Latar Belakang
Dalam proses perjalanan seni musik, sejarah menguak beberapa perkembangan yang dialami
oleh seni musik itu sendiri. Dimulai dari musik Renaissance (1350-1600), musik Barok (1600-
1750) dan kemudian pada 1750-1820 berganti menjadi musik klasik. Setelah itu masih banyak
lagi jenis musik yang berubah mengikuti perkembangan zaman pada waktu itu. Perkembangan
ini, menunjukkan keberadaan musik sebagai satu kesatuan yang ikut berkembang seiring jaman.
Sekitar zaman Renaissance, abad ke-15 ke atas, muncul satu fenomena, yakni pemahaman
“karya musik otonom” yang kemudian disebut “karya seni”. Sejak itulah pengertian seni musik
Barat sepenuhnya menuju ke karya seni otonom. Dari perkembangan ini, akhirnya muncullah
“musik kontemporer” (Neue Musik). Sejajar dengan perkembangan ini pada abad ke-20 muncul
sesuatu yang sangat baru lagi, yaitu musik populer. Musik populer ini tidak dapat disamakan
dengan musik rakyat, seperti misalnya dalam tradisi etnik-etnik di Indonesia.
Sementara dalam proses perdebatan tentang seni yang aktual di Indonesia, seni musik paling
sering dipermasalahkan. Untuk pemahaman permasalahan seni musik kontemporer, kita harus
menyinggung situasi tersebut terlebih dahulu, fenomena perbedaan persepsi antara jenis-jenis
seni kontemporer tidak hanya terjadi di Indonesia saja, di Barat sendiri sering terdapat hal yang
sama. Persepsi dan pendapat yang terjadi didasarkan oleh kesalahpahaman yang fatal. Kenyataan
ini harus kita maklumi, siapapun bisa memilih yang diinginkan. Ini dapat memperkuat bahwa
perkembangan musik kontemporer di Indonesia jangan dianggap sebagai “Penjajahan baru”
melainkan sebagai sebuah tawaran pemikiran lain.
Adapun proses perselisihan atau dialog antarbudaya merupakan kenyataan yang sekaligus global
dan alami. Segala perbedaan pendapat yang muncul dari para pengamat seni ini dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Hal inilah yang menjadi masalah pokok dan menghambat
perkembangan musik kontemporer di Indonesia. Namun dalam hal ini, berbagai hambatan yang
amat mendalam tersebut mampu diatasi, apabila hanya ada satu pandangan yang tegas dan bisa
menghasilkan berbagai daya tarik yang efektif.
B. Istilah Kontemporer
Paradigma tentang musik kontemporer akan sulit dipahami apabila kita hanya menggunakan
parameter yang sempit serta hanya berdasar pada pemahaman budaya lokal saja. Berdasar pada
berbagai referensi bahwa asal usul istilah itu datang ke negeri kita dapat dipastikan berasal dari
budaya Barat (Eropa-Amerika). Oleh karena itu pemahaman masyarakat kita terhadap musik
kontemporer seringkali agak keliru. Tentang hal itu, seorang tokoh musik di Indonesia yaitu
Suka Hardjana (Harjana, 2004 : 187) pernah mengemukakan, antara lain :
Secara spesifik, musik kontemporer hanya dapat dipahami dalam hubungannya dengan
perkembangan sejarah musik barat di Eropa dan Amerika. Namun, walaupun dapat mengacu
pada sebuah pemahaman yang spesifik, sesungguhnya label kontemporer yang dibubuhkan pada
kata seni maupun musik sama sekali tidak menunjuk pada sebuah pengertian yang per definisi
bersifat normatif. Itulah sebabnya, terutama bagi mereka yang awam, seni atau musik
kontemporer banyak menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut.
Istilah musik kontemporer yang seringkali diterjemahkan menjadi “musik baru” atau “musik
masa kini” menyebabkan persepsi bahwa jenis musik apapun yang dibuat pada saat sekarang
dapat disebut sebagai musik kontemporer. Padahal istilah kontemporer yang melekat pada kata
“musik” itu bukanlah menjelaskan tentang jenis (genre), aliran atau gaya musik, akan tetapi lebih
spesifik pada sikap atau cara pandang senimannya yang tentunya tersirat dalam konsep serta
gramatik musiknya yang memiliki nilai-nilai “kekinian”. Persoalannya adalah, untuk mengetahui
apa yang “terkini” tentu saja kita mesti memiliki referensi secara historis. Melalui kesadaran
historislah seseorang akan memiliki wahana (tools) yang dapat digunakan untuk menilai serta
memahami aspek “kebaruan” dalam karya musik (baca:musik kontemporer).
Bagi pemahaman sebagian orang, musik kontemporer selalu dikaitkan dengan konsep
penggunaan alat musiknya. Yang paling trend adalah ketika suatu karya musik menggunakan
campuran alat “modern” dan “tradisional” dapat memberi penegasan bahwa itulah musik
kontemporer. Walaupun pada kenyataannya banyak karya musik kontemporer menggunakan
campuran alat musik seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi konsep atau ide dengan
campuran alat musik tersebut sebenarnya belum dapat menjamin bahwa karya musik tersebut
adalah musik kontemporer. Bagi saya, penerapan istilah “modern-tradisional” atau
“konvensional-non konvensional” yang ditujukan pada sebuah alat/instrumen musik sebenarnya
agak membingungkan. Sistem pengelompokan musik berdasar penggunaan instrumen yang
dangkal tersebut justru diruntuhkan oleh ideologi para komponis kontemporer. Bagi para
komponis kontemporer, semua instrumen musik yang digunakan dalam karyanya dikembalikan
harfiahnya sebagai alat permainan. Dengan demikian sekat-sekat cara penggunaan atau teknik
bermain alat musik yang bersifat konservatif dan secara geokultural terasa sempit itu dibuka
seluas-luasnya. Bahkan penemuan-penemuan dalam bidang organologi atau pemanfaatan
teknologi canggih menjadi orientasi penting dalam perkembangan musik kontemporer.
Istilah musik kontemporer dewasa ini sudah sangat sering dipergunakan oleh para insan musik
Indonesia. Namun harus diakui bahwa pengertian musik kontemporer yang tunggal dan bulat
mungkin tidak akan pernah ada, karena ia lebih menunjuk pada suatu prinsip-prinsip
kecendrungan fenomenologis yang terlalu heterogen, sehingga cirinya bukan pada kebakuan
format melainkan idealisme yang selalu berkembang. Secara etimologis kata kontemporer
menunjuk pada arti “saat sekarang” atau sesuatu yang memiliki sifat kekinian. Kata tersebut
tidak berarti sesuatu yang terputus dari tradisi, melainkan sesuatu yang dicipta sebagai hasil
perkembangan tradisi sampai saat ini. Kata kontemporer kendatipun harus diakui diadopsi dari
bahasa Inggris (Barat)contemporary, namun tidak relevan jika kita selalu menghubungkan karya-
karya kita semata-mata dari sudut pandang musik kontemporer Barat. Terminologi kontemporer
Barat inipun di ”Barat” tidak ada yang bisa menjelaskan, kendatipun banyak diantara mereka
yang mencoba mereka-reka (Harjana, 2004:187).
Gendon Humardani seperti yang dikutip Rustopo (1990: 22-26) membatasi kontemporer sebagai
suatu sikap berkesenian yang sejalan dengan konsep seni modern yang berorientasi pada
masalah-masalah kehidupan masa kini. Sikap kontemporer yaitu terus menerus mengembangkan
kreativitas, mewujudkan yang baru dan yang segar, mengakomodasi masalah kehidupan masa
kini. Menurut Edi Sedyawati (1981:122), istilah kontemporer sebenarnya luas. Rumusannya
mudah dikatakan tetapi tidak semudah menentukan batas-batasnya, bahkan cendrung kurang
memberikan manfaat. Ia menawarkan suatu batasan yang bergeser dari arti katanya tetapi lebih
mendekati maksud yang dituju yaitu seni kontemporer adalah seni yang menunjukkan daya cipta
yang hidup, yang menunjukkan kondisi kreatif dari masa terakhir.
Dalam perkembangannya kemudian, penerapan pengertian kontemporer dari yang semula sangat
ideologis menjadi lebih khusus, yaitu mengarah ke sebuah konsep untuk menggolongkan karya-
karya yang selalu disemangati pencarian kemungkinan baru, menekankan sifat anti pada kaidah-
kaidah kompositoris, bahkan anti pada bentuk-bentuk penyajian musikal yang baku dan mapan.
Dari sudut pandang konsep kreativitas, musik kontemporer dimengerti sebagai musik “baru”
yang dibuat dengan kaidah dan suasana yang baru. Paham mengenai musik tidak lagi terbingkai
pada sesuatu yang enak didengar saja, melainkan berkembang pada gagasan menampilkan proses
eksplorasi bunyi sebagai yang utama dan medium ekspresi yang tak terbatas agar dapat
mewadahi gagasannya. Dengan konsep ini akan memberikan kebebasan kepada penciptanya
berintepretasi berdasarkan pengalaman batinnya masing-masing. Namun justru dengan
bentuknya yang sangat bebas membuat penikmat kehilangan pegangan untuk bisa menikmati
musik, sekaligus memahami unsur-unsur kebebasan yang ditawarkan sang pencipta.
Berbagai sebutan seperti musik kontemporer Indonesia, musik kontemporer Jepang, musik
kontemporer Barat dan lain sebagainya, sebenarnya tidak menjelaskan apa pun bahkan sedikit
rancu. Oleh karena itu, upaya yang paling tepat dalam memahami musik kontemporer adalah
tidak melalui pendekatan secara general (genre, aliran, budaya dll.), akan tetapi melalui
pendekatan karya musik secara kompositoris serta sosok senimannya secara individual. Justru
karena tuntunan ekspresi individual para seniman-lah, fenomena musik kontemporer muncul ke
permukaan kita. Berbagai karya musik kontemporer yang pernah dicipta oleh komponis seperti,
Charles Ives, John Cage, Edgar Varese, Steve Reich dan lain sebagainya, masing-masing
memiliki keunikan tersendiri sekalipun mereka dapat disebut sebagai komponis Amerika. Tapi
lain hal jika kita mendengar musik blues misalnya, sekalipun para penyanyi atau pemain
musiknya memiliki cara interpretasi yang cukup unik, akan tetapi konsep gramatik musiknya
seperti penggunaan kerangka akor, jajaran nadanya, pola ritmenya dan lain-lain dapat dikenali
secara mudah karena semua konsepnya itu telah menjelaskan dirinya sendiri sebagai sesuatu
yang telah baku. Demikian juga dalam musik gamelan Sunda misalnya, konsep kenongan
goongan, perbedaan irama kering, sawilet, dua wilet dan lain sebagainya merupakan ciri-ciri
yang dapat menjelaskan konsep gamelan kliningan yang telah mapan itu. Keindividualannya
tidak dapat dilihat dari aspek kompositorisnya akan tetapi hanya terletak dari interpretasi
pemainnya.