Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FILSAFAT UMUM

Dosen Pembimbing :

BASTI

Disusun Oleh :

AKHDAN ASIRIH AFIF SIDDIQ S.

200701502087

PSIKOLOGI KELAS C

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI


TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga penulis 

dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Ilmu tepat pada waktunya. Shalawat 

serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sang 

manajer sejati Islam yang selalu becahaya dalam sejarah hingga saat ini.

Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima 

kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya 

makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu penulis senantiasa

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat 

bagi kita semua. Amiin Yaa Robbal „Aalamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Makassar, 28 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang……………………………………………………………………………………..

Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………..

Tujuan…………………………………………………………………………………………….

BAB 2 PEMBAHASAN

Agama dan Filsafat………………………………………………………………………………

Pengertian Agama Menurut Ahli……………………………………….

Pengetian Filsafat Menurut Ahli…………………………………………….

Paradigma Parsialistik……………………………………………………………………………..

Paradigma Integralistik.……………………………………………………………………………

Paradigma Subordinatif……………………………………………………………………….

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………………………….
i
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan
apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan
bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu
memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang
dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah
yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.Perkembangan pengetahuan yang
semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran.
Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran
yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru
atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan
penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang
dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik,
tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa
keingintahuannya terhadap dunia.Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis
dalam menghadapi segala realitas kehidupan ini yang menjadkan filsafat harus dipelajari.

Rumusan Masalah

1. Apa itu paradigma Parsialistik

2. Apa itu paradigma Integralistik

3. Apa itu paradigma Subordinatif

Tujuan

1, Kita dapat mengetahui tentang paradigma Parsialistik

2. Kita dapat mengetahui tentang paradigma Integralistik

3. Kita dapat mengetahui tentang paradigma Subordinatif

4. Kita dapat mengetahui tentang hubungan filsafat dengan agama

i
5. Kita dapat mengetahui tentang perbedaan dari ketiga paradigm tesebut

BAB 2

PEMBAHASAN

Agama dan Filsafat

Ketika memperbincangkan hubungan antara agama dan filsafat dalam menggapai kebenaran,
paling tidak ada sejumlah pertanyaan yang patut kita renungkan : apakah agama dan filsafat
sama-sama mencari kebenaran yang sama atau kebenaran yang berbeda? Apakah agama dna
filsafat dalam menggapai kebenaran menggunakan metode yang sama atau berbeda? Jika
keduanya telah meraih kebenaran, bagaimana keduanya memformulasikan kebenaran yang telah
digapainya? Apakah agama dan filsafat mempunyai metode yang sama atau berbeda dalam
memformulasikan kebenaran yang telah ditangkapnya? Akhirnya, apakah kebenaran yang
dikonstruksikan keduanya berbentuk sama atau berbeda? Ada beberapa paradigma dalam
menjawab problem-problem tersebut.

Pengertian Agama

Para ahli telah banyak yang membuat definisi mengenai agama, di antaranya ada yang
mengemukakan bahwa agama identik dengan religion dalam bahasa Inggris. Dalam arti teknis,
kata religion (bahasa lnggris), sama dengan religie (bahasa Belanda), din (bahasa Arab), dan
agama (bahasa Indonesia). Kemudian, baik religion (bahasa lnggrjs) maupun religie (bahasa
Belanda), kedua-duanya berasal dari bahasa induk kedua bahasa termaksud, yaitu bahasa Latin :
"relegere, to treat carefully, relegare, to bind together; atau religare, to recover". Religi dapat
juga diartikan mengumpulkan dan membaca. Agama memang merupakan kumpulan kajian cara
cara mengabdi kepada Tuhan, yang dibaca dari sebuah kumpulan berbentuk kitab suci. Ditinjau
dari bahas.a sanskrit, kata agama dapat diartikan dari susunannya yaitu, a artinya tidak, dan gama
artinya pergi, jadi tidak pergi. Artinya tetap ditempat; diwarisi turun temurun. Dalam istilah
Fachroed.Din al-Kahiri, agama diartikan dengan a berarti tidak, gama berarti kocar-kacir,
berantakan, chaos (Griek). Ini artinya tidak berantakan, tidak kocar-kacir. Ada juga yang
mengartikan agama itu teks atau kitab suci.

Sebagian filosof beranggapan bahwa religion itu adalah supertitious structure of incoherent
metafhisical nations; sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut religion sebagai collective
expression of human values; para pengikut Karl Max mendefinisikan religion dengan the opiate
of the people

Dalam Ensiklopedia Indonesia'' agama dapat diartikan sebagai berikut: Agama (umum), manusia
mengakui dalam agamanya adanya yang suci: manusia itu insyaf, bahwa ada suatu kekuasaan
yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai
i
asal atau khalik segala yang ada. Tentang kekuasaan ini bermacam-macam bayangan yang
terdapat pada manusia, demikian pula cara membayangkannya. Demikianlah Tuhan dianggap
oleh manusia sebagai tenaga ghaib di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya atau khalik
ruhani. Tenaga ghaib ini dapat menjelma antara lain dalam alam (animisme), dalam buku suci
(Torat) atau dalam manusia (Kristus).

Pengertian Filsafat

Beberapa pendapat dari para ahli filsafat yaitu sebagai berikut.

1. John Dewey

Filsafat menurut John Dewey adalah pengungkapan akan usaha dan perjuangan manusia secara
terus-menerus, Menurutnya hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk
melakukan penyesuaian terhadap berbagai tradisi. Sehingga hasilnya dapat membentuk budi
pekerti yang memiliki cita-cita politik serta kecenderungan ilmiah baru yang tidak sejalan
dengan wewenang yang telah diakui.

2. Plato

Sedangkan filsafat menurut plato ialah ilmu yang berusaha untuk mendapatkan pencapaian akan
kebenaran pengetahuan yang sebenarnya.

3. Aristoteles

Filsafat menurut Aristoteles merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berisi kebenaran. Unsur-
unsur dalam kebenaran tersebut meliputi ekonomi, metafisika, estetika, retorika, politik dan juga
logika. Filsafat yang dikemukakan Aristoteles sering disebut sebagai filsafat keindahan.

4. Johann Gotlich Fickte

Pengertian filsafat berdasarkan pendapat Johann Gotlich Fickte adalah ilmu yang menjadi dasar
dari segala jenis bidang dan pengetahuan yang digunakan untuk mencari kebenaran.

5. Cicero

Kemudian Cierco menyebutkan bahwa filsafat adalah seni kehidupan yang merupakan ibu dari
semua seni.

6. Imanuel Kant

Imanuel Kant mengartikan filsafat sebagai ilmu yang menjadi akar dari segala pengetahuan di
dalamnya. Filsafat sendiri menurutnya terbagi ke dalam empat golongan yaitu antropologi,
metafisika, agama, dan etika.

7. Paul Natorp
i
Filsafat menurut Paul Natorp merupakan ilmu dasar yang digunakan untuk menentukan kesatuan
pengetahuan yang dapat digunakan untuk memikul keseluruhannya dan menunjukkan akhir yang
sama.

Paradigma Parsialistik

 Paradigma pertama yaitu paradigma Parsialistik mengatakan bahwa baik agama maupun
filsafat mempunyai metode yang berbeda satu sama lain dalam menggapai kebenaran sehingga
dinamakan juga paradigma parsialistik.

Dalam kasus agama, pertama-tama kebenaran (truth) berpijak pada wahyu atau hadis, lalu
diterima dalam hati melalui keyakinan atau keimanan. Selanjutnya baru diperkuat dengan
analisis rasional dan akhirnya pasti diterima kembali oleh hati sebagai kebenaran final atau
kebenaran yang mutlak.

Dalam kasus ini, penjelasan filosofis tujuan intrinsiknya bukanlah mencari kebenaran, sebab
kebenaran tersebut sudah dijamin secara mutlak dan final oleh wahyu atau hadis, melainkan
hanya untuk mmeperkaya kebenaran yang telah disuarakan oleh wahyu dengan dalil-dalil logis
rasional.

 Dalam menjawab tentang kebenaran antara filsafat dan agama dapat digunakan dengan
paradigma parsialistik.

 Dikatakan parsialistik karena antara agama dan filsafat mempunyai metode yang berbeda
dalam menggapai kebenaran.

 Pada penelaahnya, tujuan intrinsik agama bukanlah mencari kebenaran, sebab


kebenarannya sudah dijamin secara mutlak oleh wahyu.

Dalam hal ini disebut juga pendekatan dogmatis. Kesimpulannya bukan mencari
kebenaran melainkan memperkaya kebenarannya.

Dalam pendekatan dogmatis, peran doktrin sangat mutlak dan absolut sedangkan akal
sebagai pembantu.

 Dalam filsafat, kebenaran harus dijelajahi melalui kerangka akal dan penalaran dan
hasilnnya ada 2 kemungkinan, diterima atau ditolak sedangkan dalam agama, hasilnya
sudah tentu diterima.

 Dalam kaitan antara agama dan filsafat, ada beberapa filsuf yang menolak eksistensi
Tuhan, yaitu Karl Marx, Sigmund Freud, Betrand Russell, dan lainnya

Paradigma Integralistik
i
Paradigma kedua justru berangkat dari ketidaksepakatan terhadap paradigma pertama di
atas. Pembedaan yang di buat dalam paradigma pertama sebenarnya terlalu menyederhanakan
persoalan, sebab dalam agama sudah mencakup dimensi empirikal, rasional, dan spiritual.

Dalam bingkai pemaknaan yang bersifat holistik inilah, paradigma kedua disebut juga
paradigma integratif. Dalam konteks Islam secara garis besar setidaknya terdapat tiga pendekatan
dalam menggapai kebenaran, yakni pndekatan empirikal, pendekatan rasional yang secara
spesifik berada dalam wilayah filsafat, dan pendekatan spiritual.

Paradigma ini hadir sebagai ketidaksetujuan dengan paradigma pertama yang terlalu
menyederhanakan masalah.

Menurut paradigma ini, Agama mencakup tiga dimensi utama, yaitu dimensi empirikal,
dimensi rasional (filsafat), dan dimensi spiritual Artinya, berfilsafat merupakan salah satu
dimensi yang terkandung dalam agama

 Perpaduan agama dan filsafat diperlihatkan oleh para filsuf Muslim seperti Al-Kindi, Al-
Farabi, Ibnu Rusyd, dan lain-lain

 Al-Kindi bahkan secara tegas mengambil mengambil ilmu-ilmu yang ditemukan oleh
para filsuf Barat dan dikembangkan lagi

 Ibnu Rusyd bahkan mengimbau untuk keterbukaan mengakses pengetahuan filsafat


sekalipun dari orang yang berbeda agama

Paradigma Subordinatif

Paradigma ketiga justru ingin mengingatkan dengan tegas bahwa pedekatan agama lebih
holistik dalam mencandra realitas, khususnya realitas spiritual dan pengalaman pengabdian
manusia kepada Sang Pencipta ketimbang pendekatan filsafat. Sebab agama, dengan unsur
keyakinan, unsur faith, bukan hanya memahami tetapi juga mengalami sedangkan filsafat hanya
berupaya memahami bukan mengalami. Jika pendekatan filsafat laksana melihat realitas
kebenaran dari dekat sekaligus menyentuh dan merasakannya.

Paradigma ini menyatakan bahwa pendekatan agama lebih holistik dalam realitas khususnya
dalam spiritual dan pengalaman manusia. Menurut William James, pengalaman keagamaan
melampaui analisis filsafat dan bahkan melampui moralitas

Anda mungkin juga menyukai