Anda di halaman 1dari 42

RADAR PSR( PASIF )

Secondary Surveillance Radar (SSR) Pancaran gelombang elektromagnetik yang dipergunakan


dalam sistem ini adalah pancaran yang berupa pulsa-pulsa RF (Radio Frequency). Dalam satu
periode sistem memancarkan sederet pulsa yang terdiri dari tiga pulsa RF dengan masing-masing
lebar 0,8 µs. Pulsa-pulsa RF yang dipancarkan merupakan gelombang elektromagnetik dengan
frekuensi yang sangat tinggi dan dipancarkan secara periodik.

Pengukuran jarak obyek oleh radar menggunakan waktu tempuh pulang pergi suatu pulsa
(waktu yang diperlukan saat sinyal dipancarkan sampai membentur obyek dan waktu yang
diperlukan saat sinyal dikirim oleh obyek sampai kembali ke penerima).

Radar PSR bekerja dengan menggunakan antena parabolic yang berputar 360
derajat menyapu ruang udara di sekitarnya dengan memancarkan gelombang
electromagnetic mengenai suatu object, gelombang tersebut akan di pantulkan
kembali dan diterima oleh antena radar PSR. Hanya target bergerak saja yang bisa
dihitung dan diproses dan dapat di hitung azimuth dan jarak pesawat terhadap
ground station radar PSR.
Sifat-sifat primary radar :

1. Menggunakan energi RF yang besar.


2. Energi RF yang besar ini dipancarkan secara langsung oleh antena yang berputar 360°.
3. Menerima sinyal pantulan dan memprosesnya untuk menentukan jarak, azimuth.
4. Menampilkannya pada layar peraga radar.
Dari sifat bekerjanya, primary radar ini diharapkan akan diketahui :

1. Range, rentang antara radar dan target. Diketahui dengan selang waktu pancaran dan sinyal yang
kembali ke penerima.
2. Moving Target Indication (MTI), menentukan apakah target itu bergerak atau diam. Diketahui
dengan mengamati frekuensi sinyal pantulan, adanya pergeseran frekuensi berarti suatu obyek itu
bergerak dengan kecepatan sesuai besarnya pergeseran frekuensi.
3. Angular Location, posisi target pada bidang horizontal (azimuth). Diketahui dengan menggunakan
arah antena yang mempunyai beam width sempit untuk menerima kedatangan sudut sinyal pantul.
4. Trajectory (track) garis lintasan. Diketahui dengan mengamati posisi target secara terus menerus
untuk setiap scan antena. Dengan mengetahui lintasan ini seorang operator bisa memprediksi posisi
target pada selang waktu berikutnya.

A. SINYAL NORTH DAN INCREMENT

Menentukan posisi pesawat dengan proses primary radar maupun secondary diperlukan
suatu patokan sebagai pembanding pada mana sinyal radar yang diterima harus dihitung.
Umumnya radar memiliki alat khusus untuk keperluan tersebut yang disebut Encoder atau Selsyn
yang mempunyai prinsip kerja sebagai berikut :

1. Sebuah piringan yang berlubang transparan kecil-kecil sejumlah 4096 untuk menghasilkan sinyal
increment dan satu lubang lagi untuk menghasilkan sinyal north (utara). Piringan tersebut
terhubung dengan sebuah poros yang dilengkapi dengan roda-roda gigi untuk menghubungkan
dengan roda gigi di pedestal antena yang jelas akan berhubungan dengan perputaran antena.
Penepatan peralatan encoder di antena saat instalasi melalui suatu proses kalibrasi agar tepat sinyal
utara keluar pada saat antena mengarah ke utara. Pada arah ini sinyal utara dan increment keluar
bersamaan.

PENENTUAN POSISI SASARAN

Penentuan posisi dari sasaran yang terdeteksi adalah sama dengan menentukan sudut sasaran
tersebut terhadap titik utara (selanjutnya disebut azimuth).

Titik utara sebagai patokan adalah sinyal utara (north signal) yang dibangkitkan oleh sebuah alat
yang disebut Encoder dan diatur untuk dapat mengeluarkan satu sinyal pada saat perputaran antena
menghadap utara (earth magnetic north). Oleh karena antena berputar searah jarum jam dan 360°, maka
posisi sasaran yang telah memantulkan sinyal (echo), di dalam peralatan penerima dan prosesnya akan
ditentukan berapa besar azimuth sasaran tersebut terhadap titik utara dengan melakukan perhitungan pulsa
increment.

F. MENENTUKAN JARAK SASARAN


Apabila posisi (azimuth) dari sasaran telah dapat diketahui, selanjutnya masih harus pula
diketahui jarak sasaran terhadap stasiun radar. Untuk dapat mengetahui jarak sasaran ini, terlebih dahulu
harus diketahui berapa detik waktu yang diperlukan oleh energi radar yang terpancar untuk menempuh
jarak satu nautical mile (NM). Ini merupakan patokan dalam perhitungan jarak sasaran.

Untuk itu dapat diuraikan sebagai berikut :

Kecepatan energi elektromagnetik merambat di udara adalah :

c = 3 x 108 m/sec, 1 NM = 1,85 km

3 x 105
c= = 162162,16 NM/sec
1,85
1

Untuk menempuh 1 NM memerlukan waktu x 106 s = 6,2 s.

162162,16

1 NM radar (sinyal pulang pergi) ditempuh dalam 2 x 6,2 s = 12,4 s.

Dengan mengetahui waktu energi radar mengarah ke sasaran dan pantulannya (pulang-pergi)
dibagi dengan waktu 1 NM radar, maka jarak sasaran dari stasiun radar dapat diketahui. Ketepatan
pengukuran waktu sangat menentukan ketepatan pengukuran jarak.

G. SISTEM RADAR TRACKING

Sistem radar tracking dimaksudkan untuk memperoleh pengukuran azimuth (koordinat) dan jarak
dari suatu sasaran dengan akurat, termasuk dalam seluruh informasi dari sasaran tersebut. Dengan data
yang akurat lintasan sasaran akan dapat diketahui dan posisi sasaran akan dapat diprediksi.

Ada dua jenis radar tracking yang masing-masing digunakan untuk tujuan yang berbeda, yaitu :

1. Countinuous Tracking. Jenis tracking ini umumnya digunakan oleh radar militer untuk
mendapatkan posisi sasaran yang benar-benar akurat. Sasaran akan diikuti terus oleh berkas antena
yang mempunyai 2° kebebasan horizontal dan vertikal yang digerakkan oleh servo motor.
2. Track White Scan. Jenis ini biasanya digunakan untuk radar penerbangan sipil, dimana jumlah
target yang mesti dilacak cukup banyak sehingga tidak mungkin satu antena hanya mengikuti satu
sasaran saja. Lintasan sasaran diketahui dengan memutar antena secara terus menerus dengan
jumlah putaran yang tetap sehingga biarpun sasaran tidak diikuti secara penuh informasi sudut dan
ketinggian serta jarak akan diperbaharui terus.

Ada tiga metode tracking yang digunakan, yaitu :

1. Sequential Lobing. Pada metode ini penampang berkas antena dibagi menjadi kuadran (4 daerah).
Satu berkas antena akan dipancarkan secara bergantian pada daerah-daerah tersebut untuk mencari
posisi sasaran yang sebenarnya. Perbedaan posisi sasaran dan sudut referensi disebut informasi
sudut.
Digunakan antena parabola dengan empat horn yang berfungsi sebagai pemancar ataupun
penerima sinyal. Perbedaan amplitude tegangan yang diterima oleh keempat horn itulah yang
menggerakkan rotating joint.

Sequential lobing ini adalah metode pertama yang diterapkan dalam teknik radar yang kini sudah
mulai ditinggalkan dan diganti dengan metode lain. Pattern-nya seperti gambar I-4 di bawah ini.

Gambar I-4. Pattern Sequential Lobing

(Sumber : Introduction to Radar System, h. 154)

2. Conical Scan. Prinsipnya hampir sama dengan sequential lobing. Pada metode ini antena akan
diputar terus-menerus sedangkan pada metode sebelumnya tidak.
Sudut antara sumbu rotasi dan sumbu berkas antena disebut squint angle. Misalkan sebuah
sasaran pada posisi A. Sinyal pantul akan termodulasi dengan frekuensi yang sesuai dengan
frekuensi rotasi berkas. Amplitudenya akan tergantung pada pola berkas, squint angle, dan sudut
antara line of sight target dan sumbu rotasi. Sedangkan phasenya akan tergantung pada sudut
target dan sumbu rotasi.
Gambar I-5. Pattern Conical Scan

(Sumber : Introduction to Radar System, h. 155)

Sinyal pantul termodulasi ini yang diproses untuk menggerakkan servo motor. Pada saat sasaran
pada titik B, line of sight sasaran dan sumbu rotasi berhimpit dan conical scan modulation
berharga nol. Antena untuk conical scan yang paling sederhana adalah parabola dengan horn
pencatu yang berputar pada sumbu reflektor.

3. Monopulse Tracking Radar. Conical scan dan sequential lobing memerlukan sejumlah kecil pulsa
pantul untuk diproses mendapatkan sinyal informasi besaran sudut.
Deretan pulsa pantul yang diterima oleh perangkat penerima termodulasi amplitude oleh proses
perputaran berkas antena, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada faktor lain yang mempengaruhi
modulasi ini, misalnya perubahan arah pesawat terbang yang menyebabkan fluktuasi pada radar
cross section.
Gambar I-6. Pattern Monopulse

(Sumber Introduction to Radar System, h. 161)

Seperti diketahui radar cross section mempengaruhi level sinyal pantul yang diterima oleh
perangkat penerima. Karena permasalahan di atas dipikirkan metode lain. Fluktuasi amplitude pulsa
pantul tidak akan berpengaruh pada akurasi tracking jika pengukuran sudut hanya didasarkan pada satu
pulsa saja.

Salah satu teknik yang populer adalah amplitude comparation monopulse atau sering
disederhanakan menjadi monopulse. Pada radar yang memakai metode monopulse sinyal RF dari dua
offset antena dikombinasikan untuk mendapatkan sinyal SUM dan sinyal DIFFERENCE secara simultan.

Pada gambar I-6 terlihat bahwa radar monopulse menggunakan dua beam antena yang tumpang
tindih satu sama lain yang berasal dari pencatuan dua horn. Sum pattern digunakan untuk pentransmisian
sedangkan untuk penerimaan keduanya yaitu sum dan difference pattern. Sinyal yang diterima oleh
difference pattern akan menghasilkan besaran sinyal informasi sudut, sedangkan sinyal yang diterima
oleh sum pattern digunakan untuk mengetahui jarak sasaran dan dijadikan patokan untuk menentukan
tanda +/- dari error sudut. Kedua sinyal tersebut akan diproses secara terpisah dan kemudian digabungkan
untuk mengetahui karakteristik informasi.

Monopulse tracking memiliki ketepatan pengukuran sudut yang tinggi. Dengan pancaran pencil
beam dapat memiliki ketepatan sampai 0,003° untuk pendeteksian peluru kendali dengan sistem
continuous tracking monopulse.

2. Piringan disinari dengan lampu yang tidak ikut berputar, sehingga sinar yang keluar dari lubang-
lubang ini diterima oleh photocell transistor. Dari photocell ini akan diperoleh keluaran sinyal north
dan increment yang dipakai patokan untuk menentukan posisi pesawat terhadap titik utara dan
perhitungan azimuth-nya. Keluaran sinyal utara dan increment ini biasanya memiliki amplitude
tegangan sebesar 5 volt. Karena sinyal ini sangat berperan dalam menentukan perhitungan azimuth
pesawat, maka keluaran sinyal ini tidak boleh terjadi kecacatan.

RADAR SSR ( AKTIF )


A. Prinsip Umum
1. Interogasi SSR atau “MODES”
Interogator SSR mengirimkan deretan pulsa-pulsa ke udara secara periodik yang disebut
“MODES”. Pulsa-pusa yang dipancarkan tersebut terdiri dari tiga pulsa, seperti gambar I-2 di
bawah ini :

P1 P2 P3 P1 P2 P3

2μs

Gambar I-2. Pulsa-pulsa Interogator SSR


Terlihat bahwa jarak pulsa P1 – P2 adalah tetap 2μs. Sedangkan jarak P1 – P3 adalah
variable (τ). Biasanya untuk SSR yang ditumpangkan di PSR, pulsa P3 disinkronkan dengan sinkro
PSR. Waktu interval P1 – P3 adalah merupakan pertanyaan dari interogator (disebut “mode”)
sebagai berikut :

MODE P1-P3 (μS) TIPE INTEROGATOR

1 3 Militer

2 5 Militer

3/A 8 Identifikasi (kode pesawat)

B 17 Identifikasi (kode pesawat)


C 21 Identifikasi (ketinggian)

D 25 N/U

Pulsa P2 digunakan untuk menghilangkan efek Side Lobe dari antena, seprti diterangkan
pada gambar II-3 di bawah ini :
Gambar I-3. Pancaran pulsa P2 digunakan untuk menghilangkan

Efek Side Lobe

Disamping F1 dan F2 terdapat pulsa identifikasi tambahan yang disebut pulsa “Special
Position Identification” atau SPI yang biasanya dipakai dipakai pesawat dalam kondisi emergensi.
Gambar I-4. Code code dari Transponder

2. Side Lobe Suppression (SLS)


Problem dari pancaran antena SSR adalah side lobe, hal ini dapat berakibat :

a. Transponder menerima pancaran dari side lobe beam pancaran.


b. Jawaban transponder diambil dari side lobe ke beam penerima.

Dalam kasus di atas, kesalahan tersebut harus dihilangkan yaitu dengan cara SLS. SLS dapat
dilakukan sebagai berikut :

a. Waktu interogasi (proses ISLS) transponder menolak pancaran side lobe.


b. Waktu penerimaan (proses RSLS), receiver SSR menolak jawaban via side lobe.
Proses SLS dapat diatasi dengan 2 jenis pancaran, yaitu :

a. Pancaran sum (kanal Σ).


b. Pancaran difference (kanal Δ).
Kanal Σ memancarkan sinyal utama dan kanal Δ memancarkan sinyal acuan, perbandingan level
dari kedua kanal tersebut memungkinkan untuk mengidentifikasi pancaran dari main lobe (kanal
Σ) dan side lobe (kanal Δ).

Blok diagram sederhana dari SSR seperti pada gambar I-5 di bawah ini :

Normalnya pulsa 𝑃1 , 𝑃2 dan 𝑃3 memiliki level daya yang hampir sama, tetapi karena
perbedaan penguatan antena dengan pola directional sebesar 20 sampai 22 dB dan untuk pola
radiasi omnidirectional sebesar 4 sampai 5 dB mengakibatkan daya radiasi yang paling efektif
adalah lebih besar untuk 𝑃1 dan 𝑃3 . Pesawat menerima pulsa 𝑃1 dan 𝑃3 dalam level daya yang
sama dan pulsa 𝑃2 berlevel lebih rendah dari 𝑃1 dan 𝑃3 berarti pesawat tersebut berada pada
berkas utama (main lobe) radiasi antena radar. Sehingga pesawat tersebut berhak untuk
memproses pertanyaan sekaligus manjawab pertanyaan dengan jawaban yang sesuai. Sebaliknya
apabila ada pesawat yang menerima pulsa 𝑃1 , 𝑃2 dan 𝑃3 dalam level yang sama berarti bahwa
pesawat tersebut tidak terletak pada berkas utama (main lobe) radiasi sehingga tidak berhak
untuk menjawab pertanyaan dari interogator radar.

Reply code

SSR Downlink Format atau biasa dikenal dengan istilah reply code merupakan respon
jawaban terhadap interrogation mode yang dikirimkan oleh interrogator SSR. Reply code terdiri
dari dua pulsa frame atau bracket dengan jarak spasi 20,3 µs sebagai kode dasar yang umum.
Pulsa frame atau bracket ini dinamakan F1 dan F2. Dimana kedua pulsa ini mengapit 12 buah
pulsa informasi yang ditandai dengan huruf A, B, C, D dengan diberi akhiran angka 1, 2 dan 4
pada masing-masing huruf tersebut (sesuai dengan nilai binary code decimal).
Selain itu terdapat pulsa X yang terletak ditengah-tengah reply code yang tidak
digunakan. Dan pulsa terakhir yang dinamakan pulsa SPI (Special Purpose Identification) yang
digunakan oleh ATC (Air Traffic control) untuk mengidentifikasi identitas pesawat tertentu.

Analisa pulsa-pulsa reply code untuk mode interogasi A (Identitas)

Sebelum menganalisa pulsa-pulsa reply code terlebih dahulu kita harus mengetahui mode
yang ditanyakan. Hal ini bisa diketahui dari spasi antara pulsa 𝑃1 dan 𝑃3 yang ditransmisikan ke
udara. Jika pulsa tersebut memiliki jarak 8 μs, maka mode tersebut merupakan mode interogasi
tipe A. (mode interogasi tipe A dapat dilihat pada gambar 3.1)

Untuk mengidantifikasi pesawat yang berbeda-beda, maka code yang diterima oleh SSR
didarat juga mempunyai jumlah pulsa (pulsa data) yang berbeda pula jumlahnya. Apabila
diantara F1 dan F2 itu tidak ada pulsanya sama sekali maka itu berarti pesawat mempunyai kode
0000. Tetapi bila kedua belas pulsa itu ada maka itu berarti pesawat mempunyai kode 7777.
Kode yang merupakan bilangan octal ini bukanlah kode sebenarnya dari pesawat, tetapi kode ini
hanya merupakan kode yang nantinya dipakai oleh receiver interogator untuk
menerjemahkannya menjadi data yang sebenarnya.
Cara mengkodekan ialah dengan mengkonversikan pulsa-pulsa tersebut dari biner
menjadi desimal. Dimana jika terdapat sebuah pulsa maka akan bernilai satu dan apabila tidak
memiliki pulsa maka akan bernilai 0. Dengan mengelompokkan urutannya sesuai dengan A, B, C
dan D dengan kode angka 1, 2, 4. Dimana yang menjadi acuan sebagai MSB adalah dengan kode
4.
Setelah mengetahui cara pengkodean pulsa-pulsa reply code untuk jenis mode interogasi
tipe A, kita dapat mengetahui identitas dari pesawat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
beberapa contoh dibawah ini :

a. Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code


F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
Maka kode ini berarti :

F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
Group pulse : A B C D
Biner pulse :1 100 100 100 100
:2 010 010 010 010
:4 001 001 001 001
111 111 111 111
Level pulse :1+2+4 1+2+4 1+2+4 1+2+4
Kode : 7 7 7 7
Maka identitas target (pesawat) tersebut memiliki kode : 7 7 7 7
b. Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code
F1 C1 A1 C4 A4 B1 D1 D4 F2
Maka kode ini berarti :

F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
Group pulse : A B C D
Biner pulse :101 100 101 101
Level pulse :1+0+4 1+0+0 1+0+4 1+0+4
Kode : 5 1 5 5
Maka identitas target (pesawat) tersebut memiliki kode : 5 1 5 5

c. Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code


F1 A1 C2 A2 C4 B1 D1 D2 D4 F2
Maka kode ini berarti :

F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
Group pulse : A B C D
Biner pulse :110 100 011 111
Level pulse :1+2+0 1+0+0 0+2+4 1+2+4
Kode : 3 1 6 7
Maka identitas target (pesawat) tersebut memiliki kode : 3 1 6 7

Dari hasil pengkodean terhadap identitas pesawat terbang diatas, radar SSR NPG 1323
dapat melakukan pelacakan terhadap 7777 jenis pesawat terbang sekaligus tetapi pada
kenyataannya hal tersebut sangatlah kecil kemungkinannya. Karena tidak mungkin adanya 7777
pesawat terbang dalam suatu cakupan area.

Analisa pulsa-pulsa reply code untuk mode interogasi C (Ketinggian)

Sebelum menganalisa pulsa-pulsa reply code terlebih dahulu kita harus mengetahui mode
yang ditanyakan. Hal ini bisa diketahui dari spasi antara pulsa 𝑃1 dan 𝑃3 yang ditransmisikan ke
udara. Jika pulsa tersebut memiliki jarak 21 μs, maka mode tersebut merupakan mode interogasi
tipe C. (mode interogasi tipe C dapat dilihat pada gambar 3.2).

Pulsa reply code dengan mode interogasi tipe C yang dikirim oleh transponder pesawat
hampir sama dengan reply code dengan mode interogasi tipe A, hanya untuk reply code dengan
mode C ini tidak memiliki pulsa D1. Jadi kita hanya mempunyai 11 pulsa yang mana hanya bisa
menghasilkan 2048 kombinasi yang dapat mengukur ketinggian dari -1000 feet sampai 34750
feet. Dimana untuk pulsa A, B, D merupakan kelipatan 500 feet sedangkan untuk pulsa C
merupakan kelipatan 100 feet. Dimana pada pulsa tidak akan memiliki pulsa 000, 101 dan 111.
Untuk mengkonversi pulsa-pulsa jawaban untuk mode C tidak sama dengan mengkonversi
pulsa-pulsa jawaban dengan mode A. Untuk itu, kita harus menyusun pulsa-pulsa tersebut
menjadi seperti berikut ini :

D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
Untuk mengkonversi pulsa-pulsa tersebut dari biner sehingga mendapatkan data berupa
ketinggian kita harus menggunakan metode konversi gray code. Sehingga untuk mengubah
pulsa-pulsa tersebut tidak semudah mengkonversi bilangan biner ke desimal. Cara
pengkonversiannya seperti dijelaskan dibawah ini :

Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code


F1 C1 A1 C2 A2 A4 B1 B2 D2 B4 D4 F2
Maka code SSR ini berarti ketinggian : 84000 feet

F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

Kombinasi pulsa-pulsa biner diatas adalah dalam bentuk gray code, oleh karena itu pulsa-
pulsa yang diterima harus dirubah dahulu kedalam bentuk biner.

D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 (Gray code)

1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 (Biner)

Setelah pulsa-pulsa tersebut dikonversikan maka ubah pulsa-pulsa D2, D4, A1, A2, A4,
B1, B2, B4 yang berbentuk biner ke dalam decimal.
D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0
𝟏 𝟎 𝟏 𝟎 𝟏 𝟎 𝟏 𝟎(𝟐) = 𝟏𝟕𝟎(𝟏𝟎)

Setelah didapat nilai desimalnya kemudian dikalikan dengan 5 flat level (500 feet) karena
untuk nilai pulsa-pulsa D2, D4, A1, A4, B1, B2, B4 merupakan kelipatan 500 feet.

170 x 5 flat level = 850 flat level

Kemudian nilai tersebut dikurang dengan 10 flat level (1000 feet) karena perhitungan
ketinggian dimulai dari – 1000 feet.

850 – 10 = 840 flat level

Setelah itu nilai tersebut dikalikan dengan 100 feet (1 flat level)

840 x 100 = 84000 feet

Setelah proses pengkonversian pulsa-pulsa D2, D4, A1, A2, A4, B1, B2, B4 diperoleh
besar ketinggian, sekarang yang harus dilakukan adalah dengan mengkonversi pulsa-pulsa C1,
C2, dan C4 yang merupakan kelipatan 100 feet. Untuk mengkonversi ketiga pulsa tersebut kita
harus melihat nilai-nilai pulsa yang dihasilkan oleh pulsa ‘C’ tidak akan memiliki nilai 000, 101,
dan 111. Nilai-nilai dari pulsa ‘C’ jika dilihat maka 5 nilai ‘C’ yang kedua merupakan
pencerminan dan hal itu terjadi seterusnya.
C1 C2 C4
1 0 0 -200 feet
1 1 0 -100 feet Merupakan nilai diantara
0 1 0 0 kelipatan 500 feet
0 1 1 +100 feet
0 0 1 +200 feet
0 0 1 -200 feet
0 1 1 -100 feet Merupakan nilai diantara
0 1 0 0 kelipatan 1000 feet
1 1 0 +100 feet
1 0 0 +200 feet
1 0 0 -200 feet
1 1 0 -100 feet Merupakan nilai diantara
0 1 0 0 kerlipatan 500 feet
0 1 1 +100 feet
0 0 1 +200 feet

Karena hasil yang didapat sebelumnya yaitu 84000 feet yang merupakan kelipatan dari
1000 feet maka untuk nilai ‘C’ = 1 1 0, maka hasil tersebut dijumlahkan dengan 100 feet.

84000 + 100 = 84100 feet

Jika 1 feet = 0,3048 meter, maka :

84100 x 0,3048 = 25633,68 meter

Dari penjelasan diatas kita dapat mengukur ketinggian pesawat. Jika akan disesuaikan
kemungkinan 2048 kombinasi yang dapat dihasilkan dari reply code dengan mode interogasi tipe
C, maka penulis hanya akan mengambil beberapa contoh kemungkinan dari ketinggian pesawat
diantaranya :

a. Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code


F1 C2 F2
Maka kode ini berarti :
F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 (Gray code)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 (Biner)
0 0 0 0 0 0 0 0 (2) = 0(10)
0 x 5 flat level = 0 flat level
0 – 10 = -10 flat level
-10 x 100 = 1000 feet
Untuk pulsa C : 0 1 0 = 0 feet

-1000 feet

Maka ketinggian dari target (pesawat) tersebut adalah -1000 feet

b. Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code


F1 C4 B1 B2 F2
Maka kode ini berarti :

F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 (Gray code)
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 (Biner)
0 0 0 0 0 1 0 0 (2) = 4(10)
4 x 5 flat level = 20 flat level
20 – 10 = 10 flat level
10 x 100 = 1000 feet
Untuk pulsa C : 0 0 1 = -200 feet

1000 - 200 = 800 feet

Maka ketinggian dari target (pesawat) tersebut adalah 800 feet

c. Bila suatu transponder mengirim pulsa-pulsa dengan code


F1 C1 B1 B4 F2
Maka kode ini berarti :

F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
X

Pemecahannya :
D2 D4 A1 A2 A4 B1 B2 B4 C1 C2 C4
0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 (Gray code)
0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 (Biner)
0 0 0 0 0 1 1 0 (2) = 6(10)
6 x 5 flat level = 30 flat level
30 – 10 = 20 flat level
20 x 100 = 2000 feet
Untuk pulsa C : 1 0 0 = +200 feet

2000 + 200 feet = 2200 feet

Maka ketinggian dari target (pesawat) tersebut adalah 2200 feet

Dari beberapa analisa diatas dan berdasarkan jumlah pulsa yang digunakan oleh radar
SSR NPG 1323 untuk reply code dari mode interogasi tipe C dengan kemungkinan 2048
kombinasi maka pengukuran ketinggian dapat dilakukan dari minus 1000 feet sampai 34750 feet.
Tetapi pada kenyataannya radar ini mendeteksi pesawat terbang dengan ketinggian maksimum
31000 feet, karena ketinggian tersebut merupakan ketinggian maksimum yang digunakan oleh
penerbangan sipil.
ADS-B
AUTOMATIC DEPENDENT SURVEILLANCE RADAR
 Salah satu sumber informasi posisi untuk ADS-B adalah GPS
 Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit navigasi global berbasis
ruang angkasa (GNSS) yang menyediakan informasi lokasi dan waktu di semua
cuaca, di manapun di atau di dekat Bumi, di mana ada garis pandang yang tidak
terhalang ke empat atau lebih GPS satelit. Ini dikelola oleh pemerintah Amerika
Serikat dan dapat diakses dengan bebas oleh siapa saja yang memiliki penerima
GPS. Ada sekitar 32 satelit yang beroperasi.

 Orbit diatur sedemikian rupa sehingga setidaknya enam satelit selalu saling
berhadapan dari hampir di mana-mana di permukaan bumi.
Posisi pesawat udara yang mempunyai transponder ADS-B akan memancarkan
informasi berupa posisi
( dari satellite GPS ), identtitas, ketinggian pesawat, dan kecepatan pesawat dan
lain lain.
Di ADS-B pesawat ada antena Receiver GPS Satelite yang setiap saat menerima
data data dari satellite GPS tetang dimana pesawat berada, di ketinggian berapa,
sedangkan kecepatan pesawat didapat dari data pesawat itu sendiri. Dan ketiga data
tersebut ada terekam di dalam transponder pesawat dan peasawat udara di dalam
system adsb melaporkan semua informasi tersebut ke pesawat lain dan ke station
lain, ground station seperti tower dan unit lain.
Siapa saja, termasuk pilot, bisa melihat pesawat ADS-B lainnya yang hanya
menggunakan receiverADS-B tanpa melalui interogator.
Format data dari pesan ADS-B adalah format angka DF17.
Jika subsistem transmisi adalah peralatan tipe non transponder, format
downlinknya adalah DF18
 Isi datafield: DF di sini adalah bilangan desimal 17 (untuk DF17), dalam
kode biner 10001b.

 Tiga bit berikut (disebut "Kemampuan", atau "CA") adalah jumlah sub-tipe
pesan ADS-B.

 Panjang 3 bit memberikan delapan jenis laporan.

 24 bit berikutnya adalah alamat "AA" - Pesawat (ICAO) individu.

 Bidang data berikutnya dari 56 bit adalah pembawa laporan ADS-B,


bergantung pada isi bidang ".

 24 bit terakhir adalah kode deteksi kesalahan (Parity Information, PI).

DF = 17/18: DF (5b) CA/CF(3b) AA (24b) ME (56b) PI (24b)

Format Type Code (5b) Data Subfields (51b)

Pesan ADS-B berukuran 112 bit namun hanya setengah dari bit data yang tersedia
untuk konten data ADS-B (field Pesan 56 bit).
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa informasi ADS-B yang diperlukan,
seperti posisi di Latitude, Bujur dan Ketinggian, Vektor Kecepatan, Identifikasi
Pesawat Udara, Kategori Pesawat Udara, dll tidak dapat dikirim dalam satu pesan
dan harus dikomunikasikan dengan menggunakan beberapa pesan.
Untuk tujuan ini, 56 bit Message Field dibagi menjadi subfield Kode Format dan
subbidang data.

Pesan Posisi Airborne atau


Airborne or Surface Position
Permukaan
Message

Identifikasi Pesawat Udara dan


Aircraft Identification and Type Identifikasi Jenis Pesan Pesawat
Message dan Jenis Pesan
Posisi Permukaan Pesan
Surface Position Message Permukaan Posisi Pesan

Pesan Posisi Airborne Pesan


Airborne Position Message Posisi Airborne

Pesan Velocity Airborne


Airborne Velocity Message Velocity Message

Pesan Posisi Airborne Pesan


Airborne Position Message Posisi Airborne

Pesan Tes Uji Pesan


Test Message

Pesan Status Pesawat Status


Aircraft Status Message Pesan Pesawat Terbang

-Jalur Angkut Tujuan Intent


Pesan Status Negara Bagian dan
Aircraft Trajectory Intent Message
Status

Aircraft Operational Coordination


Pesan Koordinasi Operasional
Message
Pesawat -

Pesan Operasional Pesawat


Aircraft Operational Status
Udara
Message
ASTERIX

ASTERIX adalah singkatan dari


All Purpose STructured Eurocontrol SuRveillance Information EXchange.

Ini adalah Format Pesan Binary Messaging Surveillance ATM yang


memungkinkan transmisi informasi yang harmonis antara sistem pengawasan dan
otomasi.

ASTERIX mendefinisikan struktur data yang akan ditukar melalui media


komunikasi, dari pengkodean setiap bit informasi sampai pengorganisasian data
dalam satu blok data - tanpa kehilangan informasi selama keseluruhan proses.
Pengguna utama ASTERIX adalah Pusat Kontrol Lalu Lintas Udara (ATC).

ASTERIX | CATEGORIES
Sampai dengan 256 kategori dapat didefinisikan
Kategori Data 000 sampai 127 ditujukan untuk aplikasi sipil dan militer standar

CAT001 - Laporan Target Monoradar

CAT010 - Data Gerakan Permukaan Monoradar CAT011 - Data SMGCS CAT019 - Pesan Status
Sistem Multilaterasi
CAT020 - Pesan Multilaterasi
CAT021 - Pesan ADS-B

CAT022 - Pesan Manajemen TIS-B Pesan Layanan Station

CAT023 - CNS / ATM Ground Station


GROUND STATION
SSR GPS + SM

Lightning
protection
Roof of SEAA Facility

SEAA Facility

Interconnection Box
(CFE -SEAA)

ADS-B station

CAT21 CAT21
Ctrl&Mon
Ctrl&Mon

LCMS - Laptop RMT - Desktop


Multilateration adalah teknologi yang terbukti yang telah digunakan selama beberapa dekade. Ini dikembangkan
untuk keperluan militer secara akurat menemukan pesawat - banyak yang tidak ingin "dilihat" - dengan
menggunakan metode yang dikenal sebagai Waktu Selisih Kedatangan (TDOA).
Multilateration mempekerjakan sejumlah stasiun tanah, yang ditempatkan di lokasi strategis di sekitar bandara,
daerah terminal lokal atau daerah yang lebih luas yang mencakup lebih besar wilayah udara sekitarnya.
Unit ini mendengarkan "balasan," biasanya sinyal interogasi dipancarkan dari SSR lokal atau stasiun
multilateration. Sejak pesawat individu akan berada di jarak yang berbeda dari masing-masing stasiun bumi,
jawaban mereka akan diterima oleh masing-masing stasiun pada waktu fraksional yang berbeda. Menggunakan
teknik pemrosesan komputer canggih, perbedaan-perbedaan individual time memungkinkan posisi pesawat terbang
untuk bisa dihitung secara tepat.
Multilateration tidak memerlukan peralatan avionik tambahan, karena menggunakan balasan dari mode A, C dan S
transponder, serta IFF militer dan transponder ADS-B. Lebih jauh lagi, sementara radar dan multilateration "target"
pada layar kontroler identik dalam penampilan, tingkat update yang sangat tinggi dari target multilateration yang
diturunkan membuat mereka langsung dikenali oleh gerakan halus mereka di layar. Sebuah informasi multilateration
layar menampilkan dapat diatur untuk memperbarui secepat setiap detik, dibandingkan dengan 4-12 posisi kedua
"melompat" dari target radar yang diturunkan.

MLAT dalam Aksi


1. Modus A / C / S Interogasi
2. Mode A / C / S Balas, ADS-B, IFF
3. Waktu Perbedaan Arrival (TDOA) Pengolahan
4. Hiperbolik Positioning
5. Posisi pesawat Tampilan
Multilateration adalah jenis koperasi dan independen pelacakan, yang
menggunakan sinyal yang ditransmisikan oleh sebuah pesawat (mereka
biasanya respon atau sinyal mengatur diri sendiri dari SSR transponder pada
frekuensi 1090 MHz), yang digunakan untuk menunjukkan posisi pesawat
terbang. Sebagai sistem MLAT dapat menggunakan yang sudah digunakan
sinyal dari pesawat, mereka dapat digunakan tanpa perubahan infrastruktur
pesawat.
Jadi, untuk memproses sinyal pada bumi satu kebutuhan stasiun penerima
yang relevan dan stasiun pemrosesan sinyal pusat.
Bandara ini sudah menggunakan sistem multilateration berhasil untuk
waktu yang lama. Saat ini beberapa sistem yang digunakan di daerah yang
lebih luas, misalnya di bidang routs penerbangan atau zona pendekatan dan
mereka disebut sistem WAM.
Sistem multilateration MLAT adalah pasif multi-posisi (atau pasif dan
aktif) stasiun radar, yang terdiri dari beberapa stasiun penerima, stasiun
pengolahan dan responden uji. Multilateration atau posisi hiperbolik adalah
proses penentuan posisi yang didasarkan pada perbedaan waktu kedatangan
sinyal (TDOA) dipancarkan oleh sebuah benda ke arah tiga atau lebih
penerima.

1. Relevansi dari topik


Selama dekade terakhir kinerja penumpang udara dan lalu lintas kargo terus
berkembang. Hasilnya peningkatan kepadatan lalu lintas udara, bandara dan
rute udara beban kerja. Persyaratan keselamatan terus menjadi lebih ketat.Hal
ini jelas bahwa sistem kontrol lalu lintas udara tua (ATC) tidak mampu
memenuhi persyaratan modern. Itulah mengapa negara di seluruh dunia
bekerja pada pengembangan sistem perspektif yang memenuhi persyaratan
modern.Sistem multilateration MLAT adalah salah satu dari sistem tersebut.
Sistem multilateration MLAT adalah jenis sistem pelacakan kooperatif dan
mandiri dari tingkat yang baru. Sistem ini menggunakan peralatan SSR yang
ada dan tidak memerlukan tambahan peralatan on-board. Ini tidak hanya
memastikan posisi tinggi dan akurasi lintasan yang hanya sebanding dengan
monopulse radar sekunder namun memiliki karakteristik baru seperti akurasi
pin-point yang tinggi, refresh rate dan pelacakan 3D.

Hasil 2. Maksud dan tujuan dari penelitian, yang diharapkan


Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk mempelajari penggunaan sinyal
wideband kompleks dalam sistem multilateration MLAT. Hal ini diperlukan
untuk menerapkan sinyal kompleks wide band (NLS) dalam sistem
multilateration dan menghitung karakteristik dasar dan parameter sistem untuk
membuat analisis kualitatif dari hasil penggunaan NLS dalam sistem
multilateration MLAT.
Hal ini diperlukan untuk mensimulasikan dan mengoptimalkan sistem
multilateration MLAT dalam perangkat lunak Matlab untuk mendapatkan hasil
dan menganalisis algoritma pengolahan multilateration.
Akhirnya, perlu untuk membuat analisis yang komprehensif dari data
perhitungan dan data sistem simulasi dan mengevaluasi efisiensi penggunaan
NLS dalam sistem multilateration.

3. Deskripsi sistem multilateration MLAT


Sistem MLAT digunakan untuk mendeteksi sinyal dari transponder
pesawat oleh stasiun penerima di dekatnya.sistem MLAT menggunakan
metode TDOA untuk mengidentifikasi permukaan yang memiliki perbedaan
konstan jarak antara target dan pasang stasiun penerima. Posisi pesawat udara
ditentukan oleh titik perpotongan permukaan tersebut.
Theor etically, multilateration dapat dilakukan dengan menggunakan sinyal
periodik ditransmisikan dari pesawat terbang. Bagaimana pernah, sistem yang
digunakan untuk tujuan sipil hanya berdasarkan sinyal transponder
SSR.Sistem MLAT membutuhkan untuk memiliki setidaknya empat stasiun
penerima untuk menghitung posisi pesawat.Jika ada yang tahu ketinggian
tekanan pesawat terbang, posisi pesawat dapat ditentukan memiliki stasiun
penerima.Tidak pernah kurang, dalam praktek sistem MLAT menggunakan
lebih banyak stasiun penerima untuk memastikan karakteristik yang tepat dan
cakupan.
Akurasi MLAT tidak memiliki hubungan dengan cakupan. Hal ini
tergantung pada lokasi geometris dari target mengacu pada stasiun penerima
dan akurasi penentuan waktu relatif diperlukan untuk menerima sinyal di setiap
stasiun. Sebuah arsitektur sistem khas untuk surveilans MLAT untuk ATC
ditunjukkan pada pic. 1:
Persyaratan untuk waktu referensi
Sistem MLAT adalah dengan menggunakan referensi waktu tunggal untuk
menentukan rasio up-waktu diperlukan untuk sinyal untuk mencapai stasiun
penerima. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua
metode:

1. semua sinyal yang diterima dikirim ke stasiun pengolahan pusat untuk


menerima waktu-cap menurut jam umum.Dalam kasus seperti itu sistem
ini adalah untuk menghitung waktu yang diperlukan untuk sinyal untuk
menutup jarak antara setiap stasiun penerima dan satu pusat. Juga, itu
adalah untuk melakukan koreksi sesuai. Sistem ini mengirimkan sinyal
antara stasiun pusat dan menerima untuk mengontrol dan memperbaiki
waktu yang dibutuhkan untuk itu;
2. jam pada semua penerima disinkronisasi sesuai dengan waktu referensi
umum (misalnya, menurut GNSS) atau dengan cara menggunakan
pemancar di lokasi yang dikenal. Jarak antara pemancar dan stasiun
penerima tersebut diketahui. Dengan demikian, memungkinkan untuk
menentukan waktu yang diperlukan untuk sinyal untuk mencapai masing-
masing stasiun penerima dan melakukan koreksi yang diperlukan untuk
sinkronisasi jam dari stasiun penerima.

The kemampuan query


Sistem MLAT dapat memiliki stasiun mampu query pada transponder
papan transmisi. Ini mungkin diperlukan jika zona sistem melakukan tidak
memiliki interogator lain yang mampu menghasilkan sinyal balasan
SSR. Mungkin perlu untuk menerima kode untuk Mode A, data pada
ketinggian barometer atau informasi lain di pesawat (dengan cara respon dalam
Mode S). Beberapa sistem juga menggunakan permintaan dan tanggapan
berikutnya untuk mengukur jarak antara stasiun transmisi ke pesawat terbang
dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh radar.Informasi rentang
pengukuran seperti melengkapi informasi TDOA dari sistem multilateration.

Penggunaan pesan ES
sistem MLAT dapat memproses sinyal ES dengan menggunakan dua
metode:

1. dengan cara menggunakan TDOA serta sinyal transponder lainnya;


2. dengan cara decoding pesan untuk menentukan lokasi (lintang dan bujur)
dari pesawat, tekanan ketinggian dan kecepatan.

Dengan demikian, MLAT adalah tahap transisi ke sistem di mana sebagian


besar kerajinan akan dilengkapi dengan sarana ADS-B.

penggunaan
Sistem multilateration dapat digunakan untuk memantau lalu lintas di
permukaan bandara, di zona bandara rute yang den. Ini SuSE sehingga untuk
memantau lalu lintas di permukaan tergantung anak fakta apakah transponder
udara beroperasi di tanah pada tidak. Pada banyak pesawat operasi transponder
dikendalikan oleh sensor dari WOW yang juga dikenal sebagai saklar
sensor. Transponder Mode S terus mengirimkan sinyal menyesuaikan diri dan
dapat menerima permintaan selektif berada di tanah. Namun, transponder dari
ModeА / С sering dilarang untuk menanggapi permintaan sementara pesawat
ada di tanah dalam rangka untuk mengurangi gangguan untuk sistem radar di
dekatnya.

4. Bagaimana sistem multilateration MLAT bekerja


Sistem MLAT terdiri dari beberapa antena yang menerima sinyal dari
pesawat terbang dan prosesor sentral yang menentukan lokasi pesawat dengan
menggunakan nilai-nilai sinyal TDOA pada antena yang berbeda.
Secara matematis TDOA antara dua antena sesuai dengan hyperboloid
(dalam tiga koordinat ruang) di mana pesawat itu berada. Ketika sinyal dari
pesawat ini diterima oleh empat antena, adalah mungkin untuk menentukan
tiga koordinat lokasi pesawat dengan menghitung persimpangan hiperbola
dihasilkan.
Ketika hanya ada tiga antena tidak mungkin untuk menentukan koordinat
lokasi langsung. Namun, jika kita tahu ketinggian mutlak dengan
menggunakan sumber yang berbeda (misalnya, menurut data Mode C atau jika
pesawat berada di tanah), adalah mungkin untuk menghitung lokasi
pesawat. Situasi seperti ini biasanya disebut sebagai solusi dua dimensi. Perlu
dicatat bahwa penggunaan ketinggian mutlak barometric (Modus C) dapat
menyebabkan nilai kurang tepat dari lokasi pesawat sebagai ketinggian
barometrik dapat sangat berbeda dari satu relatif geometris.
Memiliki lebih dari empat antena memungkinkan untuk mendapatkan
informasi tambahan yang dapat digunakan untuk memeriksa bagaimana benar
pengukuran lain atau untuk menghitung rata-rata lokasi sesuai dengan semua
ukuran, yang harus memiliki kesalahan besar yang lebih kecil. Yang diberikan
di pic. 2 contoh menjelaskan prinsip diberikan. sistem WAM
ditampilkan; memiliki lima stasiun penerima (nomor 0-4).
Jika kita berasumsi bahwa sinyal dari pesawat ini diterima oleh semua
stasiun, tiga diagram pertama di pic. 3 adalah hyperboloids yang sesuai dengan
sinyal TDOA di stasiun masing-masing 0 dan 2, 0 dan 3, 0 dan 4. Seperti yang
ditunjukkan dalam diagram, stasiun komputasi pusat menghitung
persimpangan semua hyperboloids. Terkait dengan perhitungan
multilateration dapat memiliki lebih dari satu solusi sebagai hyperboloids
dapat memiliki beberapa persimpangan. Solusi yang tepat dapat dengan mudah
ditemukan.
Secara umum geometri sistem memiliki dampak besar pada
akurasi. Sementara pesawat ini dalam area 2 dimensi di sekitar antena tanah,
lokasi dihitung akan menjadi yang paling akurat satu; luar daerah ini akurasi
akan memburuk jauh.

Anda mungkin juga menyukai