Anda di halaman 1dari 11

Makalah aqidah akhlak

Disusun

O
L
E
H
Rahmad syauky furkhany
Madrasah Aliyah Negeri Model Banda Aceh

KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
Kehendaknya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Ranula.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas akidah akhak. Mengingat
pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun
makalah ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi
isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan yang baik ini, Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya

dalam upaya

penyelesaian makalah ini.


Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari teman-teman akan penulis terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang

Banda Aceh, November 2015

Penulis

BAB I
Ilmu Kalam

A. Pengertian dan fungsi ilmu kalam


1. Pengertian ilmu kalam
Ilmu Kalam adalah salah satu bentuk ilmu keislaman. Kajian dalam ilmu
kalam terfokus pada aspek ketuhanan (devesivasinya) atau bentuk karena itu
disebut teologi dialetika, dan rasional. Secara harfiah kata kalam artinya
pembicaraan tetapi bukan dalam arti pembicaraan sehari-hari (omongan)
melainkan pembicaraan yang bernalar dan logika akal.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan
kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama islam) dengan bukti-bukti yang
yakin. Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membahas soal-soal keimanan yang sering
juga disebut Ilmu Aqaid atau Ilmu Ushuluddin.
Beberapa ulama memberikan pendapat yang berbeda-beda sesuai dengan
argument

mereka

masing-masingten

tang

definisi

Ilmu

Kalam:

Menurut Al-iji Ilmu Kalam adalah Ilmu yang memberi kemampuan untuk
menetapkan aqidah agama (Islam) dengan mengajukan argument untuk
melenyapkan keraguan-keraguan.Menurut Ibnu Khaldun Ilmu Kalam adalah Ilmu
yang mengandung argument-argument rasional untuk membela Aqidah-aqidah
Imanya dan mengandung penolakan terhadap golongan bidah yang didalam
aqidah menyimpang dari mazhab salah dan ahli sunnah.
2 . fungsi ilmu kalam
1.

Adanya percakapan yang menjurus pada perdebatan mengenai aqidah


islam, perdebatan ini dimulai abad kedua Hijriah

2.

Para ulama ketika mereka menjelaskan mengenai berbagai macam


persoalan mengenai akidah islam yakni menggunakan metode ilmu logika,
yang mana metode ini sering digunakan oleh para filosof.

3.

Munculnya pertanyaan yang cukup menghebohkan umat islam pada abad


kedua hijriah yakni mengenai kalamullah

4.

Masalah masalah yang menjadi perdebatan mengenai akidah islam hanya


sebatas perkataan dan percakapan.

Fungsi dari ilmu kalam sendiri bisa kita lihat pada pebahasan dibawah ini:

Mampu memberikan landasan keimanan yang kuatbagi umat islam yakni


dengan cara melakukan pendekatan yang logis sehingga agama islam tidak bisa
dikatakan agama dogmatis (apa adanya)

Mamapu menopang nilai nilai ajaran islam seperti iman, yang berupa
landasan akidah. Islam, yang meliputi syariat, muamalah serta ibadah dan
ihsan, yang meliputi aktualisasi atau penerapan akhlak

Mampu menjawab berbagai pertanyaan mengenai agama lain yang mampu


merusak agama islam. Terlebih adanya sindiran mengenai agama islam
ditengah tengah penduduk yang mempunyai keyakinan berbeda.

B . Hubungan ilmu kalam dengan ilmu lainnya


Ilmu kalam, filsafat dan tashawuf mempunyai memiliki kemiripan obyek
kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping
masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian
tashawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat
dari aspek obyek ketiga ilmu itu membahas yang berkaitan dengan ketuhanan.
Baik ilmu kalam, filsafat maupun tashawuf berurusan dengan hal yang
sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam dengan metodenya sendiri berusaha mencari
kebenaran tentang Tuhan dan berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya
sendiri pula berusaha menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun manusia
atau tentang Tuhan. Sementara itu tashawuf dengan metodenya yang tipikal
berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan kebenaran spiritual
menuju Tuhan. Dalam kaitannya dengan ilmu kalam itu tashawuf berfungsi
sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang
mendalam lewat hati (dzauq dan wijjan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam
menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku kedua ilmu
ini.
Keduanya memiliki hubungan yang kuat bahwasanya ilmu kalam
berfungsi sebagai pengendali ilmu tashawuf. Ilmu tashawuf juga memiliki fungsi
sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Untuk
melihat lebih lanjut hubungan antara ilmu kalam dengan tashawuf alangkah

baiknya menengok paparan Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul Asma AlHusna, Al-Ghazali telah menjelaskan dengan persoalan tauhid kepada Allah.
Dengan demikian, ilmu tashawuf merupakan penyempurnaan ilmu kalam,
jika dilihat bahwa ilmu tashawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu
kalam, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih
bermakna, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.
A. HUBUNGAN ILMU KALAM DENGAN SYARIAT.
Dalam bentuk (struktur) Islam, ilmu kalam itu dasar diatasnya dibangun
syariat. Dalam Islam tanpa kalam sebagaimana syariat tidak bisa subur dan
berkembang kalau tidak di bawah lindungan akidah. Maka syariat tanpa ilmu
kalam tak ubahnya bagai bangunan yang tergantung di awang-awang tiada
mempunyai sandaran kekuatan moral, yang memberikan ilham supaya syariat
dihormati, dipatuhi dan dijalankan semestinya tanpa memerlukan bantuan
kekuatan manapun selain dari perintah jiwa sendiri.
Maka teranglah akidah dan syariat memerlukan hubungan dan jalinan
yang erat, sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Akidah pokok dan
pendorong bagi syariat. Sedang syariat merupakan jawaban dan sambutan dari
panggilan jiwa yang ditimbulkan oleh akidah. Dengan terjadilah jalinan yang erat
ini, terbentanglah jalan menuju keselamatan yang telah disediakan Tuhan untuk
hambanya yang beriman. Maka dengan demikian, orang yang beriman dan
mempunyai akidah, tetapi menyampingkan syariat (meninggalkan amal shaleh)
atau hanya mematuhi syariat tetapi tidak menjunjung akidah maka orang itu
bukanlah seorang muslim sejati dalam pandangan Tuhan. Orang itu bukan pula
berjalan di sepanjang hukum Islam menuju keselamatan dan kejayaan.

B. HUBUNGAN ILMU KALAM DENGAN AL-QURAN


Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Quran banyak menyinggung hal yang
berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya QS. Al-Ikhlas (112): 3-4, Ayat
ini menunjukkan bahwa : Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakkan serta

tidak ada sesuatupun di dunia ini yang tampak sejajar dengan-Nya Ayat di atas
berkaitan dengan dzat dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan.
Hanya saja, penjelasan rincinya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda
pendapat dalam menginterprestasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal
yang berkaitan dengan ketuhanan itu di sistematisasikan yang pada gilirannya
menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
Dengan demikian, ilmu kalam dengan Al-Quran adalah ilmu yang
saling berketerkaitan yang tidak bisa dipisahkan, karena sumber dari ilmu kalam
adalah Al-Quran dan hadits. Al-Quran sendiri di dalam isinya banyak membahas
tentang hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan baik berupa dzat, sifat, asma,
perbuatan dan tuntunan sedangkan ilmu kalam juga membahas keesaan Allah swt.
C. HUBUNGAN ILMU KALAM DENGAN FILSAFAT ISLAM.
Banyak para ahli yang berpendapat bahwa ilmu kalam dan filsafat Islam
memiliki hubungan karena pada dasarnya ilmu kalam adalah ilmu ketuhanan dan
keagamaan. Sedangkan filsafat Islam adalah pembuktian intelektual. Seperti
halnya Dr. Fuad Al-Ahwani dalam bukunya filsafat Islam tidak setuju kalau sama
dengan ilmu kalam.
Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama.
Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya
bagi ilmu kalam berdasar pada Allah swt. Dan sifat-sifatnya serta hubungannya
dengan alam dan manusia yang berada di bawah syariat-Nya. Obyek filsafat
adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebabsebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab
pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah swt.
Sebagaimana aliran materialisme.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasannya ilmu kalam dan filsafat
tidak memilik hubungan karena obyek kajiannya berbeda. Kalam obyek kajiannya
lebih mendasar pada ketuhanan sedangakan filsafat islam objek kajiannya tentang
alam manuasia yang berada pada syariatnya.

D. TITIK PERBEDAAN ANTARA ILMU KALAM, FILSAFAT DAN


TASHAWUF
Perbedaan diantara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodenya.
Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika disamping argumentasiargumentasi naqliyah berfungsi mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang
sangat tampak

nilai apologinya. Ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan

kebenaran agama yang mempertahankan melalui argumen-argumen rasional,


sebagian ilmuan berpendapat ilmu ini keyakinan-keyakinan kebenaran agama,
praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang
dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh kebenaran rasional, metode yang digunakan adalah metode rasional.
Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuahkan akal budi secara radikal
dan integral serta universal. Tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh
ikatan tangannya sendiri bernama logika. Adapun ilmu tashawuf adalah ilmu yang
menekankan dari pada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tashawuf sangat
distingtif. Sebagai ilmu yang prosesnya diperoleh oleh rasa, ilmu tashawuf
bersifat sangat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.
Itulah sebabnya bahasa tashawuf aneh bila dilihat dari aspek rasio, hal ini karena
pengalaman rasa sangat sulit dibahasakan.
E.

TITIK PERSAMAAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASHAWUF


Ketiganya mempunyai obyek kemiripan. Obyek ilmu kalam ketuhanan dan
yang berkaitan dengan-Nya. Obyek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan
disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu
obyek kajian tashawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadapNya. Jadi dilihat dari aspek obyeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang
berkaitan dengan ketuhanan. Argumentasi filsafat sebagaimana ilmu kalam
dibangun di atas dasar logika. Oleh karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif
(dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen). Baik
ilmu kalam, filsafat, maupun tashawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu
kebenaran yang rasional.
Hubungan antara ilmu kalam, filsafat dan tasawuf terletak pada aspek
metodologinya, Ilmu kalam, sebagaimana ilmu yang mengunakan logika di

samping argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan


keyakinan ajaran agama yang sangat tampak nilai-nilai ketuhananya. Sebagian
ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakian-keyakinan
kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, Seta pengalaman keagamaan
yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional.
Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengambarkan atau
mengalana) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta
universal tidak merasa terikat oleh ikatan apapun kecuali oleh ikatan tangannya
sendiri yang bernama logika.
Adapun ilmu tasawwuf adalah ilmu yang menekankan rasa dari pada rasio.
Sebagai sebuah ilmu yang perosesnya di peroleh dari rasa, ilmu tasawwuf bersipat
subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengakaman seseorang. Di lihat dari
aspek aksiologi (manfaatya), Ilmu kalam diantaranya berperan sebagai ilmu yang
mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal tuhan
secara rasional.
Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang lebih berperan sebagai
ilmu yang mengajak kepada orang yang mempunyai rasio secara prima untuk
mengenal tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan kajian langsung. Adapun
tasawwuf lebih berperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang yang
telah melepaskan rasio secara bebas karena tidak mempeoleh yang ingin di
carinya.

C.RUANG LINGKUP ILMU KALAM


Ruang lingkup permasalahan atau pokok permasalahan Ilmu Kalam itu
terletak pada tiga persoalan, yaitu:
1. Qismul Ilahiyat ialah Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya
dan masalah-masalah yang diperdebatkan antara lain yaitu:
a) Sifat-sifat Tuhan, apakah memang ada Sifat Tuhan atau tidak. Sebagaimana
Masalah ini di perdebatkan oleh aliran Mutazilah dan Asyariyah.
b) Qudrat dan Iradat Tuhan. Yang dimana akibat permasalahan ini menimbulkan
aliran Qadariyah dan Jabbariyah.
c)
Persoalan kemauan bebas manusia, masalah ini erat kaitannya dengan
Qudrat dan Iradat Tuhan.

d)

Masalah Al-Quran, apakah makhluk atau tidak dan apakah Al-Quran azali
atau baharu.

2.Qismul Nububiyah ialah hubungan yang memperhatikan antara Kholik dengan


makhluk, di dalam hal ini membicarakan tentang hal- hal sebagai berikut:
a) tusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan Tuhan
melakukan pekerjaan tertentu yaitu Malaikat.
b) Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya baik secara
langsung maupun dengan perantara Malaikat.
c) Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk menyampaikan
ajarannya kepada manusia.
3. Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang
disebut dengan Qismul Al-Samiyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Kebangkitan manusia kembali di akhirat
b) Hari perhitungan
c) Persoalan shirat (jembatan)
d) Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu surga atau
neraka. Namun menurut Murthada Muthahhari di dalam bukunya, ilmu kalam
merupakan sebuah disiplin rasional dan logis namun kalau dilahat dari prakata
dan asas-asas yang dipakai dalam argumen-argumennya maka ilmu kalam
terdiri atas 2 bagian[5]:
1. Aqli (rasional) Didalam bagian aqli ini terbangun dari subtansi yang trasional
murni. Dan kalupun ada relevansinya dengan naqli maka hal itu adalah demi
menjelaskan dan menegaskan pertimbangan rasional. Namun ada masalahmasalah yang ada hubungannya dengan keesaan Allah, kenabian, dan beberapa
topik Kebangkitan, belumlah cukup kalau sekedar merujuk kepada naqli saja
namun kepada Al-Quran dan Sunah Nabi.
2. Naqli (riwayat) Bagian naqli, kendatipun terbangun dari topik-topik yang ada
kaitannya dengan doktrin-doktrin agama atau akidah dan mengimaninya
merupakan suatu keharusan namun karena topik-topik ini statusnya berada
dibawah topik kenabian, maka cukup mengutip bukti dari Al-Quran dan
Hadist Nabi SAW. Miasalnya dalam topik-topik yang berhubunga dengan
imamah (tentu saja dalam syiah, karena mengimani imamah dianggab sebagai
dari ushuluddin), dan sebagian besar topik yang ada kaitannya dengan
kebangkitan.

D. Proses munculnya ilmu kalam


Adapun yang melatar belakangi sejarah munculnya persoalan-persoalan
kalam adalah disebabkan faktor-faktor politik pada awalnya setelah khalifah
Ustman terbunuh kemudian digantikan oleh Ali menjadi khalifah. Peristiwa
menyedihkan dalam sejarah Islam yang sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra
(Fitnah Besar), sebagaimana telah banyak dibahas, merupakan pangkal
pertumbuhan masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang, khususnya
bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan. Maka Ilmu Kalam sebagai
suatu bentuk pengungkapan dan penalaran paham keagamaan juga hampir secara
langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah Besar itu.
Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin Khattab ( 634644 ) problema keagamaan juga masih relative kecil termasuk masalah aqidah.
Tapi setelah Umar wafat dan Ustman bin Affan naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun
timbul. Abdullah bin Saba, seorang Yahudi asal Yaman yang mengaku Muslim,
salah seorang penyulut pergolakan. Meskipun itu ditiupkan, Abdullah bin Saba
pada masa pemerintahan Ustman namun kemelut yang serius justru terjadi di
kalangan Umat Islam setelah Ustman mati terbunuh ( 656 ).
Perselisihan di kalangan Umat islam terus berlanjut di zaman
pemerintahan Ali bin Abi Thalib ( 656-661 ) dengan terjadinya perang saudara,
pertama, perang Ali dengan Zubair, Thalhah dan Aisyah yang dikenal dengan
perang jamal, kedua, perang antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan
perang Shiffin. Pertempuran dengan Zubair dan kawan-kawan dimenangkan oleh
Ali, sedangkan dengan Muawiyah berakhir dengan tahkim ( Arbritrase ).Hal ini
berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan tumbuhnya aliranaliran Teologi dalam islam. Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah ( 661-750 M )
masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di
zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murjiah, Qadariah, Jabariah dan
Mutazilah.
Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M ) Filsafat Yunani dan Sains banyak
dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum
Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka

menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mutazilah
mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.
Namun sikap Mutazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan
berbagai

pendapat

controversial

menyebabkan

kaum

tradisional

tidak

menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljamaah dengan Tokoh


besarnya Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Mula-mula ialah
untuk membuat penalaran logis oleh orangorang yang melakukan pembunuhan
'Utsm'an atau menyetujui pembunuhan itu. Jika urutan penalaran itu
disederhanakan, maka kira-kira akan berjalan seperti ini: Mengapa 'Utsman boleh
atau harus dibunuh? Karena ia berbuat dosa besar (berbuat tidak adil dalam
menjalankan pemerintahan) padahal berbuat dosa besar adalah kekafiran. Dan
kekafiran, apalagi kemurtadan (menjadi kafir setelah Muslim), harus dibunuh.
Mengapa perbuatan dosa besar suatu kekafiran? Karena manusia berbuat dosa
besar, seperti kekafiran, adalah sikap menentang Tuhan. Maka harus dibunuh!
Dari jalan pikiran itu, para (bekas) pembunuh 'Utsman atau pendukung mereka
menjadi cikal-bakal kaum Qadari, yaitu mereka yang berpaham Qadariyyah, suatu
pandangan bahwa manusia mampu menentukan amal perbuatannya, maka
manusia mutlak bertanggung jawab atas segala perbuatannya itu, yang baik dan
yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai