LUKA BAKAR
Disusun Oleh:
Ria Anindita Novarani, S.Ked 04084821820037
Pembimbing
Dr. Abda Arief, Sp.BP-RE
Judul Referat
LUKA BAKAR
Oleh:
Ria Anindita Novarani, S.Ked 04084821820037
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Periode 4 Februari-15 April 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Luka
Bakar” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Moh. Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
dr. Abda Arief Sp.BP-RE, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas
ilmiah ini, semoga bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka bakar adalah trauma pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh cairan
panas, api, kontak dengan benda panas, listrik, bahan kimia, radiasi atau friksi
dari objek bergerak. Trauma tersebut terjadi secara umum sebagai berikut;
kontak langsung dengan bahan kimia (asam atau basa), benda panas, listrik
termasuk didalamnya arus listrik dan sambaran petir, api, ledakan, radiasi sinar
matahari atau radioterapi, dan gesekan cepat pada kulit dengan benda-benda
bergerak1.
Luka bakar menyebabkan kerusakan jaringan dalam berbagai mekanisme,
tetapi organ yang paling sering tekena adalah kulit. Luka bakar juga dapat
menyebabkan kerusakan jalan nafas dan paru-paru, dengan konsekuensi
membahayakan nyawa. Luka tersebut timbul apabila wajah dan leher terbakar.
Kerusakan sistem respirasi terjadi apabila seseorang terjebak pada ruangan yang
tebakar sehingga menghisap udara panas dan beracun1,2.
B. Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar
1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat12.
3
Gambar 1. Anatomi Kulit13
Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu :
Epidermis
Lapisan epidermis tersusun atas stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale. Stratus korneum
merupakan lapisan kulit terluar dan terdiri dari beberapa lapisan sel-sel gepeng
yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum terdiri dari
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin13
Stratum granulosum adalah 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah-tengah. Stratum germinativum terdiri dari sel-sel berbentuk kubus
yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel
basal ini mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif13.
4
Dermis
Lapisan dermis terletak dibawah lapisan epidermis yang jauh lebih tebal.
Lapisan ini terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen
selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni
pars papilare, merupakan bagian yang menonjol ke epidermis berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya
yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut
penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin13.
Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri dari jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesal ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang terpisah satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi
sebagai cadangan makanan. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yakni
pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial)dan terletak di
subkutis (pleksus profunda)13.
C. Epidemiologi
Insiden luka bakar bervariasi pada tiap negara. Di United Kingdom (populasi
65juta penduduk), tiap tahunnya sekitar 175.000 pasien yang masuk ke unit
gawat darurat akibat luka bakar, dimana 13.000 diantaranya butuh dirawat.
Sekitar 1000 pasien mengalami luka bakar berat dan membutuhkan resusitasi
cairan, setengahnya berumur kurang dari 16 tahun. 50% pasien mengalami
keterbatasan dalam kegiatan kehidupan sehari–hari1.
Penyebab luka bakar utama pada anak-anak adalah karena kecelakaan
karena terkena panci, air panas, dan air mandi. Pada pasien remaja, luka bakar
umumnya disebabkan oleh remaja pria yang bereksperimen dengan korek api
dan cairan mudah terbakar. Luka bakar listrik dan kimia paling sering terjadi
pada pasien dewasa. Luka bakar akibat dingin dan radiasi adalah kasus yang
sangat jarang ditemui1,2.
5
D. Patofisiologi
Jackson di Birmingham pada tahun 1950 melakukan studi eksperimental
dengan menciptakan model luka bakar mengenai patofisiologi luka bakar3.
Pada daerah yang paling dekat dekat sumber termal (atau penyebab
lainnya), panas tidak dapat dikonduksi secara cepat dan baik, sehingga terjadi
koagulasi protein sel; selanjutnya terjadi kematian sel yang berlangsung sangat
cepat. Daerah ini disebut zona koagulasi atau zona nekrosis (atau zona nekrosis
koagulatif)4,5
Di sekitar zona koagulasi adalah daerah dengan kerusakan tidak seberat
zona pertama, namun sirkulasi di daerah tersebut mengalami kerusakan diikuti
gangguan mikrosirkulasi4,5. Akibat terhambatnya mikrosirkulasi, daerah ini
disebut zona statis. Bila tidak ditatalaksana dengan baik, maka daerah yang
cukup luas ini akan mengalami nekrosis saat dilepaskannya mediator–mediator
inflamasi sebagai respon terhadap jaringan yang rusak6. Secara klinis, hal ini
disebut sebagai degradasi luka (bertambah dalamnya luka bakar). Dalam 3–5
hari pasca luka bakar, luka yang awalnya terlihat vital akan tampak nekrotik7.
Di sekitar zona stasis adalah suatu daerah dimana jaringan melepaskan
mediator–mediator inflamasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Daerah ini terlihat kemerahan dan disebut zona hiperemia4,5. Dengan
kembalinya respon vaskular yang bersifat hiperdinamik, daerah ini akan
kembalii normal6. Pada luka bakar yang mencakup luas melebihi 10% pada
6
anak atau 20% pada dewasa, zona hiperemia sangat mungkin terjadi di seluruh
tubuh.
Kondisi ketiga zona ini berbeda pada setiap luka itu bakar. Kadang zona
statis mencapai kedalaman dermis namun disertai gangguan vaskular yang
progresif pada zona nekrosis sehingga hal ini menyebabkan luka bakar dalam3.
Hal ini umumnya dijumpai pada orang tua dan pasien–pasien luka bakar
(maupun sudah mengalami sepsis) dengan perawatan luka yang tidak tepat6,7.
Dengan demikian, waktu dan penatalaksanaan tindakan emergensi yang efektif
sangat berperan pada proses penyembuhan luka.
7
Gambar 1. Jalur sinyal inferensial yang mengatur permeabilitas
pembuluh darah saaat terjadi luka bakar dan inflamasi1.
8
lembab, menyebabkan reaksi intens pada alveoli. Pneumonitis kimia ini
menyebabkan edema di dalam kantung alveolar dan mengurangi pertukaran gas
selama masa tersebut 24 jam, dan sering menimbulkan pneumonia bakteri.
Kehadirannya atau ketidakhadiran memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap kematian setiap pasien luka bakar1.
E. Asesmen Luka
Estimasi luas luka bakar
Terdapat dua faktor yang menentukan beratnya luka bakar, luas dan
kedalaman luka. Mortalitas dihubungkan dengan kedua faktor tersebut, yaitu
usia penderita dan luas luka bakar. Semakin luas luka bakar, semakin tinggi
angka mortalitas.
. Rule of Nines membagi permukaan tubuh ke area seluas 9 atau kelipatan 9%,
dengan pengecualian perineum yang diestimasikan seluas 1%8. Namun, selain
melakukan perhitungan luas luka bakar, perlu pula diperhitungkan area yang
tidak mengalami luka bakar; kemudian menggabungkan keduanya hingga
mencapai 100%4,8. Cara ini bermanfaat pada luka bakar yan tidak luas, luka
tersebar, atau mereka yang tidak berkenan menggunakan metode estimasi
menurut Rule of Nines. Perhitungan menggunakan Rule of Nines relatif akurat
pada dewasa, namun tidak demikian halnya pada anak–anak8. Anak-anak
secara proporsional memiliki kepala dan bahu lebih besar dibandingkan
dewasa. Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di atas usia satu tahun,
maka ukuran kepala berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai bertambah
0,5% dibandingkan luas permukaan tubuh hingga usia anak mencapai 10
tahun.
Penerapan Rule of Nines dewasa pada anak-anak akan menyebabkan
kekurangan atau kelebihan estimasi ukuran, dan diikuti konsekuensi
ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan cairan resusitasi. Atas dasar hal
ini, digunakan Rule of Nines pediatrik.
9
Gambar 2. Metode Rule of Nines dewasa dan pediatrik4.
10
a. Luka bakar superfisial
Disebut juga luka bakar dangkal. Merupakan bentuk luka bakar yang
memiliki potensi mengalami proses epitelialisasi spontan. Termasuk ke dalam
kategori ini adalah luka bakar epidermal dan dermal bagian superfisial.7,9
1. Luka bakar epidermal
Luka bakar ini hanya melibatkan lapis epidermis. Penyebab tersering
adalah paparan sinar matahari atau flash injury minor (percikan api). Lapis
permukaan mengalami kerusakan dan proses penyembuhan berlangsung
melalui regenerasi epidermis yang berasal dari lamina basalis. Dengan adanya
produksi mediator inflamasi, didapatkan hiperemia yang menyebabkan luka
yang kemerahan dan nyeri9. Adanya eritema, kerap sulit dinilai pada seorang
yang bewarna kulit gelap. Luka bakar jenis ini mengalami epitelialisai dalam
waktu singkat (dalam 7 hari) tanpa parut maupun perubahan warna7. Kadang
diperlukan perawatan di rumah askit untuk manajemen nyeri. Eritema (luka
bakar epidermal) tidak diperhitungkan pada kalkulasi luas luka bakar. Memang
untuk membedakan eritema (luka bakar epidermal) dengan luka bakar
superfisial (dermal) adalah sulit dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar9.
Tabel 1. Diagnosis kedalaman luka bakar9
11
selnjutnya menyebabkan kerusakan dermis berlanjut sehingga luka bertambah
dalam. Terpaparnya dermal pailae memberikan warna merah muda dan karena
ujung–ujung saraf sensorik terpapar, maka hal ini diikuti nyeri yang ekstrim8.
B. Luka bakar mid–dermal
Luka bakar mid–dermal sebagaimana namanya, melibatkan kedalaman di
antara luka bakar superfisial dan luka bakar dalam. Lebih cepat mengalami
epitelialisasi dibandingkan luka bakar dalam. Secara klinis, terlihat adanya
variasi derajat kerusakan pleksus dermal. Trombosis kapiler dan keterlambatan
pengisian kapiler disertai edema dan pembentukan bula dapat diamati. Jaringan
bewarna merah muda lebih gelap dibandingkan luka bakar superfisial8.
C. Luka bakar dalam
Luka bakar dalam lebih berat dibandingkan dua jenis luka bakar yang
dijelaskan sebelumnya. Proses epitelialisasi spontan tidak terjadi, atau terjadi
dalam waktu relatif panjang dengan skar yang nyata. Luka bakar ini terdiri dari
dermal–dalam dan seluruh ketebalan kulit.
1. Luka bakar deep dermal
Pada luka bakar deep dermal mungkin dapat dijumpai bula, namun di
dasar bula ditunjukkan karakteristik luka bakar dalam, retikulum dermis
menunjukkan warna merah berbercak9. Hal ini disebabkan karena ekstrapasasi
hemoglobin dari sel–sel darah merah yang rusak dan keluar dari pembuluh
darah. Pertanda khas pada luka bakar ini adalah suatu tampilan yang disebut
fenomena hilangnya capillary blush. Ini menunjukkan kerusakan pleksus
dermal. Ujung–ujung saraf di lapis dermis juga mengalami nasib yang sama,
karenanya akan diikuti hilang sensasi terutama saat dilakukan uji pinprick8,9.
2. Seluruh ketebalan kulit (Full Thickness Burns)
Full thickness burns menyebabkan kerusakan lapis epidermis dan dermis
dan dapat menyebabkan kerusakan struktur jaringan yang lebih dalam. Pada
penampilan klinik dijumpai kulit bewarna putih (dense white, waxy,
dancharredappearance). Ujung saraf sensorik di dermis rusak sehingga hilang
sensasi. Kulit yang mengalami koagulasi menunjukkan konsistensi seperti kulit
ini disebut eskar9.
12
F. Tatalaksana
Pertolongan pertama pada pasien luka bakar adalah aspek penting. Pada
kesempatan pertama berjumpa korban, tenaga medis melakukan penilaian cepat
dan penanganan untuk menyelamatkan jiwa. Pertolongan pertama terdiri dari
menghentikan proses pembakaran dan menurunkan suhu luka, hal ini efektif
dalam 3 jam pertama sejak terbakar4.
SURVEI PRIMER
Segera identifikasi kondisi–kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi. Jangan terpengaruh oleh luka bakarnya.
A. Penatalaksanan jalan napas dan manajemen tulang servikal
B. Pernapasan dan ventilasi
C. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
D. Disabilitas – Status neurologik
E. Paparan + pengendalian lingkungan4
Penatalaksanaan jalan napas dan manajemen tulang servikal
- Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan pasien.
Jika tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing dan membuka jalan
napas dengan manuver chin lift/jaw thrust. Jaga gerakan tulang servikal
13
seminim mungkin dan jangan melakukan fleksi dan ekstensi kepala dan
leher10
- Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat dan
simetri
- Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau, intubasi bila
perlu.
- Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila ≤2 detik. Bila >2
detik
menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk eskarotomi pada tungkai
bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
14
- Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin / fungsi
hati / koagulasi / β–hCG / Cross Match / carboxyhaemoglobin [2, 9].
- Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode Hartmann
untuk
memperbaiki pulsasi radialis.
- Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan sama.
- Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan
- Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau palmaris
(Rule of One)4,10
15
Formula Parkland direkomendasikan oleh unit luka bakar di seluruh
dunia. Formula tersebut pertama kali dirumuskan oleh Baxter pada tahun 1968
dan digunakan untuk mengkompensasi hilangnya volume sirkulasi karena luka
bakar. Pemberiannya dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah cairan (ml) = TBSA x Berat Badan (Kg) x 4
16
Untuk meredakan nyeri: berikan morfin iv 0. 05–0.1 mg/kg, lalu dititrasi
untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara frekuen akan lebih
aman)4.
Pemeriksaan
Diperlukan permeriksaan radiologi umtuk menilai adanya trauma lain
pada pasien. Foto radiologi yang umum diperiksa adalah tulang belakang
servikal, toraks, panggul, dan pencitraan lain sesuai indikasi klinis4.
Pipa
Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak–anak,> 20% pada
dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk melakukan dekompresi
saluran cerna. Gastroparesis merupakan hal yang umum terjadi4.
TATALAKSANA LUKA
Prinsip penanganan pertama adalah menghentikan proses pembakaran dan
menurunkan suhu luka. Menghentikan proses pembakaran akan mengurangi
kerusakan jaringan. Menurunkan suhu permukaan akan mengurangi produksi
mediator inflamasi (cytokines) dan promosi maintenance viabilitas di zona
stasis. Oleh karenanya, hal ini sangat membantu pencegahan progres kerusakan
yang terjadi pada luka bakar dalam 24 jam pertama. Pada luka bakar api,
penderita berguling di tanah secara aktif maupun pasif menerapkan Stop, Drop,
Cover (face) & Roll technique. Pakaian yang terbakar harus segera dilepaskan
secepat mungkin. Perhatikan jangan sampai penolong mengalami cedera akibat
pertolongan ini.
Pada luka bakar karena air panas, pakaian yang dibasahi air panas
berperan sebagai reservoir, karenanya segera lepaskan sesegera mungkin.
Selain melepaskan pakaian, setiap jenis perhiasan juga harus dilepaskan. Bila
pakaian melekat pada permukaan kulit, potong dan biarkan melekat di
tempatnya. Namun, pakaian terbuat dari bahan sintetik yang meleleh melekat
pada kulit yang tidak vital akan mudah dilepaskan10.
17
Permukaan luka harus diturunkan suhunya menggunakan air mengalir.
Suhu ideal adalah 15°C atau berkisar antara 8°C sampai 25°C. Dengan
menurunkan suhu permukaan luka, reaksi inflamasi diredam dan menghentikan
progress pengrusakan zona stasis. Berbagai cara dapat diterapkan untuk tujuan
ini. Menyemprotkan air atau melekatkan busa basah di atas luka handuk basah
atau hidrogel dapat dilakukan, namun tidak seefektif air mengalir dan hanya
dianjurkan saat air mengalir tidak ada (misalnya saat meminta pertolongan ke
pusat pelayanan medik). Handuk basah tidak efektif karena tidak seluruhnya
melekat dengan permukaan luka dan cepat menjadi panas akibat proksimitas
terhadap tubuh: karenanya, bila digunakan, harus sering diganti. Lamanya
aplikasi minimal adalah dua puluh menit, kecuali tidak memungkinkan10.
Es atau air es jangan pernah digunakan untuk menurunkan suhu. Suhu
yang ekstrim dingin ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan secara
eksperimen menunjukkan luka yang semakin dalam; disamping risiko
hipotermia4.
Manajemen awal
Setelah pertolongan pertama, luka ditutup menggunakan bungkus plastik
atau bahan keringyang tidak melekat selama prioritas manajemen lainnya
dilakukan. Bila luka sebelumnya tidak diturunkan suhunya, lanjutkan metode
penurunan suhu sebagaimana dianjurkan dalam waktu tersisa hingga mencapai
tiga jam. Setelah tiga jam, tidak ada efek benefit. Karenanya, luka kemudian
dicuci menggunakan air atau salin, dengan sabun atau larutan klorheksidin 0.
1% Antiseptik lain jangan digunakan. Klorheksidin pada tulle (misal:
Bactigras®) dibalut dengan kasa akan sangat bermanfaat pada penderita yang
memerlukan perjalanan beberapa jam ke pusat rujukan4,10.
Elevasi
Elevasi ekstremitas yang mengalami cedera sangat bermanfaat selama
tatalaksana awal dan selama prosedur transpor karena akan mengurangi edema.
Pada tungkai, dijumpai perbedaan bermakna dengan kasus–kasus yang tidak
dilakukan elevasi dalam hal perlunya dilakukan eskarotomi4.
Area khusus
18
Pada luka bakar dengan cedera inhalasi kerap diikuti berkembangnya
edema jalan napas sehingga diperlukan intubasi. Luka bakar perineum
memerlukan pemasangan kateter lebih awal untuk mencegah kontaminasi. Bila
pemasangan kateter terlambat, prosedur insersi pada saat edema akan
mengalami kesulitan. Luka bakar pada kepala dan leher. Kepala harus
dilakukan elevasi untuk menghambat edema jalan napas bagian atas. Pada
anak–anak dengan luka bakar luas, prosedur elevasi kepala ini sangat
bermanfaat karena risiko besar terjadinya edema serebral pada resusitasi
cairan3.
Eskarotomi
Bila luka bakar melibatkan seluruh ketebalan dermis dan kulit mengalami
kehilangan elastisitas saat edema berkembang, maka diperlukan tindakan
melakukan sayatan pada kulit hingga kedalaman subkutis. Prosedur ini disebut
eskarotomi1.
Bila pada ekstremitas dijumpai luka bakar melingkar (sirkumferensial),
dengan adanya edema di bawah kulit yang tidak elastik tersebut maka aliran
sirkulasi akan terganggu dan menyebabkan gangguan perfusi diikuti kematian
jaringan bagian distal. Eskarotomi harus segera dilakukan sebelum pulsasinadi
hilang dan saat menurunnya sirkulasi. Sayatan dilakukan hingga kulit sehat
beberapa milimeter di proksimal dan distal; di garis mid–aksial antara
permukaan fleksor dan ekstensor3,4.
19
LUKA BAKAR LISTRIK
Luka bakar listrik terdiri dari tiga bagian, yaitu listrik tegangan rendah,
tegangan tinggi dan sengatan petir. Setiap kelompok memiliki gambaran
tersendiri yang patut dipertimbangkan. Gambaran umum dari masing–masing
adalah panas yang dihasilkan dapat berakibat pada luka bakar3,4.
Resistensi kulit bervariasi berdasarkan ketebalan, serta basah atau
keringnya kulit. Kulit tebal dan kering memiliki resistensi yang tinggi
dibandingkan kulit yang tipis dan lembab. Listrik melampaui tulang sebagai
suatu konduktor buruk menyebabkan kenaikan suhu bermakna karena panas
diserap. Kenaikan suhu tulang berkelanjutan bahkan setelah arus listrik
berhenti, menyebabkan kerusakan sekunder. Fenomena ini dikenal sebagai the
joule effect. Karena kedalaman tulang, panas dilepas perlahan dan
menyebabkan kerusakan pada periosteum, otot dan saraf di sekitarnya3,4.
Tabel 2. Luka bakar listrik4
Tegangan Kulit Kedalaman jaringan Gangguan irama
jantung
Tegangan Rendah Luka masuk dan luka Jarang mencapai Henti jantung dini atau
(<1000V) keluar Kedalaman tidak ada sama sekali
Tegangan Tinggi Luka bakar percikan Kerusakan otot, Aliran melalui toraks
(>1000V) api dengan luka rabdomiolisis, dan dapat menyebabkan
masuk dan keluar Sindroma kerusakanmiokardial
mencapai seluruh kompartemen dan gangguan ritmik
ketebalan kulit (full yang timbul lambat
thickness)
Sambaran Petir Luka bakar percikan Perforasi gendang Henti napas dan
apisuperfisial atau telinga dan kerusakan resusitasi
sedalam dermal. kornea berkepanjangan
Luka bakar keluar di
kaki
20
diantisipasi. Kateter urin harus dimasukkan untuk deteksi gejala dini perubahan
warna urin dan untuk memantau produksi urin. Jika terlihat pigmen pada urin,
laju infus cairan harus ditingkatkan guna mempertahankan produksi urin 75–
100 mL/jam bagi dewasa dan 2 mL/kg/jam pada anak–anak1,4.
Konduksi arus listrik melalui dada dapat menyebabkan gangguan ritmik
jantung mulai dari aritmia yang bersifat temporer hingga henti jantung;
meskipun hal ini jarang terjadi pada cedera tegangan listrik rendah (<1000V).
Penderita dengan sengatan listrik mungkin memerlukan pemantauan EKG
selama 24 jam; jika mereka terpapar pada tegangan tinggi, pingsan atau
menunjukkan EKG abnormal saat datang di instalasi gawat darurat. Aritmia
mungkin terjadi jika pasien memiliki gangguan miokardium yang sudah ada
sebelumnya dan diperburuk oleh adanya aliran listrik. Berdasarkan kriteria
rujukan dari ANZBA, semua luka bakar listrik harus dibawa ke rumah sakit
untuk mendapat pelayanan kesehatan yang memadai4.
21
jaringan yang lunak dan hipokalsemia berat sehingga mobilisasi ion kalsium
dari tulang tidak memadai untuk mengatasinya. Tatalaksananya dengan
mengalirkan air, potong kuku, dan inaktivasi ion fluoride bebas racun dan
mengubah garam tidak larut dengan:
a. Jel untuk luka bakar mengandung kalsium glukonat (dengan dimetil
sulfoksid 10% [DMSO]).
b. Injeksi kalsium glukonat 10% topical (injeksi multipel 0.1–0.2 mL
menggunakan jarum 30G di jaringan luka bakar). Jumlah dan frekuensi
injeksi dipantau dengan menilai respon nyeri.
c. Infus kalsium glukonat intra–arterial.
d. Infus kalsium glukonat intravena ischaemic retrograde (Biers block).
e. Kadang diperlukan eksisi dini4.
Luka bakar alkali umumnya terjadi di rumah dan kerusakan jaringan tidak
secepat zat asam, namun kerusakan jaringan terjadi dalam kurun waktu panjang
karena terjadi likuifaksi (pencairan) yang menyebabkan kerusakan lebih dalam.
Luka bakar alkali memerlukan pemberian air dengan waktu yang lama dibanding luka
bakar kimia lainnya. Contoh luka bakar alkali adalah akibat fosfor dimana
kematian berhubungan dengan efek sistemik dari hipotensi dan tubular nekrosis
akut, pentalaksanaannya dengan cara:
a. Pemberian air dalam jumlah yang banyak
b. Singkirkan partikel yang tampak
c. Berikan tembaga sulfat (akan terbentuk tembaga fosfid hitam yang
memfasilitasi terlepasnya partikel fosfor)4
CEDERA INHALASI
Terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran menyebabkan
kerusakan traktus respiratorius dalam berbagai cara. Lebih lanjut, absorpsi
produk pembakaran menimbulkan efek toksik yang serius, baik lokal maupun
sistemik. Cedera inhalasi diikuti tingginya mortalitas pada luka bakar. Dengan
adanya cedera inhalasi, angka mortalitas luka bakar meningkat 30% diikuti
risiko timbulnya pneumonia. Pasien dengan cedera inhalasi mungkin
mengalami distres pernapasan berat pada fase awal di tempat kejadian1.
22
Tabel 3. Perubahan gambaran klinik cedera inhalasi sesuai perubahan waktu4
Jenis inhalasi Periode waktu Gejala dan tanda
Di atas laring 4 –24 jam Bertambahnya stridor
Suara parau atau melemah
Batuk basah
Gelisah
Kesulitan bernapas
Obstruksi jalan napas
Kematian
Di bawah laring i. Segera Gelisah
23
alveoli. Tatalaksana emergensi standar adalah menghembuskan oksigen 100%
menggunakan sungkup (mask). Proedur ini dilanjutkan hingga kadar COHb
kembali normal. Prosedur pencucian CO sekunderpada ikatannya dengan
cytochrome hanya akan menyebabkan peningkatan kecil kadar COHb dalam 24
jam berikutnya, dan pemberian oksigen dalam hal ini harus dilanjutkan4.
BAB III
PENUTUP
24
pernapasan berat pada fase awal di tempat kejadian, oleh karena itu peralatan
emergensi untuk prosedur intubasi harus disiapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Williams NS, et al. Bailey and Love’s Short Practice Of Surgery 25 th Edition.
United Kingdom. Edward Arnold (Publishers) Ltd. 2008.
2. ANZBA, Bi–National Burns Registry: Annual Report 1st July 2009 – 30th June
2010. 2011, Autralian and New Zealand Burn Association: Melbourne.
3. Jackson DM. The diagnosis of the depth of burning. Br J Surg. 1953. 40(164):588–
96.
4. Emergency Management of Severe Burns 17th Edition. Australia and New Zealand
Burn Association Ltd. 2013
5. Evers LH, Bhavsar D, Mailander P. The biology of burn injury. Exp Dermatol.
2010.19(9):777–83.
6. Singh V, et al. The pathogenesis of burn wound conversion. Ann Plast Surg. 2007.
59(1):109–15.
7. Shupp JW, et al. A review of the local pathophysiologic bases of burn wound
progression. J Burn Care Res. 2010. 31(6):849–73.
8. Moss LS. Treatment of the burn patient in primary care. Adv Skin Wound Care,
2010. 23(11): 517–24;quiz 525–6.
9. Benson A, Dickson WA, Boyce DE. ABC of wound healing: burns. Bri Med J,
2006. 332:649–652.
10. Hettiaratchy S, Papini R. Initial management of a major burn: II––assessment
and resuscitation. BMJ. 2014. 329(7457):101–3.
11. Williams C. Assessment and management of paediatric burn injuries. Nurs Stand.
2011. 25(25):60–4,66,68.
12. Ganong, W.F Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. 2008. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
25
13. Burns, DA., Breathnach, SM, Cox N, Griffiths CE. 2004. Rook's Textbook of
Dermatology. 7th ed. Malden, Mass: Blackwell Science
26