2018
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Batas – Batas Koordinat IUP Eksplorasi PT. Prima Lestari Sejahtera
Gemilang ......................................................................................... 6
Tabel 1.2. Keadaan Curah Hujan Per Bulan Di Kec. Sindue Tabusabora ..... 12
Tabel 1.3. Rencana Kegiatan Eksplorasi PT. Prima lestari Sejahtera
Gemilang .......................................................................................... 13
Tabel 4.1. Klasifikasi Lereng Menurut Darlymple, 1989 ................................. 42
Tabel 4.2. Perhitungan Total Sumber Daya dan Cadangan Sirtu Di Daerah
Penyelidikan .................................................................................... 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2. Peta IUP Eksplorasi PT. Prima Lestari Sejahtera Gemilang ... 11
Gambar 2.2. Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth, 2008) ...... 19
Gambar 2.3. Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara ............. 24
Gambar 2.4. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010). 26
Gambar 2.6. Peta Geologi Sulawesi Tengah (Villeneuve, dkk, 2002) ............ 30
Davies, 1981 Dalam Cas And Wright, 1987), (Penulis, 2016) ... 49
Gambar 4.4. Lokasi Prospek PT. Prima Lestari Sejahtera Gemilang .......... 53
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu potensi sumber daya alam yang cukup melimpah dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Tengah adalah potensi sirtu atau pasir batu alami yang
di beberapa Kabupaten, diantaranya berada di wilayah Kabupaten Donggala.
Sirtu adalah singkatan dari pasir batu merupakan bahan bangunan yang
banyak digunakan dalam industri konstruksi sipil. Sirtu merupakan bahan
bangunan banyak dipakai sebagai bahan campuran beton. Sirtu yang lepas
sangat baik untuk bahan pengeras jalan biasa maupun jalan tol, airport, dan
tanah urug. Sehingga kebutuhan sirtu guna mendukung proyek pembangunan
sangatlah besar. Diperlukan sumber cadangan sirtu yang cukup ekonomis
dan memenuhi spesifikasi teknis sebagai bahan campuran beton dan
sekaligus bernilai ekonomis untuk industri konstruksi.
IDENTITAS PEMRAKARSA
Lokasi Penambangan :
Desa : Tibo
Kabupaten : Donggala
Jabatan : Direktur
Maksud dari laporan ini adalah sebagai tahap awal survei lapangan dan
penyelidikan wilayah penambangan secara menyeluruh setelah dikeluarkannya
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Tabel 1.1. Batas-Batas Koordinat IUP Eksplorasi PT. Prima Lestari Sejahtera
Gemilang
Gambar 1.2. Peta IUP Eksplorasi PT. Prima Lestari Sejahtera Gemilang
Tombusabora dengan wilayah seluas 211,55 km2 terbagi menjadi 6 desa. Desa
Kaliburu Kata merupakan desa terluas (56,34 km 2), sedangkan desa dengan
luas wilayah terkecil adalah Desa Batusuya Go’o dengan luas sebesar 7,60 km2
dan luas wilayah Desa Tibo 26,62 Km2
Keadaan Iklim
Tabel 1.2. Keadaan Curah Hujan Per Bulan Di Kec. Sindue Tabusabora, 2016
Keadaan flora dan fauna yang ada di lokasi rencana kegiatan eksplorasi antara
laian :
Tabel 1.3. Rencana Kegiatan Ekplorasi PT. Prima lestari Sejahtera Gemilang
Waktu Pelaksanaan
No. Uraian Kegiatan Tahun 2018
Maret April Mei Juni Juli
1 Persiapan/Study Literatur
2 Penyelidikan Lapangan
3 Uji Laboratorium
4 Pembuatan Laporan
Pada ekplorasi ini metoda yang digunakan adalah Grab Rock Sample (RG)
Conto grab diambil dari permukaan singkapan/outcrop setelah bagian atasnya
dibersihkan terlebih dahulu, conto ini tidak mewakili terhadap suatu singkapan
secara keseluruhan. Dicatat lokasi project, nama sungai/ bukit, posisi koordinat,
nomor conto, tipe conto, tanggal dan bulan pengambilan.
1. Palu Geologi
2. Kompas Geologi
3. GPS
7. Sepatu Lapangan
9. Topi Lapangan
12. Clipboard
15. Parang
16. Linggis
17. Sekop
1.7 Pelaksanaan
Ekplorasi ini sesuai dengan tujuannya untuk mengetahui potensi bahan
galian batuan maka tenaga ahli yang digunakan cukup dengan 1 orang tenaga ahli
Geologi/Pertambangan dan tenaga pendukung yaitu masyarakat sekitar.
BAB II
Kapur Akhir
Simandjuntak, 1981). Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur
berkembang sebagai cekungan laut dalam, tempat sedimen pelagic
diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan dasar ofiolit. Besar kemungkinan
jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan oleh sebuah palung dari daerah
Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut kemungkinan terbentuk akibat
subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda berakumulasi (Sukamto
& Simandjuntak, 1981). Subduksi ini menyebabkan terjadinya magmatisme di
sepanjang daerah Sulawesi Bagian Barat.
Paleogen
1981). Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman
Kapur menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat, dan
proses shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula di Daerah
Banggai-Sula (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Di daerah Selat Makassar
terjadi peregangan kerak. Daerah Selat Makasar bagian utara adalah bagian
awal dari failed rift atau aulacogen, yang terbentuk sebagai bagian selatan
dari pusat pemekaran Laut Sulawesi.
Neogen
Peristiwa tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit di beberapa
tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi.
Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan
Makassar Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikro- kontinen
Australia ini yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi. Arah
vector tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut (dengan perhitungan
sekarang), tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut. Variasi ini cukup
signifikan, mengingat arah stress yang datang (dari timor dan selatan)
mempengaruhi arah displacement kompresi yang sudah ada di JLSB.
Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak
samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang
keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan
paling timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang
berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.
terdiri dari batugamping terumbu koral, endapan danau dan sungai serta endapan
aluvium.
Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu
subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 –16 Ma) dan pasca
tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan subduksi
sepanjang palung Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan Kuarter
(9 Ma). Batuan vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter,
menyimpan banyak geologi daerah sekitar Manado di masa awal Miosen.
Singkapan- singkapan kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan
vulkanik Kuarter yang menutupi kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado,
menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih tua berada di sepanjang
pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang membentuk basement busur
Sangihe saat ini.
disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di masa awal
Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun demikian,
masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal Miosen berada sepanjang
leher pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.
Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur dari
Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan pemekaran
lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen, menciptakan
ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal dari Kalimantan.
Gambar 2.4. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)
formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat dari peleburan parsial mantel
atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan metasomatism.
Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya di awal Miosen dalam
konteks intraplate distensional. Sifat alkali gunung api ini diduga disebabkan oleh
asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua yang mencair dan bergabung
dengan material benua kedalam subduksi busur vulkanik. Batuan magmatis
berumur Neogen di bagian barat daerah Sulawesi Tengah berhubungan erat
dengan penebalan dan pelelehan litosfer. Sifat bimodal dari batuan Igneous
berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pencairan mantel peridotit dan
kerak yang menghasilkan komposisi alkalin basaltik (shoshonitic) dan granitik
yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai dengan perkembangan
formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak selaras dengan formasi
Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan berumur pertengahan Miosen
sampai dengan Pliosen.
yang diuraikan di atas juga menerobos endapan ini. Batuan Molasa Celebes
Sarasin dan Sarasin (1901) terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi
kedua pematang, menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks
Batuan Metamorf. Molasa ini mengandung rombakan yang berasal dari formasi-
formasi lebih tua dan terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping-
koral serta napal yang semuanya hanya mengeras lemah. Didekat Kompleks
Batuan Metamorf pada bagian barat pematang timur endapan itu terutama terdiri
dari bongkah - bongkah kasar dan agaknya diendapkan didekat sesar. Batuan-
batuan itu ke arah laut beralih - alih jadi batuan klastika berbutir lebih halus. Di
dekat Donggala sebelah utara Enu dan sebelah barat Labea batuannya terutama
terdiri dari batugamping dan napal dan mengandung Operculina sp., Cycloclypeus
sp., Rotalia sp., Orbulina universa, Amphistegina sp., Miliolidae, Globigerina,
foraminifera pasiran, ganggang gampingan, pelesipoda dan gastoproda. Sebuah
contoh dari tenggara Laebago selain fosil - fosil tersebut juga mengandung
Miogypsina sp. dan Lepidocyclina sp, yang menunjukkan umur Miosen (Kadar, Dit.
Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh Socal meliputi Planorbulina sp.,
Solenomeris sp., Textularia sp., Acervulina sp., Spiroclypeus? sp., Reussella sp.,
Lethoporella, Lithophyllum dan Amphiroa. Socal mengirakan bahwa fauna - fauna
tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah dan pengendapan di dalam laut
dangkal. Pada kedua sisi Teluk Palu dan kemungkinan juga di tempat lain endapan
sungai Kuarter juga dimasukkan ke dalam satuan ini. Aluvium dan Endapan pantai
terdiri dari kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral terbentuk dalam lingkungan
sungai, delta dan laut dangkal merupakan sedimen termuda di daerah ini.
Endapan itu boleh jadi seluruhnya berumur Holosen. Di daerah dekat Labean dan
Ombo terumbu koral membentuk bukit-bukit rendah. Telah diamati telah terjadi
beberapa generasi intrusi. Yang tertua ialah intrusi andesit dan basalt kecil-kecil di
semenanjung Donggala. Intrusi-intrusi mi mungkin adalah saluran - saluran batuan
vulkanik di dalam Formasi Tinombo. Formasi Tinombo sendiri menindih kompleks
batuan metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan yang
berasal dari batuan metamorf. Endapan Stratigrafi daerah di susun berdasar
hubungan relatif antara masing-masing unit batuan yang penamaannya di
dasarkan pada pusat erupsi dan genesa pembentukan batuan tersebut. Dari hasil
pemetaan lapangan, urutan batuan di daerah Lampio, Kecamatan Sirenja,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 6 satuan batuan
dengan urutan tua ke muda sebagai berikut: Satuan Malihan (Km), Satuan granit
Tinjuawo (Tmgt), Satuan granit Sitiau (Tmgs), Satuan diorit (Opd), Satuan
Gamping terumbu/koral (Qgt) dan Satuan aluvium (Qa) (Gambar 4). Struktur
Geologi di daerah penyelidikan dicerminkan bentuk kelurusan tofografi (pantai,
sungai dan bukit), paset segi tiga, dinding patahan (gawir sesar), kekar, off-set
batuan, zona hancuran batuan/breksiasi (fractures), cermin sesar (slicen-side),
seretan (drag-fault), kontak intrusi (backing-effect), retas-retas/ intrusi kecil, bentuk
batolit, bentuk kubah (dome) dan pemunculan mata air panas. Berdasarkan data
lapangan di atas dan citra landsat (www.landsat.org, 2001) terdapat 3 arah sesar
utama dari tua ke muda adalah: • Sesar berarah utara timurlaut-selatan baratdaya
(N 30-40º E). Sesar normal tertua ini di namakan sesar Sibera dengan kemiringan
> 70° barat. • Sesar berarah utara baratlaut-selatan tenggara (N 345-350º E).
Sesar normal generasi kedua dinamakan sesar Mapane, berkemiringan > 80º ke
timur. Awalnya sesar ini hanya 1 buah, namun menjadi 3 sesar yang terpisah-pisah
akibat tergeserkan (off-set) oleh sesar mendatar yang lebih muda. Ke 3 sesar itu
dinamakan sesar Mapane, sesar Sitiau dan sesar Maleloro. • Sesar termuda
sedikitnya ada 7 sesar geser jurus (strict-sleep fault) berarah baratlauttenggara (N
320-330º E) berkemiringan > 80°. Sesar itu antara lain Salapane, Lampio, Tompe,
Sipi, Boya, Bulu Tinjuawo. Selain sesar-sesar diatas terdapat juga kelurusan-
kelurusan diduga merupakan sesar lebih kecil berarah utara baratlaut-selatan
tenggara dan sesar baratlaut-tenggara
BAB III
KEGIATAN PENYELIDIKAN
3.1. Persiapan
Beberapa pendekatan dan persiapan yang dilakukan dalam hal ini adalah
sebagai berikut :
1. Pendekatan Literatur
2. Pendekatan Lapangan
3. Persiapan Peralatan Lapangan
Pada tahapan ini akan dihasilkan suatu hipotesa mengenai hasil penelitian
pada daerah penelitian. Hipotesis tersebut terdiri dari interpretasi dari materi
geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi pada daerah penelitian. Hipotesis
tersebut akan dijelaskan sesuai dengan materi pembahasannya.
6. Peralatan tulis
7. Buku lapangan
9. Komparator butir
10. Kamera
a. Traversing
peta. Setiap pergerakan harus selalu terpantau dengan menyalakan ”track log
GPS” (GPS harus selalu dalam keadaan on) atau mencatat pergerakan di
buku catatan lapangan apabila melakukan Passing and Compass. Perekaman
traversing ini berfungsi untuk membuat peta lintasan pemetaan.
b. Observasi Lapangan
1. Interpretasi jenis struktur atau indikasi struktur seperti sesar (normal, naik
atau mendatar), off set sesar, breksiasi, fracture, lipatan dan lipatan mikro
(mikrofold), slicken side dan lain-lain.
2. Sketsa Singkapan
4. Penandaan singkapan
5. Dokumentasi singkapan
Evaluasi dilakukan selama proses dan setelah pengambilan data selesai. Setiap
data yang didapat dari lapangan, setelah sampai di camp, data harus selalu
dimasukkan ke dalam data base geologi dan diplot dalam peta lintasan, terutama
singkapan batuan (kode, posisi, tebal, tinggi dan lebar) dan struktur geologi.
Hal ini bertujuan untuk memperkirakan jenis batuan dan lokasi struktur geologi.
Setelah tahap pengambilan data selesai, maka dapat dilakukan interpretasi jenis
batuan, penyebaran, dan cadangannya. Hasil dari kegiatan ini adalah peta geologi
sementara.
Laporan Akhir dibuat dalam bentuk buku dengan lampiran yaitu peta geologi, peta
geomorfologi dan peta lintasan/singkapan.
Interpretasi topografi PT. Prima Lestari Gemilang menggunakan Peta Rupa Bumi
Digital Indonesia Lembar Paleleh 2217-12 skala 1 : 50.000. Sehingga dari
Interpretasi tersebut diperoleh karakteristik ketinggian dan bentuk morfologi di
wilayah IUP Eksplorasi PT. Prima Lestari Gemilang seluas 19,35 Ha, sehingga
hasil kegiatan ini adalah peta topografi.
Pengolahan data adalah suatu cara yang digunakan, hingga data tersebut
dapat lebih berguna dan lebih berarti dan menjadi informasi yang dapat
digunakan untuk mengambil suatu keputusan. Tahapan pekerjaan dalam
pengolahan data explorasi yang dilakukan terbagi 2 yaitu (1) tahapan pengolahan
data awal (2) Pengolahan data yang telah diolah.
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
Morfologi yang terbentuk ini akan memiliki lereng yang bervariasi dari
yang landai sampai lereng yang terjal. Pada tahun 1989, Darlymple membuat
klasifikasi lereng yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembagian
satuan geomorfologi.
1 0–2 Datar
2 2–8 Landai
3 8 – 25 Bergelombang
4 25 – 50 Curam
5 50 – 100 Terjal
Pola aliran sungai yang berkembang adalah pola dendritik dengan bentuk
lembah yang lebar dan datar, erosi lateral cenderung mendominasi dan
terbentuk meander (kelokan sungai), sehingga sungainya menunjukan stadia
sungai tua.
a. Penamaan
c. Ciri Litologi
e. Lingkungan Pengendapan
(Vassel dan Davis, 1981), yang membagi lingkungan pengendapan gunung api
menjadi 4 Fasies, yakni :
1. Fasies Vulkanik Core, fasies ini dicirikan oleh lava (lava berlembar),
dan endapan piroklastik berbutir pasir halus sampai kasar dan breksi
kolovium.
f. Kesebandingan Stratigrafi
a. Penamaan
c. Ciri Litologi
e. Lingkungan Pengendapan
Menurut Peta Geologi Lembar Tilamuta skala 1:250.000 (S. Bachri, Sukido
dan N. Ratman, 1993), satuan endapan aluvial merupakan endapan yang
dihasilkan dari endapan sungai/fluvial, dan pengikisan dan erosi batuan
vulkanik di sekitarnya. Lingkungan pengendapannya adalah lingkungan darat.
f. Kesebandingan Stratigrafi
1. Blok Prospek dengan area sumber daya yang terukur seluas 19 Ha,
dengan lebar rata-rata sungai sekitar 90 Meter meliputi daerah bantaran
Sungai Tibo dan tepi sungai yang dimanfaatkan sebagai tegalan atau
ladang perkebunan masyarakat.
B = berat sirtu per satuan volume yang sesuai atau metrik ton
Dari hasil penggabungan data ini dapat diperkirakan sumber daya sirtu
daerah penyelidikan, sebagai berikut :
Berdasarkan debit air sungai rata – rata 5.668 M3/ detik atau 489.681,129 M3/hari
dan pada lokasi pengamatan mempunyai debit sedimen rata-rata 3,506 ton/ hari
dan berat jenis dari pasir adalah 3500 kg/ M3 sehingga sedimentasi di sungai tibo
setiap harinya adalah 3,5 x 3,506 = 8,771 M3/ Hari/ Ha tetapi pada musim
penghujan debit air sedimen tersebut meningkat sehingga jumlah sedimen
tersuspensi setiap Bulannya adalah = 30 x 8,771 x 19 = 4.999,47 M 3/ bulan dan
untuk lima tahun material tersuspensi adalah = 4.999,47 M3 x 12 x 5 = 299.968 M3
Sehingga sumber daya terukur dan terunjuk Blok Prospek Tambang = 760.000
M3 + 299.968 M3 = 1.059.968 M3
4.2.4. Cadangan
Berdasarkan data luas serta ketebalan lapisan batuan yang mengandung
pasir dan batu (sirtu) di atas, dari hasil penggabungan data di atas
dapat, maka dapat diperkirakan sumber daya sirtu daerah penelitian, sebagai
berikut :
Tabel 4.2. Perhitungan Total Sumber Daya dan Cadangan Sirtu Di Daerah
Penyelidikan
Sumber Daya
Lokasi Luas Cadangan Terkira
Terunjuk
Sungai Tibo 19,35 ha 1.059.968 M3 1.059.968 M3
BAB V
KESIMPULAN