Anda di halaman 1dari 10

160 Buku Ajar Infeksi & Penyakit  Tropis : Herpes Simpleks

20
Demam Chikungunya

Pendahuluan

Demam chikungunya adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang ditandai
dengan sekumpulan gejala yang mirip dengan gejala infeksi virus dengue,
yaitu: demam mendadak, artralgia, ruam makulopapular dan leukopenia.
Istilah lain untuk demam ini adalah: knokket, koorts, abu rokab, mal de genoux,
dengue, dyenga, dan demam tiga hari. Dalam bahasa Swahili, chikungunya
artinya terikat, yang dalam hal ini berkaitan dengan kejang urat yang
merupakan suatu tanda dari artralgia. Penyakit ini disebabkan oleh virus
chikungunya (CHIKV), suatu arthropoda borne virus (arbovirus) dari genus
Alphaviruses famili Togaviridae, yang pada umumnya disebarluaskan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

Epidemiologi dan Transmisi

Dalam 5 tahun terakhir sejumlah penyakit yang ditransmisikan melalui


hewan dan vektor, seperti Japanese ensefalitis, virus Hutan Barmah (Barmah
Forest virus), dan demam chikungunya meningkat jumlahnya dan
menyebabkan outbreak di beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat. Hal ini diduga sangat berkaitan dengan keberadaan vektor-
vektor yang mendukung penyebarannya.
Angka kejadian atau insiden demam chikungunya per satuan jumlah
penduduk per tahun sulit didapatkan karena karakteristik kejadiannya
bersifat outbreak atau meningkat dengan cepat, sesaat, pada wilayah tertentu
yang relatif terlokalisir. Namun demikian, di wilayah Afrika, angka
kejadinya relatif tetap, karena siklusnya yang melibatkan beberapa jenis
161 Buku Ajar Infeksi & Penyakit  Tropis : Herpes Simpleks

primata liar, vertebrata sebagai reservoir dan nyamuk Aedes (sylvan


transmission cycle). Virus chikungunya bersifat endemik sepanjang tahun di
gurun Sahara, Afrika. Di Afrika Selatan dilaporkan 2 juta orang telah
terinfeksi virus ini. Angka kejadian yang tinggi juga dilaporkan di beberapa
kawasan Afrika, seperti Tanzania, Mozambique, Uganda, Rhodesia, Afrika
Selatan, Angola, Zaire, Nigeria dan Senegal. Di Asia, endemi yang
melibatkan ribuan orang pernah terjadi di India, Pakistan, Srilanka dan
Maladewa. Di kawasan Asia tenggara, sekitar tahun 1980-an pernah terjadi
outbreak terlokalisir dan beberapa kasus sporadik di Burma, Thailand dan
Filipina. Di Indonesia, antara tahun 1983-1985 pernah dilaporkan outbreak di
Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Timor Timur dan Nusa
Tenggara.
Hampir semua infeksi chikungunya pada manusia terjadi pada
daerah yang merupakan habitat Aedes aegypti. Virus chikungunya berhasil
diisolasi dari Aedes aegypti liar di Tanzania, Nigeria, India dan Thailand, dari
Aedes africanus di Uganda dan Bangui, dan dari Aedes luteocephalus di
Senegal. Kadang-kadang isolasi dibuat dari Mansonia fuscopennata di Uganda
dan dari Culex fatigan di Thailand dan Tanzania. Transmisi terhadap manusia
telah ditunjukkan kelompok Aeries furcifer taylori. Berbeda dengan di Afrika,
di Asia penyebaran virus ini pada umumnya hanya ditransmisikan oleh
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Distribusi geografi meningkat pada area dengan populasi Aedes
aegypti berada di atas nilai ambang yang diperlukan untuk transmisi dengan
populasi manusia yang peka terhadap infeksi. Siklus semacam ini terjadi
pada sebagian besar wabah di perkotaan dalam 20 tahun terakhir. Infeksi
paling tinggi terjadi pada wanita dan anak yang ada di rumah pada siang
hari. Bila Aedes aegypti ditemukan di gedung-gedung sekolah dan rumah
sakit, maka wabah mungkin akan segera terjadi pada anak-anak sekolah dan
pekerja rumah-sakit disekitarnya, karena pandemi chikungunya bersifat
eksplosif. Pada penelitian Aedes aegypti di laboratorium, Rao dkk telah
mendemonstrasikan adanya transmisi secara mekanik. Viremia pada
manusia mungkin setinggi dosis infeksi 108/L.

Etiologi

Virus Chikungunya termasuk genus alphavirus dan famili dari Togaviridae,


yang dibuktikan dengan menggunakan tes antigenik hemaglutinasi inhibisi
(HI) dan complemen fixation (CF) test. Antisera yang disediakan pada virus
Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis : Herpes Simpleks 162

chikungunya menunjukkan reaksi silang yang kuat dengan CF dan


neutralization virus dilution test dengan O'Nyong-Nyong.
Virus chikungunya merupakan partikel berbentuk sferis berdiameter
+ 42 nm. Virus ini memiliki pembungkus yang mengandung lipid dengan
tonjolan halus. lntinya berdiameter + 25-30 nm yang pada potongan
melintang berbentuk heksagonal dan mengandung nukleokapsid yang tidak
simetris. Bersama-sama dengan alphavirus lainnya, virus ini memiliki genom
single strainded RNA. Mereka mempunyai koefisien sedimentasi 46 dan
mempunyai berat molekul + 4,2x106 dalton. Ektrak fenol dari virus
chikungunya memiliki material yang infeksius. Bentuk prekursor virus
dalam matriks sitoplasma menjadi lurus dalam daerah membran sel atau
berlawanan dengan membran vakuola. Gabungan dari partikel virus pada
permukaan sel menyebabkan proses budding yang melibatkan inti prekursor
virus menjadi partikel virus. Membran sel pejamu dimodifikasi selama
infeksi dan mengandung antigen virus ketika bergabung ke dalam
pembungkus virus.

Gambaran Klinis

Infeksi virus Chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa gejala. Adapun
gejala klinis yang sering dijumpai pada anak umumnya berupa demam
tinggi mendadak selama 1 – 6 hari, disertai dengan sakit kepala, fotofobia
ringan, mialgia dan artralgia yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat
pula disertai anoreksia, mual dan muntah. Nyeri sendi (atralgia dan/atau
artritis) merupakan gejala yang menonjol dan dapat menjadi persisten (pada
sebagian kecil kasus dapat menetap hingga satu tahun). Pada kulit sering
ditemukan adanya petekiae atau ruam makulopapular pada tubuh dan
ekstremitas yang mengikuti atau terjadi dengan segera setelah demam. Pada
saat ini sering terjadi limfadenopati hebat. Demam pada umumnya akan
mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendi, sakit kepala
dan insomnia, pada sebagian besar kasus akan menetap 5 – 7 hari. Walaupun
penyakit dengue dan chikungunya sama, gambaran berbeda yang penting
diringkas pada tabel 1 sampai 5.
163 Buku Ajar Infeksi & Penyakit  Tropis : Herpes Simpleks

Tabel 1. Chikungunya dan Dengue pada anak, Perbandingan Onset Penyakit


Hari sakit
Pasien rawat inap Pasien rawat jalan

Chikungunya Dengue Chikungunya Dengue


(32 kasus) (523 kasus) (17 kasus) (29 kasus)
No. % No. % No. %
No. %

0 8 .25 2 0.4 0 0 0 0
1 15 47 44 8 11 65 8 27
2 5 16 67 13 1 6 5 17
3 2 6 145 28 2 12 3 10
4 1 3 148 28 0 0 7 24
5 84 16 3 17 4 14
6 20 4 2 7
7 1 3 11 2
8 atau Iebih 3 0.6
Sumber: Nimmannty, dkk, 1969

Infeksi chikungunya lebih cepat durasinya dibandingkan dengan


dengue (Tabel 2), hampir 50% anak dengan chikungunya mengalami demam
yang berakhir dalam 72 jam setelah onset, sedangkan median lamanya
penyakit demam dengue 2 hari Iebih lama.

Tabel 2. Chikungunya dan Dengue pada Anak: Perbandingan Lama Penyakit


Lama demam Chikungunya (32 kasus) Dengue (241 kasus) (+)
(hari) No. % No. %

2 11 34.4 8 3.3
3 4 12.5 16 6.6
4 5 15.6 33 13.7
5 .5 15.6 52 21.6
6 2 6.3 52 21.6
7 3 9.4 38 15.8
8 atau lebih 2 6.3 42 17.4
mean 4,0 hari mean 5,85 ha ri

Sumber : Nimmannitya, dkk, 1969


Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis : Herpes Simpleks 164

Banyak tanda-tanda konstitusional dan gejala yang terjadi dengan


frekuensi yang sama pada chikungunya dan infeksi dengue yang tidak dapat
digunakan untuk membedakan penyakit secara klinis (Tabel 3). Namun,
ruam makulopapular terminal, artralgia atau artritis dan injeksi konjungtiva
lebih umum pada chikungunya dibandingkan dengan dengue (Tabel 4).
Syok dilaporkan jarang terjadi pada chikungunya. Hal tersebut tidak
diobservasi pada kasus di Thailand. Perubahan pada persepsi rasa,
bradikardia setelah sakit dan depresi setelah sakit, asthenia, jarang dijumpai
pada chikungunya; manifestasi ini yang membedakan dengan pasien
dengue.

Tabel 3. Chikungunya dan Dengue pada Anak:


Perbandingan Frekuensi Gejala Klinis
Rawat Inap Rawat Inap
Gejala Klinis Chikungunya Dengue Chikungunya Dengue
(32 kasus) (142 kasus) Primer
(27 kasus)
No. % No. % No. % No. %
Sakit kepala 13/19 68 37/83 45 2 12 4 15
Injeksi 28/31 90 121/125 97 12 71 27 100
Enantema 3/27 11 7/84 8 0 0
Rinitis 3/11 6 6/47 13 4 24 6 22
Batuk 7/30 22 17/79 22 1 6 11 41
Muntah 19/32 59 73/126 58 6 35 15 56
Diare 5/32 16 5/78 6 1 6 1 4
Sakit abdomen 6/19 32 38/76 50 3 18 2 7
Limfadenopati 8/26 31 32/79 41
Gelisah 10/30 33 17/79 22
Sumber:

Tabel 4. Chikungunya dan Dengue pada Anak: Manifestasi


Klinis
(32 kasus) (132 kasus) Signifikan
Manifestasi
No. (+) No. (+)
Ruam
19/32 59,4 16/132 12,1 P<0,001
makulopapular
Conjuctival
15/27 55,6 20/61 32,8 0,05>p>0,01
injection
165 Buku Ajar Infeksi & Penyakit  Tropis : Herpes Simpleks

Artralgia 8/20 40,0 9/75 12,0 0,05>p>0,01


Sumber:

Fenomena perdarahan jarang terjadi pada infeksi chikungunya.


Frekuensi dari gambaran perdarahan antara chikungunya dan dengue
primer/sekunder pada anak-anak Thailand dibandingkan pada tabel 5.
Frekuensi dan manifestasi perdarahan minor pada pasien rawat jalan dan
rawat inap dari dengue tidak berbeda secara signifikan dari kasus
chikungunya. Namun, hanya kasus dengue di rumah sakit yang mengalami
perkembangan menjadi rash petechiae dan hematemesis atau melena spontan.

Tabel 5. Chikungunya dan Dengue pada Anak:


Perbandingan Manifestasi Perdarahan
Manifestasi Chikungunya Dengue
Perdarahan Rawat Jalan Rawat Inap Rawat Jalan Rawat Inap
(17 kasus) (32 kasus) (27 kasus) (135 kasus)
Tes torniket (+) 3/17 18 24/31 77,4 4/27 14,8 94/112 83,9
Petekia, scallered 0/17 0 10/32 31,2 4/27 7,4 60/129 46,5
Ruam petekia 0/32 0 13/129 10,1
Ruam 0/17 0 19/32 59,4 2/27 7,4 16/132 12,1
Epistaksis 0/17 0 4/32 12,5 1/27 3,7 20/106 18,9
Perdarahan gusi 0/32 0 2/135 1,5
Melena/hematemesis 0/17 0 0/32 0 0/27 0 14/119 11,8
Sumber: Nimmannitya, dkk

Pada bayi, secara tipikal penyakit dimulai dengan adanya demam


yang mendadak, diikuti kulit yang merah. Kejang demam dapat terjadi pada
sepertiga pasien. Setelah 3-5 hari demam, timbul ruam makulopapular
minimal dan limfadenopati, injeksi konjungtiva, pembengkakan kelopak
mata, faringitis dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari penyakit traktus
respiratorius bagian atas umum terjadi, tidak ada enantema. Beberapa bayi
mengalami kurva demam bifasik. Arthralgia mungkin sangat hebat, walaupun
hal tersebut jarang tampak.

Diagnosis

Diagnosis chikungunya saat ini umumnya ditegakkan dari pemeriksaan


serologi yang terlihat dari peningkatan antibodi yang signifikan setelah
Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis : Herpes Simpleks 166

timbulnya penyakit. Sampel serum yang diambil sampai dengan hari ke-5
dari onset demam tidak akan mengandung HI, CF dan neutralizing antibody.
Neutralizing dan HI antibodi umumnya terjadi pada sampel yang
dikumpulkan 2 minggu atau setelah onset demam. Complement fixing
antibody berkembang lebih lambat. Pada individu tanpa infeksi alfa virus
sebelumnya, respons antibodi pertama berasal dari IgM. Seperti demam
dengue, antibodi IgG memfiksasi komplemen dengan adanya antigen virus,
dengan demikian menjelaskan secara relatif gambaran yang lanjut dari
antibodi CF. Neutralizing antibody dapat diukur dengan metode pengenceran
virus pada tikus yang menyusui (atau tikus yang disapih, dengan
menggunakan strain pasasi tikus yang tinggi dari Ross) atau metode
pengenceran virus, dengan menggunakan salah satu dari berbagai kultur
jaringan atau metode plaque assay.
Isolasi virus dilakukan dengan inokulasi serum fase akut atau
materi intraserebri yang mencurigakan pada tikus usia 1 atau 2 hari atau
kultur jaringan. Pada pasasi awal, kematian dapat terjadi dalam waktu 2-5
hari setelah inokulasi. Sel vero dan tikus yang menyusui sama-sama efektif
untuk isolasi primer.

Diagnosis Banding

Secara klinis sulit untuk membedakan DHF derajat sedang dengan


chikungunya hemorrhagic fever (CHF). Berikut ini dikemukakan gejala klinis
penderita DHF (135 kasus) dibandingkan dengan CHF (32 kasus) yang
dirawat di Children's Hospital Bangkok selama tahun 1962-1964.

Tabel 6. Manifestasi Mayor yang Dipakai sebagai Kriteria Diagnosis Infeksi.


Manifestasi Dengue (%) Chikungunya (%)
Lama demam: 2-4 hari 23,6 62,5
5-7 hari 59,0 31,2
>7 hari 17,4 6,3
Manifestasi perdarahan:
 Tes torniket (+) 83,9 77,4
 Petekiae scallered 46,5 31,3
 Ruam petekiae 10,1 0,0
 Epistaksis 18,9 12,5
 Perdarahan gusi 1,5 0,0
 Hematemesis/melena 11,8
 Hepatomegali 90,0 75,0
 Syok 35,2 0,0
Sumber: Nimmannitya, dkk (1969)
167 Buku Ajar Infeksi & Penyakit  Tropis : Herpes Simpleks

Terapi

Pada umumnya pengobatan bersifat suportif. Tirah baring dianjurkan


selama masa demam. Antipiretik atau kompres digunakan untuk
mempertahan suhu tubuh dibawah 40°C (104°F). Analgesik atau sedasi
ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Karena
pengaruhnya pada hemostasis, aspirin (asam salisilat) tidak boleh
digunakan. Analgesik dan sedatif ringan mungkin diperlukan untuk
mengurangi rasa sakit. Artritis setelah sakit mungkin memerlukan terapi
dengan obat anti radang dan fisioterapi.
Kejang demam dapat diterapi dengan fenobarbital yang diberikan
secara intravena atau oral dan diteruskan sampai temperatur normal. Kejang
yang berulang atau hebat mungkin menunjukkan respons terhadap
diazepam intravena. Penggantian cairan dan eleketrolit diperlukan bila ada
defisit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah atau diare.

Prognosis

Infeksi virus Chikungunya biasanya tidak fatal dan jarang menyebabkan


kematian. Jarang dilaporkan secara eksklusif mengenai kejadian kematian,
invasi ke susunan saraf pusat dan kasus-kasus perdarahan berat pada
demam chikungunya. Pada beberapa penelitian, kasus-kasus yang pernah
didokumentasikan secara virologik menunjukkan tidak adanya
trombositopenia ataupun neutropenia hebat. Namun, pernah dilaporkan
adanya isolat virus chikungunya atau bukti serologik dari orang dengan
gambaran perdarahan hebat atau pada individu yang meninggal selama
penyakit demam akut. Sebagai tambahan, perdarahan, keterlibatan saraf dan
miokardium pernah dilaporkan selama infeksi chikungunya pada dewasa.
Artralgia dapat terjadi selama berminggu-minggu. Aktivitas berat
(exercise) mungkin dapat memperpanjang gejala ini. Secara tipikal, rasa sakit
bergeser dari sendi dan memburuk pada pagi hari dan berdasarkan pada
sendi pertama yang terkena. Pembengkakan di sekitar pergelangan kaki,
tangan dan jari, sering terjadi. Pada pasien yang lebih tua gejala sisa
mungkin terjadi bersama-sama dengan proses patologik lainnya.
Hingga saat ini belum banyak hal yang diketahui dari patogenesis
infeksi chikungunya, hal tersebut menyebabkan sulitnya memperkirakan
frekuensi kematian yang secara langsung disebabkan oleh demam
Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis : Herpes Simpleks 168

chikungunya. Bayi dengan chikungunya mungkin mengalami defisit


neurologik setelah kejang demam.

Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan cara mengendalikan vektor pembawa virus


Chikungunya, yaitu nyamuk dan menghindari gigitannya. Hingga saat ini
upaya terbaik yang dapat dilakukan, antara lain dengan
membersihkan/menutup/membuang tempat-tempat yang berpotensial
menjadi genangan air, menguras bak/tempat penampungan air secara
berkala, memasang kelambu, menggunakan pakaian dan celana panjang dan
mengoleskan repellant pada kulit.
Akhir-akhir ini telah diupayakan pengembangan vaksinasi untuk
Chikungunya. Vaksinasi dengan virus Chikungunya - yang diterapi dengan
formalin (strain Ross) dan ditumbuhkan pada sel ginjal monyet hijau Afrika -
menimbulkan respons imun yang memuaskan dan resistensi, bila diberikan
sebanyak 3 dosis terbagi pada monyet. Vaksin yang dipersiapkan dengan
kondisi yang sama menghasilkan HI, CF dan respons antibodi neutralisasi
yang berespons pada sukarelawan yang peka. Penelitian komparatif dari
laboratorium yang sama telah dilakukan dengan vaksin chikungunya yang
tidak diaktivasi oleh formalin yang disiapkan dari virus pada ginjal
monolayer monyet hijau Afrika dan kultur suspensi embyrochick yang
terkonsentrasi. Vaksin yang terakhir, secara signifikan lebih protektif
terhadap tikus dibanding virus homolog yang hidup dan menstimulasi
produksi 4 sampai 5 kali lebih antibodi pada sirkulasi daripada vaksin yang
dipersiapkan dengan virus yang tumbuh pada kultur ginjal monyet hijau
Afrika. Nakao dan Hotta, meneliti pertumbuhan chikungunya pada BHK-21
sel, yang ditemukan pada preparat yang diinaktivasi dengan UV yang secara
signifikan bersifat lebih imunogenik daripada virus yang diterapi formalin.
Preparat virus kembar yang diekstraksi dengan eter juga bersifat
imunogenik. Namun demikian, produksi komersial virus chikungunya,
belum dicoba. Mortalitas yang disebabkan infeksi chikungunya tergolong
rendah, mengakibatkan perkembangan vaksin chikungunya mendapat
prioritas yang kurang dalam kesehatan masyarakat.
169 Buku Ajar Infeksi & Penyakit  Tropis : Herpes Simpleks

Daftar Bacaan
1. Halstead S. Arbovirus. Chikungunya. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson
(Nelson’s Text Book of Pediatri (terjemahan)) Vol.II, edisi 15. Penerbit Buku
kedokteran EGC, 2000:1132-36
2. Mackenzie, Chua KB, Daniels PW. Emerging viral diseases of southeast asia and
the western pasific. Emerging Infectious Disease 2001;7:497-504
3. Mardjani A. Demam Chikungunya. Dalam: Buku Ajar Penyakit Tropis dan
Infeksi. IDAI 2002:260-79
4. Powers AM, Brault AC, Tesh RB, Weaver SC. Re-emergence of chikungunya and
o’nyong-nyong viruses: evidence for distinct geographical lineages and distant
evolutionary relationships. Journal of General Virology (2000), 81, 471-479.
5. Peyrefitte C, Rousset D, Pastorino BAM, Pouillot R, Bessaud M, Tock F, et al.
Chikungunya Virus, Cameroon, 2006. Emerging Infectious Disease 2007;13 or
http://www.cdc.gov/eid/content/13/5/768.htm (dispatch)
6. Gear JHS. Chikungunva lever. Arbovirus of Southern Afrika viral infections. Da
lam: Feigin RI), Cherry JD (penvunting). Textbook of pediatric infectious
diseases. WR Saunders Company, 198 1 .h. 1 099-101.
7. Soedarmo SSP. Diagnosis banding chikungunya, demain berdarah (dengue)
pada anak. Jakarta: Penerbit UI (UI Press), 1983.h.45-6.
8. Nimmannitya S, Halstead SB, Cohen SN, Margiotta MR. Chikungunya virus
infection in Mam in Thailand, 1962 1964. I. Observations on hospitalized
patients with hemorrhagic fever. Am J Trop Med Hyg. 1969; 18: 954

Anda mungkin juga menyukai