FILSAFAT UMUM
Dosen Pembimbing :
BASTI
Disusun Oleh :
200701502087
PSIKOLOGI KELAS C
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Ilmu tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sang
manajer sejati Islam yang selalu becahaya dalam sejarah hingga saat ini.
Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya
makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………………………..
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………..
Tujuan…………………………………………………………………………………………….
BAB 2 PEMBAHASAN
Paradigma Parsialistik……………………………………………………………………………..
Paradigma Integralistik.……………………………………………………………………………
Paradigma Subordinatif……………………………………………………………………….
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………………………….
i
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan
apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan
bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu
memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang
dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah
yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.Perkembangan pengetahuan yang
semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran.
Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran
yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru
atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan
penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang
dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik,
tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa
keingintahuannya terhadap dunia.Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis
dalam menghadapi segala realitas kehidupan ini yang menjadkan filsafat harus dipelajari.
Rumusan Masalah
Tujuan
i
5. Kita dapat mengetahui tentang perbedaan dari ketiga paradigm tesebut
BAB 2
PEMBAHASAN
Ketika memperbincangkan hubungan antara agama dan filsafat dalam menggapai kebenaran,
paling tidak ada sejumlah pertanyaan yang patut kita renungkan : apakah agama dan filsafat
sama-sama mencari kebenaran yang sama atau kebenaran yang berbeda? Apakah agama dna
filsafat dalam menggapai kebenaran menggunakan metode yang sama atau berbeda? Jika
keduanya telah meraih kebenaran, bagaimana keduanya memformulasikan kebenaran yang telah
digapainya? Apakah agama dan filsafat mempunyai metode yang sama atau berbeda dalam
memformulasikan kebenaran yang telah ditangkapnya? Akhirnya, apakah kebenaran yang
dikonstruksikan keduanya berbentuk sama atau berbeda? Ada beberapa paradigma dalam
menjawab problem-problem tersebut.
Pengertian Agama
Para ahli telah banyak yang membuat definisi mengenai agama, di antaranya ada yang
mengemukakan bahwa agama identik dengan religion dalam bahasa Inggris. Dalam arti teknis,
kata religion (bahasa lnggris), sama dengan religie (bahasa Belanda), din (bahasa Arab), dan
agama (bahasa Indonesia). Kemudian, baik religion (bahasa lnggrjs) maupun religie (bahasa
Belanda), kedua-duanya berasal dari bahasa induk kedua bahasa termaksud, yaitu bahasa Latin :
"relegere, to treat carefully, relegare, to bind together; atau religare, to recover". Religi dapat
juga diartikan mengumpulkan dan membaca. Agama memang merupakan kumpulan kajian cara
cara mengabdi kepada Tuhan, yang dibaca dari sebuah kumpulan berbentuk kitab suci. Ditinjau
dari bahas.a sanskrit, kata agama dapat diartikan dari susunannya yaitu, a artinya tidak, dan gama
artinya pergi, jadi tidak pergi. Artinya tetap ditempat; diwarisi turun temurun. Dalam istilah
Fachroed.Din al-Kahiri, agama diartikan dengan a berarti tidak, gama berarti kocar-kacir,
berantakan, chaos (Griek). Ini artinya tidak berantakan, tidak kocar-kacir. Ada juga yang
mengartikan agama itu teks atau kitab suci.
Sebagian filosof beranggapan bahwa religion itu adalah supertitious structure of incoherent
metafhisical nations; sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut religion sebagai collective
expression of human values; para pengikut Karl Max mendefinisikan religion dengan the opiate
of the people
Dalam Ensiklopedia Indonesia'' agama dapat diartikan sebagai berikut: Agama (umum), manusia
mengakui dalam agamanya adanya yang suci: manusia itu insyaf, bahwa ada suatu kekuasaan
yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai
i
asal atau khalik segala yang ada. Tentang kekuasaan ini bermacam-macam bayangan yang
terdapat pada manusia, demikian pula cara membayangkannya. Demikianlah Tuhan dianggap
oleh manusia sebagai tenaga ghaib di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau khalik
ruhani. Tenaga ghaib ini dapat menjelma antara lain dalam alam (animisme), dalam buku suci
(Torat) atau dalam manusia (Kristus).
Pengertian Filsafat
1. John Dewey
Filsafat menurut John Dewey adalah pengungkapan akan usaha dan perjuangan manusia secara
terus-menerus, Menurutnya hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk
melakukan penyesuaian terhadap berbagai tradisi. Sehingga hasilnya dapat membentuk budi
pekerti yang memiliki cita-cita politik serta kecenderungan ilmiah baru yang tidak sejalan
dengan wewenang yang telah diakui.
2. Plato
Sedangkan filsafat menurut plato ialah ilmu yang berusaha untuk mendapatkan pencapaian akan
kebenaran pengetahuan yang sebenarnya.
3. Aristoteles
Filsafat menurut Aristoteles merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berisi kebenaran. Unsur-
unsur dalam kebenaran tersebut meliputi ekonomi, metafisika, estetika, retorika, politik dan juga
logika. Filsafat yang dikemukakan Aristoteles sering disebut sebagai filsafat keindahan.
Pengertian filsafat berdasarkan pendapat Johann Gotlich Fickte adalah ilmu yang menjadi dasar
dari segala jenis bidang dan pengetahuan yang digunakan untuk mencari kebenaran.
5. Cicero
Kemudian Cierco menyebutkan bahwa filsafat adalah seni kehidupan yang merupakan ibu dari
semua seni.
6. Imanuel Kant
Imanuel Kant mengartikan filsafat sebagai ilmu yang menjadi akar dari segala pengetahuan di
dalamnya. Filsafat sendiri menurutnya terbagi ke dalam empat golongan yaitu antropologi,
metafisika, agama, dan etika.
7. Paul Natorp
i
Filsafat menurut Paul Natorp merupakan ilmu dasar yang digunakan untuk menentukan kesatuan
pengetahuan yang dapat digunakan untuk memikul keseluruhannya dan menunjukkan akhir yang
sama.
Paradigma Parsialistik
Paradigma pertama yaitu paradigma Parsialistik mengatakan bahwa baik agama maupun
filsafat mempunyai metode yang berbeda satu sama lain dalam menggapai kebenaran sehingga
dinamakan juga paradigma parsialistik.
Dalam kasus agama, pertama-tama kebenaran (truth) berpijak pada wahyu atau hadis, lalu
diterima dalam hati melalui keyakinan atau keimanan. Selanjutnya baru diperkuat dengan
analisis rasional dan akhirnya pasti diterima kembali oleh hati sebagai kebenaran final atau
kebenaran yang mutlak.
Dalam kasus ini, penjelasan filosofis tujuan intrinsiknya bukanlah mencari kebenaran, sebab
kebenaran tersebut sudah dijamin secara mutlak dan final oleh wahyu atau hadis, melainkan
hanya untuk mmeperkaya kebenaran yang telah disuarakan oleh wahyu dengan dalil-dalil logis
rasional.
Dalam menjawab tentang kebenaran antara filsafat dan agama dapat digunakan dengan
paradigma parsialistik.
Dikatakan parsialistik karena antara agama dan filsafat mempunyai metode yang berbeda
dalam menggapai kebenaran.
Dalam hal ini disebut juga pendekatan dogmatis. Kesimpulannya bukan mencari
kebenaran melainkan memperkaya kebenarannya.
Dalam pendekatan dogmatis, peran doktrin sangat mutlak dan absolut sedangkan akal
sebagai pembantu.
Dalam filsafat, kebenaran harus dijelajahi melalui kerangka akal dan penalaran dan
hasilnnya ada 2 kemungkinan, diterima atau ditolak sedangkan dalam agama, hasilnya
sudah tentu diterima.
Dalam kaitan antara agama dan filsafat, ada beberapa filsuf yang menolak eksistensi
Tuhan, yaitu Karl Marx, Sigmund Freud, Betrand Russell, dan lainnya
Paradigma Integralistik
i
Paradigma kedua justru berangkat dari ketidaksepakatan terhadap paradigma pertama di
atas. Pembedaan yang di buat dalam paradigma pertama sebenarnya terlalu menyederhanakan
persoalan, sebab dalam agama sudah mencakup dimensi empirikal, rasional, dan spiritual.
Dalam bingkai pemaknaan yang bersifat holistik inilah, paradigma kedua disebut juga
paradigma integratif. Dalam konteks Islam secara garis besar setidaknya terdapat tiga pendekatan
dalam menggapai kebenaran, yakni pndekatan empirikal, pendekatan rasional yang secara
spesifik berada dalam wilayah filsafat, dan pendekatan spiritual.
Paradigma ini hadir sebagai ketidaksetujuan dengan paradigma pertama yang terlalu
menyederhanakan masalah.
Menurut paradigma ini, Agama mencakup tiga dimensi utama, yaitu dimensi empirikal,
dimensi rasional (filsafat), dan dimensi spiritual Artinya, berfilsafat merupakan salah satu
dimensi yang terkandung dalam agama
Perpaduan agama dan filsafat diperlihatkan oleh para filsuf Muslim seperti Al-Kindi, Al-
Farabi, Ibnu Rusyd, dan lain-lain
Al-Kindi bahkan secara tegas mengambil mengambil ilmu-ilmu yang ditemukan oleh
para filsuf Barat dan dikembangkan lagi
Paradigma Subordinatif
Paradigma ketiga justru ingin mengingatkan dengan tegas bahwa pedekatan agama lebih
holistik dalam mencandra realitas, khususnya realitas spiritual dan pengalaman pengabdian
manusia kepada Sang Pencipta ketimbang pendekatan filsafat. Sebab agama, dengan unsur
keyakinan, unsur faith, bukan hanya memahami tetapi juga mengalami sedangkan filsafat hanya
berupaya memahami bukan mengalami. Jika pendekatan filsafat laksana melihat realitas
kebenaran dari dekat sekaligus menyentuh dan merasakannya.
Paradigma ini menyatakan bahwa pendekatan agama lebih holistik dalam realitas khususnya
dalam spiritual dan pengalaman manusia. Menurut William James, pengalaman keagamaan
melampaui analisis filsafat dan bahkan melampui moralitas