Anda di halaman 1dari 26

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

TERAPI OKUPASI DAILY ACTIVITY

Topik : Terapi Okupasi Daily Activity


Sasaran : Lansia yang berada di Wisma Himawari PSTW
Yogyakarta Unit Budhi Luhur.
Hari/Tanggal : Selasa, 20 November 2012
Jam : 09.30 Wib s/d selesai
Tempat : Ruang tamu wisma Himawari

A. LATAR BELAKANG
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang
dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2009).
Salah satu kegagalan berkaitan dengan fungsi penurunan daya kemampuan pada
lansia adalah penurunan fungsi kognitif yaitu demensia. Demensia merupakan sindrom
yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.
Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa,
pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan
kemampuan bersosialisasi (Arif Mansjoer, 2010). Saat ini kasus demensia telah
melonjak tajam dengan semakin besarnya jumlah lansia di Indonesia. Bahkan
demensia diperkirakan akan melonjak dalam beberapa dekade mendatang, menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hingga kini saja terdapat 35,6 juta orang yang
hidup dengan demensia pada 2010. Angka itu berpotensi meningkat hingga dua kali
lipat menjadi 65,7 juta pada 2030 (menurut WHO di Swiss). Pada 2050, kasus
demensia bisa meningkat tiga kali lipat hingga mencapai 115,4 juta (menurut WHO di
Swiss).
Saat ini jumlah penyandang demensia di Indonesia hampir satu juta orang.
Sebagian besar demensia tipe Alzheimer yang gejala dininya berupa pelupa dan
kesulitan visuospasial sering terlewatkan sehingga sulit mengetahui waktu pasti
munculnya penyakit. Biasanya penyandang dibawa ke rumah sakit (RS) atau ke dokter
karena penyakit lain, seperti stroke, diabetes, depresi, hipertensi, atau kolesterol.
Ketika diperiksa dokter baru disadari telah ada proses demensia. Angka kejadian
demensia di Asia Pasifik adalah 4,3 juta per tahun (2005) yang akan meningkat
menjadi 19,7 juta per tahun pada 2050. Artinya, laju demensia adalah 1 kasus baru
setiap 7 detik.
Menurut penelitian Graff et al (2007), salah satu cara untuk mengoptimalkan
fungsi kognitif lansia adalah dengan menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi
merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa aktivitas-aktivitas yang
membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif, dan edukasional untuk
penyesuaian diri dengan lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik dan
mental pasien. Terapi okupasi bertujuan mengembangkan, memelihara, memulihkan
fungsi dan atau mengupayakan kompensasi / adaptasi untuk aktifitas sehari-hari,
produktivitas dan luang waktu melalui pelatihan, remediasi, stimulasi dan fasilitasi.
Terapi okupasi meningkatkan kemampuan individu untuk terlibat dalam bidang
kinerja berikut: (1) aktivitas hidup sehari-hari (misalnya makan, mandi, toileting,
mobilitas fungsional) dan kegiatan instrumental hidup sehari-hari (misalnya makan
persiapan, belanja, keuangan salah satu pelaksana) , (2) pekerjaan dan kegiatan
produktif (misalnya mengurus orang lain, kegiatan pendidikan dan kejuruan), dan (3)
luang untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang secara budaya berarti bagi individu
dan orang lain yang signifikan mereka. Dalam rangka untuk menentukan etiologi
disfungsi dalam satu atau lebih bidang kinerja, terapis okupasi menilai komponen-
komponen berikut kinerja: sensorimotor, neuromusculoskeletal, motorik, kognitif, dan
psikososial. Dengan diterapkannya terapi okupasi pada lansia diharapkan dapat
mempertahankan fungsi kognitif lansia dengan mengembangkan, memelihara,
memulihkan fungsi atau mengupayakan adaptasi aktifitas sehari-hari sehingga
tercapainya kemandirian dan kesejahteraan lansia.
Sengaja Co-ners mengambil jurnal ini karena setelah melihat kasus di lapangan,
terutama di PSTW, khususnya wisma H, tempat Co-ners praktik, sudah banyak
simbah-simbah yang mengalami demensia. Demensia yang dialami pun beragam mulai
dari yang ringan hingga berat. Co-ners berharap dengan adanya jurnal ini dan bisa
diaplikasikan, sehingga dapat menurunkan gejala psikologis pada klien di Wisma H.

B. PENGERTIAN/ LANDASAN TEORI


1. DEMENSIA
a. Definisi Dimensia
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain
pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan
bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 2010)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat
terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu
aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh
dilakukan.
b. Etiologi Dimensia
Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer.
Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor
genetik, karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan
disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada penyakit
Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi
kerusakan sel danberkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan
sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak
senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa
terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit
Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang
terjadi di dalam otak. Penyebab ke-2 tersering dari demensia adalah serangan
stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke
kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak
yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark.
Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-infark.
Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat menyebabkan demensia,
misalnya: gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, gangguan
metabolic, penyakit degenerative. Semua hal ini harus ditelusuri. Gejala atau
kelainan yang menyertai demensia kita teliti. Sering diagnose – etiologi dapat
ditegakkan melalui atau dengan bantuan kelainan yang menyertai, seperti :
hemiparese, gangguan sensibilitas, afasia, apraksia, rigiditas, tremor.
c. Klasifikasi
1. Klasifikasi Menurut Umur:
a) Demensia senilis (>65th)
b) Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit :
a) Reversibel
b) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
c) Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
3. Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya
cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
a) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
b) Inkontinensia urin.
c) Demensia.
4. Menurut kerusakan otak :
Demensia tipe Alzameir Dari semua pasien dengan demensia, 50-60%
memiliki demensia tipe ini. Demensia ini di tandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kongnitif dengan onset bertahap dan progresif
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afaksia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif.
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru.
Penyakit Alzheimer terbagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya
detorisasi intelektual, yaitu:
a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun.
“Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal
baru yang dialami.
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia.
Gejalanya
antara lain : Disorientasi gangguan bahasa (afasia) : penderita
mudah bingung penurunan fungsi memori lebih berat sehingga
penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak
mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu
tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan
visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%.
c. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.
Gejala klinisnya antara lain:
 Penderita menjadi vegetative.
 tidak bergerak dan membisu.
 daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak
mengenal keluarganya sendiri.
 tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil.
 kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain.
 kematian terjadi akibat infeksi atau trauma

d. Manifestasi Klinik
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah
6. Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
7. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
8. Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
9. Defisit neurologik motor & fokal
10. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
11. Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
12. Agnosia, apraxia, afasia
13. ADL (Activities of Daily Living)susah
14. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
15. Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
16. Lupa meletakkan barang penting
17. Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
18. Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
19. Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
20. Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
21. Tak dapat makan dan menelan
22. Koma dan kematian.

e. Pencegahan dan Perawatan


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

2. BPSD (Behavior and Psychological Symptoms of Dementia)


a. Gangguan Perilaku
1) Disinhibisi
Perilaku berupa impulsive, mudah terganggu, emosi tidak stabil, memiliki
wawasan yang kurang sehingga sering menhakimi, dan tidak mampu
mempertahankan tingkat perilaku social sebelumnya. Gejala: menangis,
euphoria, agresi verbal, agresi fisik terhadap orang lain dan benda-benda,
perilaku melukai diri sendiri, disinhibisi seksual, agitasi motorik, campur
tangan, impulsive, dan mengembara.
2) Agitasi
Adalah aktivitas yang tidak pantas, baik secara verbal, vocal, atau motor.

3) Wandering
Perilaku dapat berupa memeriksa (mencari care giver berulang kali),
menguntit, berjalan tanpa tujuan, berjalan waktu malam, aktivitas
berlebihan, mengembara, dan berulang kali mencoba meninggalkan rumah.

4) Reaksi ledakan amarah


Ledakan marah/ agresif dikaitkan dengan meningkatnay aktivitas dan
perilaku agresif. Tidak ditemukan hubungan antara agresif dan penampilan
sikap apati, depresi, atau kegelisahan. Perilaku agresif memberikan
kontribusi paling banyak terkait gejala non kognitif dan ledakan marah tiba-
tiba. Reaksi bencana dapat ditimbulkan oleh gejala kognitif dan non kognitif
seperti salah paham, halusinasi, dan delusi.
b. Gangguan Psikologis
1) Gejala Mood
a) Depresi
Gangguan depresi dapat berupa mood depresi yang meresap dan
anhedonia, pernyataan menyalahkan diri sendiri dan menyatakan ingin
mati, serta ada riwayat keluarga depresi.
b) Apati
Apati ini menonjol pada demensia frontotemporal, Alzheimer serta
kelumpuhan supranuclear progresif. Ditandai dengan minat kurang
dalam aktivitas, DPD, penurunan interaksi social, ekspresi wajah,
modulasi suara, respon emosional, dan inisiatif.
c) Cemas
Terjadi secara independen, ada ekspresi keprihatinan terhadap masalah
keuangan, masa depan, kesehatan (memori mereka), kekhawatiran jauh
dari rumah.

2) Gejala Psikotik
a) Waham
Biasanya untuk demensia tipe waham yaitu:
(1) Barang kepunyaan sendiri telah dicuri
(2) Rumah bukan milik sendiri (misidentifikasi)
(3) Pasangan (pengasuh lain) adalah penipu (sindrom capras)
(4) Pengabaian/ ditinggalkan
(5) Ketidaksetiaan
b) Halusinasi
Paling umum pada pasien demensia halusinasi yang terjadi yaitu visual,
lebih banyak pada pasien dengan demensia moderat (sedang) dibanding
ringan. Gambaran halusinasi biasanya berupa hewan atau orang. Pada
demensia Lewy Body, kemungkinan juga mengalami auditori.
c) Misidentifikasi
Paling sering terjadi yaitu persepsi stimuli eksternal, terdiri dari:
(1) Kehadiran orang di rumah pasien sendiri (Boarder Phantom
Syndrome)
(2) Kesalahan identifikasi diri pasien sendiri (tidak kenal bayangan diri
di cermin)
(3) Kesalahan identifikasi orang lain
(4) Kesalahan identifikasi peristiwa di televisi (pasien mengimajinasikan
peristiwa tersebut terjadi secara nyata)
3. Terapi Okupasi
a. Pengertian Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan salah satu bentuk psikoterapi suportif
yang penting dilakukan untuk meningkatkan kesembuhan pasien. Terapi
okupasi (Occupational terapy) merupakan suatu ilmu dan seni dalam
mengarahkan partisipasi seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu
yang telah ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat,
meningkatkan kemampuan dan mempermudah belajar keahlian atau fungsi
yang dibutuhkan dalam tahap penyesuaian diri dengan lingkungan. Juga
untuk meningkatkan derajat kesehatan. Terapi okupasi adalah prosedur
rehabilitasi yang di dalam aturan medis menggunakan aktivitas-aktivitas
yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif, rekreasional,
edukasional, dan sosial serta industrial untuk memperoleh keuntungan yang
diharapkan atas fungsi fisik dan respon-respon mental pasien.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
terapi okupasi, merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa
aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif,
dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan
meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien.
b. Indikasi Terapi Okupasi
Indikasi untuk terapi okupasi adalah sebagai berikut:
1) Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mengintegrasikan
perkembangan psikososialnya.
2) Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi
dengan orang lain.
3) Tingkah laku yang tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau
kebutuhan yang primitif.
4) Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi
terhadap rangsangan tersebut tidak wajar.
5) Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang
yang mengalami kemunduran.
6) Seseorang yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui
aktivitas daripada percakapan.
7) Seseorang yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara
mempraktekannya daripada membayangkannya.
8) Seseorang yang cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam
kepribadiannya.
c. Fungsi Terapi Okupasi
Fungsi terapi okupasi adalah sebagai berikut:
1) Sebagai perlakuan psikiatri yang spesifik untuk membangun
kesempatan-kesempatan demi hubungan yang lebih memuaskan,
membantu pelepasan, atau sublimasi dorongan (drive) emosional,
sebagai suatu alat diagnostik.
2) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang
gerak sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
3) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian,
belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi, dan lain-lain),
baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain.
4) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di
rumahnya dan memberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan
maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
5) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan
kemampuan yang masih ada.
6) Eksplorasi prevokasional untuk memastikan kemampuan fisik dan
mental pasien, penyesuaian sosial, dan ketertarikan, kebiasaan-
kebiasaan kerja, keterampilan, dan potensial untuk dipekerjakan.
7) Sebagai suatu ukuran suportif dalam membantu pasien untuk menerima
suatu periode kesembuhan atau masuk rumah sakit dalam jangka waktu
yang lama.
8) Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan.
d. Jenis Terapi Okupasi
Okupasi terapi bergerak pada tiga area, atau yang biasa disebut dengan
occupational performance yaitu, activity of daily living (perawatan diri),
productivity (kerja), dan leisure (pemanfaatan waktu luang). Bagaimanapun
setiap individu yang hidup memerlukan ketiga komponen tersebut. Individu-
individu tersebut perlu melakukan perawatan diri seperti aktivitas makan,
mandi, berpakaian, berhias, dan sebagainya tanpa memerlukan bantuan dari
orang lain. Individu juga perlu bekerja untuk bisa mempertahankan hidup
dan mendapat kepuasan atau makna dalam hidupnya. Selain itu, penting juga
dalam kegiatan refresing, penyaluran hobi, dan pemanfaatan waktu luang
untuk melakukan aktivitas yang bermanfaat disela-sela kepenatan bekerja.
Semua itu terangkum dalam terapi okupasi yang bertujuan mengembalikan
fungsi individu agar menemukan kembali makna atau arti hidup meski telah
mengalami gangguan fisik atau mental. Jenis terapi okupasi yaitu:
1) Aktivitas Sehari-hari (Activity of Daily Living)
Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut Basic
Activities of Daily Living atau Personal Activities of Daily Living terdiri
dari: kebutuhan dasar fisik (makan, cara makan, kemampuan berpindah,
merawat benda pribadi, tidur, buang air besar, mandi, dan menjaga
kebersihan pribadi) dan fungsi kelangsungan hidup (memasak,
berpakaian, berbelanja, dan menjaga lingkungan hidup seseorang agar
tetap sehat)
2) Pekerjaan
Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak dibayar.
Pekerjaan di mana seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya
biasanya menjadi bagian penting dari identitas pribadi dan peran sosial,
memberinya posisinya dalam masyarakat, dan rasa nilai sendiri sebagai
anggota yang ikut berperan. Pekerjaan yang berbeda diberi nilai-nilai
sosial yang berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang
diperlukan untuk dilibatkan pada pekerjaan yang
menguntungkan/menghasilkan atau aktivitas sukarela seperti minat
pekerjaan, mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan pekerjaan,
persiapan pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela, relawan
sukarela. Pekerjaan secara individu memiliki banyak fungsi yaitu
pekerjaan memberikan orang peran utama dalam masyarakat dan posisi
sosial, pekerjaan sebagai sarana dari mata pencaharian, memberikan
struktur untuk pembagian waktu untuk kegiatan lain yang dapat
direncanakan, dapat memberikan rasa tujuan hidup dan nilai hidup, dapat
menjadi bagian penting dari identitas pribadi seseorang dan sumber
harga diri, dapat menjadi forum untuk bertemu orang-orang dan
membangun hubungan, dan dapat menjadi suatu kepentingan dan
sumber kepuasan.
3) Waktu Luang
Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan pada
waktu luang yang bermotivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan,
serta mengalihkan perhatian pasien. Aktivitas tidak wajib yang pada
hakekatnya kebebasan beraktivitas. Adapun jenis-jenis aktivitas waktu
luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat,
keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu luang yang sesuai) dan
partisipasi waktu luang (merencanakan dan berpatisipasi dalam aktivitas
waktu luang yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang dengan
kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur
peralatan dan barang yang sesuai).
e. Tahapan Terapi Okupasi
Adapun tahapan terapi okupasi, antara lain:
1) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi sangat menentukan bagi tahap-tahap berikutnya.
Pada tahap awal ini mulai dibentuk hubungan kerjasama antara terapis
dan pasien, yang kemudian akan dilanjutkan selama tahap terapi
okupasi. Tahap ini juga disebut tahapan kognitif yang memfokuskan
kemampuan pekerjaan yang berorientasi pada keterampilan kognitif.
Tahap evaluasi dibagi menjadi 2 langkah. Langkah pertama adalah profil
pekerjaan (occupational profile) dimana terapis mengumpulkan
informasi mengenai riwayat dan pengalaman pekerjaan pasien, pola
hidup sehari-hari, minat, dan kebutuhannya. Dengan pendekatan “client-
centered”, informasi tersebut dikumpulkan untuk dapat memahami apa
yang penting dan sangat bermakna bagi pasien saat ini, apa yang ingin
dan perlu dilakukannya, serta mengidentifikasi pengalaman dan minat
sebelumnya yang mungkin akan membantu memahami persoalan dan
masalah yang ada saat ini.
Langkah kedua adalah analisa tampilan pekerjaan (analysis of
occupational performance). Tampilan pekerjaan yang dimaksud adalah
kemampuan untuk melaksanakan aktivitas dalam kehidupan keseharian,
yang meliputi aktivitas dasar hidup sehari-hari, pendidikan, bekerja,
bermain, mengisi waktu luang, dan partisipasi sosial. Hal yang juga
diperhatikan pada tahap awal atau kognitif ini adalah membangkitkan
ide saat waktu luang pasien, mempelajari berapa banyak kemungkinan
atau waktu yang dihabiskan, membandingkan beberapa kegiatan yang
menyenangkan dibanding bekerja, mengatur waktu untuk hal yang
menyenangkan (kebutuhan, pilihan, hambatan, dan minat), dan mengatur
waktu diri sendiri. Keterampilan dasar yang diharapkan mendapatkan
keterampilan, memproses keterampilan, menyalurkan keterampilan, dan
ketegasan pasien.
2) Tahap Intervensi
Tahap intervensi yang terbagi dalam 3 langkah, yaitu rencana
intervensi, implementasi intervensi, dan peninjauan (review) intervensi.
Rencana intervensi adalah sebuah rencana yang dibangun berdasar pada
hasil tahap evaluasi dan menggambarkan pendekatan terapi okupasi serta
jenis intervensi yang terpilih, guna mencapai target hasil akhir yang
ditentukan oleh pasien. Rencana intervensi ini dibangun secara bersama-
sama dengan pasien (termasuk pada beberapa kasus bisa bersama
keluarga atau orang lain yang berpengaruh), dan berdasarkan tujuan serta
prioritas pasien.
Rencana intervensi yang telah tersusun kemudian dilaksanakan
sebagai implementasi intervensi yang mana diartikan sebagai tahap
keterampilan dalam mempengaruhi perubahan tampilan pekerjaan
pasien, membimbing mengerjakan pekerjaan atau aktivitas untuk
mendukung partisipasi. Langkah ini adalah tahap bersama antara pasien,
ahli, dan asisten terapi okupasi. Implementasi intervensi terapi okupasi
dapat dilakukan baik secara individual maupun berkelompok, tergantung
dari keadaan pasien, tujuan terapi, dan lain-lain.
Metode individual bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak
informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien, pada pasien yang belum
dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu
kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu
kelompok, dan pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan
agar terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif. Sedangkan metode
kelompok dilakukan untuk pasien lama atas dasar seleksi dengan
masalah atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas
untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai
suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka terapis
harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang
menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu
dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan
tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih
mengerti dan berusaha untuk ikut aktif.
Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis
aktivitas yang akan dilakukan dan kemampuan terapis mengawasi.
Sedangkan peninjauan intervensi diartikan sebagai suatu tahap
berkelanjutan untuk mengevaluasi dan meninjau kembali rencana
intervensi sebelumnya, efektivitas pelaksanaannya, sejauh mana
perkembangan yang telah dicapai untuk menuju target hasil akhir.
Bilamana dibutuhkan, pada langkah ini dapat dilakukan perubahan
terhadap rencana intervensi.
3) Tahap Hasil Akhir
Tahap terakhir pada terapi okupasi adalah hasil akhir (outcome).
Hasil akhir disini diartikan sebagai dimensi penting dari kesehatan yang
berhubungan dengan intervensi, termasuk kemampuan untuk berfungsi,
persepsi kesehatan, dan kepuasaan dengan penuh perhatian. Pada tahap
ini ditentukan apakah sudah berhasil mencapai target hasil akhir yang
diinginkan atau tidak. Jadi hasil akhir dalam bentuk tampilan okupasi,
kepuasaan pasien, kompetensi aturan, adaptasi, pencegahan, dan kualitas
hidup.
f. Tahapan Terapi Okupasi Kelompok
Setiap akan melakukan terapi okupasi kelompok harus direncanakan dahulu.
Terapis melakukan kontrak kepada kelompok. Terapis dan kelompok
mempertimbangkan tempat, lokasi yang kondusif, alat, dan bahan yang
harus disiapkan. Adapun tahapan aktivitas terapi okupasi kelompok, yaitu:
1) Orientasi
Orientasi sangat membantu pasien untuk mengikuti kelompok terapi.
Tujuan orientasi adalah meyakinkan bahwa pasien mempunyai orientasi
yang baik tentang orang, tempat, dan waktu. Orientasi memerlukan
waktu kurang lebih 5 menit. Aktivitas yang dilakukan selama tahapan
orientasi adalah terapis melakukan orientasi kegiatan yang akan
dilakukan oleh kelompok terapi.
2) Tahap Pendahuluan (Introduction)
Tahap pendahuluan adalah tahap perkenalan baik dari terapis maupun
pasien. Terapis memperkenalkan diri baru kemudian masing-masing
pasien menyebutkan nama dan alamatnya. Cara yang biasa digunakan
adalah dengan melemparkan balon yaitu pasien harus menyebutkan
nama apabila mendapatkan bola yang telah dilempar. Setiap kali seorang
pasien selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak semua pasien
untuk bertepuk tangan. Tahap pendahuluan memerlukan waktu 5-10
menit.
3) Tahap pemanasan (Warm-up activities)
Setelah melakukan proses memperkenalkan diri, terapis mengajak pasien
untuk aktivitas pemanasan (warm-up activities). Tahap ini memerlukan
waktu 5-10 menit. Aktivitas yang digunakan adalah latihan fisik
sederhana (simple physical exercise). Tujuannya adalah meningkatkan
perhatian dan minat pasien melalui gerakan dasar tubuh dan agar pasien
mampu mengikuti aturan atau instruksi sederhana seperti berputar,
turunkan tangan, dan lain-lain.
4) Tahap aktivitas terpilih (selected activities)
Tahap ini memerlukan waktu 10-20 menit. Mempertimbangkan
kebutuhan kognitif, motorik, dan interaksi yang akan dikembangkan.
Biasanya aktivitas yang dipilih adalah aktivitas dengan aturan sederhana
dan aktivitas yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai. Terapis memberikan pujian setiap kali pasien selesai
melakukan terapi okupasi dengan baik dan mengajak anggota kelompok
bertepuk tangan.
5) Tahap Terminasi
Tahap ini menandakan bahwa terapi okupasi akan berakhir. Terapis dan
pasien mengumpulkan material (alat-bahan) bersama-sama dan
mengadakan diskusi kecil tentang jalannya proses terapi okupasi.

4. Terapi Aktifitas Kelompok


Terapi aktifitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
Metode Terapi Aktifitas Kelompok
Metode yang digunakan pada terapi aktifitas kelompok (TAK) ini adalah
metode:
1. Demonstrasi
2. Role model
TERAPI OKUPASI DAILY ACTIVITY PADA DEMENSIA

Tujuan
Untuk menurunkan tanda dan gejala dimensia melalui terapi okupasi

Kriteria Anggota
Klien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok ini adalah:
1. Klien yang mengalami dimensia baik ringan maupun sedang.
2. Klien yang mau/ bersedia untuk mengikuti kegiatan TAK.
3. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative).

Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Selasa, 21 November 2012
Waktu : 09.30 s/d selesai WIB
Tempat : Wisma Himawari PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur

Nama Klien dan Ruangan


Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 4 orang, adapun nama-nama klien yang akan
mengikuti TAK yaitu :

No Nama Pasien Kondisi Klien saat ini


1 Ny. A Demensia Sedang
2 Ny. N Demensia Sedang
3 Ny. J Demensia Sedang
4 Ny. T Demensia Ringan
5 Ny. S (-) OA

Setting
1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2. Tempat tenang dan nyaman

4
3

4
M 1
4 E
J
2
3 A
4

Keterangan :
1 : Leader
2 : Observer
3 : Fasilitator
4 : Peserta

Petugas Pelaksana TAK


No Nama Petugas Penanggung Jawab
1. I Made Budi Mustika Leader
2. Nur Vitasari Observer
3. Ros Saimon Fasilitator
4. Rr. Fitriyana Kesumaningsih Fasilitator

Uraian Tugas Pelaksana


a. Leader
 Memimpin jalannya terapi aktifitas kelompok.
 Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya terapi.
 Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
 Memimpin diskusi kelompok.
b. Observer
 Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang tersedia).
 Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan.
c. Fasilitator
Membantu klien untuk menjembatani jika klien ada pertanyaan mengenai pemijatan
yang dilakukan

Alat dan Bahan


1. Baju
2. Teko
3. Gelas
4. Teh
5. Air Hangat
6. Sisir
7. Penutup kepala/jilbab
8. Cermin

Metode
1. Demonstrasi
2. Role play

Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan dimensia ringan atau
sedang.
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Perkenalkan nama dan panggilan terapis
 Menanyakan nama dan panggilan semua klien
b. Evaluasi/validasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini
 Menanyakan kondisi klien saat ini
c. Kontak
 Topik
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
menjelaskan cara penatalaksanaan terapi okupasi daily activity.
 Waktu
Lama kegiatan 45 menit
 Terapis menjelaskan aturan main berikut
o Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus minta izin
kepada terapis
o Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Mengucamkan salam
b. Meminta klien duduk dengan nyaman
c. Mempersiapkan alat dan bahan
d. Menjelaskan dan demonstrasikan cara melipat baju, cara berhias/berdandan, dan
cara membuat teh
e. Menganjurkan peserta untuk mendemonstrasikan cara melipat baju, cara
berhias/berdandan, dan cara membuat teh
f. Mempersilahkan peserta satu per satu untuk mengevaluasi hasil demonstrasi
peserta lain.
g. Mengevaluasi jalannya terapi
h. Mengucapkan salam
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Menganjurkan semua klien untuk lebih aktif lagi menggikuti kegiatan
dipanti seperti keterampilan, dendang ria, dan senam karena dapat
membantu mengguranggi tanda dan gejala dari dimensia.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja, aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK penatalaksanaan demensia ringan
dan sedang dengan menggunakan terapi okupasi daily activity. Klien mampu menceritakan
pengalaman setelah dilakukan terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta: EGC.
Graff, MJ L; Vernooij-Dassen, MJM; Thijssen,A; Dekker, Joost; Willibrord H L,
Hoefnagels, MGM; Rikkert, Olde. 2007. Community Based Occupational Therapy
For Patients With Dementia And Their Care Givers: Randomised Controlled Trial .
BMJ; 333(7580): 1196.
Mansjoer Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius
Maryam, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne; and Benda G Bare. (2008), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
Voigt-Radloff, S, Graff M, Leonhart R, Schornstein K, Jessen F, Bohlken J, Metz B,
Fellgiebel A, Dodel R, Eschweiler G, Vernooij-Dassen M, Olde Rikkert M, Hüll M.
2010. A Multicentre Rct On Community Occupational Therapy In Alzheimer's
Disease: 10 Sessions Are Not Better Than One Consultation. BMJ Open
1(1):e000096.
PROPOSAL
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
TERAPI OKUPASI DAILY ACTIVITY DI WISMA HIMAWARI
PSTW YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Oleh :

I Made Budhi Mustika 3212014


Nur Vitasari 3212022
Ros Saimon 3212026
Rr. Fitriyana Kesumaningsih 3212027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2012

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta


Telp (0274) 434200
LEMBAR PENGESAHAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
TERAPI OKUPASI DAILY ACTIVITY DI WISMA HIMAWARI
PSTW YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

Nama dan Tanda Tangan


Mahasiswa

1. I Made Budhi Mustika …………………………………..

2. Rr. Fitriyana Kesumaningsih …………………………………..

3. Nur Vitasari …………………………………..

4. Ros Saimon …………………………………..

Anda mungkin juga menyukai