Tesis
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
Magister
Oleh:
Khumaidi
NIM: 2113033100002
2017
ABSTRAK
تنوعت أفكار الكالم يف نوسنتارا بنوع التقليدية مبذىب أشعرية .و يف ىذا املذىب ,بني حرية
اإلنسان يف اإلرادة اليت تتعلق باإلختيار و إرادة اهلل املطلقة وتسميها بالقدر كأن هلما حتكم غري
معتدل .وأما األسباب من تلك املشكلة ىي أن اإلختيار ال ميلك النفوذ الكبرية ألن كل شيئ من
خلق اهلل وإرادتو .وأما إختيار اإلنسان ال ميلك النفوذ الصريح لكن املبهم .مث جاء محك بنماذج
أفكار كالمو املختلفة عن غريه ألن أفكاره متوسطة .محك ىو من أحد علماء يف نوسنتارا يقدم
اإلختيار الذي ميكن أن يغري حياة اإلنسان ستكون هلا القيمة يف الدنيا كان أم يف األخرة ,ومتسك
اختيار محك أيضا بقوة قدر اهلل.
وأما أىداف من ىذا البحث ىي لتعلم أفكار محك عن اإلختيار صرحيا .ويأمل الباحث مبعرفة
إختيار محك يستطيع أن يطلع كتب العلماء يف نوسنتارا اليت سيقرأ وسيعمل اجملتمع وتكون كتبا
علميا يف عامل اإلسالم .ىذا البحث من البحث املكتبوي باستعمال اهلريمينوطيقا ليفسر تلك
األفكار .ويستعمل الباحث املعىن العامة لعملية متجيداألفكار بالواقع .وكذلك يستعمل الباحث
هنج أصول دين اإلسالم لتحليلها.
خالصة ىذا البحث ىو االختيار عند محك مبعن اجلهد والعمل للحصول اىل دراجة االنسانية حتت
رعاية شريعة اهلل اخالص هلل تعاىل .واالختيار عند محك حمدود حبكم هلل وىو القدرة .الن القدرة
واالختيار عنده متسويان .لذالك ,قدرة اهلل على الناس حبسب اختياره .واخريا ,االختيار عند كالم
محك يستطيع ان يكون بناء على جمد احلياة البشرية ,البشرية كمخلوقات اهلل او فردية او اجتماعية.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt atas limpahan segala
karunia, rahmat, dan nikmat-Nya, khususnya nikmat Islam, Iman, dan sehat lahir-
bathin, sehingga saya masih dapat berfikir sehat dan berbuat dengan baik serta
mampu menggerakkan jari-jemari untuk merangkai kata demi kata dalam
menyelesaikan tugas tesis ini. Shalawat dan salam saya haturkan kepada baginda
nabi besar Muhammad Rasulullah Saw, yang telah menyalakan cahaya
peradaban, sehingga kita semua dapat menikmati keterangbenderangan
peradaban hingga saat ini.
Rasa geram dan kalut menyelimuti selama satu setengah tahun berjalan.
Diri ini begitu bersalah karena tidak dapat mengelola waktu yang sangat
berharga untuk menyelesaikan studi. Antara keinginan cepat selesai dan
susahnya mengatur waktu untuk menyelesaikan studi kadang membuat galau dan
resah. Setelah sekian lama terseok-seok, akhirnya, berkat lambaian harapan dan
lecutan ‚cambuk‛ semangat dari ibu tercinta dan tersayang, saya mendedikasikan
untuk fokus memporsikan waktu dalam menyelesaikan tugas tesis ini dengan
waktu yang terukur. Alhamdulillah, dengan konsistensi waktu dan konsentrasi,
tesis ini dapat saya selesaikan sesuai target.
Terima kasih saya sampaikan kepada bapak Prof Dr. Masrie Mansoer,
MA yang telah bersedia membimbing saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu Dr. Atiyatul Ulya, MA, selaku
ketua program magister Fakultas Ushuluddin, dan bapak Maulana, M.Ag, selaku
sekretaris program magister Fakultas Ushuluddin, atas waktu dan kesempatan
yang selalu mengingatkan agar segera menyelesaikan studi dan memberikan
motivasi dan solusi. Tak lupa terima kasih saya sampaikan pula kepada bapak
Prof. Dr. Masrie Mansoer, MA, selaku penguji proposal tesis yang telah
memberikan nilai spesial karena tanpa tatap muka, dan kepada bapak Dr. Media
Zainul Bahri, MA, juga selaku penguji proposal tesis yang memberikan
DAFTAR SINGKATAN
Cet = Cetakan
dkk. = Dan kawan-kawan
Ed. = Editor
H. = Tahun Hijriah
M. = Tahun Masehi
No. = Nomor
QS. = Qur‘a>n, Surat
Saw. = S{alla> Alla>h ‘alaihi> wa Sallam
Swt. = Subh}a>nahu wa Ta’a>la>
t.th = Tanpa tahun
t.tp = Tanpa tempat
tp. = Tanpa penerbit
terj. = Terjemahan
Vol. = Volume
W. = Wafat
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Initial Romanization Initial Romanization
ا A ض D{
ب B ط T{
ت T ظ Z{
ث Th ع ’
ج J غ Gh
ح H{ ف F
خ Kh ق Q
د D ك K
ذ Dh ل L
ر R م M
ز Z ن N
س S ة،ه H
ش Sy و W
ص S{ ي Y
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ Fath}ah} A A
َ Kasrah I I
َ D{ammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Nama
ي... َ Fath}ah} dan Ya Ai A dan I
Fath}ah} dan
و... َ Au A dan U
Waw
C. Vokal Panjang
Tanda Nama Gabungan Nama
a dan garis di
ـــا Fath}ah dan alif a>
atas
i dan garis di
ـــي Kasrah dan ya i>
atas
D{ammah dan u dan garis di
ــــو u>
waw atas
E. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda (ّ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورةtidak ditulis ad-daru>rah melainkan al-
daru>rah, demikian seterusnya.
F. Ta’ Marbu>t}ah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta’ marbu>t}ah ( )ةterdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
jika ta’ marbu>t}ah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta’ marbu>t}ah tersebut diikuti kata benda (isim), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1 طريقة Tari>qah
2 الجامعة اإلسالمية al-ja>mi’ah al-isla>miyyah
3 وحدة الوجود Wah}dat al-wuju>d
G. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD) bahasa Indonesia, antara lain nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abu> H{a>mid al-Ghaza>li>
bukan Abu> H{a>mid Al-Ghaza>li>, al-Kindi> bukan Al-Kindi>).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf
cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul
buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dengan alih
aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ditulis ‘Abd al-S{amad al-Palimba>ni>,
Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nu>r al-Di>n al-Ra>ni>ri>.
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
PENDAHULUAN
merambah luas sejak khalifah Utsman wafat dan pada masa kekhalifan Ali bin
Abi Thalib, yang ditandai dengan pertikaian politik antar kelompok soal
disiplin adalah fithnah al-kubra1 pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Pemikiran kalam menjadi bagian yang lahir dan berkembang dari adanya al-kubra
Terbentuknya faham tersebut lebih dilatari oleh dua perbedaan prinsip, yakni
1
Fitnah yang keji datang dari Mesir berupa tuduhan-tuduhan palsu yang dibawa oleh
orang-orang yang datang hendak umrah pada bulan Rajab. Fitnah tersebut ditujukan kepada
khalifah Utsman tentang beberapa kebijakan yang dilakukan.
2
Syafieh, Sejarah Munculnya Ilmu Kalam dan Kerangka Berfikir Aliran Kalam, Papper,
2013, h. 1
3
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, terjemahan dari
Tarikh al-Madzhahib al-Islamiyah oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, (Jakarta: Logos,
1996), h. vi-vii. Lihat juga Fazlur Rahman, Islam, terjemahan Ahsin Muhammad (Bandung:
Pustaka Salman, 1990), hal. 349
1
2
kesepakatan. Bahkan perbedaan kesepakatan dalam satu forum yang sama juga
dapat memunculkan potensi terbelahnya forum tersebut. Baik itu dalam ranah
seperti ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang tercipta dari
dianugerahkan Tuhan padanya. Akan tetapi masih ada yang belum memahami
sepenuhnya tentang potensi akal itu dan wilayah kegunaannya yang sesuai
dengan prosedur dan hukum yang ditentukan dalam wahyu. Sehingga perbedaan
ketimpangan prestasi dalam kehidupan secara riil terlihat jelas. Misalkan kasus
sama-sama menjadi marketing, karena beda usahanya (bentuk dan cara ikhtiar)
tentu menciptakan prestasi yang berbeda pada para marketing itu. Begitu pula
misalkan sama-sama belajar tentang suatu hal yang sama, bisa terjadi perbedaan
dan tujuan yang istimewa. Anugerah akal merupakan karunia kenikmatan yang
tiada tara dan memiliki potensi kegunaan yang istimewa pula. Dengan akal itu
Allah lainnya. Dengan akal manusia dapat berfikir dan bernalar, berkeinginan,
dan berkemauan. Seolah manusia dapat melakukan apa saja –bahkan yang
Di zaman yang dikatakan penuh dengan inovasi dan kreasi ini dapat
menjadi inspirasi dan pertanda bahwa pada kenyataannya akal memang memiliki
atheis. Berbagai produk dan material dapat tercipta berkat peran potensi akal.
Namun disisi lain masih sering didengar kata nasib, yakni sebuah kata
yang terungkap bagi siapa saja yang merasa mendapat keadaan hidup yang dirasa
baik oleh orang lain atau pun dirasa jelek oleh dirinya sendiri –walaupun ini
mengandung kesan subyektif, masih menjadi kata yang pantas diucapkan untuk
mewakili kondisi kehidupan. ‚Sudah begini mau gimana lagi....‛, atau ‚semua
sering dengar dari seseorang sebagai refleksi dari sebuah kondisi kehidupannya.
sunatullah, qadla, dan takdir. Secara umum, nasib sebagai kata yang diserupakan
Waktu saya kecil ada stigma dan doktrin yang ekstrim. Bahwa setiap
kehidupan seseorang akan selalu mengikuti kondisi orang tua atau keturunannya.
Orang yang pandai dan berposisi prestisius anaknya juga akan menjadi orang
yang pandai dan kaya pula. Sedangkan orang yang lahir dari orang biasa, petani
4
Nasib diantaranya diartikan sebagai sebuah proses sebab akibat yang terjadi karena
adanya program pikiran (sebab) tertentu yang menghadirkan prilaku, emosi, dan atau kejadian-
kejadian yang datang (akibat) sebagai bentuk yang personal dan subyekktif yang akhrnya menjadi
sebuah ‚dunia‛ tersendiri yang dialami oleh subyek yang bersangkutan. –see more at:
http://coacchandrewpeterson.com/nasib-takdir/
5
Za’ba, Falsafah Takdir, penyunting Hamdan Hassan (Pahang-Malaysia: Syarikat
Percitakan Inderapura, 1980), h. 33
4
atau buruh dan atau setara lainnya, maka anaknya pun akan memiliki hidup yang
serupa dengan kondisi orang tuanya. Namun doktrin dan stigma itu sudah luntur
dan pudar sesuai perkembangan zaman. Saat ini semua orang sudah tertanam
berubah dan yang lebih baik bisa dilakukan oleh setiap orang. Walaupun masih
Ada pula persepsi yang mengatakan bahwa rejeki itu sudah diplot oleh
Allah, dan bahkan jodoh dan mati juga sudah ditentukan oleh Allah. Sehingga
sekeras dan sekuat apapun usaha atau ikhtiar yang dilakukan belum tentu
mendapatkan sesuai kadar yang diinginkan. Bahkan bisa jadi apa yang
didapatkan tidak sesuai rencana dan usaha yang dilakukan. Karena semua telah
sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah
َحدَّثَنَا َر ُس ْو ُل اهللِ صلى اهلل عليه وسلم: ال َ َالر ْْحَ ِن َعْب ِد اهللِ ب ِن َم ْسعُ ْوٍد َر ِض َي اهللُ َعْنهُ قَّ َع ْن أَِِب َعْب ِد
ِ ِ ِ ِ َّ وهو
ً ُُثَّ يَ ُك ْو ُن َعلَ َقة،ًْي يَ ْوماً نُطْ َفة َ ْ َح َد ُك ْم ُُْي َم ُع َخ ْل ُقهُ ِِف بَطْ ِن أ ُِّمه أ َْربَع
َ إ َّن أ: ص ُد ْو ُق ْ الصاد ُق الْ َم ََُ
َويُ ْؤَم ُر بِأَْربَ ِع،الرْو َحُّ ك فَيَ ْن ُف ُخ فِْي ِه ُ َ ُُثَّ يُْر َس ُل إِلَْي ِه الْ َمل،ك
ِ
َ ضغَ ًة ِمثْ َل ذَل ْ ُُثَّ يَ ُك ْو ُن ُم،ك
ِ
َ ِمثْ َل ذَل
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ب ِرزقِ ِه وأ ِ ٍ ِ
َ فَ َو اهلل الَّذي لَ إلَهَ َيْي ُرُ إ َّن أ.َجله َو َع َمله َو َشقي أ َْو َسعْي ٌد
َح َد ُك ْم لَيَ ْع َم ُل َ َ ْ ِ ب َكْت:َكل َمات
اب فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ َْه ِل النَّا ِر ِ ِ ِ ِ ِ ْ بِعم ِل أَه ِل
ُ َاْلَنَّة َح ََّّت َما يَ ُك ْو ُن بَْي نَهُ َوبَْي نَ َها إلَّ ذ َراعٌ فَيَ ْسبِ ُق َعلَْيه الْكت ْ ََ
َح َد ُك ْم لَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ َْه ِل النَّا ِر َح ََّّت َما يَ ُك ْو ُن بَْي نَهُ َوبَْي نَ َها إِلَّ ِذ َراعٌ فَيَ ْسبِ ُق َعلَْي ِه ِ
َ َوإ َّن أ،فَيَ ْد ُخلُ َها
6
(اْلَن َِّة فَيَ ْد ُخلُ َها )روا البخاري ومسلم ْ اب فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل ِ
ُ َالْكت
6
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Bad’u al-
Khalq, Bab Zikr al-Malaikah, Nomor Hadits 3208, (Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998), h.
5
makhluk lain, pekerjaan manusia berangkat dari ilmu dan kehendak. Pertama-
617. Abi all-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab al-
Qadr, Bab Kaifiyyah al-Khalq al-Adami fi Bathni Ummmihi, Nomor Hadits 2643, (Beirut: Dar
al-Fikr, 2003), h. 1301.
7
Filosof terkemuka nasrani dan murid dari seorang filosof bernama Agustinus.
8
Abbas Mahmud al-Aqqad, Filsafat Qur’an: Filsafat, Spiritual, dan Sosial dalam Isyarat
Qur’an, cet. II, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 231
6
Salah satu bukti bahwa manusia memiliki ikhtiar adalah pujian dan celaan
pelakunya. Kalau bukan karena ikhtiar, pujian dan kecaman itu tidak ada artinya.
Islam juga menganggap manusia bebas dan mempunyai ikhtiar. Ada banyak
‚Kami ciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur untuk Kami uji.
Kami jadikan mendengar dan melihat. Kami tunjukkan jalan lurus
kepadanya, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.‛
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِِ
َ اب ْاْلخَرة نُ ْؤته مْن َها ۚ َو َسنَ ْج ِزي الشَّاك ِر
ۚين َ اب الدُّنْيَا نُ ْؤته مْن َها َوَمن يُِرْد ثَ َو
َ َوَمن يُِرْد ثَ َو
11
12
َۚوقُ ِل ا ْْلَ ُّق ِمن َّربِّ ُك ْم ۚ فَ َمن َشاءَ فَ ْليُ ْؤِمن َوَمن َشاءَ فَ ْليَ ْك ُف ْر
‚Katakanlah, ‚Kebenaran berasal dari Tuhan kalian. Barang siapa yang
menginginkannya hendaknya ia beriman, dan barang siapa yang tidak
menginginkannya hendaknya ia kafir.‛
9
Rofa’ah, Akhlak, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), h. 183
10
QS. al-Insan:2-3.
11
QS. Ali Imran: 145
12
QS. al-Kahfi:29.
7
13
ت أَيْ ِدي ُك ْم َويَ ْع ُفو َعن َكثِ ٍري ٍ ِ
ْ ََصابَ ُكم ِّمن ُّمصيبَة فَبِ َما َك َسب
َ َوَما أ
‚Bila musibah menimpa kalian, maka itu disebabkan perbuatan kalian
sendiri. Allah mengampuni banyak dosa (yang dilakukan manusia).‛
َ نَّ ْف ِس
ۚك ك ِمن َسيِّئَ ٍة فَ ِمن
َ ََصاب ِ ِ ٍ ِ َ َّما أَصاب
َ ك م ْن َح َسنَة فَم َن اللَّه ۚ َوَما أ
14
ََ
Apa pun yang kamu peroleh berupa kebaikan, maka itu dari Allah (karena
karunia dan kemurahan-Nya), dan apa pun yang menimpamu berupa
keburukan, maka itu dari dirimu sendiri.
15
ض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْرِج ُعو َن ِ ِ ِ ظَهر الْ َفساد ِِف الْب ِّر والْبح ِر ِِبا َكسبت أَي ِدي الن
َ َّاس ليُذي َق ُهم بَ ْع ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ
‚Telah tampak kerusakan di darat dan laut karena disebabkan oleh
perbuatan manusia supaya Allah mereka merasakan akibat kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka mau kembali (ke
jalan yang lurus).‛
ين يُْل ِح ُدو َن ِِف آيَاتِنَا َل ََيْ َف ْو َن َعلَْي نَا ۚ أَفَ َمن يُْل َق ٰى ِِف النَّا ِر َخْي ٌر أَم َّمن يَأِِْت ِآمنًا يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة ِ َّ ِ
َ إ َّن الذ
ِ ۚ ْاعملُوا ما ِشْئتُم ۚ إِنَّه ِِبَا تَعملُو َن ب
ص ٌري َ َْ ُ
17
ْ َ َ
‚Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, maka
tidak tersembunyi bagi Kami. Maka apakah orang yang dilempar ke neraka
itu lebih baik atau orang yang datang di hari kiamat dengan tenang dan
aman? Lakukanlah apa yang kalian inginkan, sesungguhnya Allah Maha
Melihat apa yang kalian perbuat.‛
13
QS. asy-Syura [42]: 30
14
QS. an-Nisaa [4]: 79
15
QS. ar-Rum [30]:41
16
QS. al-Baqarah [2]: 286
17
QS. Fushilat [41]: 40
8
18
إِ َّن اللَّهَ َل يُغَيِّ ُر َما بَِق ْوٍم َح ََّّت يُغَيِّ ُروا َما بِأَنْ ُف ِس ِه ْم
‚…sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri‛
mereka sendiri dan menyatakan bahwa yang menimpa mereka adalah hasil
perbuatan mereka. Atas dasar ini, manusia dalam pandangan Al-Qur’an adalah
berseberangan dengan hadits riwayat Bukhori dan Muslim di atas. Dimana Tuhan
telah menetapkan rizki, ajal, amal, dan bahagia atau duka kepada manusia.
Empat hal itu sudah diplot secara rinci kah atau masih bersifat global dan umum?
manusia pantas menjadi khalifah di bumi. Dan salah satu kualitas unggulan yang
tidak dimiliki oleh makhluk lainnya (pengecualian jin dalam kosmologi spiritual)
adalah kehendak bebas (free will). Dari perspektif persamaan Allah dengan
Allah –sehingga tidaklah sama dengan kehendak Allah, dan oleh karenanya
kehendak bebas manusia memiliki kebebasan yang terbatas (limited free will).
18
Qs. al-Ra’du [13]: 11
19
Cendekiawan asal India dengan karya tafsir fenomenalnya yang berjudul The Holy
Quran.
9
asasi, sebuah center of power dalam kepribadian atau jiwa manusia.20 Pada
perspektif yang lain juga dikatakan bahwa kehendak bebas manusia yang limited
Allah atas manusia. Sehingga apapun pilihan perbuatannya, prilaku baik atau
yang baik dan yang buruk. Manusia bahkan dikatakan di-back up sepenuhnya
oleh Al-Qur’an dalam kebebasan memilih apa yang menjadi suka hatinya.22
dikatakan tidak ada, dan hanya kiasan belaka. Karena iradah yang dimiliki
manusia merupakan anugrah yang tanpa fungsi bila tidak ada kehendak dari
Allah. Segala perbuatan dan rencana manusia tidak akan terwujud bila tanpa izin
dan ridla dari Allah. Pelaku sebenarnya adalah Allah, Allah-lah yang berkuasa
20
M. Samsul Hady, M. Ag, Islam Spiritual: Cetak Biru Keserasian Eksistensi, (Malang:
UIN-Malang Pess, 2007), h. 244-245.
21
Ahmad Amin, Al-Akhlaq (tp, tt), terjemahan Indonesia oleh KH. Farid Ma’ruf, Etika
(Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 46
22
Za’ba, Falsafah Takdir, h. 80
10
buruk datangnya dari manusia itu sendiri. Perbuatan baik akan diganjar dengan
pahala, dan perbuatan jahat akan diganjar dengan siksa (dosa).23 Pendapat ini
Perdebatan tentang teologi Islam selama ini seolah selalu berkutat pada
dan solusi yang baik terhadap kehidupan manusia. Untuk itu, dalam tesis ini akan
mengkaji lebih lanjut tentang ikhtiar yang konstributif, yakni bagaimana ikhtiar
mampu memberikan konstribusi terhadap pola hidup manusia yang lebih indah,
harmonis, dan membahagiakan bagi manusia. Baik itu secara pribadi, sosial,
Sugesti, tuntunan, aturan, dan panutan tentang tata cara hidup sudah
disyiarkan oleh para ustadz, ulama, dan mutakallimin. Baik berupa kitab,
khutbah, maupun tabligh yang corak dan nuansanya Islam Nusantara. Dimana
telah kita ketahui bersama bahwa corak dan karakter untuk Islam nusantara
terpandang akan pemikiran kalam dan corak tablighnya yang moderat adalah
yang cukup berbeda dengan lainya semisal Prof. Dr. Harun Nasution, KH. Agus
23
Fethullah Gulen, Qadar: Di Tangan Siapakah Takdir atas Diri Kita?, cet. III, edisi
terjemahan dari judul asli al-Qadaru fi Dhau-i al-Kitab wa al-Sunnah, (Jakarta, Republika Press,
2005), h. 28-31
11
Salim, dan HM. Rasjidi, walaupun sisi rasionalitasnya tidak jauh beda. Sosok
cendekiawan muslim yang telah mendapatkan tempat yang cukup besar di hati
kalam Hamka untuk dianalisa lebih lanjut mengenai persoalan ikhtiar yang
B. Pembatasan Masalah
1. Studi ini melakukan kajian tentang ikhtiar dalam ilmu kalam. Studi ini
2. Pengkajian pemikiran ikhtiar ini dilakukan pada salah satu tokoh, yakni
Hamka.
C. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
12
E. Kajian Pustaka
13
Hamka merupakan tokoh yang hadir pada dua dekade, yaitu dekade pra
tokoh yang memiliki latar belakang pembelajaran yang islami dan karakter
sosok yang dikenal masyarakat sebagai ulama, politikus, sastrawan, dan juga
pemikir Islam yang moderat. Dengan persona pribadi dan keilmuanya, banyak
ilmiah. Tulisan karya Hamka meliputi keislaman, politik, sastra, hak asasi
Kupasan pemikiran Hamka dalam bentuk skripsi yang terbaru antara lain
kalam Hamka yaitu tentang hakekat dan sifat Tuhan, kemudian karya kedua
dan ketiga merupakan galian pemikiran dari tasawuf Hamka. Karya skripsi
lain yang banyak terkupas dari pemikiran Hamka sangat variatif, khususnya
Qomariyah, dan ‚Hati dalam Tafsir Al-Azhar Hamka‛ karya Jejen, keduanya
dari FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian tesis yang berjudul
‚Buya Hamka: Antara Kelurusan ‘Aqidah dan Pluralisme‛ yang ditulis oleh
14
Akmal Sjafril dari Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Dalam tesis tersebut
mengupas tentang beberapa ayat dalam tafsir al-azhar Hamka. Kandungan isi
tesis antara lain tentang janji keadilan dari Tuhan kepada seluruh manusia.
Selain itu juga menjelaskan tentang toleransi dan pluralisme dalam agama.
Dari ketiga tesis tersebut hanya tesis karya Akmal Syafril yang berbicara
tentang kalam.
Kemudian dalam bentuk disertasi adalah karya ilmiah Prof. Dr. Yunan
Yusuf yang yang berjudul ‚Corak Pemikiran Kalam Hamka dalam Tafsir Al-
Azhar: Sebuah Telaah atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam .‛ Dalam
corak pemikirannya. Dan masih banyak lagi tulisan karya ilmiah yang tersebar
dalam bentuk skripsi, tesis, maupun disertasi dengan berbagai judul dan
bersinggungan dengan judul yang penulis angkat dalam proposal kali ini. Oleh
karena itu, sangat penting mengkaji pemikiran kalam Hamka, sebagai ulama
demikian masih banyak pula pokok pikiran Hamka yang masih belum terkaji
manusia. Walaupun dalam disertasi Prof. Dr. Yunan Yusuf telah menguraikan
dengan baik semua pokok pikiran kalam Hamka, begitu pun soal ikhtiar yang
juga tersebutkan dengan baik dalam karya tersebut, namun penulis tidak
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Sumber Data
Data-data penelitian ini secara umum ada dua kategori, yaitu data
24
Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner , (Yogyakarta: Paradigma,
2010), h. 134
25
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013), h. 4
16
penelitian. Sehingga hanya sebagian juz saja yang penulis jadikan acuan
data. Sedangkan untuk sumber data sekunder berupa literatur yang berisi
ini berupa data yang didasarkan atas jenis sumber tulisan dan gambaran.
26
Dalam penelitian kualitatif, teknik dalam pengumpulan data dapat dilakukan dengan
cara observasi, interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi, dan triangulasi
(gabungan). Lihat, Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008),
h. 240
17
sesuai dengan kebutuhan terhadap obyek penelitian. Dalam hal data teks
maupun interpretasi.
27
Faris Pari, Hermeneutika Paul Ricoeur untuk Penelitian Keagamaan: Kajian
Metodologi dan Terapan terhadap Kebudayaan Shalat dan Makam Sunan Rahmat Garut ,
Disertasi, 2005, h. 60
18
pada biografi pembuat teks, kondisi sosial pembuat teks, dan aktifitas
pada teks primer dan sekunder sebagai pendukung untuk mencapai hasil
pada bab III. Sedangkan hasil dari proses memahami (makna universal)
28
E. Sumaryono, Hermeneutika sebagai Metode Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1993), h. 57
29
Faris Pari, Hermeneutika Paul Ricoeur untuk Penelitian Keagamaan: Kajian
Metodologi dan Terapan terhadap Kebudayaan Shalat dan Makam Sunan Rahmat Garut ,.....,h. 59
30
Teologi Islam secara pengertian adalah ilmu yang secara sistematis membicarakan
tentang persoalan ketuhanan dan alam semesta, diantaranya tentang hidup manusia, menurut
perspektiif Islam yang harus diimani, dan hal-hal yang terkait dengan ajaran Islam yang harus
diamalkan, guna mendapatkan keselamatan hidup (dunia dan akhirat). Lihat, Atika Halim,
Teologi Islam, Papper, 2012, h. 1
19
G. Sistematika Penulisan
dilengkapi dengan sub bab-sub bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang
Bab kedua berisi kajian teori. Dalam bab ini dipaparkan pokok bahasan
hidup dan tujuan hidup manusia, harkat dan signifikansinya bagi kehidupan
manusia. Bab ketiga memaparkan tentang sosok Buya Hamka yang meliputi
ini pula akan dibahas tentang ikhtiar dalam pemikiran kalam Hamka dan
Dan sebagai penutup adalah bab kelima, yang memuat kesimpulan yang
saran konstruktif.
BAB II
KAJIAN TEORI:
Arab ٌ ٌيختار- اختارyang berarti memilih, satu akar kata dengan kata خير
yang berarti baik. Berdasar pada asal kata tersebut, ikhtiar diartikan
memilih mana yang lebih baik diantara yang ada, atau mencari hasil yang
pribadi dan tidak diperbudak oleh sesuatu yang lain kecuali oleh keinginan
sendiri dan kecintaannya pada kebaikan.6 Atau, ikhtiar adalah usaha yang
1
Ikhtiar adalah wujud ejawantah dari takdir Tuhan yang berkaitan dengan akal fikiran,
kemauan, kemampuan, dan kebebasan manusia dalam berbuat. Lihat Sudirman Tebba,
Nikmatnya Iman: Menenangkan Hati dan Pikiran, (Tangerang: Pustaka irVan, 2007), h. 141
2
Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, ketua penyusun:
Prof. Dr. H. Harun Nasution, (Jakarta: IAIN Press, 1992), h. 110
3
Kebebasan dalam Islam terdapat dalam salah satu istilah syariat; ikhtiar yakni memilih
yang baik. Kebebasan yang berlandaskan pada aturan agama, yakni kebebasan yang terbatas dan
terikat oleh kehendak Allah. Lihat Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan
Islam Syed M. Naquib Al Attas, (Bandung: Mizan, 2003), h. 102. Lihat juga Hamka Haq, Al-
Syatibi: Aspek Teologis Konsep Maslahah dalam Kitab Al-Muwafaqat, (Jakarta: Erlangga,
2007), h. 193
4
Azuar Juliandi, Parameter Prestasi Kerja dalam Perspektif Islam, Jurnal Manajemen dan
Bisnis, Vol.14, No.1, 2014, h. 43
5
Aries Fatma, Cara Cepat Meraih Prestasi Diri, (Jakarta: LPDS, t.th.), h. 34
6
Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, (Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation,
2010), h. 252
20
21
menurut syari’at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum.
baik‛, yakni melakukan segala sesuatu yang selaras dengan tuntunan Allah
dan Rasul-Nya.8 Orang yang berikhtiar berarti dia memilih suatu pekerjaan
sesuai syariat agar dapat berhasil dan sukses sesuai yang dikehendaki.
yang berlaku dalam bidang yang diusahakan9, dan sesuai kaidah Islam,
dengan disertai doa kepada Allah agar usahanya berhasil dengan baik.
7
‚Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju
Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.‛ (Q.S. Al-Insyiqaq [84]:6). ‚Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.‛
(Q.S. Al-Insyirah [94]:7). Sungguh-sungguh merupakan bukti kesadaran manusia yang beriman
dan berkehendak untuk prestasi, baik di dunia maupun di akhirat. Untuk itu, sungguh-sungguh
dalam usaha (ikhtiar) merupakan bentuk ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Lihat Azuar
Juliandi, ‚Parameter Prestasi Kerja dalam Perspektif Islam‛,....., h. 41.
8
Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al
Attas, ....., h. 102
9
Bidang yang dimaksud berupa disiplin keilmuan, baik teologi, filsafat, tasawuf,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lainya, yang dikategorikan dalam pengetahuan untuk
kemaslahatan umat.
22
tama apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai
Pemilihan dan penentuan ide, gagasan, dan cara yang baik, maka akan
menghendaki manusia untuk berusaha, dan manusia akan dibalas oleh Allah
10
Berusaha yang dilakukan dengan pertimbangan sesuai kaidah Islam dan didahului niat
dan disertai doa, maka usaha itu bernilai ibadah. Dilakukan dengan waspada dan hanya mencari
ridha-Nya. Itu adalah asas hidup yang benar yang sesuai asas takwa. Nurcholis Madjid, Asas
Hidup Takwa, penyunting: Asrori S. Karni & Lina Sellin, (Jakarta: Noura Books, 2015), h. 18
11
Ikhtiar itu usaha yang dilakukan dengan penuh semangat, giat bekerja, dan optimis.
Dilakukan sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki. Ikhtiar adalah lawan dari kelemahan,
kemalasan, dan bahil. Supriyanto, Tawakal bukan Pasrah, (Jakarta, Qultum Media, 2010), h. 16
12
Ayat-ayat mengenai ikhtiar ini banyak dijumpai di dalam Al-Qur’an yang dapat
menjadi pedoman bagi setiap manusia untuk selalu berusaha dalam kehidupan di dunia ini. ‚Dan
dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi diri mu,
tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-
apa yang kamu kerjakan.‛ (QS. Al-Baqarah [2]:110). ‚Itu adalah umat yang lalu; baginya apa
yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan
diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.‛ (Q.S. Al-Baqarah
[2]:134). ‚Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikurniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada
apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.‛ (Q.S. An-Nisa [4]:32). ‚Dan Dialah Allah (yang disembah), baik di
langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan
dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.‛ (Q.S. Al-An’am [6]:3). ‚Itulah orang-orang
yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?‛ (Q.S. Huud [11]:16).
‚Agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan.
Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya.‛ (Q.S. Ibrahim [14]:51). ‚Dan barang siapa yang
menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia
adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.‛ (Q.S.
Al-Isra’ [17]:19). ‚Berbuatlah (dan bergeraklah), karena Allah, rasul, dan orang-orang beriman
akan menjadi saksi atas perbuatan kita." (QS At-Taubah [9]: 105). ‚Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan apa pun yang telah kita lakukan, kecuali selalu ada nilai di hadapan-Nya.‛ (QS
23
(ت
ٌِ ٌْجاحٌ ٌبٌا ِلسٌكٌو
ٌَ ٌت ٌالن ٌَ )ٌلٌَْي. Tidak mungkin emas jatuh tiba-tiba dari langit.
ٌِ س
Memilih sesuatu yang terbaik adalah kebebasan yang sejati, dan untuk
mana yang buruk.13 Sedangkan memilih sesuatu yang buruk adalah pilihan
memilih sesuatu yang terbaik, atau bebas berusaha meraih yang terbaik
Ali Imran [3]: 191). ‚…sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.‛ Qs. al-Ra’du [13]: 11. ‚Apabila
telah di tunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia allah dan
ingatlah allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.‛ Qs. al-Jumua’’ah [62]: 10. Dalam hadits
juga disebutkan antara lain: ‚Sesungguhnya nilai amal itu tergantung niatnya, dan setiap
pekerjaan akan mendapat (pahala) dari apa yang ia niatkan.‛ (HR. Abu Dawud). ‚Dari Zabir bin
‘Awam, bahwa Nabi Saw. berkata: sungguh jika sekiranya salah seorang di antara kamu
membawa talinya (untuk mencari kayu bakar) kemudian ia kembali dengan membawa seikat kayu
di punggungnya lalu ia menjualnya sehingga Allah mencukupi kebutuhanya (dengan hasil itu)
adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, baik mereka memberi atau mereka
menolak.‛ (HR. Bukhari). Lihat Azuar Juliandi, ‚Parameter Prestasi Kerja dalam Perspektif
Islam‛, ....., h. 43-44
13
Nilai baik-buruk dalam Islam terkonsep dalam akhlak, yang ukurannya adalah wahyu
Allah yang universal. Lihat Wahyuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi,
(Jakarta: Grasindo, 2009) h. 52
14
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al
Attas, ....., h. 102
15
Muhim Kamaluddin, ‚Kebebasan dalam Pandangan Islam‛, InPAS: Institut Pemikiran
dan Peradaban Islam, Desember 2013.
24
memiliki nilai ibadah apabila diawali dengan niat tulus karena Allah.
Karena niat merupakan lokomotif yang akan menentukan sebuah hasil, baik
tiada tara dan dapat dipastikan memiliki potensi kegunaan yang istimewa
16
Asep Yudi dan Yana Suryana, Muslim Kaya, Pintu Surga Terbuka, (Bandung: Ruang
Kata, 2013), h. 43
17
Banyak ayat Al-Qur’an yang diakhiri dengan kata ta’qilun, tatafakkarun, tubshirun,
yafqahun, dan tatadzakkarun. Kata-kata tersebut konotasinya adalah akal (merenung, berfikir,
dan mengerti). Kata al-hayawan al-nathiq adalah istilah dalam ilmu mantiq, lihat Jalaluddin &
Abdullah Idi, M. Ed, Filasfat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan , (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2014), h. 132-133
18
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 2000),
Cet. VI, h. 139.
25
Manusia dalam Islam disebutkan berasal dari kata insan dan basyar.
Insan berasal dari kata nasiya (yang suka lupa) dan kata anasa yang
mana yang benar atau salah. Dengan kata insan menunjukkan manusia
alamiah yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, yakni makan,
memahami dengan benar dan tepat isi dan makna kandungan Al-Qur’an.
Qur’an. Ini berarti bahwa pemikiran dalam Islam selalu bertolak dari Al-
19
Dalam filsafat manusia, dengan daya tahu yang ada pada manusia, karena berakal,
membuat manusia selalu berusaha dan menyelidiki segalanya. Lihat Poedjawijatna, Manusia
dengan Alamnya (Filsafat Manusia), (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), Cet. III, h. 50.
20
Ibnu Mandzhur, Lisan al-‘Arab, (Baerut: Dar al-Ihya al-Turats al-Arabi, 1988), h. 306
21
Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan , cet. I, (Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana, 1999), h. 4-5.
22
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar; Sebuah Telaah dalam
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 56
26
kalam yaitu akal dan wahyu, fungsi wahyu, free will dan predestination23,
iman dan kufur, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, keadilan Tuhan,
Pembahasan persoalan kalam yang lain seperti takdir, qadla, qadar, dan
tentang free will dan predestination dan keadilan Tuhan. Dimana persoalan
tentang ikhtiar juga secara implisit tersebutkan dalam masalah free will
keadilan Tuhan.25
23
Free will adalah perbuatan yang dimulai dengan niat, rencana, pilihan, sampai hasil
akhir. Perbuatan itu merupakan tanggung jawab penuh manusia yang akan diminta
pertanggungjawabannya oleh Allah. Dikenal dalam bahasa yang lain dengan kebebasan
berkehendak (iradah), dimana ikhtiar adalah bentuk dari kebebasan dalam berkehendak. Lihat
Muhammad Mahdi Al-Asyifi, Mencerdaskan Hawa Nafsu, (Jakarta: Misbah, 2004), h. 42.
Sedangkan predestination adalah kekuasaan Tuhan atau kehendak mutlak Tuhan, yang dalam
Islam disebut dengan qodho wa qadar. Dalam istilah umum indonesia disebut dengan takdir.
Lihat W. Montgomery Watt, dkk, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik Sejarah, (Jakarta: Tiara
Wacana, 1999), h. 109. Lihat juga TH. Lathief Rousydiy, Agama dalam Kehidupan Manusia,
(Jakarta: Rimbow, 1986), h. 252.
24
Pengkategorian persoalan yang menjadi kajian para mutakallimin dalam kalam
disarikan dari beberapa literatur, diantaranya yaitu Tsuroya Kiswati, Al-Juwaini Peletak Dasar
Teologi Rasional dalam Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. ix-x, A. Athailah, Rashid Ridha;
Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al-Manar, (Jakarta, Erlangga, 2006), x-xi, Hamka Haq,
Al-Syatibi; Aspek Teologis Konsep Maslahah dalam Kitab Al-Muwafaqat, (Jakarta: Erlangga,
2007), h. viii-ix, Tim Penulis, Sejarah Pemikiran dalam Islam, pengantar: Harun Nasution,
(Jakarta: Pustaka Antara-LSIK, 1996), h. III, Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-
Azhar; Sebuah Telaah Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam ,..., h. xii-xiii, Harun Nasution,
Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), cet. V, h.
iii.
25
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam
27
dan upaya untuk mewujudkan keinginan itu. Untuk itu, manusia yang
kebebasan dalam kemauan dan perbuatan (free will dan free act atau
melupakan bahwa di atasnya masih ada kekuatan dan kekuasaan yang lebih
tinggi.27
26
. Pemikiran Muhammad Abduh, filosof Islam dan teolog modern dari Mesir, guru dari
Muhammad Rasyid Ridha, tentang kebebasan manusia senada dengan tokoh pemikir teologi
lainya, yakni seorang pemimpin dan ahli hukum India yaitu Amir Ali (1849-1928 M). Yang
berpendapat bahwa manuisa memiliki kekuasaan atas tingkah laku dan perbuatannya disertai
tanggung jawab atas perbuatannya itu. Amir Ali juga menyatakan bahwa kemajuan umat Islam
dan berkibarnya panji-panji ilmu pengetahuan tergantung pada optimalisasi ide-ide rasional dan
kebebasan berusaha/berkehendak. Lihat Amir Ali, The Spirit of Islam, (New Delhi: Low Price
Publications, 1995), h. 403-405.
27
Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), Cet.
I, h. 78. Lihat juga Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 66. Lihat juga Anisatul Mardiyah, Pemikiran Teologi Islam
Modern, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), h. 18
28
ada paksaan bagi manusia untuk beramal dan penentuan pilihan perbuatan.
Manusia diberikan akal untuk dapat mengetahui mana yang baik dan mana
pahala, jika perbuatan itu jahat maka pelakunya akan memperoleh siksa.29
kelompok faham klasik tersebut tetap menjadi kiblat dan pijakan utama.
Karena para pemikir teologi Islam modern dan kontemporer selain kutub
faham.
28
Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), h. 2
29
Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern,.........., h. 79. Lihat juga Harun
Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI Press, 1987), h. 53.
29
bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zalim dengan
perbuatannya tanpa ada paksaan sedikit pun dari Tuhan, dan manusia juga
diwujudkan oleh manusia dengan daya yang dimiliki.32 Tidaklah adil jika
akan bisa melampaui perbuatan Allah. Apa yang dilakukan oleh manusia
berada dalam kekuasaan dan kehendak Allah, sebuah hukum alam semesta
dari kehendak manusia, seperti api membakar, es itu dingin, dan menggigil
terjadi di tangannya.
perbuatan manusia itu berasal dari manusia itu sendiri. Allah telah
35
Muhammad Abduh memberikan arti sunnatullah adalah hukum alam ciptaan Allah
yang tersistem dan terukur. Menurutnya, di dalam Al-Qur’an tersebutkan sunnatullah berlaku
tetap dan tidak pernah berubah. Rasyid Ridha, murid Muhammad Abduh, juga mempercayai
hukum sebab-akibat ini (sunatullah). Menurut aliran Mu’tazilah, dengan adanya sunnatullah itu
kekuasaan Allah menjadi tidak mutlak lagi. Dengan sunnatullah itulah Allah memberlakukan
Maha Adil-Nya. Lihat Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam,......, h. 182-183. Lihat juga
Anisatul Mardiyah, Pemikiran Teologi Islam Modern,...., h. 17-24. Dalam surah al-Ahzab ayat 62
disebutkan ‚dan tidak akan engkau jumpai perubahan pada Sunnah Allah‛ (( ولن جتد لسنّة اهلل تبديال
36
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam,.........., h. 162-163
31
saja yang dikehendaki, dan semua peristiwa yang terjadi adalah kehendak
ا
Allah (وماٌتشاءونٌاّلٌأنٌياشاءٌهللا ).38
Begitu pula Tuhan dapat menghendaki baik atau buruk bagi manusia
37
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam,..........., h. 163-165
38
Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, Kitab Al-Luma’: Arrod ‘ala Ahl al-Zig wa al-Bada’,
(Mesir: Matba’ah al-Munir, t.th), h. 46-47
39
Zainal Arifin Purba, ‚Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilannya: Analisa Perbandingan
antar Aliran‛, Jurnal IAIN Padang Sidimpuan, Vol. 2, No. 1, 2016, h. 86
40
Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, ......, h. 184. Lihat Abu Al-Hasan Ali
Ibn Isma’il al-Asy’ary, Al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah, (Madinah: Markaz Syu’un al-Da’wah,
1410 H), h. 168
32
perbuatannya (ٌ)وهللا ٌخلقكم ٌوما ٌتعملون, dan menciptakan apa-apa yang tidak
mereka, pertanggungjawaban itu terkait erat dengan kasb dan usaha dari
perbuatan manusia adalah Allah, namun manusia diberi daya dan pilihan
Untuk itu, manusia bukanlah fa’il, tetapi kasib.42 Ini mengandung arti
pada manusia, dan kuasa itu tidak memiliki pengaruh yang hakiki dalam
sebenarnya.43
41
Kitab Al-Luma’: Arrod ‘ala Ahl al-Zig wa al-Bada’,....., h. 69
42
Abu al-Hasan ‘Ali ibn Isma’il al-Asy’ary, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-
Musallin. al-(Qahirah: Maktabat al-Nahdah al-Misriyyah, 1950), Jilid I, h. 315 dan Jilid II, h. 221.
Lihat juga Abu al-Hasan ‘Ali ibn Isma’il al-Asy’ary, Kitab Al-Luma’: Arrod ‘ala Ahl al-Zig wa
al-Bada’,....., h. 76
43
Muhammad Syarif Hasyim, ‚Al-Asy’ariyah: Studi tentang Pemikiran Al-Baqillani,
Al-Juwaini, Al-Ghazali‛, Jurnal Hunafa, Vol. 2, No. 3, Desember 2005, h. 6
33
Tuhanlah yang menentukan berhasil atau tidaknya, atau seberapa jauh hasil
44
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, ....., h. 106
45
Tokoh penerus Al-Asy’ariyah dan purifikatif terhadap pemikiran gurunya Al-Asy’ari
ini memiliki nama Al-Qadi Abu Bakar Muhammad ibnu al-Tayyib ibn Muhammad ibn Ja’far ibn
al-Qasim Abu Bakar al-Baqillani. Lihat Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi
tentang Persamaan dan Perbedaaannya dengan Al-Asy’ari, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya, 1997), h. 13
46
Salah satu tokoh faham Asy’ariyah setelah Al-Baqillani ini memiliki nama Abul
Ma’ali ‘Abdul Malik bin ‘Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Hayyuwiyyah
Al-Juwaini An-Nisaburi, guru dari Imam Al-Ghazali. Lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 1997), cet. VII, h. 328. Dan lihat Muhammad Al-
Zuahili, Imam Al-Juwaini, (Damaskus: Darul Qalam, 2002), h. 79-81
47
Abu al-Ma’ali ‘Abd al-Malik ibn al-Shaykh Abi Muhammad Al-Juwayni, al-‘Aqidah
al-Nizamiyyah, (al-Qahirah: Maktabat al-Kulliyyah al-Azhariyyah,1979), h. 34. Al-Qadi Abu
Bakr Al-Baqillani, Kitab al-Tamhil al-Awa’il wa Talkhis al-Dala’il, (Bayrut: al-Maktabah al-
Sharqiyyah, 1957), h. 347. Al-Shahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), h. 97-
98.
34
tidak ada qudrat bagi manusia, dan tidak ada pula iradah dan tidak ada
berpegang kepada nash semata, karena menurutnya hal itu akan membawa
Islam kepada jumud dan mundur. Sebaliknya ia juga tidak setuju dengan
kehancuran (al-dimar).50
bahwa manusia dan perbuatannya adalah ciptaan Allah. Akan tetapi dalam
48
Nukman Abbas, Al-Asy’ari: Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan , (Jakarta:
Erlangga, 2002), h. 236.
49
Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 141.
50
Nukman Abbas, Al-Asy’ari: Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir Tuhan , ......, h.
237-238. Lihat juga Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), ....., h. 60
51
Nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Abu Mansur Al-Maturidi,
ia dilahirkan di sebuah kota yang bernama Maturid, Samarkand (Uzbekistan), Asia Tengah. Ia
lahir sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil
dinasti Bani Abbasiyah (232-274 H/847-861 M). Lihat Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu
Kalam), ....., h.70. Lihat juga Lajnah Ta’lif wa al-Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Aswaja an-
Nahdliyah, (Surabaya: Khalista, 2007), cet. II, h. 12.
35
Manusia diberikan hukum dan upah atas perbuatan yang dikehendaki dan
52
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, ......., h.
127
53
Pemikiran tentang waktu pemberian daya dari Allah ke manusia dalam konteks
pelaksanaan perbuatan ini sama dengan pemikiran al-Juwaini. Pengikut al-Asy’ary ini memiliki
pemikiran yang agak rasional dibanding al-Asy-ary dan al-Baqillani. Al-Juwaini mengatakan
bahwa manusia memiliki sumbangan yang efektif terhadap perbuatannya. Lihat Syafeih, ‚Konsep
Al-Kasb Al-Asy’ariyah dan Modernisasi dalam Islam‛, Papper, 2014.
54
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, ......., h.
113-116
36
Dengan daya itu manusia bebas ber-iradah dan berikhtiar, tetapi manusia
tidak bebas dan lepas kendali dari Allah.55 Manusia tersusun dari materi,
alam yang diciptakan Allah, juga manusia adalah makhluk yang diciptakan
Allah yang harus tunduk dan ibadah kepada-Nya. Oleh karenanya, manusia
qudrah Allah dan qudrah manusia tidak bertentangan. Qudrah Allah itu
melakukan perbuatan yang baik, maka Allah pun menciptakan qudrah pada
niatnya itu. Atau, ia berniat melakukan perbuatan yang jelek, maka Allah
berdosa akan niatnya itu. Tuhan akan memberikan upah dan hukuman
mengkonsekuensikan pahala dan dosa bila orang itu sedang tidak memiliki
al-qasd, seperti anak kecil dan orang yang sedang tidur. Perbuatan itu
teori masyiah dan ridha ke dalam masalah ini. Manusia melakukan segala
perbuatan baik dan buruk atas kehendak (masyi’ah) Tuhan. Tetapi, tidak
58
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.
195
59
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawwuf, (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 1995), cet. III, h. 73
60
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, ....., h.
116, Supriadin, ‚Al-Asy’ariyah: Sejarah, Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan Doktrin-doktrin
Teologinya‛, Sulesana, Volume 9, Nomor 2, Tahun 2014, h. 69, Syarif Hasyim, ‚Al-Asy’ariyah:
Studi tentang Pemikiran Al-Baqillani, Al-Juwaini, Al-Ghazali‛, Jurnal Hunafa, Vol. 2, No. 3,
Desember 2005, h. 6. Urutan dari daya - hasil merupakan analisa penulis setelah menganalisa
pemikiran aliran tentang konsep perbuatan manusia.
61
Kasb bermakna dasar menginginkan, mencari, dan memperoleh. Diartikan sebagai
suatu perbuatan yang timbul dari manusia dengan perantaraan daya yang diciptakan oleh Allah.
Lihat Supriadin, ‚Al-Asy’ariyah: Sejarah, Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan Doktrin-doktrin
Teologinya‛, ....., h. 69
38
perbuatan. Dari perbuatan itu kemudian lahirlah satu hasil yang diinginkan.
1. Makna Hidup
mereka semua itu hidup. Hidup dan geraknya manusia dan makhluk lainnya
tiada lain karena adanya unsur wujud jasmani dan ruh. Manusia tidak
mungkin hidup hanya dengan jasmani saja. Untuk itu, hidup pada
hakekatnya adalah ruh. Tiada adanya ruh, jasmani atau raga tiada guna.62
Secara etimologis, makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari
suatu kata, benda, atau keadaan.63 Makna dalam istilah bahasa arab adalah
62
Ahmad Chodjim, Annas: Segarkan Jiwa dengan Surah Manusia, (Jakarta: Serambi,
2004), h. 168
63
Bambang Thiptadi, Tata Bahasa Indonesia, cet. II, (Jakarta: Yudistira, 1984), h. 19.
64
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 603.
39
Hidup diartikan keadaan suatu benda65 yang karena kekuatan Zat yang
Maha Kuasa benda itu dapat bernafas. Arti yang lain disebutkan hidup
adalah pertalian antara roh dan badan serta hubungan interaksi antar
keduanya. Hidup juga dapat diartikan sesuatu sifat yang dengan sifat itu
Lahir adalah awal kehidupan dan mati adalah akhir kehidupan.67 Makna
hidup adalah arti atau maksud dari hidup itu sendiri, yakni suatu yang
dapat dijadikan sebagai tujuan hidup. Hakekatnya relatif karena makna dari
sebuah hidup manusia tergantung dari cara pandang dan penilaian masing-
Kehidupan adalah serba-serbi dari pada hidup itu sendiri, mulai dari
makhluk itu lahir sampai dengan mati. Hidup akan berarti atau bermakna
65
Yang dimaksud dengan keadaan benda itu adalah fungsi paru-paru dan peredaran darah
bagi manusia dan binatang, atau insang bagi sebagian ikan, atau kulit dan daun bagi sebagian
tumbuh-tumbuhan.
66
Didiek Ahmad Soepadi, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.
183
67
Inu Kencana Syafiie, Filsafat Kehidupan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 3
68
Komarudin Hidayat, Psikologi Kebahagiaan: Merawat Bahagia Tiada Akhir, (Jakarta:
Naura Books, 2013), h. 118-119
69
Dengan menghayati pekerjaan atau kegiatan sebaik mungkin, seorang akan
mendapatkan kebahagiaan sebagai efek sampingnya. Untuk menemukan makna hidup, orang
harus menghayati bahwa pekerjaan atau aktifitas adalah amanah, rahmah, dan ibadah. Kebaikan,
kebenaran, dan keindahan akan dapat ditemukan saat interaksi dilakukan dengan orang lain atau
sesuatu yang lain. Lihat JB. Suharjo B. Cahyono, Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri yang Tak
Terbatas, (Jakarta: Gramedia, 2011), h. 209 & 212.
40
Misalnya cinta anak, cinta harta, cinta pangkat dan sebagainya. Tetapi
yang kekal dan abadi adalah cinta secara sepiritual, yaitu cinta kepada
Tuhan.70
baik, kerja dan karir yang baik, dan teman dan komunitas yang baik. Dari
ketiga zona tersebut dikatakan bahwa zona keluarga yang baik adalah yang
besar bagi kehidupan seseorang. Kemana pun seorang pergi, dan apapun
yang dilakukan seorang di luar rumah, pada akhirnya akan kembali dan
berlabuh ke rumah.71
mengubah semua keadaan dan semua yang kita temui menjadi cahaya dan
nyala. Setiap orang selalu ingin menangkap nilai dan perspektif dari hal-
hal yang bersifat sementara, dan melepaskan diri dari putaran arus
kehidupan sehari-hari.72
70
Inu Kencana Syafiie, Filsafat Kehidupan,...,h. 3-4
71
Komarudin Hidayat, Psikologi Kebahagiaan: Merawat Bahagia Tiada Akhir, ....., h.
116
72
Jalaluddin Rakhmat, Kata Pengantar dalam Homo Philipus l\ile (Ed.), Kamus Filsafat,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. v.
41
sifatnya unik dan personal. Artinya, apa yang dianggap berarti oleh
seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin, apa yang
dianggap penting dan bermakna pada saat ini oleh seseorang belum tentu
sama bermaknanya bagi orang itu pada saat lain. Dalam hal ini, makna
hidup seseorang dan apa yang bermakna baginya biasanya bersifat khusus,
berbeda dengan orang lain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula.
Kedua, makna hidup itu spesiflk dan konkrit. Artinya, dapat ditemukan
dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak selalu harus
merekahnya ufuk timur pada saat terbit fajar, memandang dengan penuh
seseorang.
Ketiga, sifat lain makna hidup adalah memberi pedoman dan arah
lebih terarah.
diberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri.
yang dianggap bermakna pada akhirnya terpulang pada orang yang diberi
spesifik itu, ada juga makna hidup yang mutlak (absolud), semesta
76
JB. Suharjo B. Cahyono, Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri yang Tak Terbatas,.....,
h. 213
43
ideologi tertentu memiliki nilai universal dan paripurna. Atas dasar ini,
paripurna masing-masing pribadi. Dalam hal ini, alam semesta sebagai eko
sistem yang tertib, teratur, dan tunduk pada hukum-hukum alam yang serba
77
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna,....., h. 12-15.
78
Hadari Nawawi & Mimi Martini, Manusia Berkualitas, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1994), h. 41-44
44
hanya mengejar yang tidak menimbulkan rasa gelisah dan tak aman.
dengan beribadat dan beramal dengan seluruh harta kekayaan, tenaga, dan
diserahkan kepada Tuhan, yang akan memberikan rezki melalui jalan yang
tidak terduga.
makna.79
79
Karl Britton, Filsafat Kehidupan: Dekonstruksi atas Makna Kehidupan, Terj. Inyiak
Ridwan Muzyir, (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2002), h. 167
45
2. Tujuan Hidup
Walaupun kebenaran yang ditawarkan oleh orang lain, pada akhirnya, akan
terhadap Tuhan tidak dapat dibendung oleh kekuatan apa pun di dunia ini.
80
Andewi Suhartini, ‚Agama dan Problem Makna Hidup‛, Hermeneia,....., h. 155
81
Frithjof Schuon, Islam and The Perrenial Philosophy, terj. Rahmani Astuti,
(Bandung: Mizan, 1988), h. 17
46
maka jika mereka meninggalkan agama, pada hakikatnya selalu risau dan
rindu untuk bertemu dengan penguasa manusia, yakni Tuhan Yang Maha
Kuasa.82
Untuk itu, manusia yang hidup di dunia ini harus mempunyai tujuan.
Tujuan hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang, adalah kondisi
hidup ini; mendatangkan kerugian buat dirinya dan orang lain. Karena
tujuan hidup merupakan soal yang essensial dalam hidup dan kehidupan.
Allah menciptakan manusia dengan tujuan mulia, dan sama sekali bukan
Qur’an dinyatakan:
dan tujuan hidup yang benar dan baik. Argumen yang diberikan agama
menanyakan apakah hidup lebih baik dari pada mati, sebab pertanyaan
suatu yang mustahil, karena tak seorang pun hidup yang pernah "secara
2. Hidup ini berpangkal dari sesuatu dan berujung kepada sesuatu, yaitu
Tuhan, Pencipta dan Pemberi Kehidupan. Karena tujuan hidup itu ialah
Tuhan, maka arti dan makna hidup ditemukan dalam usaha kita
manusia dalam hidup di dunia untuk mencapai tujuan ridla Tuhan itu
85
Nurcholish Madjid, Islam, Dokrin, dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 26-
28
48
lebih memperjelas nilai ketuhanan sebagai tujuan hidup perlu dikaji bahwa,
karena kenyataan hampir tidak ada orang yang tidak memiliki suatu makna
hidup, dan makna hidup itu dapat berbeda dari satu orang atau kelompok ke
orang atau kelompok lain, maka berarti ada masalah tentang makna hidup
membedakan antara makna dan tujuan hidup yang dapat disepakati oleh
umat manusia secara rasional dan dengan ketulusan pengertian, dan makna
serta tujuan hidup yang hanya secara sepintas saja tampak seperti rasional
manusia, taruhan yang amat menentukan ialah suara hati nurani. Makna
dan tujuan hidup yang benar ialah yang ditopang oleh pertimbangan hati
Untuk itu, tujuan hidup manusia secara garis besarnya terbagi dua.
hanya dapat dilihat dengan mata hati (bashariyah) dan dinikmati oleh jiwa.
86
Nurcholish Madjid, Islam, Dokrin, dan Peradaban, ....., h. 27-29
87
Nurcholish Madjid, Islam, Dokrin, dan Peradaban, ....., h. 31-33
49
fungsi manusia hidup di dunia ini ialah untuk berbuat baik terhadap sesama
(hablum min al-nas ). Bagi orang-orang yang menjadikan yang pertama ini
bukanlah tujuan, tetapi hanya sekedar alat untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi, yaitu kenikmatan batin atau ruhani. Sedangkan tujuan hidup
kepentingan diri sendiri, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain. Bagi
1. Pengertian Harkat
yang membahas tentang hakekat manusia dan hak asasinya. Tidak ada
perbedaan dalam menyikapi arti dari kata harkat ini. Secara umum
88
Perspektik terbentuknya tujuan hidup manusia ini memang rasional. Berkenaan dengan
terbentuknya wujud manusia itu sendiri yang dalam perspektif filsafat diyakini terdiri dari dua
unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur ruhani. Unsur jasmani manusia berasal dari tanah (materi),
dan unsur ruhani berasal dari ruh dan qalbu (akal dan jiwa). Lihat Syahrin Harahap, Islam:
Konsep dan Implementasi Pemberdayaan,....., h. 9.
89
M. Yunan Nasution, Dinamika Hidup,....., h. 8-9
90
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), h. 299. Dalam literatur yang lain dikatakan harkat adalah kepribadaian
yang baik, yang antara lain ada sifat jujur, setia, amanah, suci, teguh pendirian, dan lainnya. Lihat
M. Yunan Nasution, Dinamika Hidup, ....., h. 29. Bisa dikatakan bahwa harkat yang juga disebut
sebagai kepribadian yang baik itu adalah akhlak mahmudah.
50
Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali daya cipta, rasa, dan karsa, serta
hak dan kewajiban asasi. Harkat dapat dicapai bila manusia memiliki
Tuhan di alam semesta. Harkat dapat dicapai hanya dengan jalan usaha
91
Daya cipta atau fikir menimbulkan keberanian menentang yang munkar, daya karsa
membuat manusia berani menjadi pelaksana dan penyuruh perbuatan yang ma’ruf, dan dengan
daya rasa manusia memiliki jiwa yang terlepas dari rantai dan belenggu benda, dan hanya tertuju
ke satu tujuan yaitu Sang Pencipta benda. Lihat Hamka, Pandangan Hidup Muslim, ....., h. 64-66.
92
Maman Imanulhaq Faqih, Zikir Cinta Menggapai Kebahagiaan, (Jakarta: Kompas,
2008), h. 117
93
Rodi Harono, ‚Harkat dan Martabat Manusia dan Implikasinya terhadap Pendidikan‛,
Papper, 2009. Lihat juga Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan (Jakarta: PP Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2008), h. 15
51
manusia seutuhnya.
manusia dikaruniai Tuhan lima jenis potensi yang dalam hal ini
disebut panca daya, yaitu: daya takwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa,
dan daya karya. Kelima daya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:94
Maha Esa.
- Daya rasa, mengacu kepada kekuatan perasaan atau emosi dan sering
disebut dengan unsur afektif. Hal-hal terkait dengan suasana hati dan
94
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, ....., h. 18-19.
52
Sebab, kebenaran dan keluhuran ialah harkat itu sendiri, dan harkat
Unsur perwujudan manusia terdari dari jasad yang materi dan roh
95
Rodi Harono, ‚Harkat dan Martabat Manusia dan Implikasinya terhadap Pendidikan‛,
Papper, 2009.
96
Burbecher membedakan nilai menjadi dua bagian, yaitu intrinsik dan instrumental.
Intrinsik adalah nilai yang dianggap baik, tidak untuk suatu yang lain, melainkan di dalam diri
sendiri. Sedangkan instrumental adalah nilai yang diangggap baik karena bernilai untuk yang lain.
Lihat H. Jalaluddin dan H. Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia , Filsafat, dan Pendidikan,
cet. IV, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 137
97
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia , Filsafat, dan Pendidikan ,
....., h. 136-138
53
kehidupannya. Dia memiliki akal budi, tujuan hidup, kemauan, dan cita-
dan apa yang dicita-citakan. Dari situlah seorang manusia berbeda harga
ditentukan oleh niat. Niat menjadi ruh dan pimpinan yang mendominasi
prilaku selama melakukan tindakan atau perbuatan. Niat baik atau buruk
dapat terlihat dari bagaimana dan seperti apa tindakan atau perbuatan
98
Komarudin Hidayat, Psikologi Kebahagiaan: Merawat Bahagia Tiada Akhir, ....., h.113
99
Kumpulan sifat akal budi, kemauan, cita-cita, bentuk tubuh, kelebihan dan kekurangan,
berarti atau tidaknya seseorang, Hamka mengartikannya sebagai pribadi. Kemuliaan atau
tidaknya diri seseorang dapat dideteksi dari hal-hal tersebut. Mengutip perkataan Socrates,
Hamka mengatakan bahwa manusia yang bahagia dan mulia adalah yang mau dan mampu
mengenali diri atau pribadinya. Karena positif dan negatifnya diri pribadi seseorang dapat
dipahami oleh diri sendiri. Lihat Hamka, Pribadi Hebat, ....., h. 2-5.
54
manusia memiliki kehendak untuk hidup yang butuh bantuan orang lain,
membutuh Tuhan dan beribadah kepada Tuhan. Selain itu manusia juga
)اس
ٌِ الن. Orang yang baik bukan hanya konsentrasi untuk tujuan ukhrowi
saja, tapi juga harus bermanfaat dan memberi manfaat bagi orang lain
100
Dimensi pembawaan dari kehidupan manusia sejak diciptakan, atau dengan istilah lain
disebut dengan fitrah. Muhaimin, dkk, Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya
Abditama, 1994), h. 28. Lihat juga Usep Usman Ismail, Pengembangan Diri menjadi Pribadi
Mulia, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), h. 126.
101
Didiek Ahmad Soepadi, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
h. 143
102
Usep Usman Ismail, Pengembangan Diri menjadi Pribadi Mulia,....., h. 227
55
aturan agama.
pula tata laksana perilaku yang dilakukan. Karena setiap orang yang
benar, yang baik, dan yang indah.104 Tindakan dan ibadah yang sesuai
dengan hukum yang benar, baik dalam akhlak, dan indah dalam tata laku
dan interaksi sosial yang terpandu oleh akal. Usaha yang merupakan
103
Sayyed Hossein Nasr, Islam Agama, Sejarah, dan Peradaban, Terj. Koes
Adiwidjajanto, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), h. 115
104
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2001), h. 377.
105
Kemuliaan (harkat) hidup manusia sangat ditentukan oleh kemampuan dan kapasitas
potensi akal. Karena akal memiliki potensi memilah dan memilih mana yang benar, baik, dan
indah, sesuai dalam panduan Al-Qur’an dan Hadits. Lihat, Sunardi, Falsafah Ibadah, (Bandung:
Pustaka Al-Kasyaf, 2013), h. 54. Manusia secara fitrah diciptakan Tuhan dengan bentuk yang
56
manusia bisa menjadi lebih baik dan beda dengan manusia yang lain,
108
ٌۚ ند اللَّ ِو أَتْ َقا ُك ْم
َ إِ َّن أَ ْكَرَم ُك ْم ِع
‚sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa.‛
yang penuh ibrah dengan tujuan untuk membimbing manusia pada jalan
semua mukmin. Aturan dan prinsip itu antara lain tentang iman, takwa,
sempurna, dan manusia menjadi mulia disebabkan diberikannya akal oleh Tuhan. Lihat, Ali
Asgari Yazdi, Kemuliaan Manusia dalam Pandangan Islam, Bayan: Jurnal Ilmu-ilmu Islam, Vo. 6
No. 1, 2016, h. 37. Sejauh akal digunakan dalam memahami kebenaran yang berpedoman pada Al-Qur’an
dan Sunnah, maka kebenaran akal dapat dijadikan pegangan dalam meraih kemuliaan dan kemajuan hidup.
Lihat, Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Perjalanan Nalar, Pengalaman
Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti, (Yogyakarta: Narasi, 2008), h. 147
106
Al-Qur’’an adalah wahyu yang mengandung pesan keagamaan berupa takwa kepada
Allah. Takwa yang bermakna hablun min Allah dan hablun min al-naas. Budhy Munawar
Rachman, Membaca Nurcholis Madjid: Islam dan Pluralisme , (Jakarta: Democracy Project
Yayasan Abad Demokrasi, 2011), h. 53-55
107
Ali Asgari Yazdi, Kemuliaan Manusia dalam Pandangan Islam, ....., h. 40-41.
108
QS. Al-Hujarat [49]: 13.
57
sayang dan hormat serta bakti pada orang tua, syukur, akhlak, halal-
109
Ahmad Badar, Cara Hidup untuk Mendapatkan Kemuliaan, Paper, Academia Edu,
2015.
BAB III.
(HAMKA)
1. Biografi HAMKA
HAMKA (tahun 1908 - 1981 M.), adalah akronim dari nama Haji Abdul
pejuang, dan penulis Indonesia yang terkenal di Nusantara. Beliau lahir pada
Barat.2 Hamka adalah putra pertama pasangan dari Abdul Karim bin
Amrullah, atau dikenali sebagai Haji Rasul, dan Siti Shaffiah Tanjung binti
meninggal pada tahun 1934.4 Hamka mewarisi darah ulama dan pejuang yang
kokoh pada pendirian dari ayahnya yang dikenal sebagai seorang pelopor
Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, dan salah satu tokoh utama dari
1
Penulisan selanjutnya akan ditulis dengan singkatan ‚Hamka‛. Nama Hamka dilekatkan
kepadanya setelah beliau pulang dari haji pada tahun 1927. Lihat Herry Muhammad dkk, Tokoh-
tokoh Islam yang berpengaruh pada abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 60
2
Didi Junaedi, Pahlawan-pahlawan Indonesia Sepanjang Masa, (Yogyakarta: Indonesia
Tera, 2014), h. 16.
3
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada dan
MP Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2005), h. 134.
4
Titiek W.S, ‚Nama Saya Hamka‛, dalam Nasir Tamara, dkk, HAMKA Dimata Hati Umat,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1983), h. 51. Lihat juga Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika
Inteletual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 15-18.
58
59
Nama Abdul Malik adalah nama do’a harapan ayahnya. Abdul Malik
adalah nama yang diberikan ayahnya kepada Hamka untuk mengenang nama
anak gurunya, Syekh Ahmad Khatib di Makkah. Abdul Malik bin Syekh
Abdul Malik dapat menjadi keberkahan dan kemasyhuran, dan kelak menjadi
Malik yang diberikan, adalah agar Hamka kelak menjadi ulama.7 Untuk itu,
Hamka juga mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan
oleh ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid,
5
Haji Abdul Karim Amrullah di kalangan masyarakat Minangkabau dikenal dengan sebutan
inyik deer (kakek doktor) dan dikenal sebagai ulama besar yang menyuarakan paham pembaruan
Islam di daerah Minangkabau pada penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20. Lihat Murodi,
‚Hamka: Potret Ulama-Pujangga‛, Academia, Vol. 21 No. 2, 2014. Lihat juga Hamka, Dari
Lembah Cita-cita, (Jakarta: Gema Insani Press, 2016), h. 97.
6
Mohammad Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran HAMKA, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2000), h. 28
7
Leon Agusta, ‚Di Akhir Pementasan yang Rampung‛, dalam Hamka di Mata Hati Umat, (
Jakarta: Sinar Harapan, 1983). hlm. 71-97.
60
Yunusi dan Bagindo Sinaro yang banyak menyediakan buku-buku cerita dan
keilmuannya.8
Islam ataupun Barat. Dengan berbahasa arabnya yang baik setelah dari Mesir,
beliau dapat mempelajari karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah
seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-'Aqqad, Mustafa Luthfi al-
Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau mampu
membaca karya sarjana Perancis, Inggris, dan Jerman seperti Albert Camus,
William James, Freud, Arnold Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx, dan Pierre
Loti.9
Pada tahun 1924, dalam usia 16 tahun, ia pergi ke Jawa. Berkat Ja’far
8
M.Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2003) , Cet. II, hal. 42.
9
Azyumardi Azra,‚Prof. Dr. Hamka: Pribadi Institusi MUI‛, dalam Tokoh dan Pemimpin
Agama: Biografi Sosial Intelektual,(ed), Azyumardi Azra dan Saiful Umam, ( Jakarta: Litbang
Depag dan PPIM IAIN Jakarta, 1998), h. 8
61
Fakhruddin), dan Syamsu Rijal, tokoh Jong Islamieten Bond (JIB).10 Dari Ki
menemui kakak ipamya, AR. Sutan Mansur, yang waktu itu menjadi ketua
Padang Panjang. Sejak tahun 1925, sepulang dari Jawa, beliau memulai
sebagai mubaligh yang tidak memahami bahasa Arab. Sindiran ini menjadi
cambukan bagi Hamka yang sudah merantau jauh ke tanah Jawa menimba
ilmu agama. Dalam kondisi itu, pada tahun 1927, beliau berangkat ke
10
M.Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam, ... h, 43
11
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, (Jakarta:Bulan Bintang, 1990) Jilid I, hlm.. 37
12
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), Cet. III, h. viii-ix. Lihat juga M. Yunan Yusuf, dkk,
Ensiklopedi Muhammadiyah, ...... h. 135
13
Azyumardi Azra,‚Prof. Dr. Hamka: Pribadi Institusi MUI‛, dalam Tokoh dan Pemimpin
Agama: Biografi Sosial Intelektual,(ed), .... h. 9
62
Tidak lama Hamka di Tanah Suci, enam bulan kemudian beliau kembali
berada di Makkah. Hamka kembali ke tanah air dengan tujuan kota Medan.
14
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada dan
MP Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2005), h. 134
15
Hamka saat itu baru berusia 17 tahun. Di tahun ini pula Hamka mulai ikut serta dalam
kegiatan politik sebagai anggota di Partai Sarekat Islam.
63
Sumatera Barat.16
tanah air dalam upaya kemerdekaan bangsa, juga aktif di dunia organisasi. Di
usia beliau yang masih muda, waktunya hampir sepenuhnya dihabiskan untuk
dalam perjuangan membela tanah air tidak membuat surut tekadnya dalam
terpilih menjadi ketua. Pada tahun ini pula Hamka mengajak keluarganya
Departemen Agama yang saat itu dipimpin oleh KH. Abdul Wahid
16
Murodi, ‚Hamka: Potret Ulama-Pujangga‛, Academia Vol. 21 No. 2, 2014.
17
Saat menjadi pejuang, Hamka membantu melakukan penentangan usaha kembalinya
penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan.
Kegigihan beliau dalam ikut menjadi pejuang kemudian diberikan mandat menjadi ketua Barisan
Pertahanan Nasional Indonesia pada tahun 1947.
18
Pindah ke Jakarta, Hamka dan keluarganya tinggal di rumah sewaan milik orang
keturunan arab di gang buntu jalan Toa Hong II Kebun Jaruk Taman Sari Jakarta Barat. Lihat
Irfan Hamka, Ayahku: Kisah Buya Hamka, (Jakarta: Republika Penerbit, 2013), h. 35.
19
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah,... h. 135
64
menunaikan ibadah haji yang kedua. Setelah selesai menunaikan ibadah haji,
dikenalnya, seperti Thaha Husein, dan Fikri Abadah. Hamka selalu membawa
Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Daljah.20
Kemudian pada tahun 1952 Pemerintah Orde Lama (Orla) yang dipimpin
RI. Sedangkan pada bidang keilmuwan ia juga menjadi Guru Besar pada Per-
sebagai anggota Partai Masyumi dan pemidato handal dalam kampanye, pada
20
Disela-sela kesibukannya, Hamka juga menorehkan karya sastranya. Antara waktu tahun
1938 sampai tahun 1949, Hamka menulis roman berjudul Di Bawah Naungan Ka’bah (1938),
Tenggelamrrya Kapal Van Der Wijk (1939), Merantau ke Deli (1940), Di Dalam Lembah
Kehidupan (1940), dan biografi orang tuanya berjudul Ayahku (1949). Lihat M. Yunan Yusuf,
dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, .... hlm. 135-136
21
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, .... h. 136
65
Tengah.22
menulis. Karakter pendakwah dan jiwa besarnya tidak lantas luntur dengan
di jalan dakwah, penulis yang tidak kenal lelah, Hamka kemudian menjadi
muslihat dan strategi negatif, PKI sebagai partai besar dan dekat dengan
pada tahun 1964 hingga tahun 1966 Hamka dipenjarakan oleh Presiden
22
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, ....h. 136. Inilah alasan mengapa
presiden Soekarno mengajukan dua opsi kepada Hamka saat menjadi pegawai tinggi agama.
Menjadi pegawai negeri atau politikus di Masyumi. Lihat juga Prof. Dr. Hamka, Dari Lembah
Cita-cita,....h. 100
23
Nur Hamim, Manusia dan Pendidikan Elaborasi Pemikiran HAMKA, (Sidoarjo: Qisthos,
2009), h. 29
66
Malaysia. Tidak hanya itu, ketika Hamka dipenjarakan, buku-buku beliau pun
pemikiran seorang Hamka. Pada saat inilah cobaan yang tak terperikan
Tidak ada kesan putus asa atau pun marah terlihat pada sosok Hamka.
baiknya untuk menulis dan tujuan dakwah. Begitu pula saat di dalam penjara.
ilmiah yang fenomenal sampai saat ini. Setelah keluar dari penjara, Hamka
24
Irfan Hamka, Ayahku: Kisah Buya Hamka, ... h. 255. Lihat juga Hamka, Dari Lembah
Cita-cita,....h. 101. Ada sumber yang menyatakan bahwa Perkembangan situasi politik Indonesia
pada era 50-an saat itu mengarah ke aliran komunisme. Situasi politik seperti ini sangat tidak
menguntungkan bagi perkembangan karir Hamka. Karena kaum intelektual maupun kalangan
agamawan yang tidak sealiran dengan paham Komunis (partai politik yang cukup dominan saat
itu) mendapatkan ancaman dan tekanan politik. Ceramah-ceramah Hamka yang bercorak moderat
menggiringnya menjadi target musuh. Partai Komunis menganggap Hamka sebagai ‚Neo Ma-
syumi‛ yang merongrong paham-paham komunisme. Lihat Azyumardi Azra,‚Prof. Dr. Hamka:
Pribadi Institusi MUI‛, dalam Tokoh dan Pemimpin Agama: Biografi Sosial Intelektual,...h. 12,
dan lihat Tafsir al-Azhar Juz I, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas 2005), h. 66
25
Beslah menurut Irfan Hamka dalam bukunya ‚Ayahku‛ memiliki arti pembredelan,
penyitaan, pemusnahan, dan pelarangan terbit dan beredar.
26
Irfan Hamka, Ayahku: Kisah Buya Hamka, ... h. 202
67
1977, Menteri Agama Indonesia, yaitu Mukti Ali, kemudian meminta dan
melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia (MUI). Empat
meletakkan jabatan sebagai ketua MUI. Alasan yang paling mendasar adalah
perayaan Natal bersama.27 Tidak lama berselang setelah mundur dari MUI,
Selain aktif dalam politik, dakwah, dan organisasi, sejak tahun 1920
Hamka juga gigih melakukan gerakan pembaruan dan syiar Islam lewat
media masa. Pada usia yang masih muda, Hamka sudah menjadi wartawan di
pada tahun 1928 juga pernah menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat.
Kemudian pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah
bersama Zainal Abidin Ahmad dan M. Yunan Nasution. Selain itu beliau juga
Pemandangan. Hamka juga pernah menjadi editor dan pendiri majalah Pe-
doman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam pada tahun 1959
27
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, .... h. 135
68
karya yang dihasilkan dari tangan dan pikiran seorang Hamka. Hamka telah
menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen.
novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di
Malaysia dan Singapura yaitu ‚Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck‛, ‚Di
Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya yang berjudul
pengarang juga penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu tulisan yang
28
Majalah ini dibuat tidak hanya untuk kepentingan kelompok reformis atau pembaharu
muslim di Indonesia, tapi juga diperuntukkan bagi penyebaran ide-ide atau gagasan tentang Islam
perlunya menghentikan pertikaian internal umat Islam Indonesia mengenai masalah-masalah
khilafiyah yang sering terjadi. Bahkan dalam konteks ini, Hamka memutuskan untuk menyebarkan
pesan-pesan KH. Hasyim Asy’ari dalam majalah Panji Masyarakat, pesan-pesan yang kemudian
diserukan kepada kelompok reformis (pembaharu) maupun tradisionalis untuk menghentikan
perselisihan. Lihat Thoha Hamim, Paham Keagamaan Kaum Reformis, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2000), h. 44-45.
29
Murodi, ‚Hamka: Potret Ulama-Pujangga‛, Academia Vol. 21 No. 2, 2014.
30
Andries Teew dalam Sides Sudyarto DS, ‚Hamka, Realisme Religius‛, dalam Hamka di
Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), h. 139
69
tahun 1974, dan mendapat gelar Profesor dari Universitas Prof. Dr.
binti Endah Sutan pada tahun 1929. Pernikahan yang tergolong usia muda,
karena Hamka saat itu baru berusia 21 tahun. Pernikahannya dengan Siti
menikah lagi dengan perempuan berdarah Jawa asal Cirebon Jawa Barat,
yang bernama Siti Khadijah. Pernikahan yang kedua ini Hamka tidak
dikaruniai anak.32
agama Islam. Beliau bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan
status akademik yang beliau dapatkan, yakni Prof. Dr., bukan suatu bukti
31
Herry Muhammad dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh pada Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), h. 65. Lihat juga Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1987), h. XIX.
32
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, ....., h. 29. Lihat juga Titiek W.S, Nama saya Hamka, dalam Nasir Tamara, dkk,
Hamka dimata Hati Umat,....., h. 52.
70
Thawalib inilah Hamka menekuni ilmu agama dan bahasa arab. Selain di
beliau peroleh lewat rihlah belajar dari para pemimpin pergerakan Islam
Indonesia di Jawa. Belajar tentang sosialisme dan Islam dari H. Oemar Said
belajar selanjutnya juga didapatkan dari Mirza Wali Ahmad Baig, A. Hasan
Bandung, Muhammad Natsir, dan juga pada saudara iparnya sendiri, yakni A.
Rihlah ilmiah yang dilakukan Hamka ke pulau Jawa selama kurang lebih
33
Sumatera Thawalib adalah sebuah organisasi atau perkumpulan murid-murid atau pelajar
mengaji di Surau Jembatan Besi Padang Panjang dan surau Parabek Bukittinggi, Sumatera Barat.
Namun dalam perkembangannya, Sumatera Thawalib kemudian bergerak dalam bidang
pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perguruan yang mengubah pengajian surau menjadi
sekolah dengan sistem kelas.
34
Hamka, Dari Lembah Cita-cita, h. 98. Lihat juga M. Dawam Rahardjo, Intelektual
Inteligensi dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan, 1993), h. 201-202. Disampaikan bahwa
dengan AR. St. Mansur di Pekalongan inilah Hamka mendapatkan titisan ilmu-ilmu inti
keislaman, yang diistilahkan oleh orang Padang Panjang dengan nama ‚Baguru‛.
71
Sumatera Barat bersama AR. St. Mansur. Di tempat tersebut, AR. St.
dianggap sebagai rasa malu, semangat belajar, dan rasa ingin menebus
Hamka cerdas, piawai, dan pandai karena belajar secara autodidactik, bukan
berjenjang dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Berkat karya dan
di Perkebunan Tebing Tinggi Medan pada tahun 1927 dan guru agama di
35
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, h. 101
36
H. Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka , (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983), Cet. II, h. 2
37
Mohammad Damami, Tasawuf Positif (dalam pemikiran HAMKA), ... h. 47
72
Padang Panjang pada tahun 1929. Pada akhir tahun 1935, ditengah-tengah
‚Pembangunan‛. Pada tahun 1951 hingga tahun 1960, dengan keulamaan dan
Agama.39 Namun pada tahun 1960 Hamka meletakkan jabatan itu karena
(Masyumi).40
Tahun 1955, saat pemilu raya pertama kali dilaksanakan, Hamka dipilih
Jawa Tengah. Pada tahun 1957 Hamka dilantik sebagai dosen di Universitas
1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam
Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia
38
Mohammad Damami, Tasawuf Positif (dalam pemikiran HAMKA), ... h. 55
39
Mohammad Damami, Tasawuf Positif (dalam pemikiran HAMKA), ... h. 30
40
Saat dipilih menjadi pegawai tinggai agama, Hamka sedang aktif di organisasi politik
Masyumi. Dan Hamka dikatakan sangat gemar berorganisasi, berpolitik, dan gerakan keislaman.
Keaktifan Hamka di Masyumi ternyata membuat presiden Soekarno tidak suka. Dalam situasi
tersebut, tahun 1960, Presiden Soekarno menghendaki Hamka untuk memilih salah satu diantara
dua posisi itu, menjadi pegawai tinggi agama atau di Masyumi. Dimana presiden Soekarno saat
itu memang tidak berkenan dengan Masyumi karena dianggap menentang dan sebagai kubu
berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia, yang Soekarno ada di dalamnya.
73
jabatan itu pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh
pemerintah Indonesia.42 Selang beberapa bulan setelah mundur dari MUI dan
buku karyanya saja sudah dapat mengetahui siapa sosok Hamka sebenarnya,
masuk ke dunia mimbar dan media sebagai pendakwah dan penulis handal.
41
Pertemuan para ulama dan pemerintah menghasilkan dibentuknya Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Hamka adalah ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama yang
terpilih melalui kesepakatan anggota majelis. Lihat Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,1994), h. 123
42
Kemunduran Hamka dari kursi ketua umum MUI dikatakan karena bertentangan dengan
fatwa yang dikeluarkan oleh Menteri Agama saat itu, yaitu Alamsyah Ratu Prawiranegara.
Menteri agama mengeluarkan fatwa yang membolehkan umat muslim untuk ikut merayakan hari
besar umat Kristen, yaitu Natal, dengan alasan kerukunan umat beragama. Selain alasan tersebut,
dikatakan bahwa Hamka lebih memilih untuk fokus mengajar di kampus, yang saat itu beliau
mengajar di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang. Lihat
Mirnawati, Kumpulan Pahlawan Nasional Terlengkap, (Depok: Penebar Swadaya Grup, 2012)
Cet. I, h. 294-295.
43
Penganugerahan gelar pahlawan termaktub dalam Kepres Nomor 113/TK/2011, tanggal 7
November 2011. Lihat Mirnawati, Kumpulan Pahlawan Nasional Terlengkap, ...., h. 294-295, dan
Didi Junaedi, Pahlawan-pahlawan Indonesia Sepanjang Masa, ........ h. 17.
74
sastra, sejarah, pendidikan Islam, dan politik. Berikut daftar karya intelektual
Hamka44:
44
Dari beberapa sumber literatur.
75
Dari daftar karya tersebut semuanya adalah berupa buku. Bila dilihat dari
dari tahun ke tahun, bahkan dari bulan ke bulan. Sedangkan karya lain di bidang
‚Semangat Islam‛, ‚Menara’, dan ‚Panji Masyarakat‛. Selain menulis karya yang
terkemas dalam buku, tulisan HAMKA juga tersebar dalam berbagai jurnal,
1. Konsep Ikhtiar
sebagai salah satu daya yang dipunyai jiwa, disebut dengan akal.45 Akal
45
Kata akal berasal dari bahasa Arab al-‘aql. Kata akal dalam kata benda tidak dijumpai
dalam Al-Quran. Kata akal dalam Al-Quran dijumpai berbentuk kata kerja, yaitu ‘aqilun, ta’qilun,
na’qil, ya’qiluha, ya’qilun. Lihat Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI
Press, 1985), h. 5. Hamka memberikan arti akal dengan ikatan. Ibarat tali yang mengikat hewan
semisal unta, akal adalah ikat yang mengikat manusia. Lihat Hamka, Falsafah Hidup:
Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits,....., h.. 16
78
ciptaan Tuhan yang lain. Akal bagi manusia yang terpenting berfungsi
untuk mencari rahasia yang tersembunyi di alam ini. Selain itu, guna
membedakan dan memilih diantara yang baik dan yang buruk, karena
Hamka mengatakan:
‚Keutamaanmu ialah karena akal itu. Karena akal, engkau sadar bahwa
engkau ada. Engkau sadar bahwa adamu jauh berbeda dengan adanya
makhluk yang lain.‛48
wilayah jangkauan kerja akal terbatas. Keterbatasan gerak akal itu mutlak,
46
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: sebuah Telaah tentang Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 101
47
Hamka, Pelajaran Agama Islam, cet. 11, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 182-183
48
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 342
49
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 185
79
Namun, kebabasan dan tata laksana serta cara hidupnya harus sesuai
masyarakat tertentu yang juga harus selaras dengan aturan adat. Potensi
50
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: sebuah Telaah tentang Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam, ....., h. 102. Lihat juga Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 341-
342.
51
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 73.
52
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: sebuah Telaah tentang Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam, ....., h. 124. Lihat juga Hamka, Tafsir Al-Azhar, XIII-XIV, h. 71.
53
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 345
80
bahwa kondisi yang demikian memiliki tujuan agar manusia tidak lupa
hidup yang teratur, terencana dengan baik, berpandangan hidup yang baik,
yang dituju, dan mencari rejeki, semua membutuhkan usaha. Tanpa usaha,
manusia bak makhluk yang mati. Seperti halnya agama tanpa ijtihad,
maka agama itu menjadi mati. Karena tidak bergerak, berkembang, dan
tidak maju. Untuk itu, manusia harus berikhtiar untuk hidup dan
‚Hidup yang hanya sekejab bak singgah sejenak ini harus punya
lembaga yang dituangi cita-cita dan harapan. Kita harus berikhtiar,
dan semata-mata berikhtiar, untuk menuangi lembaga itu sepenuh-
penuhnya dengan benar supaya sesuai cetakan yang kita harapkan.‛57
54
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 15
55
Tidak lupa daratan ini maksudnya adalah manusia supaya berfikir dan bertindak sesuai
aturan dan ketentuan undang-undang dunia dan akhirat yang telah ditentukan. Peraturan dan
undang-undang dunia berasal dari pemimpin atau pemerintah, sedangkan undang-undang akhirat
berupa aturan yang terkemas dalam syariat agama Islam. Karena ikhtiar manusia harus berjalan
dalam koridor keislaman. Lihat juga HAMKA, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 345
56
HAMKA, Dari Lembah Cita-cita, ....., h. 73 & 86.
57
HAMKA, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. vi-viii
81
dan penuh resiko. Usaha saja tanpa dibarengi kesungguhan dan aturan
syariat Islam hanya membuahkan hasil satu sisi mata uang belaka. Bahkan
tanpa keberanian dan pendirian, orang bak ‚hidup yang mati‛.58 Ada hasil
Orang hidup tidak harus hanya sekedar hidup. Hidup tidak semata-
mata hanya makan, minum, kawin, dan tidur. Orang harus sadar akan
wahyu lewat nabi. Memperbaiki jalan hidup bukanlah nanti, tapi sekarang
saat masih hidup di dunia. Pilihan jalan ke surga dan ke neraka adalah
58
HAMKA, Dari Lembah Cita-cita, ....., h. 87-88
59
Hasil riil dari apa yang telah diusahakan. Dapat dinikmati oleh diri sendiri maupun oleh
orang lain, dan dapat memberi manfaat kepada keluarga dan orang lain. Misalkan orang berusaha
dalam hal belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Hasilnya dapat menghantarkannya
untuk menjadi guru, guru bagi keluarga, anak-istri, maupun bagi orang lain.
60
HAMKA, Dari Lembah Cita-cita, ....., h. 87
61
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Surabaya: Pustaka Islam: 1984), Juz XII, h. 36, dan Juz VII, h.
129.
82
sepenuh daya upaya yang dilakukan sesuai tuntunan syariat. Karena akal
Dalam istilah lain yaitu berusaha sekuat daya yang ada pada diri manusia,
baik pikir maupun tenaga, terhadap apa yang dipilihnya sebagai yang baik,
harus dikejar sesuai yang diharapkan, bukan berdiam diri menunggu nasib
apa adanya.63 Setiap usaha harus ada niat sebagai komitmen terhadap
itu harus ikhtiar, karena dengan bekal akal yang dianugerahkan Allah
bentuk kehendak Allah bahwa manusia dalam hidup tidak boleh berdiam
diri, bak kapas yang entah diterbangkan kemana. Dalam menentukan dan
62
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi, ( Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. 45
63
Hamka, Pelajaran Agama Islam, Cet. ke-11, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 342, 350-
354. Ikhtiar menurut beberapa literatur memiliki pengertian yang sama. Pada dasarnya ikhtiar
diberikan pengertian usaha atau bekerja secara maksimal atau dengan syarat-syarat maksimal
disertai tawakal dan doa. Lihat 63Didiek Ahmad Supadie dkk., Pengantar Studi Islam, edisi revisi,
cet. III, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), h. 208
64
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi, ....., h. 197
83
materi maupun non materi. Selama manusia hidup di dunia selalu dipenuhi
bahagia yang dapat dicapai manusia. Hal ini karena akal mampu
65
Sunatullah adalah batas-batas ketentuan yang diciptakan Allah yang berlaku tetap namun
teratur atau tersistematis. HAMKA mempersepsikan sunatullah seperti air yang mengalir teratur
sesuai alur jalannya. Ketika cekung air itu akan memenuhi cekungan itu, ketika penuh kemudian
air itu akan tumpah dan mengalir lagi ke tempat yang lebih rendah. Lihat M. Yunan Yusuf, Corak
Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 124-125.
66
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits,...., h. 10
67
Dalam perspektif filsafat, kebahagiaan menjadi puncak pencapaian moral atau akhlak.
Menurut Hamka bahagia adalah qana’ah dan qana’ah ialah bahagia. Sebab tujuan
utama qana’ah adalah menanamkan dalam hati sendiri perasaan thuma’ninah, perasaan tenteram
dan damai, baik di waktu duka atau suka, susah atau senang, kaya atau miskin. Lantaran yang
dituntut qana’ah adalah ketenteraman, ketenteraman itu pula yang menciptakan bahagia, dan
tidak ada bahagia kalau tidak ada qana’ah. Qana’ah dan bahagia adalah satu. Lihat M. Alfan
Alfian, Hamka dan Bahagia: Reaktualisasi Tasauf Modern di Zaman Kita, (Jakarta: Penjuru Ilmu,
2014), h. 211
84
Oleh karena itu, sejak dini akal harus dibimbing dan di asah. Akal
tidak boleh dibiarkan statis. Karena itu harus senantiasa belajar untuk
68
Hamka, Tasauf Modern, Cet. XII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), h. 15
69
Hamka, Tasauf Modern,......, h. 16
70
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits,...., h. 35-37
85
memaknai dan menghargai kehendak untuk dunia ini. Hal ini yang
orang kepada kebahagiaan jika seorang muslim memenuhi empat hal, yaitu
iktikad yang bersih, yakin, iman72, dan agama73. Ikhtiar yang dibarengi
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa akal adalah nahkoda atau
Hamka mengatakan:
71
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits,...., h. 43-44
72
Iman disamping suatu kepercayaan ketuhanan juga termasuk aktivitas perkataan dan
perbuatan yang bermakna dan bertujuan pengabdian kepada Tuhan. Menurut Hamka, iman
menghasilkan amal saleh. Lihat Hamka, Tasauf Modern, ....., h. 41-42
73
Menurut Hamka, agama ialah buah atau hasil kepercayaan yang tertanam dalam hati,
yaitu ibadah yang lahir karena telah memiliki iktikad, dan lalu menurut dan patuh karena iman.
Lihat Hamka, Tasauf Modern,....., h. 53
74
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, ....., h. 116-117
86
kegiatan manusia, baik yang tergolong ibadah wajib maupun non wajib.
‚Hidup bukan buat berpesta dan bukan untuk meratap. Hidup adalah
buat bekerja.‛76
ikhtiar diperlukan niat suci agar hasilnya sesuai yang diharapkan. Karena
dengan niat suci orang akan berkomitmen untuk amanah sesuai perkataan
berupa buku oleh Hamka sejak beliau berusia 31 tahun. Hingga berusia 38
75
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi, ....., h. vii
76
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup
sesuai Ketetapan Illahi, ....., h. 336
77
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi, ....., h. 197
87
dan penggiat kegiatan kursus mubalig. Hamka juga aktif dalam pidato
semua karena Tuhan sebagai pemilik dan pencipta alam ini. Hamka
menuliskan:
78
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 354
79
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 354-355
88
apa yang dikehendaki. Akan tetapi manusia juga harus memahami bahwa
kemampuan berikhtiar dan hasil apapun yang terjadi adalah bukan atas
mewarisi darah ulama dan pejuang yang kokoh pada pendirian dari
Barat.80
Rasyid Sutan Mansur, Hamka mengenal tentang Islam lebih dalam dan
memiliki pemahaman bahwa Islam sebagai suatu yang hidup, dinamis, dan
80
Murodi, ‚Hamka: Potret Ulama-Pujangga‛, Academia, Vol. 21 No. 2, 2014. Lihat juga
Hamka, Dari Lembah Cita-cita, ....., h. 97.
89
membuat Hamka memiliki sikap juang dakwah dan syiar Islam, baik lisan
maupun tulisan.
yang melakukan ritual yang tergolong khurafat, bidah dan tahayul. Hamka
mendirikan kursus mubalig, sekolah, dan media massa sebagai sarana syiar
bila dilihat dari literatur tentang Hamka dan buku-buku karangan Hamka,
Usaha: tindakan fisik dan psikis (doa dan dzikir) Hasil (Takdir)
Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa dalam setiap ikhtar harus didahului
dengan maksud atau i’tikad dan niat yang baik dan ihkhlas. Setiap
kehendak yang didahului dengan i‘tikad dan niat yang baik diharapkan
akan memberikan efek positif terhadap proses dan capaian hasil yang
bentuk fisik dan psikis berupa doa, zikir, dan amal ibadah lainya.
tujuan yang dimaksudkan. Misal: maksud ingin pandai, maka secara fisik
yang dilakukan adalah belajar kepada guru dan baca buku dengan
dimaksudkan. Tujuan ini mengandung dua maksud, yaitu hasil capaian dan
efek dari hasil capain dari maksud yang diniatkan dan dari usaha yang
dilakukan. Untuk itu, usaha dan tujuan yang dimaksudkan harus sesuai
kehendak Allah (takdir). Jadi, segala usaha yang dilakukan setiap orang
dengan prosesnya. Penulis memahami bahwa gerak lahir (fisik) dan batin
memperoleh hasil capaian. Lebih praktisnya, dari awal proses sampai akhir
proses dalam ikhtiar harus dibalut dengan cara-cara yang baik dan pikiran
yang baik pula. Dengan ikhtiar ini secara implisit setiap orang terikat
91
kajian umum pada bab II. Sebagai pengayaan, Al-Allamah Al-Imam Ibnu
Sedangkan takdir berasal dari akar kata qadara yang artinya ketentuan.
Ketetuan ini menyangkut ke-Maha Kuasa-an Allah Swt, bahwa Allah Swt
81
Al-Allamah Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Jalan Orang Shalih Menuju Surga,
penerjemah: Masturi dan Mujiburrahman dari kitab ‚ Tariq al-Hijratain‛ (Jakarta: Akbarmedia,
2015), h. 9-10
82
Mawardi Ahmad, ‚Pemikiran Murtadha Muthahhari tentang Keadilan Illahi‛, Al-Fikra:
Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 5 No. 2, Juli-Desember 2006, h. 300
83
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), h. 332
84
M. Qurais Shihab, Wawasan Al-Qua’an (Bandung: Mizan, 1996), h. 61
92
hidup dan kehidupan manusia, yang dalam hal ini berhubungan dengan
pasti atau yang dibuat pasti.86 Menurut Fethullah Gullen, takdir secara
Secara istilah, takdir (qadar) diartikan segala yang akan terjadi dan
sedang terjadi telah ditentukan oleh Allah Swt, baik itu sesuatu yang baik
maupun yang buruk.90 Atau takdir adalah ilmu Allah Swt yang meliputi
segala yang terjadi dan yang berhubungan dengan hal yang terjadi kelak
sesuai dengan apa yang telah ditentukan sejak semula oleh Allah Swt.
Jadi, ketentuan segala sesuatu yang akan terjadi dan ketentuan ukuran
85
QS. Al-Ra’du [13]: 8
86
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin, dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 291
87
Fethullah Gullen, Qadar: Di Tangan Siapakah Takdir atas Diri Kita? (Jakarta: Republika,
2011), h. 1
88
Ahmad Ibnu Taimiyah, Qada dan Qadar (Beirut: Dar al-Kutub, 2001), h. 9
89
M. Taib Tahir Abdul Muin, Risalah Qada dan Qadar (Yogyakarta: Sumbangsih, 1964), h.
7
90
A. Munir, Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam (Jakara: Rineka Cipta, 2013), . 38
93
atau batas-batasnya dan segala akibat-akibatnya telah ada pada ilmu Allah
Swt.91
sama tentang qadar ini. Menurutnya, qadar adalah ilmu Allah, catatan-Nya
diberikan hak kuasa untuk berusaha. Ini senada dengan Muhammad Abduh
memiliki hak usaha yang bebas dengan kemauan dan kehendaknya untuk
Allah.93
kamus Lisan al-Arab, qadha’ adalah bentuk masdar dari fi’il madhi yaitu
91
M. Amin Syukur dkk, Teologi Islam Terapan: Upaya Antisipatif terhadapt Jedonisme
Kehidupan Modern (Semarang: Tiga Serangkai, 2003), h. 109
92
Syekh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, al-Iman bi al-Qadha wa al-Qadar, edisi
terjemahan oleh Ahmad Syaikhu dengan judul Kupus Tuntas Masalah Takdir (Bogor: Pustaka
Ibnu Katsir, 2005), h. 25
93
M. Amin Syukur dkk, Teologi Islam Terapan: Upaya Antisipatif terhadapt Hedonisme
Kehidupan Modern, ....., h. 108. Lihat juga Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, cet.VIII
(Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h.48
94
Abdul Hadi Awang, Beriman kepada Qadak dan Qadar (Selangor, Malaysia: PTS
Islamika, 2008), h. 13
95
Khairunnisa Rajab & Wan Muhammad Fariq, ‚Psikologi Qada’ dan Qadar‛, Jurnal
Hadari, Vo. 6 No. 1, 2011, h. 15
94
pelaksanaan atas segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt
sesuai dengan takdir-Nya.97 Ini berarti, qadha adalah ketentuan yang telah
takdir atau qadar adalah hukum Allah yang ditetapkan atas segala
makhluknya. Hal ini bisa dikatakan bahwa takdir (qadar) lebih umum
gerakan yang dilakukan. Salah satu faktor yang menentukan hasil adalah
akal. Manusia telah diberi akal berfungsi untuk menimbang mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang mudharat dan mana yang manfaat.
diperbuat. Mau jadi mukmin silahkan, mau jadi kafir pun silahkan.99
Dengan adanya akal yang telah diberikan yang berfungsi sebagai alat fikir,
96
Hafiz Firdaus Abdullah, 47 Persoalan Qadar dan Qadha, (Johor, Malaysia: Perniagaam
Jahabersa, 2011), h. 23
97
Fethullah Gullen, Qadar: Di Tangan Siapakah Takdir atas Diri Kita? , ....., h. 3
98
A. Khoiron Mustafiet , Takdir 13 Skala Righter: Mempertanyakan Takdir Tuhan (Depok:
Qultummedia, 2009), h. 76
99
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: sebuah Telaah tentang
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, ....., h. 116-120
95
Namun, setiap orang mukmin dituntut untuk menenpuh jalan yang telah
mengembalikan segala sesuatu kepada Allah Swt. Hal ini bukan berarti
ditetapkan oleh Allah untuk mengatur pola perjalanan dan tingkah laku
untuk memahami hukum alam ketentuan Allah itu dengan jalan ikhtiar.101
untuk berikhtiar menggapai takdir. Proses tidak mungkin terjadi bila tidak
ada gerakan, kehendak, dan kemauan. Tidak ada yang terjadi secara ujug-
ujug tanpa sebab apapun. Juga tidak ada akibat yang terjadi begitu saja
lalu terjadilah sungai-sungai kecil. Dari sungai itu ada tumbuhlah berbagai
100
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: sebuah Telaah tentang
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, ....., h. 122-123
101
Afif Anshori, ‚Pemikiran Kalam Nurcholis Madjid‛, Papper, Oktober 2013.
96
menuliskan:
hikmah. Dalam hidup setiap orang memiliki tujuan, apapun itu, dan ada
sebab dan akibat di samping tujuan itu. Seperti orang ingin berniaga.
Kehendak itu dapat mewujudkan keinginan itu bila ada ikhtiar. Dari sini
keinginan itu ada peran kausalitas. Seperti halnya orang ingin pintar, maka
dia harus belajar. Ingin menjadi sarjana, maka harus melalui jenjang
tanpa ikhtiar, atau berhasil hanya dengan modal khayal dan bermalas-
Proses hukum sebab dan akibat ini sering disebut dengan sunatullah,
atau sebaliknya, apa yang dikenal dengan sunatullah adalah sebab dan
akibat.104 Orang menanam pohon cabe, maka tumbuhlah pohon cabai dan
berbuah cabai. Orang menanam pohon jeruk tumbuhlah pohon jeruk dan
berbuah jeruk. Lalu datanglah hewan dan binatang pemakan daun cabai
102
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 357
103
Didiek Ahmad Supadie dkk., Pengantar Studi Islam, ....., h. 206
104
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 339.
97
atau jeruk, lalu rusaklah tanaman. Manusia lalu berfikir dan mempelajari
Semua akibat karena tersebab dari usaha dan ikhtiar manusia. Itulah
serta bermalas-malasan.105
106
...ب ِِمَّا َك َسبُ ْوا ِ
ٌ ََلُ ْم نَصْي...
‚...bagi mereka nikmat anugerah, tersebab usaha mereka...‛
ada di dalamnya. Karena manusia telah dianugerahi alat yang sejati berupa
107
أَفَ ََل تَتَ َف َّك ُرْو َن...
‚...apakah tidak engkau pikirkan?‛
108
أَفَ ََل تَ ْع ِقلُ ْو َن...
‚...apakah tidak engkau akali?‛
Dan anugerah lainya berupa indera, yakni mata untuk melihat, telinga
105
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 352-353
106
QS. Al-Baqarah [2]: 202
107
QS. Al-An’am [6]: 50
108
QS. Al-Baqarah [2]: 44
98
menuliskan:
pada diri orang itu sendiri. Nasibnya sangat ditentukan oleh ikhtiar yang
dilakukannya.
111
.اِ َّن اهللَ ََل يُغَيِّ ُرَما بَِق ْوٍم َح ََّّت يُغَيِّ ُرْوا َما بِأَنْ ُف ِس ِه ْم...
‚Sesungguhnya Allah tidaklah akan merubah apa yang ada pada suatu
kaum sebelum mereka merubah apa yang ada pada diri mereka.‛
Surat al-Ra’du ayat 11 merupakan salah satu ayat yang terdaftar dalam
ورا ِ ِ ِ ِالسب ِ
ً يل إ َّما َشاكًرا َوإ َّما َك ُف
َ َّ ُإنَّا َى َديْنَاه
‚Sesungguhnya Kami telah memberikan jalan, kadang-kadang dia
bersyukur kadang-kadang dia kafir.‛ (QS. Al-Insan [76]: 3)
109
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 346-347
110
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 347
111
QS. Al-Ra’du [13]: 11. Lihat Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 345
112
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 344
99
ب إِْثًا ِ ِ ومن ي عمل سوءا أَو يظْلِم نَ ْفسو ُُثَّ يستَ ْغ ِف ِر اللَّو ََِي ِد اللَّو َغ ُف
ْ َوَمن يَكْس.يما
ً ورا َّرح
ً َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ً ُ ْ َ َْ ََ
ِ ِ ِِ ِ َِّ
يما ً فَإَّنَا يَكْسبُوُ َعلَ َٰى نَ ْفسو ۖ َوَكا َن اللَّوُ َعل
ً يما َحك
‚Dan barang siapa yang mengamalkan akan yang jahat atau
menganiaya akan dirinya, kemudian itu memohon ampun dia kepada
Allah, akan didapatinya Allah itu Pemberi Ampun dan Penyayang.
Dan barang siapa yang mengusahakan dosa, maka usahanya itu adalah
dosa atas dirinya sendiri. Dia adalah Allah Maha Tahu dan
Bijaksana.‛ (QS. An-Nisa’[4]: 110-111)
Namun perlu diingat bahwa di ruang bebas berkehendak manusia itu ada
batas dasar hukum yang telah berlaku tetap bagi tiap kehendak dan
ikhtiar. Dasar hukum itu adalah aturan besar yang tidak dapat diatasi oleh
manusia. Aturan besar itu adalah takdir. Setiap ikhtiar yang dilakukan
100
bahwa takdir tidak bisa dielakkan, tetapi harus dikejar.113 Karena setiap
Menurutnya, tidak ada satu pun ikhtiar manusia yang dapat keluar dari
nikmat. Manusia yang menanam padi tidak akan tumbuh ilalang. Dengan
irigasi yang baik tentu akan tumbuh padi yang subur. Dengan bumbu yang
pas dan sesuai ketentuan maka akan menghasilkan masakah yang enak
113
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 349
114
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 349-350
115
Hamka menyebut takdir juga dengan istilah hukum alam atau sunatullah, yaitu peraturan
yang teguh dan tidak berubah lagi. Hukum yang tua dari segala hukum, yang dahulu dari segala
agama. Hukum agama juga terlahir dari hukum alam ini. Hukum yang datang dari Tuhan yang
cocok dengan segala zaman, peraturanya sesuai, adil, dan tidak pernah berat sebelah. Dan dengan
anugerah akal, manusia dalam menentukan baik dan buruk juga dari hukum alam. Hukum alam ini
akan dijalani manusia sejak dia datang ke dunia; lahir, sampai pada masa meninggalkan dunia;
wafat, menjadi penuntun dalam memperoleh kebahagiaan dan kesempurnaan. Seluruh yang ada di
langit dan di bumi seisinya semuanya berjalan sesuai dengan hukum alam. Lihat Hamka, Falsafah
Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, ......, h. 73-76
116
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 355. Liha juga M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran
Kalam Tafsir Al-Azhar: sebuah Telaah tentang Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, ....., h.127
117
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 343-344
101
‚Telah menutup Allah atas hati mereka dan atas pendengaran mereka
ada pelumuran. Dan bagi mereka adzab yang besar.‛ (QS. Al-Baqarah
[2]: 7)
َنت تُ ِنق ُذ َمن ِِف النَّا ِر ِ أَفَمن ح َّق َعلَْي ِو َكلِمةُ الْع َذ
َ اب أَفَأ َ َ َ َْ
‚Apakah orang-orang yang telah pasti atasnya kalimat siksa? Apakah
engkau akan mengeluarkan orang yang telah dalam neraka?‛ (QS. Al-
Zumar [39]: 19)
ِ ِ ولََق ْد ب عثْ نَا ِِف ُك ِّل أ َُّم ٍة َّرس ًوَل أ َِن ْاعب ُدوا اللَّو و
ُوت ۖ فَمْن ُهم َّم ْن َى َدى اللَّو
َ ُاجتَنبُوا الطَّاغ
ْ ََ ُ ُ ََ َ
ۖ َُّت َعلَْي ِو الض َََّللَة ِ
ْ َومْن ُهم َّم ْن َحق
‚Dan sesungguhnya telah mengutus kami pada tiap-tiap umat akan
utusan supaya menyembah mereka akan Allah dan menjauhi mereka
akan thaghut. Maka ada di antara mereka itu yang diberi hidayat
Allah dan di antara mereka ada pula orang yang telah pasti atas
kesesatan.‛ (QS. Al-Nahl [16]: 36)
bahwa pada diri kita ada kebebasan berkehendak. Dan dengan melihat
kebebasan itu terbatas, terbatas dalam lingkup dasar hukum (takdir) Allah.
102
- Syariat/ketentuan agama
- Arah usaha
Manusia, titik awal, niat
Tujuan
Takdir
Penjelasan:
Bulat biru adalah titik manusia dalam posisi diam atau belum
bergerak dan niat akan melakukan aktifitas atau ikhtiar.
Lingkaran-lingkaran merah adalah jangkauan tujuan. Kemana pun
tujuan yang diinginkan, di situ akan mendapatkan takdirnya.
Panah yang mengarah ke segala arah menunjukkan arah ikhtiar
manusia dan tuntunan atau aturan syariat. Kemana pun arah ikhtiar,
apapun bentuk ikhtiar, semua ada aturannya dalam syariat.
Warna hijau yang mewarnai seluruh lingkaran menujukkan bahwa
hidup manusia dipenuhi dengan takdir Tuhan. Kemana pun arah
ikhtiar dan tujuan yang ingin dicapai, maka akan mendapatkan
takdirnya sesuai kekuatan ikhtiar yang dilakukan.
118
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 345
103
resiko. Seperti tukang penjual roti berbeda dengan tukang penjual sayur.
dalam beragama pada Islam pasti terikat kontrak dengan taklif tanggung
itu. Baik pekerjaan itu berupa bekerja kepada orang lain di sebuah
keagamaan.
pekerjaan. Ukuran berat atau ringan pekerjaan secara riil terlihat pada
yang sama bobotnya sesuai pekerjaan yang harus ditunaikan. Pantas dan
di perusahaan yang sama adalah ibarat satu tubuh. Jika ada salah satu
fit. Beban tanggung jawab kewajiban itu ada hubungannya satu sama lain.
Ketika terjadi kelalaian di satu pihak, maka akan terjadi gangguan pada
besar. Membutuhkan hati yang kuat dan kemauan yang keras, yang harus
pengerjaan wajib itu terjadi perjuangan antara hati yang suci dengan
119
Atas perintah hati nurani maksudnya adalah mengerjakan kewajiban dengan
pertimbangan bahwa perkara itu dikerjakan karena wajib dikerjakan sesuai taklif, bukan karena
pujian, dipaksa keadaan sehingga timbul rasa takut, atau harapan pada suatu hal (benda atau
materi). Lihat Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi, cet. II, (Jakarta: Repbulika Penerbit, 2015), h. 3-4
105
Jika dia memisahkan diri dengan khalayak, maka fanalah diri dan tidak
orang di dunia ini tidak ujug-ujug tercipta begitu saja. Kita lahir tidak dari
seonggok batu. Kita lahir berkat kedua orang tua, di lingkungan sosial,
dan berkembang besar dalam binaan aturan masyarakat. Maka dari itu,
qana’ah.121
120
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 6. Lihat juga Hamka, Studi Islam, (Jakarta, Pustaka
Panjimas, tt), h. 76
121
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Cet. II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa,
1994), h. 169
106
yang harus ditunaikan, dan apa yang menjadi hak yang harus kita
hukum. Hak yang didapatkannya ialah hak kemerdekaan diri; meliputi hak
pilihan atau hak politik, hak budi, dan hak berfikir, kemerdekaan hak
tidak akan berubah walau waktu berubah dan tempat berlainan. Hak ini
mesti ada pada setiap manusia yang berakal, dan keberadaannya wajib
dihormati.123
diikhtiarkan untuk dijalankan dan dijaga bersama. Ini adalah prinsip pokok
122
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 9-10
123
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 132
107
bersama.
Selain kewajiban yang harus dipikul oleh diri di atas, yang paling
ibadah atau pengabdian kepada Allah Swt. Taklif terhadap diri, terhadap
sosial, dan terhadap alam sekitar harus dikerucutkan pada satu arah, yakni
Itu prinsip, karena hidup di dunia ini meliputi segala segi dan
yang lebih luas lainnya, dan negara. Sejak dari mengurus sesuap nasi yang
124
Hamka mengatakan bahwa jabatan khalifah yang begitu tinggi hanya dilaksanakan
oleh orang yang merasa selalu ada rasa takut kepada Allah. Orang yang senantiasa memahami
bahwa semua orang adalah sama dihadapan Allah. Lihat Hamka, Studi Islam, ....., h. 32-33
125
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, ....., h. 164-165
126
Hamka, Studi Islam, (Jakarta, Pustaka Panjimas, tt), h. 7
108
dengan negara dengan negara.127 Itulah urusan hidup yang harus diemban
oleh manusia, dan itu prinsip yang tidak bisa diganggu gugat.
(Khaliq) itu hanya satu, Allah adalah Esa. Akal yang berfikir sehat
harus sampai kepada akidah yang satu itu. Al-Quran telah memberikan
mungkin potensi akal yang dimilikinya. Tujuan dari pada itu adalah
alam yang indah, penuh seni, dan teratur sebagai bukti ke-Maha
tambah bersih cara berfikir, maka akan menghasilkan ilmu yang yakin
127
Hamka, Studi Islam,....., h. 30
128
Salah satunya bisa dilihat pada QS. Al-Hajj [22] ayat 73, yang berbicara soal
keyakinan yang menyekutukan Allah, yakni memilih sesembahan selain Allah.
129
Hamka, Studi Islam, ....., h. 7, lihat juga Hamka, Pandangan Hidup Muslim, cet. IV,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 9
109
Sebuah akhir perjalanan akal yang diiringi dengan jiwa yang suci,
Allah, nama Yang Maha Mulia dari dzat Yang Maha Suci, adalah
berusaha. Dari pada-Nya kita hidup, dan dari pada-Nya pula kita
sesisinya dengan keteraturan yang indah dan penuh seni.132 Itulah buah
dari tauhid.
dalam diri kita, maka secara implisit terpinanglah kita dalam satu
ikatan yang bernama akidah, yaitu mengikat hati dan perasaan dengan
adalah Maha Esa, Maha Pencipta, dan Maha Kuasa atas segala yang
130
Hamka, Pelajaran Agama Islam, cet. XI, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 34. Lihat
juga Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup
sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 140
131
Dia-lah Tuhan, baik di langit dan di bumi, lautan dan daratan, yang gaib dan yang
nyata. Semua terjadi atas kehendaknya, dia yang menjadikan, dan Dia mutlak berkuasa atas segala
yang ada. Lihat Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 23
132
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 27 & 60. Lihat juga Hamka, Pandangan Hidup
Muslim, ....., h. 9
133
Yang Maha Hakim maksudnya adalah bijaksana dalam memberikan keputusan yang
terbaik dalam segala perbuatan manusia. Memberi pahala kepada manusia yang berbuat baik dan
menjatuhkan hukuman bagi manusia yang berbuat jahat. Lihat Hamka, Studi Islam, ....., h. 96
110
raga dan pandangan hidup kita terikat oleh akidah, dan dengan akidah
kendaraan atau mesin generator. Dengan akal yang murni dan perasaan
yang halus, maka senantiasa akidah menjadi power yang selalu fit
insan penganut tauhid akan merasa dirinya bebas dan merdeka –dari
daulat yang dipertuhankan bagi seluruh alam ini hanyalah Dia, Allah
ُ) َوإِيَّاكَ نَ ْستَ ِعين.135 Kemudian prinsip itu menjadi pegangan hidup dalam
akhirat nantinya.
sebagai iman. Iman mesti diikuti dengan amal, karena amal adalah
buah dari iman. Akidah atau iman bersifat pasang surut, bisa
134
Hamka, Studi Islam, ....., h. 76 & 82
135
Hamka, Studi Islam, ....., h. 97-98
111
kegiatan hidup yang baik pula (amal shaleh).136 Seorang yang memiliki
waspada apa saja perbuatan yang mendapatkan ridha Allah dan apa
yang baik akan membuat hati menjadi bersih. Hati yang bersih
sikap hati, dan karena iman mendorong orang menjadi merasa wajib
baik hanya akan tercipta dari oang yang beriman baik. Atau, orang
yang memiliki iman yang baik pasti akan selalu melahirkan amal yang
baik.
didasari oleh akidah atau iman yang kuat, maka akan menghasilkan
136
Hamka, Studi Islam, ....., h. 197
137
Hamka, Studi Islam, ....., h. 122. Lihat juga Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, .....,
h. 144
138
Hamka, Studi Islam, ....., h. 133
112
dan proses amal dilakukan hanya untuk meraih ridha dan dilakukan
dengan tata cara sesuai syariat atau dasar hukum yang terpatri dalam
139
Hamka, Studi Islam, ....., h. 167
140
QS. Ad-Dzariyat [51]: 56
141
Banyak ayat yang menerangkan tentang tentang berusaha, bekerja, dan mencari
makan. Antara lain QS. Al-Baqarah ayat 60, Al-Baqarah ayat 168, Al-Maidah ayat 88, Al-An’am
ayat 142, At-Thur ayat 19, dan Al-Mulk ayat 15. Lihat Hamka, Studi Islam, ....., h. 175-176
113
maupun negara.142
tiada putus sesuai ajaran itu disebut sebagai muslim yang bercita-cita
tentang tata cara hidup yang baik. Aturan tersebut ada yang tidak
tertulis, yang berupa aturan adat atau tradisi yang turun temurun, ada
juga yang tertulis dengan pasal-pasal yang jelas. Aturan itu tumbuh
Dimana yang dikatakan baik adalah yang diterima dan disukai, dan
142
Hamka, Studi Islam, ....., h. 203
143
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 219
144
Hamka, Studi Islam, ....., h. 79 & 81
114
maupun amal perbuatan. Tata nilai tradisi yang telah dipegang turun-
(ma’ruf), dan sekuat tenaga untuk menghindarkan diri dari hal yang
salah dan buruk (munkar).145 Itu merupakan tugas hidup yang paling
rendah. Pada tahap selanjutnya, jika tahap paling rendah itu mampu
yang ma’ruf atau haq, dan berani menolak dan melarang yang munkar
atau bathil.146
145
Yang dimaksud amar ma’ruf adalah ketika engkau memerintahkan orang lain untuk
bertahuid kepada Allah, menaati-Nya, bertaqarrub kepada-Nya, berbuat baik kepada sesama
manusia, sesuai dengan jalan fitrah dan kemaslahatan. Atau makruf adalah setiap pekerjaan
(urusan) yang diketahui dan dimaklumi berasal dari agama Allah dan syara’-Nya. Termasuk segala
yang wajib dan yang mandub. Ma’ruf juga diartikan kesadaran, keakraban, persahabatan, dan
lemah lembut terhadap keluarga dan lain-lainnya. Sedangkan munkar adalah sebaliknya. Lihat
Ahmad Iwudh Abduh, Mutiara Hadis Qudsi, (Bandung: Mizan Pustaka, 2006), h. 224
146
Hamka, Pandangan Hidup Muslim,....., h. 67-68.
115
berjalan dengan baik bila jiwanya bebas atau terlepas dari rantai dan
belenggu kebendaan.
147
Hamka, Pandangan Hidup Muslim,....., h. 64-66.
116
bahagia. Karena ini adalah tugas mulia dan merupakan bagian dari
orang wajib melaksanakan tugas ini walau hanya sekedar dengan hati.
ت َر ُس ْوَل اهللِ صلى اهلل عليو ِ َ َاْل ْد ِري ر ِضي اهلل عْنو ق
ُ ََس ْع: ال ُ َ ُ َ َ ُْ َع ْن أَِِب َسعْيد
ِ
ِِ ِ ِ ِِ ِ
ْ فَِإ ْن ََل، فَِإ ْن ََلْ يَ ْستَط ْع فَبِل َسانو، َم ْن َرأَى مْن ُك ْم ُمْن َكراً فَ ْليُغَيِّ ْرهُ بِيَده: وسلم يَ ُق ْو ُل
ِ
)ان (رواه مسلم ِ ََضعف اْ ِْل ْْي
ُ َْ ك أ َ يَ ْستَ ِط ْع فَبِ َق ْلبِ ِو َوذَل
150
148
Asep Usman Ismail, Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2011), h. 71-73 & 129-132
149
Abdullah Al-Mushliih dan Shalah Ash-Shawiy, Prinsip-Prinsip Islam untuk Kehidupan,
Penerjemah: M. Ridwan Yahya, Harjani Hifni, M. Hidayat Nurwahid, cet. I, (Jakarta: Bina Rena
Pariwara, 1999), h. 201
150
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin (Taman Orang-Orang Shalih), BAB 23, h. 144-145.
117
Allah dan beragama yang hanya untuk` Allah semata. Dalam sebuah
firman-Nya dinyatakan:
151
Kifayah disini sama dengan hukum wajib kifayah yang dikenakan pada hukum
berkurban, sholat janazah, dan mencari ilmu. Setiap orang dikenakan taklif, tapi ketika ada
sebagian atau seseorang yang telah menjalankannya, maka batallah taklif setiap orang itu. Lihat
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Keutamaan: Keutamaan seorang Muslim (Selangor: PTS Islamika
SDN. BHD, 2014), h. 143
152
QS. Ali Imron [3]: 104
153
Hamka, Studi Islam, ....., h. 80
118
ِِ ِ ِ
ِّين َ َوَما أُم ُروا إََِّل ليَ ْعبُ ُدوا اللَّوَ ُمُْلص
َ ني لَوُ الد
‚Dan tidaklah mereka itu disuruh melainkan supaya mereka
mengabdi kepada Allah dalam keadaan ikhlas kepada-Nya,
beragama untuk Allah semata‛
lain, hidup yang hanya sementara ini hendaklah ada harganya, selalu
berarti manusia itu eksistensinya baik dan tanpa cela. 155 Tuhan
154
Hamka, Studi Islam, ....., h. 170
155
Rasulullah bersabda: ‚Allah Swt berfirman, Sesungguhnya Aku telah menciptakan
hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (fitrah), lalu mereka didatangi oleh syetan yang
menyesatkan mereka dari ajaran agama mereka, dan (syetan tersebut) mengharamkan kepada
mereka apa yang Aku halalkan‛. (HR. Muslim). Lihat Abdullah Al-Mushliih dan Shalah Ash-
Shawiy, Prinsip-Prinsip Islam untuk Kehidupan, ....., h. 5
119
saja dan menciptakan apa saja yang menjadi kemauan dan tujuannya,
manusia bisa dipandang baik akal dan budinya, dan dengan akal pula
Karena menurut Hamka, ada tiga sifat asli yangada pada diri manusia,
sendiri.157
dan bersosial. Setiap orang harus menjaga diri, jaga ucapan, jaga
indera, dan jaga prilaku agar selalu dalam koridor tata aturan adab dan
156
Hamka, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati diri, Berdasarkan
Tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, (Jakarta: Republika Penerbit, 2016), h. 1
157
Bila akal manusia dikuasai oleh kecenderungan kebinatangannya, maka dia akan tamak
dan rakus, bila dikuasai oleh marah maka manusia akan menjadi ganas, sedangkan bila dikuasai
oleh sifat mementingkan diri sendiri dia akan menjadi orang yang licik, sombong, penipu, dan
penindas, bak setan bertubuh manusia. Lihat Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia
Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015),
h. 112
120
Setiap kelompok masyarakat ada adat, setiap adat ada tradisi, dan
Hidup berbudi harus menjadi tujuan dan prinsip dari segala gerak-
menyampaikan:
Pantun tersebut selaras dengan sebuah syair arab gubahan Syauqi Bey
berikut ini:
berbudi, dapat tercapai sempurna bila kita insaf, ingat, dan ikhlas.
akan segala kekurangan dan keterbatasan pada diri, dan mengakui akan
jalan yang benar dan menjauhi kehendak yang jahat, sesuai tuntutan
Ikhlas artinya suci bersih terhadap Allah. Bisa diartikan dengan jujur
160
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 96. Lihat juga Abdul Rahman Abduk Aziz,
‚Nilai Mencapai Kehidupan Sejahtera: Pandangan Hamka‛, Malim, Bil 10, 2002, h. 137
161
Mampir ngombe merupakan ibarat dalam falsafah Jawa yang diartikan bahwa hidup ini
hanyalah sebentar saja. Waktu yang hanya sebentar itu diibaratkan seperti orang yang sedang
kehausan dan mampir ke warung untuk minum sejenak sekedar menghilangkan dahaga. Dan
setelah minum air yang diinginkan dan setelah hilang dahaga, maka perjalanan pun dilanjutkan
kembali.
162
ۖ ك مِنَ ال ُّد ْنيَا ك ه
َ َّللاُ ال هدارَ ْاْلخِرَ َة َو ََل َتنسَ َنصِ ي َب َ وا ْب َت ِغ فِيمَا آ َتا.َ Artinya: ‚Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.‛
163
Hamka, Pribadi Hebat, (Jakarta: Gema Insani Press, 2014), h. 140-141
122
Allah.164
takut akan neraka. Bukan pula mengharap imbalan pahala dari budi
baik dan menjauhi kejahatan karena memang itu jahat. Itulah iman
ِِ ِ ِ
ِّين َ َوَما أُم ُروا إََِّل ليَ ْعبُ ُدوا اللَّوَ ُمُْلص
َ ني لَوُ الد
‚Dan tidaklah mereka itu disuruh melainkan supaya mereka
mengabdi kepada Allah dalam keadaan ikhlas kepada-Nya,
beragama untuk Allah semata‛.
164
Hamka, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati diri, Berdasarkan
Tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, ....., h. 4-5
165
Hamka, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati diri, Berdasarkan
Tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, ....., h. 6-8
123
beragama umat Islam adalah syiar atau dakwah dan gerakan. Dengan
akhirat.
umat selalu dijalankan. Kuatnya misi itu sehingga terbit berbagai buku
166
Paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Khun dalam karya bukunya
berjudul The Stucture of Scientific Revolution (1962) yang kemudian dikembangkan dan
dipopulerkan oleh Robert Friedrichs, Materman, George Rotzer, dll. Menurut Rotzer, paradigma
adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menajdi pokok persoalan yang
semestinya dipelajari oleh satu cabang ilmu pengetahuan. Adapun rumusan dari Friedrichs,
paradigma adalah suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi
pokok persoalan (subject matter) yang semestinya dipelajari. Paradigma membantu merumuskan
tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab, bagaimana cara
menjawabnya, dan aturan apa yang digunakan dalam menginterpretasikan informasi dalam rangka
menjawab persoalan itu. Lihat Aam Abdussalam, ‚Paradigma Tauhid: Kajian Paradigma
Alternatif dalam Pengembangan Ilmu dan Pembelajaran‛, Ta’lim (Jurnal Pendidikan Agama
Islam), Vol. 9, No. 2, 2011, h. 115-116
167
Buku-buku tesebut antara lain Lembaga Budi, Lembaga Hidup, Dari Lembah Cita-cita,
Pandangan Hidup Muslim, Pelajaran Agama Islam, Pribadi Hebat, Falsafah Hidup, Membahas
Soal-soal Islam, dll.
124
ikhtiar Hamka dapat menjadi solusi alternatif yang baik dan menjadi
Ikhtiar
Indikator: Indikator:
Indikator:
- Mempertahankan hidup dan - Berbudi luhur dan bertindak
keturunan sesuai aturan (norma sosial), - Beribadah (wajib / non wajib)
- Berkehendak, berfikir, dan karena manusia butuh bantunan - Melakukan amal sholih
berusaha. orang lain dalam memenuhi - Melaksanakan perbuatan
- Memiliki bakat dan kebutuhannya. baik (akhlak mulia)
kemampuan (petani, teknisi, - Rukun dan damai dengan - Menuntut ilmu untuk
nelayan, akuntan, dll.) tetangga, teman, kerabat, dan kemaslahatan umat
- Bekerja mencari nafkah dan lingkungan sekitar. - Menjalin tali silaturahmi dan
berkarya - Berkembang biak, berbagi rasa, persahabatan.
- Memelihara kesehatan dan bertukar pikiran bersama
dengan mandi, berpakaian, dengan orang lain.
makan, minum, tidur, dan - Tolong-menolong/saling
bertempat tinggal. membantu terhadap sesama
BAB IV.
baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang
2
َح َس ِن تَ ْق ِو ٍي
ْ نسا َن ِِف أ ِ
َ لََق ْد َخلَ ْقنَا ْاْل
‚Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya‛
struktur yang paling baik diantara makhluk Allah yang lain. Manusia juga
istilah fitrah3. Fitrah adalah kekuatan terpendam yang ada dalam diri
manusia, dibawa semenjak lahir dan akan menjadi daya pendorong bagi
kepribadianya.4
1
Sudono Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Delta Media, 2011), h. 86
2
QS. Al-Tiin [5]: 4
3
Struktur manusia terdiri atas unsur jasmaniah (fisiologis) dan ruhaniah (psikologis).
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan,
dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi, yang menurut pandangan Islam dinamakan
‚Fitrah‛. Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991), h. 42
4
Fitrah dikatakan bahwa sejak awal kejadiannya memiliki komitmen terhadap nilai-nilai
keimanan kepada Allah dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Lihat Muhaimin dkk,
126
127
Dengan akal yang memiliki potensi fikir dan jiwa yang yang
mengarah pada satu tujuan, yakni Tuhan, membuat manusia juga makhluk
yang mulia dari segenap makhluk yang ada di alam raya ini, yang menjadi
ajaran tauhid dan meyakininya. Hal itu karena ajaran tauhid itu sesuai
dengan apa yang ditunjukkan oleh akal dan yang membimbing kepadanya
murni dalam jiwa manusia yang belum kemasukan pengaruh dari yang
lain, yaitu pengakuan adanya kekuasaan tertinggi dalam alam ini, Yang
sayang, indah dan elok.7 Berarti secara kodrati dan asal permulaan
potensi jasmani dan akal yang menjadi daya untuk mengemban amanat8
9
س إَِّّل لََِ ُُْْ ُدن َن ِ ِ ُ َنَما َخلَ ْق
َ ْت ا ْْل َّن َن ْاْلن
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku".
Ibadah dalam arti luas ialah setiap sikap, pandangan, ucapan dan
bukan hanya dalam upacara ritual seperti shalat, haji, dan puasa, akan
tingkah laku.
diterima sahnya ibadah. Seperti halnya shalat akan diterima bila dalam
kondisi bersuci (berwudlu), begitu pun ibadah yang akan diterima ketika
ِ ِ من ع ِمل
ُ صاِلًا ِّمن ذَ َك ٍر أ َْن أُنثَ ٰى َنُى َو ُم ْؤم ٌن فَلَنُ ْحَََِ نَّوُ َحََا ًة طَََُِّةً ۖ َنلَنَ ْج ِزيَن
َّه ْم َ َ َ َْ
9
QS. al-Dhariyat [51]: 56
10
Endang Saefuddin Anshari, Iqra’ sebagai Mabda’ (Ke arah Islamic Fundamental
Values and Norms dan Pengantar Filsafat Islam tentang Tuhan, Alam dan Manusia tentang
Hidup, tentang Ilmu, dan tentang pendidikan), Reformulasi Filsafat Pendidkan Islam , ed. Chabib
Thoha, F Syukur, dan Priyono (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 94
11
Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawiy, Prinsip-Prinsip Islam untuk Kehidupan,
....., h. 10
129
ْ َجَرُىم بِأ
َح َس ِن َما َكانُوا يَ ْْ َملُو َن ْأ
12
terhadap iman. Iman akan semakin cakap dalam realisasi teknisnya bila
dilengkapi dengan ilmu.14 Namun, iman tanpa realisasi ketaatan dan aksi
teguh dan tegak. Tidak hanya sekedar ucapan, tapi harus mempercayai
yang bersifat keilahian, dan tidak ada kualitas ketuhanan serupa yang
12
QS. An-Nahl [16]: 97
13
Hamka, Pelajaran Agama Islam, ....., h. 34
14
Nurcholis Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, cet. VI, (Jakarta: Paramadina Press,
2002), h. 8
130
menata hati sepenuhnya bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang keilahian-
hidup-mati hanya untuk Allah dan hanya untuk meraih ridha-Nya, karena
adalah fana, serba tidak tahu, dan butuh kasih sayang Tuhannya.
Sedangkan Tuhan adalah luhur, suci, dan kuasa dalam segala hal17.
yang besar, yakni berbakti dan berkhidmat, beriman, dan beramal shaleh.
15
Nurcholis Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, ....., h. 4-5
16
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 223
17
Alam ini tidak terjadi dengan tiba-tiba, tapi tercipta yang teratur rapi luar biasa. Ada
satu kekuatan, satu kekuasaan, satu iradah, dan satu kodrat yang mengaturnya. Lihat Hamka,
Dari lembah Cita-cita, (Jakarta: Gema Insani Press, 2016), h. 21
131
tanggung jawab terhadap segala perbuatan dan ikhtiar serta akibat yang
Aspek-aspek rohani dan jasmani manuisa yang terdiri dari empat perkara
18
Hamka, Dari lembah Cita-cita, ....., h. 23-24
19
Alam seisinya (langit dan bumi) yang dijadikan Allah harus dikelola, dijaga, dan
dipelihara keselamatannya. Seperti yang dimaksudkan dalam firman Allah dalam surat Al-
Baqarah: 29, An-Nahl: 14, dan Ibrahim: 33. Lihat NA. Rasyid Dt. Mangkudun, Manusia dalam
Konsepsi Islam, cet. II, (tt: CV. Karya Indah, 1983), h. 45-46
132
asas, yaitu akal fikiran, roh, jasad, dan syahwat, akan dapat dididik dan
berfikir, membedakan yang baik dan buruk, memiliki potensi untuk diajar
seseorang bisa mendapat hidayah dan petunjuk dari Allah Swt, meneliti,
alam dan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh orang lain. Dengan akalnya
mempunyai daya akal dan kehendak yang berasal dari Tuhan, manusia
20
Nur Kholis, Humanisme sebagai Filsafat Hukum Islam, ISTI’DAL: Jurnal Studi
Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, 2014, h. 58
21
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 223
133
yang tak terbagi. Dalam bahasa inggris individu berasal dari kata in
22
Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006),
h. 59-60.
23
Beraneka kehidupan dan pekerjaan itu antara lain ada pekerja keras ada yang
menganggur, ada tani ada yang wiraswasta, ada nelayan dan ada pula pelayan (kuli), ada yang
guru ada pula hakim, ada kyai ada pula santri, dan lain-lainya. Lihat Hamka, Lembaga Hidup:
Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup sesuai Ketetapan Illahi ,....., h. 3
134
Dan pembayaran kewajiban yang paling tinggi dan mulia adalah yang
orang lain, paksaan, atau karena pujian, walau dicela dan dimaki.25
dengan kewajiban yang tertunaikan dengan baik, maka orang lain pun
adalah perkara yang sangat penting, menghendaki hati yang kuat, dan
24
Mengerjakan kebaikan karena lantaran memang wajib bahwa yang baik itu untuk
ditunaikan dan tidak mengerjakan yang jahat, tercela, atau buruk karena lantaran memang
kejahatan itu tidak pantas untuk dikerjakan.
25
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 3
26
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 5
27
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 81
135
fikiran, perasaan, dan tingkah laku, baik sadar mapun tidak sadar.
diri agar selalu selaras dengan lingkungan dimaa pun berada. Menurut
Atkinson pribai adalah sebagai pola prilaku dan cara berfikir yang khas
yang dibawa sejak lahir yang akan menjadi pendorong serta penentu
28
Wahyu Rahmat, ‚Pengaruh Tipe Kepribadian dan Kualitas Persahabatan dengan
Kepercayaan pada Remaja Akhir‛, eJournal Psikologi, 2 (2), 2014, h. 210
29
Septi Gumiandari, ‚Kepribadian Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam: Telaah
Kritis atas Psikologi Kepribadian Modern‛, Holistik, Vol. 12 Nomor 01, Juni 2011, h. 280
30
Yasir Nasution, Manusia menurut Al-Ghazali (Jakarta: Rajawali Press, 1988), h. 89
136
tersebut.32
adalah: 33
1. Daya tarik
Daya tarik yang dapat menyebabkan jiwa orang yang dekat makin
dan cekatan.
tujuan orang lain. orang yang cerdik dan cepat berfikir lebih
dan pemaaf.
4. Berani
5. Bijaksana
atau salah, patut atau tidak patut. Adil, cakap dalam berfikir, dan
logis.
34
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, ....., h. 252
138
dalam segala hal. Untuk itu, tiap diri hendaknya tau posisi,
masing-masing.
8. Sehat tubuh
jiwa yang baik. Karena lidah yang fasih adalah pandu ilmu, ilmu
dan akhlak.
139
kemauan yang keras. Selain itu juga harus memiliki rasa wajib dalam
yang kuat; rajin sholat dan ibadah lainya. Seorang yang berpribadi
35
Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006),
h. 63
36
W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996), h. 25
37
Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
h. 45
140
hidup. Dalam keluarga itulah pokok dan dasar pergaulan hidup dan
Nabi Saw:
berat akan terasa nikmat, hati senang dan jiwa pun bahagia.41
kewajibannya.
walau jauh dari pelupuk mata tapi akan selalu di hati, akan
42
Pendapat Imam Al-Ghazali yang dikutip oleh Hamka mengatakan bahwa halal-
haramnya makanan dan minuman yang kita makan sangat berpengaruh terhadap darah yang
mengalir dalam tubuh anak. Makanan, minuman, dan pakaian yang dihasilkan dari yang harap
akan mengakibatkan terhadap diijabahnya doa olah Allah. Lihat Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar
Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup sesuai Ketetapan Illahi ,....., h. 234
43
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, ‚tidak ada pemberian yang lebih utama dari
seorang ayah kepada anaknya daripada pendidikan yang baik (mengajarkan adab yang baik). ‛
(HR. Tirmidzi dan al-Hakim dari Amru bin Sa’id bin Ash).
44
Hamka juga mengistilahkannya dengan ‚tangan dingin‛. Proses pembimbingan
terhadap anak yang berdasar pada kebaikan dan kebenaran sesuai kaidah-kaidah yang terdapat
dalam Islam.
45
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 233-237 & 262-266. Dalam sebuah hadits Rasulullah
143
bersabda, ‚Peliharalah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-
anak itu adalah hadiah Allah kepadamu.‛ (HR. Bukhari)
46
Rasulullah bersabda,‛Keridhaan Tuhan tergantung atas keridhaan dua orang ibu dan
bapak. Kemarahan Tuhan pun bergantung atas keridhaan dua orang ibu dan bapak. Kemarahan
Tuhan pun tergantung pula atas kemarahan keduanya.‛ (HR. Thabrani dan Ibnu Umar). Lihat
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk Hidup sesuai
Ketetapan Illahi,....., h. 268
144
yang lebih muda, dan yang muda menghormati yang lebih tua.
manis mulut.
47
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 238
145
saudara.48
48
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 239-248
146
kemuliaan.
hak asasi yang pertama di atas hak yang lain. Karena segala hak
sendiri atau orang lain, tanpa sebab perkara dan hukum yang
49
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 157-158
147
pengecut.51
kehidupan.
54
Hamka, Lembaga Budi: Menegakkan Budi, Membangun Jati Diri Berdasarkan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, ....., h. 139
55
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 21-22
149
kemunduran masyarakat.58
56
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h.185
57
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 165-166
58
Hamka, Lembaga Hidup: Ikhtiar Sepenuh Hati Memenuhi Ragam Kewajiban untuk
Hidup sesuai Ketetapan Illahi,....., h. 41-42
150
59
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, ....., h. 65 dan Hamka, Lembaga Budi: Menegakkan
Budi, Membangun Jati Diri Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, ....., h. 2-4.
60
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, ....., h. 252-253
151
orang bebas dari segala belenggu dan hanya tertuju pada Yang
salah, hak dan bathil, mana yang ma’ruf dan yang munkar.61
mulia adalah orang yang memiliki rumah megah, mobil mewah, dan uang
yang berlimpah. Ada juga yang berpandangan bahwa orang yang mulia
61
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, ....., h. 65-66
62
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, ....., h. 402-403
152
ekstrim adalah ideologi agama secara perlahan yang mengalami erosi oleh
pengetahuan itu, pribadi insan ideal, yang berkualitas, yang mulia, atau
manusia.64
memiliki tujuan ma’rifat, yaitu paduan ilmu dan amal dengan dengan
63
Tengku Jacob, Manusia, Ilmu, dan Teknologi: Pergumulan Abadi dalam Perang dan
Damai (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 9
64
Elfi dan Damardjati Supadjar, ‚Konsep Manusia Ideal dalam Pemikiran Hamka‛,
HUMANIKA, 17 (2), 2004, h. 280.
65
Bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-
Syafi'i. Seorang teolog dan filosof muslim dari Persia. Nama al-Thusi adalah identitas tempat
kelahirannya, sedangkan asy-Syafi’i adalah identitas kemadzhabannya, karena Al-Ghazali
merupakan salah satu penerus dari Asy-Syafi’i.
66
Yasir Nasution, Manusia menurut Al-Ghazali, ....., h. 186.
153
menyatakan bahwa manusia mulia, ideal, atau insan kamil adalah nur
dan membahagiakan.
manusia ideal, mulia, dan sempurna adalah manusia yang esensinya telah
tarikat. Syariat adalah aspek awal yang berupa amalan lahiriah yang
secara ruhaniyah menuju Tuhan. Pada tahap ini manusia diminta untuk
67
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr VIII, 1980), h. 119 & 135
68
M. Dawam Raharjo, Insan Kamil: Konsepsi Manusia menurut Islam (Jakarta: Grafiti
Pers, 1987), h. 104
154
telah mencapai tahap ma’rifat disebut dengan ‘arifin atau ahl al-tamam,
pekerjaan yang berguna, baik untuk diri maupun orang lain. Sebuah usaha
melawan dan menghadapi nafsu yang jahat dan menegakkan budi pekerti
yang mulia (al-akhlaq al-karim). Membangun umat yang telah binasa dan
69
Abdul Hadi WM, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya, (Bandung:
Mizan, 1995), h. 65. Lihat juga Sangidu, Wahdatul Wujud: Polemik Pemikiran Sufistik antara
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani dengan Nuruddin Ar-Raini (Yogyakarta: Gama
Media, 2003), h. 47-54.
70
M. Afif Anshori, Tasawuf Falsafi Syaikh Hamzah Fansuri, (Yogyakarta: Gelombang
Pasang, 2004), h. 164
71
Ali Syari’ati, Tentang Sosiologi Islam, terj. Saifullah Mahyudin, (Yogyakarta: Ananda,
1982), h. 161-162
155
alam yang terbentang. Halusnya rasa harus diasah dan diasuh, dan itu
sangat tergantung pada sejauh mana orang memandang hidup dan alam
kekayaan manusia bukan berkutat pada urusan gedung dan mobil dan
tumpukan ilmu. Nilai umur dan nilai hidup manusia ditentukan oleh
Jiwa juga harus kuat dan besar. Kuat dalam konsistensi dan
itu ada 3 (tiga), yakni yang pertama yaitu tenang dan tidak gelisah. Tidak
mudah takut, cemas, cemburu, hasud, dan dengki. Kedua yaitu rela atau
72
Hamka, Falsafah Hidup: Memecahkan Rahasia Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, ....., h.275-277
73
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, ....., h. 78-80
156
membantah yang salah dan menegur yang tidak adil dan dhalim. Hamka
mengatakan, bahwa rela menerima apa adanya tanpa bereaksi bak hidup
menuntut yang lebih baik dan sempurna. Sendi yang ketiga adalah
bermuka jernih. Muka yang jernih mendatangkan simpati dan sebagai tali
jiwa yang jernih.74 Itulah yang membuat hidup seseorang menjadi bernilai
74
Hamka, Pribadi Hebat, ....., h. 100-110
157
menjaga diri pada setiap aktifitasnya agar selalu bernilai ibadah dan
dan membuang sifat tercela. Kemudian prinsip ketiga yaitu menghiasi diri
dengan sifat terpuji (mulia).76 Demikain lah yang membuat jiwa menjadi
halus dan kuat, dan membuat manusia menjadi memiliki nilai atau ideal.
75
Susilawati, Pemikiran Tasawuf Hamka dalam Kehidupan Modern, Annida’: Jurnal
Pemikiran Islam, Vol. 40, No. 2, 2015, h. 120-121
76
Susilawati, Pemikiran Tasawuf Hamka dalam Kehidupan Modern, ....., h. 123
158
sifat tercela dan segala dosa, baik lahir maupun batin (takhalli), kemudian
sungguh manusia akan terpaku kehadirat Allah dalam segala gerak prilaku
dengan akhlak yang baik (akhlaq al-karim), baik dalam tataran vertikal
dan dijalin dengan baik secara seimbang dan harmonis.79 Takwa menjadi
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers,
77
2014), 191-193
78
Pengertian takwa dalam satu literatur adalah keinsyafan mengikuti dengan kepatuhan
dan ketaatan, melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Pius
A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 735.
Menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani, orang yang bertakwa adalah orang yang tidak lepas dari
perbuatan mensucikan diri; orang yang selalu berusaha membenamkan dirinya dalam semua hal
yang diridhai Allah serta menjauhkan diri dari semua perbuatan yang dimurkai Allah. Lihat
Syeikh Abdul Qadir al Jailani, Rahasia Sufi, Terjemahan kitab Ar-Risalatul as-Sufiyyah,
penerjemah Abdul Majid dan Khatib (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), Cet.3, h. 51.
79
Marzuki, Pembinaan Akhlak Mulia dalam Berhubungan antar Sesama Manusia dalam
Perspektif Islam, HUMANIKA, Vol. 9 No. 1, Maret 2009, h. 30
159
ِ َّ َََي َأُّيه َا النَّ ُاس اَّنَّ َخلَ ْقنَ ُاُك ِ ّمن َذ َك ٍر َو ُأ َ ٰنَث َو َج َعلْنَ ُ ْاُك ُش ُع اوًب َوقَ َبائِ َل ِلتَ َع َارفُوا ۚ ا َّن َأ ْك َر َم ُ ُْك ِعند
ۚ اَّلل َأتْقَ ُ ْاُك
ِ ِ
80
ٌاَّلل عَ ِل ٌمي َخبِي
َ َّ ا َّن
ِ
‚Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.‛
dan Hadits, dan pada koridor sufistik dalam menjelaskannya. Namun bila
adalah kesadaran yang terhujam dalam diri bahwa Allah Swt senantiasa
80
QS. Al-Hujarat [49]: 13
160
Manusia
Berharkat / Mulia
Bernilai / Berkualitas
81
Ainol Yaqin, Ulul Albab sebagai Potret Manusia Ideal (Studi Semantik Al-Quran),
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015, h. 20
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
161
162
pada kebaikan dan kebenaran. Bertitik tolak pada niat yang baik dan
untuk meraih hasil yang baik pula. Mengarahkan manusia untuk lebih
B. Saran
terhadap orang lain pasti memberikan kesan ada kekurangan terhadap apa
yang dipandangnya. Begitu pula dalam proses penulisan riset ini. Apapun
kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada hasil riset ini semoga
hasil dari riset ini dapat menjadi titik tolak terhadap penelitian
selanjutnya untuk mendapatkan hasil riset yang lebih baik dan ilmiah.
164
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Qur’an Al-Karim
Abdullah, Amin, ‚Kajian Ilmu Kalam‛ dalam Komaruddin Hidayat dan Hendro
Prasetyo (ed.), Problem dan Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi
Islam, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 2000
Abdul Muin, M. Taib Tahir, Risalah Qada dan Qadar , Yogyakarta: Sumbangsih,
1964
Abu Zahrah, Imam Muhammad, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
terjemahan dari judul asli Tarikh al-Madzhahib al-Islamiyah oleh Abd.
Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Jakarta: Logos, 1996
Ahmad Supadie, Didiek dkk., Pengantar Studi Islam, edisi revisi, cet. III, Jakarta:
Rajawali Press, 2015
Aqqad, Abbas Mahmud, Filsafat Qur’an: Filsafat, Spiritual, dan Sosial dalam
Isyarat Qur’an, cet. II, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996
Al-Asy’ari, Imam Abu Al-Hasan, Kitab Al-Luma’: Arrod ‘ala Ahl al-Zig wa al-
Bada’, Mesir: Matba’ah al-Munir, t.th.
Ali, Amir, The Spirit of Islam, New Delhi: Low Price Publications, 1995
Al-Juwayni, Abu al-Ma’ali ‘Abd al-Malik ibn al-Shaykh Abi Muhammad, al-
‘Aqidah al-Nizamiyyah, al-Qahirah: Maktabat al-Kulliyyahal Azhariyyah,
1979.
Amin, Ahmad, Al-Akhlaq, terjemahan Indonesia oleh KH. Farid Ma’ruf, Etika
(Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Anwar, Rosihon dan Rozak, Abdul, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1991.
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Cet. II, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perkasa, 1994
Awang, Abdul Hadi, Beriman kepada Qadak dan Qadar, Selangor, Malaysia: PTS
Islamika, 2008
166
Azra, Azyumardi, ‚Prof. Dr. Hamka: Pribadi Institusi MUI‛, dalam Tokoh dan
Pemimpin Agama: Biografi Sosial Intelektual,(ed), Azyumardi Azra dan
Saiful Umam, Jakarta: Litbang Depag dan PPIM IAIN Jakarta, 1998
Bakhtiar, Amsal, Tema-tema Filsafat Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve,1994
Dt. Mangkudun, NA. Rasyid, Manusia dalam Konsepsi Islam, cet. II, tt: CV.
Karya Indah, 1983
Fatma, Aries, Cara Cepat Meraih Prestasi Diri, Jakarta: LPDS, t.th.
Frager, Robert dkk, The Sufi Psychology of Grouth, Balance and Harmony.
Wheaton, USA : Theological Publ. House, 1999. Edisi terjemahan
Indonesia oleh Hasymiyah Rauf, Psikologi Sufi untuk Transformasi: Hati
Diri, dan Jiwa, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002
Gulen, Fethullah, Qadar: Di Tangan Siapakah Takdir atas Diri Kita?, cet. III,
edisi terjemahan dari judul asli al-Qadaru fi Dhau-i al-Kitab wa al-
Sunnah, Jakarta, Republika Press, 2005
______, Iman dan Amal Sholeh, Jakarta: Gema Insani Press, 2015
______, Pandangan Hidup Muslim, cet. IV, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
______, Pelajaran Agama Islam, cet. 11, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
______, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, Juz I, VI, IX, XI, XIII-
XIV, XXI.
Hamka, Irfan, Ayahku: Kisah Buya Hamka, Jakarta: Republika Penerbit, 2013
Hanafi, Ahmad, Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: Bulan Bintang, 1974
Herimanto & Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara,
2008
Iwudh Abduh, Ahmad, Mutiara Hadis Qudsi, Bandung: Mizan Pustaka, 2006
Jacob, Tengku, Manusia, Ilmu, dan Teknologi: Pergumulan Abadi dalam Perang
dan Damai, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Muhammad, Herry, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh pada Abad 20,
Jakarta: Gema Insani Press, 2006
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, cet. II, Jakarta: UI-Press, 1986
Nor Wan Daud, Wan Mohd, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.
Naquib Al-Attas, Bandung: Mizan, 2003
Rakhmat, Jalaluddin, Kata Pengantar dalam Homo Philipus l\ile (Ed.), Kamus
Filsafat, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995
170
Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka, Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983, Cet. II
Saefuddin Anshari, Endang, Iqra’ sebagai Mabda’ (Ke arah Islamic Fundamental
Values and Norms dan Pengantar Filsafat Islam tentang Tuhan, Alam dan
Manusia tentang Hidup, tentang Ilmu, dan tentang pendidikan),
Reformulasi Filsafat Pendidkan Islam, ed. Chabib Thoha, F Syukur, dan
Priyono, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Setiadi, Ellly M, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Prenada Media Group,
2006.
Schuon, Frithjof, Islam and The Perrenial Philosophy, terj. Rahmani Astuti,
Bandung: Mizan, 1988
Siraj, Said Agil, Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai
Inspirasi bukan Aspirasi, Bandung: Mizan dan Yayasan Khas, 2006
Soleh, HA. Khudori, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013
Syueb, Sudono, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Delta Media, 2011.
Teew, Andries dalam Sides Sudyarto DS, ‚Hamka, Realisme Religius‛, dalam
Hamka di Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984
Titiek W.S, ‚Nama Saya Hamka‛, dalam Nasir Tamara, dkk, HAMKA Dimata
Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1983
Usman Ismail, Asep, Pengembangan Diri Menjadi Pribadi Mulia, Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2011
Yusuf, Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar; Sebuah Telaah dalam
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990
Elfi & Damardjati Supadjar, ‚Konsep Manusia Ideal dalam Pemikiran Hamka‛,
HUMANIKA, 17 (2), 2004
Kholis, Nur, ‚Humanisme sebagai Filsafat Hukum Islam‛, Isti’dal, Jurnal Studi
Hukum Islam, Vol. I, No. 1, Tahun 2014
Rajab, Khairunnisa & Fariq, Wan Muhammad, ‚Psikologi Qada’ dan Qadar‛,
Jurnal Hadari, Vo. 6 No. 1, 2011
______, ‚Sejarah Munculnya Ilmu Kalam dan Kerangka Berfikir Aliran Kalam‛,
Papper, 2013