Anda di halaman 1dari 5

Titik Temu Antara Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam

Nesya Azahra Adella1


1
UIN Sunan Gunung Djati Bandung; nesya7794@gmail.com

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Muhtar Solihin, M.Ag.

Abstrak: Ilmu tasawuf tentu memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik
dari segi tujuan, konsep maupun kontribusi tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya
bagaimana sumbangsih ilmu-ilmu keislaman lainnya terhadap tasawuf. Tasawuf seringkali
dibedakan dan dipisahkan dari teologi dan filsafat dalam kajian pemikiran Islam, seolah-olah
ketiganya tidak memiliki kaitan dan hubungan kesejarahan. Padahal pada awalnya tasawuf sulit
dipisahkan dari teologi dan filsafat karena ketiganya melebur, tumpang tindih. Persamaan dan
perbedaan ilmu kalam, tasawuf dan filsafat yang akan dibahas adalah merumuskan hubungan
ketiganya yang saling menguatkan dan saling membantu dalam menemukan kebenaran yang
merupakan tujuan utama dari ketiganya.
Kata Kunci: Ilmu, Tasawuf, Ilmu Kalam, Filsafat

Abstract: The science of Sufism certainly has a relationship with other Islamic sciences, both
in terms of goals, concepts and the contribution of Sufism to these sciences and vice versa how
other Islamic sciences contribute to Sufism. Sufism is often distinguished and separated from
theology and philosophy in the study of Islamic thought, as if the three of them have no
historical connection and relationship. Even though at first it was difficult to separate Sufism
from theology and philosophy because the three merged, overlapped. The similarities and
differences in the sciences of kalam, tasawuf and philosophy that will be discussed are
formulating the relationship between the three which mutually reinforce and help each other
in finding the truth which is the main goal of the three.
Keywords: Science, Sufism, Kalam, Philosophy

Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam | 1


Pendahuluan
Secara umum diketahui bahwa ada tiga hal mendasar dalam kajian pemikiran Islam yang
sering dianggap kontroversial; yaitu tasawuf atau tasawuf, ilmu kalam dan filsafat islam.
Ketiganya tampak berbeda dan tidak memiliki titik temu atau titik temu sejarah. Harun
Nasution menyamakan filsafat Islam dengan mistisisme karena sama-sama menekankan
kontemplasi. Namun menurut Harun Nasution dikutip dari (Putra, 2012), yang disebut
mistisisme dalam Islam sebenarnya adalah salah satu genre atau cabang tasawauf, yaitu tasawuf
filosofis. Jadi, menurut Harun, tasawuf identik dengan tasawuf filosofis. (Nasution, 1973)
Di tempat lain, sering dijumpai deskripsi tentang perbedaan antara tasawuf dan ilmu kalam.
Padahal pada saat kelahiran keduanya, sulit dipisahkan. Dengan kata lain antara tasawuf dan
ilmu kalam adalah satu, baru belakangan keduanya dipilah dan dipisahkan sebagai kajian
tersendiri yang menurut hemat penulis menyebabkan hubungan keduanya semakin jauh.
Tasawuf adalah rumusan langsung dari perasaan seseorang yang merindukan kehadiran
ilahi, pemurnian batin dan ketenangan pikiran. Para sufi sering mengharapkan adanya
hubungan antara Tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan manusia agar dapat
berhubungan sedekat mungkin dengan Tuhan baik dengan mensucikan jiwa maupun latihan
spiritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan salah satu disiplin ilmu keislaman yang banyak
mengedepankan pembahasan masalah akidah atau keyakinan. Sedangkan filsafat adalah
rumusan teoretis wahyu bagi manusia mengenai keberadaan (esensi) serta keberadaan manusia,
Tuhan, dan proses penciptaan alam.
Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentu memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu keislaman
lainnya, baik dari segi tujuan, konsep maupun kontribusi tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut
dan sebaliknya bagaimana sumbangsih ilmu-ilmu keislaman lainnya terhadap tasawuf.

Metode Penelitian

Metode penulisan artikel ini menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu metode


pengumpulan data dgn memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yg
berhubungan dgn penelitian. Menurut Zed (2004) (Fadli, 2021) ada empat fase dalam studi
literatur. Ini berarti menyiapkan peralatan yg diperlukan, menyiapkan bahan referensi praktis,
mengatur waktu, membaca dan merekam bahan penelitian.

Pembahasan
1. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam
Al-Ghazali lebih dikenal sebagai seorang sufi daripada seorang mutakallim karena
dalam sejarahnya Al-Ghazali mengkritik bangunan pemikiran filosofis dan ilmu kalam. Al-

Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam | 2


Ghazali, menurut M. Amin Abdullah, tidak serta merta menolak ilmu Kalam, namun ia
menggarisbawahi keterbatasan ilmu Kalam sehingga ia berkesimpulan bahwa para pencari
kebenaran tidak bisa bersandar pada kata ini. Kalam tidak bisa mendekatkan manusia
dengan Tuhan, tapi hanya kehidupan seorang sufi yang bisa mendekatkan seseorang
dengan Tuhan. (Putra, 2012)
Pernyataan tentang Tuhan dan manusia sulit dijawab atas dasar ilmu kalam saja.
Biasanya yang berbicara tentang penghayatan penggarapan jiwa manusia adalah ilmu
tasawuf. Disiplin ini membahas bagaimana merasakan nilai-nilai syahadat dengan
memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak hanya masuk dalam ruang
lingkup yang dibutuhkan. Dalam ilmu kalam, kita menemukan diskusi tentang iman dan
definisinya, ketidakpercayaan dan manifestasinya, serta kemunafikan dan keterbatasannya.
Sedangkan dalam ilmu tasawuf, terdapat pembahasan tentang cara atau metode praktis
untuk merasa percaya diri dan tenang. Sebagaimana dijelaskan juga tentang
menyelamatkan diri dari kemunafikan. Tidaklah cukup untuk mengetahui batasan
seseorang. Karena terkadang seseorang sudah mengetahui batas kemunafikan, namun tetap
melakukannya. (Putra, 2012)
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf mempunyai fungsi yaitu sebagai
berikut: (Anwar, 1992)
1) Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam memahami kalam. Penghayatan yang
mendalam melalui kalbu terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih
terinternalisasi atau teraplikasi dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf
merupakan pelengkap ilmu kalam.
2) Sebagai pengontrol ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika muncul aliran yang
bertentangan dengan akidah, atau lahirnya keyakinan baru yang bertentangan
dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, itu adalah penyimpangan atau penyimpangan.
Jika bertentangan atau belum pernah diriwayatkan dalam Al-Qur'an dan As-
Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama salaf, maka harus ditolak.
3) Sebagai pemberi kesadaran spiritual dalam debat kalam. Sebagaimana telah
disinggung bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung merupakan ilmu yang
mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat
bergerak ke arah yang lebih bebas. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberikan
muatan spiritual sehingga ilmu kalam seolah menjadi dialektika Islam belaka, yang
kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.14 Basrawi Anwar, Antara
Tasawuf dan Ilmu Kalam: Suatu Tinjauan Sejarah, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992

2. Hubungan Tasawuf dengan Filsafat


Biasanya tasawuf dan filsafat selalu dipandang berlawanan. Tasawuf dan filsafat
seringkali dipahami secara dikotomis, baik secara epistemologis maupun sosio-historis.
Secara epistemologis, ilmu tasawuf dianggap sebagai disiplin ilmu yang mengabaikan
peran akal atau intelek, dan hanya menitikberatkan pada intuisi, ilham dan bisikan hati,
meskipun terkadang bertentangan dengan prinsip-prinsip rasionalitas. Sedangkan disiplin
filsafat dianggap sebagai disiplin yang menganut prinsip-prinsip rasionalitas. Namun,

Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam | 3


hubungan tasawuf dan filsafat retak ketika Al-Ghazali melakukan serangan dahsyat
terhadap para filosof. (Putra, 2012)
Upaya untuk menyelaraskan kembali hubungan tasawuf dan filsafat telah dilakukan
oleh banyak kalangan. Contoh paling konkrit adalah Suhrawardi al-Maqtul (1154-1191 M),
khususnya dalam karyanya Hikmah al-Isyarqi (filsafat pencerahan). Meskipun karya ini
dinyatakan sebagai karya filsafat iluminasionis yang menantang dominasi filsafat
peripatetik, seperti yang dikatakan pengarangnya sendiri, karya ini terdiri dari dua unsur
penting: pertama, unsur intuisi atau lebih populernya wawasan mistis; kedua, unsur
demonstrasi ilmiah atau prinsip-prinsip logis. Filsafat yang kemudian berkembang menjadi
sinergi antara intuisi dan akal, antara hati dan akal, antara dzawq dan akal terus berproses
melalui filosof iluminasionis berikutnya seperti Mulla Sadra. (Putra, 2012)
Jika ditelusuri lebih jauh, filsafat dan tasawuf memiliki hubungan yang erat dan
harmonis, terutama sejak para filosof yang berpindah-pindah, seperti Ibnu Sina yang
menerima kebenaran baik dari filosof maupun sufi. Pada saat yang sama, banyak sufi yang
akrab dengan filsafat dan banyak filsuf juga sufi, terutama pada periode terakhir sejarah
Islam. Ibnu Sina misalnya, selain sebagai tokoh besar dalam filsafat keliling, ia juga
menulis "dongeng fiksi" dan menceritakan tentang suatu bentuk pengetahuan khusus yang
terbuka bagi para sufi setelah latihan spiritual yang panjang, menunjukkan bahwa ia selain
sebagai seorang filsuf juga sebagai seorang sufi yang menganut doktrin Wujud. (Syarif,
1992)
3. Persamaan dan Perbedaan
Dari uraian di atas, terdapat titik-titik persamaan dan perbedaan antara tasawuf, teologi,
dan filsafat Islam. Kemiripannya terletak pada proses pencarian segala sesuatu yang
bersifat rahasia (gaib) yang dianggap sebagai 'kebenaran terjauh' dimana tidak semua orang
dapat melakukannya dan dari ketiganya berusaha menemukan apa yang disebut Kebenaran
(al-haq). Kebenaran dalam tasawuf adalah pengungkapan (kasyaf) Kebenaran Sejati
(Allah) melalui mata hati. Tasawuf menemukan kebenaran dengan melalui beberapa jalan,
yaitu: maqomat, benda (keadaan) kemudian fana'.
Kebenaran dalam ilmu kalam berupa mengetahui kebenaran ajaran agama melalui
penalaran rasional kemudian mengacu pada nash (al-Qur'an & Hadits). Kebenaran dalam
filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala sesuatu yang ada (keberadaan), yaitu
tidak dapat dibuktikan dengan penelitian, empiris dan eksperimen. Filsafat menemukan
kebenaran dengan menuangkan akal secara radikal, integral, dan universal.
Sedangkan perbedaan tasawuf, teologi dan filsafat tidak seluas dan sebanyak
persamaannya. Ketiganya berbeda, tetapi perbedaannya terletak pada bagaimana
menemukan kebenaran itu sendiri dengan cara yang berbeda; para sufi lebih mengandalkan
mata batin, sedangkan para mutakallim berusaha menggabungkan hati dan akal, sedangkan
para filosof lebih mengandalkan akal.

Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam | 4


Penutup
Ilmu tasawuf merupakan ilmu yang sangat penting untuk dimiliki manusia karena dengan
ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai. Dan tasawuf tidak harus dengan tarian, namun
hakikat ilmu tasawuf adalah pengembangan jiwa spiritual. Berdasarkan persamaan dan
perbedaan ilmu kalam, tasawwuf dan filsafat di atas, maka penulis dapat merumuskan
hubungan ketiganya yang saling menguatkan dan saling membantu dalam menemukan
kebenaran yang merupakan tujuan utama dari ketiganya. Walaupun dengan cara yang berbeda
yaitu pencarian segala yang bersifat rahasia (ghaib) yang dianggap sebagai 'Kebenaran Sejati'
dimana tidak semua orang bisa melakukannya.

Daftar Pustaka
Andi Eka Putra. "Tasawuf, Ilmu Kalam, dan Filsafat Islam (Suatu Tinjauan Sejarah Tentang
Hubungan Ketiganya)." Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama 7.2 (2012): 91-102.
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973
M.M. Syarif (Ed), Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung, Cet. Ke-IV, 1992

Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat Islam | 5

Anda mungkin juga menyukai