Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

Hemoroid merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai. Sulit
untuk memperoleh angka insidensi dari penyakit ini. Tapi pengalaman klinik
menyokong dugaan bahwa sangat banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan
yang menderita hemoroid. Bahkan yang lebih banyak lagi menderita hemoroid dalam
bentuk tanpa gejala atau keluhan. Dikatakan bahwa baik pria maupun wanita
mempunyai peluang yang sama untuk terkena hemoroid. Semua orang diatas 30
tahun mempunyai kemungkinan 30-50% untuk mendapat varises di tungkai, pleksus
hemoroidalis maupun di tempat lain.
Insidensi hemoroid meningkat dengan bertambahnya usia. Mungkin sekurang-
kurangnya 50% orang yang berusia lebih dari 50 tahun menderita hemoroid dalam
berbagai derajat. Namun demikian tidak berarti penyakit ini hanya diderita oleh orang
tua saja. Hemoroid dapat mengenai segala usia, bahkan kadang-kadang dapat
dijumpai pada anak kecil. Walaupun hemoroid tidak mengancam keselamatan jiwa,
tetapi dapat menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Hanya apabila hemoroid
menyebabkan keluhan atau penyulit, maka dilakukan tindakan.

1
ANATOMI REKTUM dan ANUS

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,


sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini,
maka pendarahan, persarafan, serta aliran vena dan limfe berbeda, demikian pula
epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus, sedangkan
kanalis analis oleh endoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit
luar. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel.
Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensorik somatik dan
peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan muosa rektum mempunyai persarafan
ototnom dan tidak peka terhadap nyeri. Daerah vena diatas garis anorektum mengalir
melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem cava
melalui cabang vena iliaka. Sistem limfee dari rektum mengalirkan isisnya melalui
pembuluh limfee sepanjang pembuluh hemoroidalis superior kearah kelenjar limfee
paraaorta melalui kelenjar limfee iliaka interna, sedangkan limfee yang berasal dari
kanalis anals mengalir kearah kelenjar inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. sumbunya mengarah ke
ventrokranial yaitu kearah umbilicus dan membentuk sudut ke dorsal dengan rektum
dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi, sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas
kanalis analis disebut garis anorektum, garis mukokuta, linea pektinata, dan linea
dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna
rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis
sewaktu melakukan rectal toucher, dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan
sfingter eksterna (garis Hilton).
Cincin sfingter anus melingkari sfingter analis dan terdiri dari sfingter interna
dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter
interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan
komponen m.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri dari serabut otot polos,
sedangkan m.sfingter eksterna terdiri dari serabut otot lurik.

2
Pendarahan arteri
Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika
inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang
yang kanan akan bercabang kembali. Letak ketiga cabang terakkhir ini mungkin
dapat menjelaskan letak hemoroid sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.

Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,


sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis
antara arcade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang
mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik di daerah
percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid
inferior dapat menjamin pendarahan di kedua ekstremitas bawah. Pendarahan pleksus
hemoroidalis merupakan kolateral luasdan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari
hemoroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan buka darah
vena warna kebiruan.

Pendarahan vena
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan
berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui
vena lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut
menntukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rectum dapat menyebar sebagai embolus
vena ke dalam hati, sedangkan embolus septic dapat menyebabkan pileflebitis. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam
vena iliaka interna dan system kava. Pembesaran vena hemoroidalis dapat
menimbulkan keluahan hemoroid.

Penyaluran limfe

3
Pembuluh limfe dari kanalis analis membentuk pleksus halus yang
menyalirkan isinya menuju ke kelnjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan
limfe terus mengalir sampai ke kelanjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di
daerah anus dapat mengakibatkan limfeadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari
rectum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk
eradikasi karsinoma rectum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfe ini.
Persarafan
Persarafan rectum terdiri atas system simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga dan keempat. Unsure
simpatis pleksus ini menuju kea rah struktus genital dan serabut otot polos yang
mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi
erigentes) berasal dari sacral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke
jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur
aliran darah ke dalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada
waktu operasi radikal panggul seperti ekstirpasi radikal rectum atau uterus dapat
menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.

FISIOLOGI REKTUM dan ANUS

Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal adalah untuk menghantarkan
massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut
dengan cara terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses
pencernaan, selain hanya dapat menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel Goblet
mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai pelicin keluarnya massa feses.

Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian
diakibatkan adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada

4
rectosigmoid junction kira-kira 20cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari
tempat ini juga member tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Akan
tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat
untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflex kontraksi dari rektum dan
relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi
sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfingter ani interna dan eksterna.

Defekasi.
Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid
kedalam rektum kadang-kadang ditentukan oleh makan, terutama pada bayi. Bila isi
sigmoid masuk ke dalam rektum, dirasakan oleh rektum dan menimbulkan keinginan
defekasi.
Sikap badan sewaktu defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang
peranan berarti. Defekasi terjadi akibat refleks peristaltic rektum, dibantu oleh
mengedan, dan relaksasi sfingter ani eksternus.

Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sensible untuk sensasi isi
rectum dan persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh.

II. DEFENISI

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah


anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis.
Hemoroid dibedakan antara yang intern dan ekstern. Hemoroid intern adalah
pleksus v.hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid intern ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan-
depan, kanan-belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tersebut.
Hemoroid ekstern merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid
inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel
anus.

5
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus saling berhubungan secara
longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang

kembali bermula dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern
mengalirkan darah ke v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus
hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melelui daerah
perineum dan lipat paha ke v.iliaka.

KLASIFIKASI
Secara klinis, hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:

1. Hemoroid interna derajat I. Merupakan hemoroid stadium awal. Hemoroid


hanya berupa benjolan kecil didalam kanalis anal pada saat vena-vena
mengalami distensi ketika defekasi.

2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih besar,
yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun kearah
lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika penderita mengejan, tapi
secara spontan masuk kembali kedalam kanalis anal bila proses defekasi
telah selesai.

3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat masuk


kembali secara spontan. Benjolan baru masuk kembali setelah
dikembalikan dengan tangan ke dalam anus.

6
4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung sangat
lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak dapat
dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis anal.

Tabel 1. Pembagian derajat hemoroid interna

Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I (+) (-) (-)
II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) Tetap Tidak dapat

Sedangkan hemoroid eksterna merupakan pelebaran pleksus hemoroidalis


inferior, terletak di sebelah bawah linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh kulit.
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.

1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan


pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Bentuk ini sering
sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor
nyeri.

2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag, berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.

7
III. ETIOLOGI

Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2, yaitu: Hemoroid


akibat obstruksi organic pada aliran vena hemoroidalis superior. Contohnya pada
sirosis hepatis, thrombus vena porta, tumor intraabdomen (tumor ovarium, tumor
rectum). Hemoroid idiopatik tanpa obstruksi organic aliran vena. Faktor-faktor yang
mungkin berperan adalah keturunan/herediter (dalam hal ini yang menurun adalah
kelemahan dinding pembuluh dan bukan hemoroidnya), anatomi (vena di daerah
mesenterium tidak mempunyai katup sehigga darah mudah kembali, menyebabkan
meningkatnya tekanan di pleksus hemoroidalis), pekerjaan (orang yang pekerjaannya
banyak berdiri karena gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid),
tekanan intraabdomen yang meningkat secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis).

IV. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari hemoroid dapat berupa:


1. Perdarahan pada waktu defekasi.
Perdarahan dapat terjadi pada grade 1-4. Perdarahan merupakan
penentu utma hemoroid pada grade 1. Perdarahan pada hemoroid
berhubungan dengan proses mengejan. Ini menjadi pembeda dengan
perdarahan yang diakibatkan oleh hal lain. Pada pasien hemoroid darah keluar
bila pasien mengejan dan berhenti bila pasien berhenti mengejan, sedangkan
perdarahan karena sebab lain tidak mengikuti pola tersebut. Darah yang keluar
adalah darah segar yang tidak bercampur feses. Perdarahan dapat menetes tapi
dapat juga mengalir deras. Sebab utama perdarahan adalah trauma feses yang
keras. Perdarahan yang berulang-ulang menimbulkan anemia. Ciri khas
adanya darah segar pada kertas toilet, feses, atau air dalam toilet. Darah dapat
menetes keluar dari anus beberapa saat setelah defekasi.
2. Prolaps suatu massa pada waktu defekasi.
Benjolan atau prolaps terjadi pada grade 2-4. Benjolan akan tampak
tapi bila diraba akan menghilang. Hal ini dikarenakan pada saat perabaan jari

8
akan menekan vasa sehingga darah vasa akan mengalir., akibatnya benjolan
menjadi kempis. Benjolan hanya akan teraba apabila telah terjadi trombus.
Benjolan teraba keras. Massa ini mula-mula dapat kembali lagi secara spontan
sesudah defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan secara manual, dan
akhirnya tidak dapat dimasukkan lagi.

3. Pengeluaran lendir yang dialami oleh beberapa pasien yang menderita


hemoroid yang prolaps

4. Nyeri
Nyeri hebat hanya terjadi pada hemoroid eksterna dengan trombosis.
Nyeri tidak berhubungan dengan hemoroid intern, tetapi bila hemoroid interna
nyeri menandakan telah terjadi peradangan.

5. Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembabnya daerah itu oleh
discharge hampir selalu menyertai hemoroid derajat III yang besar.

6. Gejala-gejala anemi sekunder, dapat berupa sesak nafas bila bekerja, pusing
bila berdiri, lemah, pucat.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis dari hemoroid dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan:


1. Anamnesa
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang
keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ),
pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila

9
terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan
ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang
ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan
2. Inspeksi
Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu keluhan di
region anal yang dapat ditegakkan dengan inspeksi saja. Pada hemoroid
derajat II tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan
tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat kelihatan sebagai
pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, kanan depan, kanan belakang,
dan kiri lateral. Hemoroid yang kecil terletak diantara ketiga posisi tersebut.
Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan
adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian lainnya ditutupi
kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
3. Palpasi
Hemoroid interna pada stadium awalnya merupakan pelebaran vena
yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi.
Hanya setelah hemoroid berlangsung beberapa lama dan telah prolaps,
sehingga jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. Rectal toucher (RT)


Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri.
Hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila
hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Thrombosis dan
fibrosis bpada perabaan teraba padat dengan dasar lebar. Rectal toucher
diperlukan
2. Anuskopi

10
Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran.
Hemoroid intern terlihat sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam
lumen. Jika penderita diminta untuk mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata banyaknya benjolan,
derajat, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip, fissura ani, dan tumor
ganas harus diperhatikan.
3. Proktosigmoidoskopi
Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau keganasan.

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hemoroid yang sering adalah perdarahan, thrombosis, dan


strangulasi. Hemoroid yang mengalami strangulasi adalah hemoroid yang mengalami
prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Keadaan thrombosis dapat
menyebabkan nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit
yang menutupinya.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna


juga terjadi pada karsinoma kolorektal, penyakit divertikel, polip, dan colitis
ulserativa.

VIII. TERAPI

11
Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara
perorangan. Hemoroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk
menghilangkan pleksus hemoroid, tapi untuk menghilangkan keluhan.
Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong
dengan tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan
isi usus besar, namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengedan secara berlebihan.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen.
Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya
dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan
kompres local untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan
hangat juga dapat meringankan nyeri. Apabila ada penyakit radang usus besar
yang mandasarinya, misalnya penyakit Crohn, terapi medic harus diberikan
apabila hemoroid menjadi simptomatik.

Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk menghilangkan


pleksus hemoroidal, tetapi untuk menghiangkan keluhan. Pada prinsipnya, terapi
hemoroid terdiri atas 2 macam, yaitu:

1. Non operatif
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar.
Makanan tinggi serat membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak,
sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan
secara berlebihan.
b. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang
misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke
submukosa didalam jaringn areolar yang longgar dibawah hemoroid

12
interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotic dan meninggalkan parut. Penyulit penyuntikan termasuk
infeksi, rekasi hipersensitifitas terhadap obat yang disuntikkan. Terapi
suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasihat tentang makanan
merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II.

c. Ligasi dengan gelang karet


Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani
dengan ligasi gelang karet menurut Barson. Dengan bantuan anuskopi,
mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap
kedalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan
ditempatkan secara rapat disekeliling muosa pleksus hemoroidalis terseut.
Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari mukosa bersama
karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal
hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks
hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua
sampai empat minggu.

Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena terkenanya
garis mukokuta. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan
cukup jauhd ari garis mukokuta. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan

13
oleh infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu hemoroid mengalami
nekrosis, biasanya setelah tujuh sampai sepuluh hari.

2. Operatif, yaitu hemoroidektomi.

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan
pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tida sembuh
dengan terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV
yang mengalami thrombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi

Ada 2 prinsip dalam melakukan hemoroidektomi, yaitu:

1. Pengangkatan pleksus dan mukosa

2. Pengangkatan pleksus tanpa mukosa

Teknik pengangkatan dapat dilakukan dengan 5 metode:

1. Metode Langen-beck (eksisi+jahitan primer longitudinal)

Semua sayatan di tempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu


memanjang dari rektum. Keuntungannya berapa banyak varisespun dapat

14
diangkat. Bila sayatan ini kemudian dijahit tidak menimbulkan stenosis.
Umumnya dengan metoda ini mukosa turut diangkat bersama varises.
Kelihatannya lebih kasar, tetapi penyembuhannya lebih baik. Waktu untuk
mengerjakan metode ini kira-kira 15 menit.

2. Metode White-head (eksisi+jahitan primer radier)

Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol.


Keuntungannya setelah varises diangkat, mukosa dikembalikan
ketempatnya sehingga hasil operasi kelihatan rapi. Tetapi dengan metode
ini bahaya striktur lebih besar, sehingga sebelum menjadi sempit sekali
harus selalu dilakukan dilatasi dengan “boogie”. Cara lain adalah
hemoroid dilepaskan tetapi mukosa tidak dibuang (eksisi dan ligasi).
Dengan demikian bahaya striktur dapa dihindari.

3. Metode Morgan-Milligan

Dengan metode ini semua varises diangkat sehingga tidak timbul residif.

4. Metode Ferguso

Merupakan modifikasi dari metode Morgan-Milligan, dengan jalan insisi


tertutup total atau sebagian dengan jahitan running absorbable. Penarikan
kembali digunakan untuk membuka jaringan hemoridal. Caranya benjolan
hemoroid ditampakkan melalui anuskopi kemudian dilakukan eksisi dan
ligasi pada posisi anatomic hemoroid tersebut. Metode ini sering
digunakan di Amerika Serikat.

5. Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu sangat


rendah. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas karena

15
mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah beku ini lebih
cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma kolon yang inoperable.

Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani
harus benar-benar lumpuh. Pada orang-orang tua, penderita tuberculosis, dan
penyakit saluran pernafasan lainnya dapat dipakai anestesi lumbal, dimana
penderitanya tetap sadar tetapi relaksasi sfingter baik.

Pada hemoroidektomi selalu terjadi infeksi dan edema pada luka bekas
sayatan, yang akhirnya menimbulkan fibrosis. Ini terjadi karena dalam traktus
gastrointestinal banyak kumannya. Tidak dibutuhkan imunisasi tetanus,
karena meskipun banyak kuman, traktus gastrointestinal bukan port d’entre
kuman tetanus.

16
Daftar Pustaka

1. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal
672-75.
2. Simadibrata,M.Hemoroid. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2009. hal 587-90.

17
3. Sylvia A.price. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2005.
4. Junaidi P, Soemasto AS, Amelz H. Perdarahan per anum. Dalam : Kapita
Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. 1982. h 362-4.

18

Anda mungkin juga menyukai