fisik roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Fungsi penambahan mentega
(shortening) dalam pembuatan roti antara lain adalah: Memperkaya gizi dan
memperbaiki tekstur/pori-pori (crumb), Meningkatkan kelezatan dan keempukan
(softess), Memperbaiki aerasi sehingga produk bisa mengembang, Memperbaiki
cita rasa (terutama mentega atau margarin) untuk pembentukan lapisan – lapisan
pada produk pastry, sebagai pengemulsi untuk mempertahankan kelembaban serta
memperbaiki kehalusan kulit (crust).

2.2.6 Garam
Pada pembuatan roti, garam memiliki fungsi penambah rasa gurih,
pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, serta pengontrol waktu fermentasi dari
adonan beragi. Garam juga memiliki astringent effect, yakni memperkecil pori-pori
roti. Pemakaian garam dalam keadaan normal berkisar 1,5-2%. Pemakaian garam
lebih rendah dari 1,5% akan memberi rasa hambar, sedangkan pemakaian lebih dari
2% akan menghambat laju fermentasi. Fungsi lain dari penambahan garam dalam
produksi bakeri antara lain adalah : memberi rasa supaya tidak hambar,
memperkuat cita rasa bahan lain, rasa manis gula akan lebih terasa jika ada garam,
mengontrol perkembangan khamir (ragi) untuk produk yang dikembangkan dengan
ragi, memperkuat keliatan gluten (daya regang) dalam adonan, membantu
mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, meningkatkan daya
absorpsi air dari tepung dan merupakan salah satu bahan pengeras, bila adonan tidak
memakai garam, adonan agak basah.
Kesalahan penanganan garam juga bisa membuat masalah dalam
fermentasi, misalnya jika ragi dilarutkan dalam air yang telah ditambah garam,
maka pertumbuhannya ragi akan terhambat hal ini bisa mengakibatkan fermentasi
yang lambat dan cita rasa produk yang kurang baik. Penambahan jumlah garam
yang terlalu banyak akan menurunkan kemampuan gluten dalam menahan gas,
sebaliknya jika terlalu sedikit garam yang digunakan akan menyebabkan adonan
menjadi hambar dan akan mengurangi volume adonan, karena gluten tidak
mempunyai daya regang yang cukup. Jika tidak ada garam yang ditambahkan
kedalam adonan maka hasilnya adalah kulit akan terlihat sangat pucat dan terjadi
pengerutan pada roti dan rasanya tidak akan memuaskan (Sulastri dan Wahyudi,
2005).

2.2.7 Bread Improver


Bread improver ditambahkan pada proses pencampuran dengan dosis
pemakaian 0,3%-1,5% dari berat tepung. Bread improver dapat memperbaiki
karakteristik adonan, sehingga adonan dapat beradaptasi terhadap peralatan. Bread
improver juga memiliki proses fermentasi yang teratur dan membantu
pengembangan selama proses baking. Selain itu juga bread improver juga dapat
mendiversifikasi produk roti dengan mempengaruhi struktur daging roti (crumb
tekstur), warna kulit roti (crust), tampilan roti, volume, aroma, rasa dan simpannya.
2.2.8 Telur
Telur adalah sumber makanan zat protein hewani yang bernilai zat gizi
tinggi. Untuk dunia kuliner telur sangat penting peranannya, karena telur banyak
kegunaannya di dalam masak-memasak. Peranan utama telur atau protein dalam
pengolahan pada umumnya adalah memberikan fasilitas terjadinya koagulasi,
pembentukan gel, emulsi dan pembentukan struktur. Roti yang lunak dapat
diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur banyak
mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50 %.
Sementara putih telur kadar airnya 86 %. Putih telur memiliki daya creaming yang
lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

2.2.9 Susu
Tujuan emakaian susu dalam pembuata roti adalah memperbaiki gizi karena
susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan kalsium, memberikan pengaruh
terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan protein dan gula), untuk mengoles
permukaan roti, Memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya, menghasilkan
kulit yang enak dan crispy serta bau aromatik (aromatic smell).
Jenis susu yang banyak digunakan dalam proses bakeri adalah susu bubuk,
skim dan krim. Krim mengandung lemak yang tinggi sehingga memberikan
kelembutan dan aroma yang menyenangkan. Susu skim banyak mengandung
protein (kasein) yanng cenderung meningkatkan penyerapan dan daya menahan air,
sehingga mengeraskan adonan dan memperlambat proses fermentasi adonan roti.
Susu yang digunakan untuk pembuatan roti pada umumnya dalam bentuk bubuk
(powder). Hal ini disebabkan alasan kemudahan penyimpanan dan mempunyai
umur simpan yang lebih panjang dari pada susu segar. Susu bubuk yang biasa
digunakan adalah susu skim atau susu krim. Keuntungan susu skim adalah
kandungan air dan kandungan lemaknya rendah sehingga dapat disimpan lebih
lama dan tidak cepat tengik. Kadar air susu skim adalah 2,5% dan kandungan
lemaknya 1,1%. Sebaiknya penyimpanan susu bubuk senantiasa dijaga agar tetap
kering, hal ini dilakukan karena susu bubuk bersifat sangat rentan terhadap
kerusakan dari lingkungan terutama air (Sulastri dan Wahyudi, 2005).
1.1.1 Air
Pemakaian air dalam pembuatan roti tawar mempunyai peranan yang
penting untuk membentuk gluten, karena protein tepung terigu dilarutkan oleh air.
Jenis air yang digunakan adalah air dingin. Pemakaian air dalam pembuatan roti
tawar sebanyak 62% dari berat tepung (Ningrum, 2006).
Dalam pembuatan roti tawar air juga berfungsi sebagai pelarut dari bahan-bahan
lain dalam pembuatan roti tawar seperti garam, gula, susu dan sebagainya (Tarigan,
2003). Kandungan mineral dalam air dapat mempengaruhi kekerasan adonan,
tetutama untuk beberapa jenis tepung, air yang digunakan harus memenuhi syarat
air yang sehat yaitu:
1. Syarat fisik artinya air tidak berwarna, berasa, berbau.
2. Syarat kimia artinya air tidak mengandung bahan-bahan kimia seperti Fe, Hg,
Pb, kekeruhan dan kesadahan.
3. Syarat mikrobiologis artinya tidak mengandung bakteri E coli (Ningrum,
2006).
Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya gluten
serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Air berperan sebagai pelarut garam,
penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan
memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Air juga
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan
makanan itu.

2.3 Cara Pembuatan Roti


Pembuatan roti terdiri atas beberapa tahapan, yang semuanya memiliki peran
terhadap produk akhir yang dihasilkan. Berikut tahapan utama pembuatan roti
menurut Mudjajanto (2007):
2.3.1 Penimbangan.
Penimbangan bahan harus dilakukan dengan benar agar tidak terjadi
kesalahan dalam penggunaan jumlah bahan. Ragi, garam, dan bahan tambahan
lainnya adalah bahan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat penting
agar dihasilkan roti dengan kualitas baik, sehingga harus diukur dengan teliti.
Dalam penakaran sebaiknya tidak menggunakan sendok atau cangkir sebagai
takaran.

2.3.2 Pencampuran/mixing.
Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan,
mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan
melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (gas retention). Dengan
demikian, pengadukan adonan roti harus sampai kalis. Adapun yang dimaksud
kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan
film pada adonan.
2.3.3 Pencetakan.
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah
diistirahatkan digiling menggunakan roll pin, kemudian digulung atau dibentuk
sesuai dengan jenis roti yang diinginkan (pada pembuatan roti tawar dengan bahan
baku tepung terigu). Sedangkan pada pembuatan roti tawar berbahan dasar non
terigu, adonan dimasukkan ke dalam loyang setelah mixing.
2.3.4 Fermentasi.
Suhu ruangan 32oC dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang
ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin
cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu
ruangan semakin lama proses fermentasinya. Selama peragian, adonan menjadi
lebih besar dan ringan.

2.3.5 Pemanggangan.
Adonan roti yang telah dibentuk sesuai dengan kehendak selanjutnya
adonan di panggang atau dioven. Proses pemanggangan terjadi dikulit, dimana
berbagai jenis gula menjadi caramel dan memberi warna pada kulit. Roti
dipanggang atau dioven pada suhu kirakira 180 oC selama 45 menit. Proses fisik
adalah penguapan alkohol dan air. Proses pemanggangan terjadi di kulit, dimana
berbagai jenis gula menjadi karamel dan memberi warna pada kulit.
2.4 Peranan Karbohidrat
Pada produk pangan, penambahan gula berfungsi untuk memberikan aroma,
rasa manis sebagai pengawet, dan untuk memperoleh tekstur tertentu. Dalam
pembuatan roti, gula ditambahkan untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk
proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti. Gula sangat penting
peranannya dalam pembuatan roti, diantaranya sebagai makanan ragi, memberi
rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang umur roti, menambah kandungan gizi,
membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, dan memberikan warna cokelat yang
menarik pada roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2007).
Gula berperan dalam proses pencoklatan pada permukaan roti. Pemanasan
pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya karamelisasi sehingga permukaan produk
menjadi kering dan berwarna kecoklatan. Gula juga akan diubah oleh yeast menjadi
CO2, alkohol, air, dan energi selama proses fermentasi dan berfungsi untuk
meningkatkan kecepatan fermentasi. Selama fermentasi berlangsung gula akan
diubah menjadi gas CO2, alkohol, dan air. Gas CO2 akan terperangkap di dalam
adonan sehingga berperan dalam proses pengembangan adonan, sedangkan alkohol
berperan dalam memberikan aroma pada roti. Peranan yeast dalam hal ini yaitu
sebagai pengembang, serta memberikan rasa dan aroma yang khas pada roti.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Neraca
2. Baskom
3. Gelas ukur
4. Sendok
5. Mixer
6. Oven
7. Loyang

3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Tepung terigu protein tinggi
2. Tepung Mocaf
3. Mentega
4. Telur
5. Ragi
6. Garam
7. Gula
8. Susu
9. Air
10. Bread Improver
11. Plastic wrap
12. Tissue
13. Kuisiener
14. Label

3.2 Prosedur Pembuatan


3.2.1 Skema Kerja
Timbang Bahan

Pencampuran bahan kering

Telur dan air Pencampuran hingga kalis

Margarin Pencampuran hingga kalis

Pendiaman 10 menit

Adonan dibagi menjadi 3, lalu


dibentuk menjadi bulat

Adonan dibagi menjadi 3, lalu


dibentuk menjadi bulat

Pemasukkan kedalam loyang

Pendiaman selama 60 menit

Pengovenan pada suhu 170°C,


selama ±12-15 menit

Pengamatan

3.2.2 Fungsi Perlakuan


Pada praktikum ini, langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan alat
dan bahan- bahan yang akan digunakan. Penimbangan bahan yang terdiri dari
tepung terigu protein tinggi, tepung mocaf, margarin, telur, ragi, garam, gula, susu,
air , bread improver, dan plastic wrap dilakukan sesuai dengan formula masing-
masing perlakuan. Bahan yang telah ditimbang selanjutnya dilakukan pencampuran
bahan-bahan kering yang terdiri dari tepung terigu, mocaf, ragi, garam, gula, susu,
dan bread improver. Pada saat proses pencampuran bahan kering ini ditambahkan
dengan air dan telur, dan kemudian dilakukan pengadukan sampai homogen.
Pengadukan ini bertujuan untuk membentuk gluten dan semua bahan yang
dicampur homogen atau tercampur rata. Setelah tercampur rata, ditambahkan
dengan margarin dan diaduk hingga adonan kalis. Pada tahap ini telah terbentuk
susunan gluten yang optimal dengan ditandai kalisnya adonan yang dibuat. Adonan
yang sudah kalis, proses pengadukan harus dihentikan, jika pengadukan terus
dilanjutkan akan merusak susunan gluten karena adonan akan panas dan
menghasilkan adonan yang lengket dan bersatu karena ragi terus beraktivitas
sedangkan adonan telah maksimal. Tanda-tanda adonan roti yang telah kalis adalah
apabila adonan tidak menempel lagi diwadah atau ditangan dan ketika adonan
dilebarkan sedemikian rupa akan terbentuk lapisan tipis yang elastis.
Adonan roti yang telah kalis ditutupi dengan menggunakan plastic wrap
dan didiamkan selama 10 menit agar ragi pada adonan bereaksi dengan gula dan
bahan lain. Setelah 10 menit, kemudian adonan dibagi menjadi 3 bagian dan
dibentuk menjadi bulat untuk memudahkan pembentukan adonan yang diinginkan
dan agar didapatkan pembentukan lapisan secara seragam berdasarkan porsi yang
diinginkan, lalu didiamkan selama 10 menit. Adonan roti yang telah diistirahatkan
selama 10 menit ini akan mengalami pengembangan adonan akibat gas
karbondiokdida. Hal ini menyebabkan adonan naik dan membuat adonan lebih
ringan dan lebih besar. Untuk mengkempiskan adonan sedemikian rupa sehingga
gas akan keluar dari adonan dilakukan knocking back secukupnya saja sesuai
dengan hilangnya gas pada adonan. Langkah selanjutnya, adonan dimasukkan
kedalam loyang yang sudah dilapisi kertas dan adonan didiamkan selama 60 menit
sampai dengan tujuan untuk mengembangkan adonan hingga mencapai bentuk dan
mutu yang baik di dalam hasil akhir. Langkah terakhir adalah proses
pemanggangan, loyang yang sudah berisi adonan dimasukkan kedalam oven
dengan suhu ±170 °C selama ± 12- 15 menit. Setelah ±12- 15 menit, roti diangkat
dan didinginkan. Roti selanjutnya, dilakukan uji karakteristik mutu yang meliputi
tekstur, daya kembang., kenampakan irisan, warna, dan uji organoleptik
berdasarkan tingkat kesukaan panelis.

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Uji Fisik
a. Tekstur
Pengulangan Tekstur (g/5 mm)
Sampel
1 2 3
Terigu 100%, mocaf 0% 20 24 24
Terigu 85%, Mocaf 15% 35 43 34
Terigu 70%, Mocaf 30% 41 46 49
Terigu 45%, Mocaf 45% 91 98 98

b. Daya Kembang
1. Sebelum Pengovenan (cm)

Keterangan Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)


Terigu 100%, Mocaf 0% 21,3 8,9 7,7
Terigu 85%, Mocaf 15% 19,5 10 6,5
Terigu 70%, Mocaf 30% 19,3 8,3 5,5
Terigu 55%, Mocaf 45% 17,5 5,5 5

2. Setelah Pengovenan
Keterangan Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)
Terigu 100%, Mocaf 0% 22,5 9,5 8
Terigu 85%, Mocaf 15% 19,5 10 6,3
Terigu 70%, Mocaf 30% 19,3 8,3 5,8
Terigu 55%, Mocaf 45% 17 5 3

c. Warna
Pengulangan dL
Sampel
1 2 3
Trigu 100%, Mocaf 0% 52,1 51,6 51,7
Terigu 85%, Mocaf 15% 53,2 53,2 51,8
Terigu 70%, Mocaf 30% 49,2 52,0 50,5
Terigu 55%, Mocaf 45% 76,39 75,95 75,91
L standar = 94,35
L keramik = 64,6
d. Kenampakan Irisan
Sampel Gambar

Terigu 100%, Mocaf 0%

Terigu 85%, Mocaf 15%

Terigu 70%, Mocaf 30%

Terigu 55%, Mocaf 45%

4.1.2 Uji Organoleptik


a. Sampel 693 (Penambahan Mocaf 0%, Terigu 100%)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 5 5 6 6
2. 6 6 6 5
3. 5 6 6 6
4. 5 5 6 3
5. 7 5 6 5
6. 7 6 6 7
7. 6 5 6 5
8. 4 4 7 4
9. 6 6 6 6
10. 5 6 6 5
11. 6 6 6 6
12. 6 7 6 6
13. 6 5 7 7
14. 6 6 6 6
15. 5 4 6 5
16. 6 6 6 5
17. 5 7 4 7
18. 6 6 6 6
19. 7 6 7 6
20. 6 6 6 6
21. 6 6 6 6
22. 7 7 7 7
23. 6 4 6 7
24. 5 5 5 6
25. 5 3 5 4
26. 4 4 6 5
27. 6 6 6 6
28. 6 6 4 5
29. 4 3 5 4
30. 6 6 5 5
31. 5 4 6 6
32. 6 6 6 6
b. Sampel 738 (Komposisi 15% Mocaf, 75% Terigu)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 5 6 6 6
2. 6 5 6 4
3. 4 3 4 5
4. 3 3 5 6
5. 6 5 2 5
6. 6 6 6 6
7. 3 5 2 3
8. 7 7 6 6
9. 6 6 5 6
10. 4 6 5 6
11. 6 6 2 4
12. 6 5 5 6
13. 2 2 3 2
14. 3 6 6 6
15. 3 2 1 1
16. 5 6 4 3
17. 7 6 4 7
18. 5 5 4 5
19. 3 4 2 4
20. 5 5 3 5
21. 2 2 4 2
22. 5 4 1 2
23. 3 6 3 6
24. 4 4 4 4
25. 5 4 3 3
26. 4 2 4 3
27. 6 6 6 6
28. 6 5 4 4
29. 5 4 5 5
30. 2 6 4 3
31. 3 5 4 3
32. 4 4 3 3
c. Sampel 468 (Penambahan Mocaf 30%, Terigu 70%)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 5 3 5 3
2. 4 4 4 4
3. 4 4 4 6
4. 5 5 6 6
5. 4 2 2 5
6. 5 5 5 4
7. 6 6 5 5
8. 4 4 7 5
9. 5 3 5 3
10. 3 3 3 2
11. 2 2 5 4
12. 4 3 6 5
13. 2 2 2 2
14. 6 2 5 3
15. 3 3 2 2
16. 4 4 6 4
17. 5 5 7 6
18. 4 4 3 4
19. 3 3 2 4
20. 5 4 3 4
21. 3 3 2 4
22. 6 5 1 4
23. 6 3 3 5
24. 4 3 4 4
25. 5 3 4 2
26. 4 3 3 4
27. 6 3 6 3
28. 6 6 4 4
29. 4 3 5 5
30. 2 2 3 2
31. 5 3 6 4
32. 4 2 3 2
d. Sampel 314 (Penambahan Mocaf 45%, Terigu 55%)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 6 5 5 6
2. 4 5 4 5
3. 3 3 3 3
4. 5 3 5 6
5. 3 3 3 3
6. 4 4 3 3
7. 3 3 5 5
8. 6 4 7 4
9. 6 4 4 2
10. 2 2 2 1
11. 2 5 5 1
12. 3 3 3 4
13. 2 2 1 1
14. 6 3 6 3
15. 2 3 1 1
16. 3 4 2 1
17. 4 5 5 6
18. 3 4 2 3
19. 3 1 2 3
20. 3 4 3 3
21. 2 2 2 2
22. 7 6 2 2
23. 3 2 2 2
24. 2 4 3 3
25. 2 1 2 3
26. 2 3 1 3
27. 6 3 6 3
28. 6 5 4 4
29. 4 3 5 4
30. 4 4 4 5
31. 3 3 4 2
32. 5 5 5 5
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Uji Fisik
e. Tekstur

Pengulangan Tekstur (g/mm) Rata-Rata


Sampel (g/mm)
1 2 3
Terigu 100%, 4,53
4 4,8 4,8
mocaf 0%
Terigu 85%, Mocaf 7,47
7 8,6 6,8
15%
Terigu 70%, Mocaf 9,07
8,2 9,2 9,8
30%
Terigu 45%, Mocaf 19,13
18,2 19,6 19,6
45%

f. Daya Kembang

Sampel Sebelum Setelah Daya


Pengovenan Pengovenan Kembang (%)
Volume (cm3) Volume (cm3)
Terigu 100%, 1.459,7 1.710 17,15
mocaf 0%
Terigu 85%, 1.267,5 1.228,5 -3,08
Mocaf 15%
Terigu 70%, 929,10 881,0 -5,46
Mocaf 30%
Terigu 55%, 481,3 255 -47,02
Mocaf 45%

g. Warna
Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-Rata
Trigu 100%, 76,1 75,4 75,5 75,7
Mocaf 0%
Terigu 85%, 76,1 75,4 75,5 75,5
Mocaf 15%
Terigu 70%, 71,9 75,9 73,0 73,6
Mocaf 30%
Terigu 55%, 111,6 110,9 110,9 111,1
Mocaf 45%
4.2.2 Uji Organoleptik
a. Sampel 693 (Penambahan Mocaf 0%, Terigu 100%)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 5 5 6 6
2. 6 6 6 5
3. 5 6 6 6
4. 5 5 6 3
5. 7 5 6 5
6. 7 6 6 7
7. 6 5 6 5
8. 4 4 7 4
9. 6 6 6 6
10. 5 6 6 5
11. 6 6 6 6
12. 6 7 6 6
13. 6 5 7 7
14. 6 6 6 6
15. 5 4 6 5
16. 6 6 6 5
17. 5 7 4 7
18. 6 6 6 6
19. 7 6 7 6
20. 6 6 6 6
21. 6 6 6 6
22. 7 7 7 7
23. 6 4 6 7
24. 5 5 5 6
25. 5 3 5 4
26. 4 4 6 5
27. 6 6 6 6
28. 6 6 4 5
29. 4 3 5 4
30. 6 6 5 5
31. 5 4 6 6
32. 6 6 6 6
Jumlah 181 173 188 179
Rata-Rata 5,7 5,4 5,9 5,6
b. Sampel 738 (Komposisi 15% Mocaf, 75% Terigu)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 5 6 6 6
2. 6 5 6 4
3. 4 3 4 5
4. 3 3 5 6
5. 6 5 2 5
6. 6 6 6 6
7. 3 5 2 3
8. 7 7 6 6
9. 6 6 5 6
10. 4 6 5 6
11. 6 6 2 4
12. 6 5 5 6
13. 2 2 3 2
14. 3 6 6 6
15. 3 2 1 1
16. 5 6 4 3
17. 7 6 4 7
18. 5 5 4 5
19. 3 4 2 4
20. 5 5 3 5
21. 2 2 4 2
22. 5 4 1 2
23. 3 6 3 6
24. 4 4 4 4
25. 5 4 3 3
26. 4 2 4 3
27. 6 6 6 6
28. 6 5 4 4
29. 5 4 5 5
30. 2 6 4 3
31. 3 5 4 3
32. 4 4 3 3
Jumlah 144 151 126 140
Rata-Rata 4,5 4,7 3,9 4,4
c. Sampel 468 (Penambahan Mocaf 30%, Terigu 70%)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 5 3 5 3
2. 4 4 4 4
3. 4 4 4 6
4. 5 5 6 6
5. 4 2 2 5
6. 5 5 5 4
7. 6 6 5 5
8. 4 4 7 5
9. 5 3 5 3
10. 3 3 3 2
11. 2 2 5 4
12. 4 3 6 5
13. 2 2 2 2
14. 6 2 5 3
15. 3 3 2 2
16. 4 4 6 4
17. 5 5 7 6
18. 4 4 3 4
19. 3 3 2 4
20. 5 4 3 4
21. 3 3 2 4
22. 6 5 1 4
23. 6 3 3 5
24. 4 3 4 4
25. 5 3 4 2
26. 4 3 3 4
27. 6 3 6 3
28. 6 6 4 4
29. 4 3 5 5
30. 2 2 3 2
31. 5 3 6 4
32. 4 2 3 2
Jumlah 138 110 131 124
Rata-Rata 4,3 3,4 4,1 3,9
d. Sampel 314 (Penambahan Mocaf 45%, Terigu 55%)
No. Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa
1. 6 5 5 6
2. 4 5 4 5
3. 3 3 3 3
4. 5 3 5 6
5. 3 3 3 3
6. 4 4 3 3
7. 3 3 5 5
8. 6 4 7 4
9. 6 4 4 2
10. 2 2 2 1
11. 2 5 5 1
12. 3 3 3 4
13. 2 2 1 1
14. 6 3 6 3
15. 2 3 1 1
16. 3 4 2 1
17. 4 5 5 6
18. 3 4 2 3
19. 3 1 2 3
20. 3 4 3 3
21. 2 2 2 2
22. 7 6 2 2
23. 3 2 2 2
24. 2 4 3 3
25. 2 1 2 3
26. 2 3 1 3
27. 6 3 6 3
28. 6 5 4 4
29. 4 3 5 4
30. 4 4 4 5
31. 3 3 4 2
32. 5 5 5 5
Jumlah 119 111 111 102
Rata-Rata 3,7 3,5 3,5 3,2
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Uji Fisik


5.1.1 Tekstur
Roti dikatakan memiliki kualitas baik apabila mempunyai karakteristik
tekstur yang halus lembut dan elastis (Koswara, 2009). Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi tekstur roti antara lain penambahan gula, shortening dan bread
improver. Penambahan gula lebih dari 15% pada roti manis menyebabkan tekstur
roti memiliki rasa yang empuk dan halus. Shortening juga berfungsi untuk
pengembangan sel-sel roti ketika final fermentasi atau pendiaman terakhir atau
pengembangan akhir yang akan memperbaiki tektur roti. Bread improver
bermanfaat untuk menguatkan jaringan gluten sehingga roti yang dihasilkan
memiliki volume lebih besar, tekstur roti lebih halus dan putih serta roti tetap empuk
dalam waktu lama. Selain itu, penambahan jenis tepung juga berpengaruh terhadap
tekstur roti yang diperoleh. Hasil perhitungan rata-rata uji tekstur sampel adalah
sebagai berikut :

25

20
Terigu 100%, mocaf 0%
15
Terigu 85%, mocaf 15%
10 Terigu 70%, mocaf 30%
5 Terigu 55%, mocaf 45%

0
rata-rata (g/mm)

Gambar 5.1 Rata-rata Uji Tekstur

Dari data diatas, rata-rata tekstur tertinggi adalah sampel yang memiliki
formulasi tepung terigu 55% dan Mocaf sebanyak 45%. Hal ini menunjukkan
bahwa sampel tersebut memiliki tekstur yang keras, sedangkan sampel dengan
formulasi tepung terigu 100% memiliki nilai rata-rata paling rendah yang
menunjukkan bahwa sampel memiliki tekstur yang lebih empuk dari yang lain.
Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan literature, bahwa semakin banyak
penambahan tepung mocaf maka tekstur roti semakin keras dan semakin sedikit
penambahan tepung mocaf pada tekstur roti menghasilkan tekstur roti semakin
empuk.
Tekstur roti dipengaruhi oleh kandungan gluten yang ada pada tepung.
Kandungan gluten pada tepung mocaf lebih sedikit dibandingkan dengan tepung
terigu, sehingga akan mempengaruhi daya kembang pada roti maka tekstur roti
yang dihasilkan semakin keras. Tepung terigu memiliki sifat fisik gluten yang
ekstensibel dan elastis memungkinkan dapat menahan gas pengembang dan adonan
dapat menggelembung seperti balon. Hal ini menyebabkan produk roti
mengembang dengan struktur berongga–rongga yang halus dan seragam serta
tekstur yang lembut. Pada pembuatan roti tawar hasil terbaik akan didapatkan pada
penggunaan tepung Cakra kembar karena kadar protein terkandung yang tinggi
sehingga kemampuan mengikat air lebih tinggi dan gluten yang terbentuk lebih
banyak sehingga akan menciptakan konsistensi adonan yang baik dan kenyal
sehingga produk yang dihasilkan optimal.

5.1.2 Daya Kembang


Daya pengembangan roti manis merupakan kemampuan roti manis
mengalami pertambahan ukuran setelah adanya proses pengukusan. Proses
pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara sinkron antara
peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang terbentuk sebagai
hasil fermentasi. Dalam proses terlihat dua kelompok daya, yaitu daya produksi gas
dan daya penahan gas. Beberapa faktor yang yang dapat mempengaruhi daya
produksi gas adalah konsentrasi roti, gula, malt, makanan ragi roti dan suhu selama
berlangsungnya fermentasi (Mudjajanto, 2008). Di bawah ini adalah nilai daya
kembang pada setiap sampel :
30
20 Terigu 100%, mocaf
10 0%
0 Terigu 85%, mocaf
-10 15%
-20 Terigu 70%, mocaf
-30 30%
-40 Terigu 55%, mocaf
-50 45%
-60

Gambar 5.2 Nilai Daya Kembang


Dari data diatas, sampel dengan formulasi 100% tepung terigu memiliki
daya kembang paling tinggi daripada sampel lain, sedangkan sampel dengan
formulasi tepung terigu 55% dan Mocaf sebanyak 45% menunjukkan nilai daya
kembang paling rendah. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
mocaf tidak memiliki gluten di dalamnya, sehingga produk-produk yang dihasilkan
akan memiliki daya kembang yang tidak besar (Subagio et al., 2007).

5.1.3 Warna
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan warna pada sampel roti.
Parameter warna memiliki peran sebagai penarik bagi konsumen untuk melihat
sebuah produk pangan (Asmaraningtyas, 2014). Salah cara untuk pengukuran
warna adalah dengan tingkat kecerahan. Kecerahan produk roti tawar diukur
dengan menggunakan alat berupa Colour reader dengan pengulangan sebanyak
lima kali pada 5 titik berbeda. Nilai L pada Colour reader menyatakan cahaya
pantul yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai
Lightness (L) memiliki kisaran nilai antara 0-100. Semakin tinggi nilai L, maka
warna produk semakin cerah. Hasil rata-rata uji warna setiap sampel adalah sebagai
berikut :
80
70 Terigu 100%, mocaf
60 0%
50 Terigu 85%, mocaf
40 15%
30 Terigu 70%, mocaf
20 30%

10 Terigu 55%, mocaf


45%
0
rata-rata

Gambar 5.3 Rata-rata Uji Warna

Dari data diatas, nilai rata-rata uji warna tertinggi adalah sampel dengan
formulasi tepung terigu 55% dan Mocaf sebanyak 45%, sedangkan nilai paling
rendah adalah sampel dengan formulasi tepung terigu 70% dan Mocaf 30%. Hal ini
sesuai dengan literatul, karena kandungan yang terdapat pada tepung terigu salah
satunya yaitu amilase (Fitasari, 2009). Adanya gula pada tepung terigu memberikan
warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Terbentuknya kulit roti berwarna coklat dapat disebabkan oleh terjadinya
karamelisasi gula pada permukaan adonan. Warna coklat pada kulit roti juga
disebabkan oleh terjadinya reaksi antara gula reduksi dengan protein yang disebut
reaksi Maillard. Reaksi Maillard ini bisa terjadi antara amin, asam amino dan
protein dengan gula pereduksi, aldehida atau keton. Reaksi Maillard inilah yang
terjadi pada reaksi pencoklatan jika makanan dipanaskan atau pada penyimpanan
makanan yang lama. Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non
enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya asam-asam amino atau
protein. Bila gula dipanaskan di atas titik leburnya, warnanya berubah menjadi
coklat disertai perubahan cita rasa.

5.1.4 Kenampakan Irisan


Kenampakan irisan pada roti tawar dapat dilihat dari keseragaman dan
kekompakan dari pori-pori atau lubang yang terbentuk di dalam roti tawar. Poripori
roti yang baik adalah ukuran pori-pori yang kecil dan seragam di seluruh bagian
crumb. Pori-pori roti merupakan lapisan tipis yang terbentuk pada gluten yang
berfungsi untuk memerangkap karbondioksida. Pori-pori terbentuk pada proses
fermentasi, pada saat itu aktivitas ragi mulai meningkat, adonan mengembang, dan
volume adonan bertambah akibat produksi gas karbondioksida oleh ragi. Selain itu,
gluten menjadi elastis dan lebih lembut akibat pengaruh alkohol, menurunnya kadar
keasaman sehingga gluten membentuk lapisan tipis yang dapat menahan gas.
Dari data pengamatan kenampakan irisan roti, setiap sampel roti memiliki
kenampakan irisan yang berbeda-beda. Pada data tersebut menunjukkan bahwa
kenampakan irisan sampel dengan formulasi tepung terigu dan Mocaf masing-
masig 45% memiliki pori-pori yang semakin rapat, sedangkan sampel dengan
formulasi tepung Mocaf lebih redah pori-pori tidak rapat atau lebih mengembang.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa, kandungan gluten dalam
adanan semakin berkurang, sehingga roti kurang mengembang dan dihasilkan
remah roti yang rapat. Suhardjito (2006) juga menyatakan bahwa terbentuknya
pori-pori pada roti tawar juga dipengaruhi oleh knocking down atau penggilasan
yang menyebabkan pembentukan adonan menjadi relaks kembali sehingga timbul
gas yang baru.

5.2. Uji Organoleptik


Uji organoleptik yang digunakan yaitu uji hedonik (uji kesukaan) terhadap
28 orang panelis. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya (ketidaksukaan). Tingkat-tingkat kesukaan disebut sebagai skala
hedonik. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala
yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik
dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat
dilakukan analisis data secara parametric. Pada pengamatan ini, parameter sampel
yang dilakukan uji hedonik meliputi parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur.
Setiap skor menunjukkan penilaian sebagai berikut : 1 = Sangat Tidak suka : 2 =
Tidak suka : 3 = Agak Tidak suka : 4 = Netral : 5 = Agak suka : 6 = Suka : 7=
Sangat suka.
Dibawah ini adalah hasil rata-rata uji organoleptik setiap sampel :

Nilai Rata-rata Uji Organoleptik


8

0
Warna Aroma Tekstur Rasa

693 (Terigu 100%, mocaf 0%) 738 (Terigu 75%, mocaf 15%)
468 (Terigu 70%, mocaf 30%) 314 (Terigu 55%, mocaf 45%)

Gambar 5.4 Nilai Rata-rata Uji Organoleptik

Dari gambar diatas didapat hasil pengujian organoleptik terhadap tingkat


kesukaan roti tawar yang dihasilkan dengan formulasi jenis tepung yang berbeda
dengan menggunakan lima parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada
semua parameter uji (warna, aroma, tekstur, dan rasa) didapatkan hasil yang paling
disukai panelis adalah roti tawar dengan kode sample 639 dengan formulasi 100%
tepung terigu. Nilai rata-rata kesukaan panelis paling rendah pada setiap parameter
adalah sampel 314 dengan formulasi tepung terigu 55% dan Mocaf 45%. Jadi dari
hasil yang didapat dmenunjukkan bahwa roti yang paling banyak disukai adalah
roti yang memiliki formulasi 100% tepung terigu. Hasil ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa tepung terigu yang paling baik untuk pembuatan roti
disebut tepung keras (hard wheat). Tepung keras mengandung 12-13 % protein dan
cocok untuk pembuatan roti karena kandungan glutein dan gliadin yang tinggi.
Sehingga didapatkan roti tawar yang mengembang dan memiliki kekenyalan yang
diinginkan (Koeswara, 2009).
Faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan roti tawar antara lain kualitas
bahan baku yang digunakan, proses pengadukan, proses fermentasi dan
pemanggangan. Kandungan gluten yang terdapat pada tepung terigu memiliki
peranan penting dalam keberhasilan roti tawar yang dihasilkan. Tepung terigu yang
memiliki kandungan gluten tinggi akan lebih mengembang jika dbandingkan
dengan tepung terigu yang memiliki kandungan gluten rendah. Proses pengadukan
bahan baku roti erat kaitannya dengan pembuatan zat gluten, sehingga adonan siap
menerima gas CO2 dari aktivitas fermentasi. Prinsip proses pengadukan adalah
permukaan dan penarikan jaringan zat gluten sehingga struktur spiralnya akan
berubah menjadi sejajar satu dengan lainnya. Jika struktur ini tercapai, maka
permukaan adonan akan terlihat mengkilap dan tidak lengkat serta adonan akan
mengebang pada titik optimum dimana zat gluten dapat ditarik atau dikerutkan.
Proses yang paling penting dan mendasar dalam pembuatan roti adalah proses
biologis yang disebut proses fermentasi yang dilakukan oleh ragi roti. Khamir
sendiri tidak dapat mengawali pembentukan gas dalam adonan, namun dalam
tahapan selanjutnya khamir merupakan salah satu komponen utama yang
mengembangkan, mematangkan, memproduksi senyawa-senyawa dan aroma
melalui fermentasi yang dilakukan.
Pemanggangan merupakan proses terpenting dalam pembuatan roti. Melalui
proses ini adonan roti diubah menjadi ringan dan berongga, mudah dicerna dan
aroma yang sangat merangsang. Untuk mempeeroleh hasil yang baik dan berwarna
coklat dibutuhkan pemanasan sekitar 150 – 2000C. Jika suhu oven kurang tinggi
maka pengembangan adonan akan berlangsung cepat dan volume menjadi besar
sekali sehingga adonan akan keluar dari cetakan. Hal ini mengakibatkan struktur
roti kasar dan tekstur keras, kulit tebal, warna pucat sehingga menurunkan mutu
roti. Sedangkan lama pengovenan roti secara tepat tergantung pada ukuran atau
bentuk roti, jumlah gula yang digunakan dalam formulasi dan jenis roti yang dioven
( Fitriyani, 2013).
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan hasil praktikum ini diatas adalah sebagai
berikut :
1. Penambahan tepung Mocaf dapat mempengaruhi warna, tekstur, aroma, rasa,
dan daya kembang roti. Semakin banyak tepung Mocaf yang ditambahkan maka
warna, tekstur, aroma, rasa, dan daya kembang roti yang ditambahkan menjadi
lebih baik dan semain besar daya kembangnya, begitupun sebaliknya.
2. Pada uji organoleptik kesukaan, sampel roti yang paling banyak disukai dari
warna, aroma, rasa dan tekstur adalah sampel dengan formulasi 100% tepung
terigu, sedangkan sampel yang paling tidak disukai atau yang memiliki nilai
paling rendah adalah sampel dengan formulasi tepung terigu 55% dan Mocaf
45%.

6.2 Saran
Saran untuk praktkum in, sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan bekerja
sesuai dengan prosedur agar tidak terjadi kesalahan pada saat praktikum,
pengamatan dan menghitung hasil perhitungan data roti.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi. 2010. Bisnis Populer Tepung MOCAF. http://agrotekno. blogspot.


com/2010/11/ bisnis- populer-tepung -MOCAF .html. [diakses pada 24
September 2019).
Asmaraningtyas, D. 2014. Kekerasan, Warna, Dan Daya Terma Biskuit Yang
Disubstitusi Labu Kuning. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Asrtawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bahan Untuk Industri Pertanian. Jakarta :
Mediyatama Sarana Perkasa.

Fitasari, E. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar


Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, Dan Mutu Organoleptik
Keju Gouda Olahan, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak vol 4 ,No 2.

Fitriyani. 2013. Eksperimen Pembuatan Roti Tawar dengan Penggunaan Sari


Bayam (Amaranthus Sp). Food Science and Culinary Education Journal 2
(2) (2013).

Gaman dan Sherington.1992.Ilmu Pangan,Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan


Mikrobiologi Edisi ke 2. Yogyakarta : UGM .Press .

Halalguide. 2008. Rag atau Yeast (Gist).http://www.halalguide.info.com. (diakses


pada 24 September 2019).

Koswara, S. 2009. Teknologi pengolahan roti. Http://www.ebookpangan.com


(Diakses tanggal 23 September 2019).
Mudjajanto dan Yulianti .2004.Membuat Aneka Roti . Bogor :Penebar Swadaya .

Mudjajanto, E. S dan L. N Yulianti. 2008. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penenbar


Swadaya.

Subagio, A. 2007. Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai


Bahan Baku Industri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok
Nasional. Jember : Fakultas Teknologi Pertanian, UniversitasJember.

Suhardjito. 2006. Pastry dalam Perhotelan. Yogyakarta: CV. Andi


Sulastri dan Wahyudi. 2005. Modul Pembuatan Roti. Jember: Direktorat
Pendidikan Menengah kejuruan.

Winarno, F. G. 1993. Pangan,Gizi,Teknologi dan Konsumen. Jakarta : Gramedia


Pustaka Umum
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Tekstur
1. Terigu 100%
20
 Ulangan 1 = = 4 g/mm
5
24
 Ulangan 2 = = 4,8 g/mm
5
24
 Ulangan 3 = = 4,8 g/mm
5
20+24+24
 Rata-rata = = 4,53 g/mm
3

2. Terigu 85% : Mocaf 15%


35
 Ulangan 1 = = 7 g/mm
5
43
 Ulangan 2 = = 8,6 g/mm
5
34
 Ulangan 3 = = 6,8 g/mm
5
35+43+34
 Rata-rata = = 7,47 g/mm
3

3. Terigu 70% : Mocaf 30%


41
 Ulangan 1 = = 8,2 g/mm
5
46
 Ulangan 2 = = 9,2 g/mm
5
49
 Ulangan 3 = = 9,8 g/mm
5
41+46+49
 Rata-rata = = 9,07 g/mm
3

4. Terigu 55% : Mocaf 45%


91
 Ulangan 1 = = 18,2 g/mm
5
98
 Ulangan 2 = = 19,6 g/mm
5
98
 Ulangan 3 = = 19,6 g/mm
5
91+98+98
Rata-rata = = 19,13 g/mm
3

B. Daya Kembang
1. Terigu 100%, Mocaf 0%
 Volume Sebelum Pengovenan = 21,3x8,9x7,7 = 1.459,7
 Volume Setelah Pengovenan = 22,5x9,5x8=1.710
1.710−1.459,7
 Daya kembang = = 17,15%
1.459,7

2. Terigu 85%, Mocaf 15%


 Volume Sebelum Pengovenan = 19,5x10x6,5 = 1.267,5
 Volume Setelah Pengovenan = 19,5x8,3x6,5=1.228,5
1.228,5−1.267,5
 Daya kembang = = -3,08%
1.267,5

3. Terigu 70%, Mocaf 30%


 Volume Sebelum Pengovenan = 19,3x8,3x5,5 = 881,0
 Volume Setelah Pengovenan = 19,3x8,3x5,8=929,10
1.710−1.459,7
 Daya kembang = = 5,46%
1.459,7

4. Terigu 45%, Mocaf 55%


 Volume Sebelum Pengovenan = 17,5x5,5x5 = 481,3
 Volume Setelah Pengovenan = 17x5x3=255
1.710−1.459,7
 Daya kembang = = -47,02%
1.459,7

C. Warna
1. Terigu 100%, Mocaf 0%
94,35𝑥52,1
 Ulangan 1 = = 76,1
64,6
94,35𝑥51,6
 Ulangan 2 = =75,4
64,6
94,35𝑥51,7
 Ulangan 3 = = 75,5
64,6
76,1+75,4+75,5
 Rata-rata = 3
= 75,7

2. Terigu 85%, Mocaf 15%


94,35𝑥53,2
 Ulangan 1 = = 76,1
64,6
94,35𝑥53,2
 Ulangan 2 = =75,4
64,6
94,35𝑥51,8
 Ulangan 3 = = 75,5
64,6
76,1+75,4+75,5
 Rata-rata = = 75,7
3
3. Terigu 70%, Mocaf 30%
94,35𝑥49,2
 Ulangan 1 = = 71,9
64,6
94,35𝑥52,0
 Ulangan 2 = =75,9
64,6
94,35𝑥50,0
 Ulangan 3 = = 73.0
64,6
71,9+75,9+73,0
 Rata-rata = = 73,6
3

4. Terigu 45%, Mocaf 55%


94,35𝑥76,39
 Ulangan 1 = = 111,6
64,6
94,35𝑥75,95
 Ulangan 2 = =110,9
64,6
94,35𝑥75,91
 Ulangan 3 = = 110.9
64,6
111,6+110,9+110,9
 Rata-rata = = 111,1
3

Anda mungkin juga menyukai