Jenis Radar :
1. PSR ( Primary Surveillance Radar )
2. ASR / SSR ( Air port Surveillance Radar / Secondary Surveillance Radar )
3. ASDE ( Air port Surface Detection Equipment )
4. ARTS ( Automated Radar Terminal System )
No
NAMA
GAMBAR
FUNGSI
PSR
ASR /
SSR
ASDE
ARTS
WAKTU yang dibutuhkan oleh RF energi pada saat terpancar sampai diterima kembali
oleh PSR akan diconversikan dalam bentuk JARAK ( Range )
ARAH PANCARAN dan ARAH PANTULAN dari RF energi akan diconversikan dalam
bentuk Informasi BEARING ( Azimuth )
Beberapa kelemahan PSR :
1. Butuh memancarkan power RF energi yang cukup besar untuk dapat menghasilkan
minimum level RF Energi yang terdeteksi, yang berasal dari Taerget yang diinginkan
2. Dapat menampilkan Target yang tidak diinginkan ( Cluster / kebingungan ). Biasanya
menggunakan efek Doppler, sehingga hanya akan mendeteksi Target yang bergerak.
3. Pesawat pribadi tidak dapat diidentifiaksi, kecuali dengan dengan me-request untuk
melakukan manuver tertentu
4. Tidak dapat menghasilkan Informasi Flight Level
T/R SWITCH
Adalah merupakan SAKLAR otomatis yang berfungsi untuk mencegah agar RF energi
yang terpancar dari Tx sistem tidak masuk ke Rx sistem ( pada PSR, SSR, Transponder )
ataupun sebaliknya, bahwa RF energi yang diterima Rx sistem tidak masuk ke Tx sistem.
I.
Secara ringkas diagram blok primary radar dapat digambarkan seperti pada gambar I-10.
Bagian utamanya terdiri dari :
1. Pemancar
2. Penerima
3. RF komponen
4. Antena
5. Prosesor
6. Layar peraga (display radar)
Pemancar
RF
Komponen
synchro
Penerima
Antena
Layar
Peraga radar
synchro
Gambar I-10. Diagram Blok Primary Radar
1.
Pemancar
Pemancar berfungsi sebagai pembangkit gelombang frekuensi radio berenergi tinggi. High
Voltage Power Supply menghasilkan tegangan tinggi dc yang diperlukan oleh oscilator atau
amplifier. Untuk oscilator atau amplifier ini biasanya menggunakan magnetron (oscilator) atau
klystron (amplifier).
Modulator akan mengatur keluaran power supply yang sampai ke oscilator/amplifier sehingga
akan terbentuk bentuk gelombang (pulsa) yang diinginkan. Dengan mengatur periode on dan
off, modulator dapat menghasilkan panjang pulsa, durasi pulsa serta PRF yang diinginkan.
Karena tugasnya itulah modulator sering disebut pulser.
HV
Power supply
Modulator
High power
Oscillator or
amplifier
Operation
control
To antena
Safety
circuit
Mains
Gambar I-11. Diagram Blok Pemancar
2.
Penerima
Perangkat penerima berfungsi sebagai penguat sinyal yang diterima dan mendeteksi
suatu obyek.
Karakteristik penting dari suatu perangkat penerima radar :
a. Sensitivitas, merupakan level terkecil energi echo yang masih bisa dideteksi, pada
umumnya berkisar 103 dbm. Sensitivitas yang semakin baik dapat menambah jangkauan
radar.
b. Gain, penguatan sinyal yang diterima. Berkisar 150 sampai 200 db.
c. Dinamic Range, penerima harus memiliki kemampuan untuk menerima sinyal yang paling
lemah serta tidak mengalami saturasi jika menerima sinyal echo yang lebih besar dari
biasanya.
d. Bandwidth, bidang frekuensi penerima harus cukup lebar untuk menampung semua
spektrum frekuensi sinyal ditambah pergeserannya karena efek doppler. Untuk mengatur
variasi frekuensi digunakan automatic frequency control (AFC) yang telah diintegrasikan
dengan penerima.
3.
RF Komponen
RF komponen memegang peranan penting baik untuk transmisi pancaran maupun saat
penerimaan sinyal pantulan dari target. Yang termasuk RF komponen antara lain :
a. Wave Guide
Wave guide berfungsi sebagai media transmisi untuk gelombang-gelombang berfrekuensi
tinggi (gelombang mikro) karena untuk frekuensi rendah dimesinya terlalu besar. Cukup
dengan satu wave guide bisa dipakai untuk mengirimkan sinyal ke antena ataupun
sebaliknya, dari antena ke perangkat penerima.
b. Duplexer
Duplexer berfungsi sebagai :
1) Switch yang menghubungkan pemancar dan antena saat pentransmisian pulsa serta
penerima dan antena saat menerima echo.
2) Melindungi perangkat penerima dari kerusakan pada selang waktu transmisi karena
daya yang disalurkan ke antena besar.
Duplexer biasanya terbuat dari tabung udara, ferit dan solid state dioda varactor.
c. Diplexer
Diplexer diperlukan jika terdapat dua pemancar dan dua penerima yang berkerja pada saat
yang bersamaan pada satu antena (diversity system). Masing masing pemancar
membangkitkan frekuensi yang berbeda dan waktu pancarpun diatur berbeda beberapa s
dari pengaturan pulsa trigger. Diplexer akan mengatur petransmisiannya ke antena.
Demikian pula saat penerimaan, diplexer akan menghubungkan antena keperangkat
penerima yang sesuai frekuensinya.
Perbedaan frekuensi antara dua pemancar yang beroperasi secara diversity system yang
ada di Indonesia, untuk S-band radar 100 MHz dan untuk L-band radar 50 MHz.
d. Rotating Joint
Rotating joint bertugas memutar antena sebesar 360 pada arah horizontal untuk
mendapatkan sasaran pada semua sudut azimuth. Kostruksi rotating joint untuk saluran
wave guide lebih sulit dari pada saluran coaxial, karena harus mengubah mode gelombang
dari gelombang transverse electric menjadi transverse magnetic, dan sebaliknya.
4.
Antena
Antena adalah alat yang berfungsi mengubah enerji gelombang ruang bebas (free space)
menjadi gelombang terbimbing (guided wave) atau sebaliknya.
Untuk memperjauh jangkauan pancaran dan penerimaan, energi gelombang elektromagnetik
ini bisa dikonsentrasikan pada satu berkas (beam-width) yang sempit. Untuk primary radar
lebar berkas yang biasanya dipakai berkisar antara 1 sampai 2. Beam width yang sempit ini
disebut dengan istilah pencil beam.
Ukuran kemampuan antena untuk mengkonsentrasikan energi pada arah yang diinginkan
dikenal dengan istilah gain. Ada dua tipe gain yang menjadi kemampuan kerja antena yaitu
directive gain dan power gain.
Directive gain adalah pembesaran (gain) yang terjadi dari sebuah antena radar yang
berhubungan dengan terbentuknya beam pattern.
Apabila B dan B adalah beam width pada arah vertikal dan horisontal, maka persamaan
directive gainnya adalah :
4
Gd =
B . B
Power gain adalah pembesaran (gain) energi dari sebuah antena radar yang juga
mengandung faktor kerugian (dissipative losses).
Apabila luas efektif antena parabola Ae, maka :
4 Ae
G =
dan Ae = a A
4 a A
G =
dimana :
= panjang gelombang
Timing
Tx
Rx
1030 Mc
P
S
R
1030 Mc
INTEROGATOR
Disply
TRANSPONDER
Rx
Tx
Coding
1090 Mc
1090 Mc
P1
P2
P3
P1
P2
P3
2s
MODE
P1-P3 (S)
TIPE INTEROGATOR
1
2
3/A
B
C
D
3
5
8
17
21
25
Militer
Militer
Identifikasi (kode pesawat)
Identifikasi (kode pesawat)
Identifikasi (ketinggian)
N/U
Pulsa P2 digunakan untuk menghilangkan efek Side Lobe dari antena, seprti
diterangkan pada gambar II-2 di bawah ini :
Dalam kasus di atas, kesalahan tersebut harus dihilangkan yaitu dengan cara SLS.
SLS dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Waktu interogasi (proses ISLS) transponder menolak pancaran side lobe.
b. Waktu penerimaan (proses RSLS), receiver SSR menolak jawaban via side lobe.
Proses SLS dapat diatasi dengan 2 jenis pancaran, yaitu :
a. Pancaran sum (kanal ).
b. Pancaran difference (kanal ).
Kanal memancarkan sinyal utama dan kanal memancarkan sinyal acuan,
perbandingan level dari kedua kanal tersebut memungkinkan untuk mengidentifikasi
pancaran dari main lobe (kanal ) dan side lobe (kanal ).
Blok diagram sederhana dari SSR seperti pada gambar II.4 di bawah ini :
2.
Prinsip Transmitter
Pada gambar II.5a merupakan blok diagram Transmitter SSR
Pulsa P2 dihasilkan setelah timbulnya P1 dan berfungsi sebagai control switch dari
Pattern Switch untuk mengarahkan pulsa P1-P3 dan P2.
3.
Prinsip Receiver
Blok diagram Receiver dapat dilihat pada gambar II.6
11
MODE S
Pada system Surveillance saat ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :
1. Karena Interogation Signal datang secara collectif, maka sering menimbulkan kekacauan (
garble ) pada Respone Signal
2. Mempunyai discrete codes (4,096) yang sangat terbatas
3. Mempunyai tingkat keakuratan Bearing yang rendah
Simultaneous
responses
Collective
Interrogation
Gambar Mode A / C
Karakteristik Mode S
1. Bersifat compatible:
- Dioperasikan pada Freq yang sama
- Interogation Pulse yang ada di Mode A / C dan Mode S akan melalui Time
Division Duplex system
2. Adanya peningkat keakuratan dari Informasi Bearing
- Adanya peningkatan keakuratan informasi Bearing dengan menggunakan Monopulse
SSR
- Dapat mengurangi interference dan meningkatan keakuratan
Individual
Responses
Individual
Interrogation
Gambar Mode - S
8.0 or 21.0s
2.0s
P1
P1
P3
P2
P4
2.0s
0.8s
2.0s
P1
P1
P3
P2
P4
2.0s
1.6s
5. Bila Pulse Width P4 = 1.6s ( Long ), maka a/c dengan Transponder Mode - S akan
direspone dengan Mode - S
6. There is no P4 in interrogation signals from conventional SSR systems. Aircraft with a
Mode A/C transponder responds in Mode A/C, regardless of P4-length.
14
2.75s
2.0s
15.0s 29.0s
P2
P1
0.5s
0.5s
1.25s
0.25s
56 bits or 112 bits
P6
0.4s
P5
F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 X B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2
1.45s
SPI
0.45s
4.35s
20.3s
Karakteristik Mode A :
1. F1 is an initial bracket, and F2 is a concluding bracket.
2. 12 pulses between F1 and F2 (excluding X)
3. SPI used for the identification of aircraft (IDENT)
4. Classified into groups A, B, C and D (the four letters from A to D)
5. Pulse values: 1, 2 and 4 (maximum: 1 + 2 + 4 = 7)
6. Octal numbers used from 0000 to 7777 (4096 codes)
15
8.0s
56.0 or 112.0s
Introductory
signal
Data block
Message bit
(32 bits or 88 bits)
0.5
1.0
3.5
4.5
N-1 N
//
1.0s
N N
+23 +24
N
+2
//
Karakteristik Mode S :
1. An introductory signal consists of four pulses.
2. Data block: 56 bits or 112 bits
3. Transmitted at a rate of 1 Mbps by the method of pulse position modulation (PPM) (to be
mentioned later)
4. Intervals dari setiap data bit: 1.0s (0.5s x 2)
5. Message: 32 bits (standard length),or 88 bits (extended length)
6. Message bits followed by address/parity bits (24 bits)
KONSEP MASA SURVEILLANCE DI INDONESIA
1. ADS telah diperkenalkan sejak thn 2000 - 2003 di Jakarta dan thn 2005 di Ujung Pandang,
lalu akan mulai mulai dipakai setelah mengadakan TRIAL dan dengan hasil baik
2. Untuk dapat mengcover air space secara efisient sebaiknya menggunakan SSR Mode - S
3. ADS tidak akan menggantikan RADAR, tetapi akan berfungsi sebagai Complementary
( pelengkap )
16