Anda di halaman 1dari 4

PENGANGKATAN ANAK ANTAR AGAMA DALAM HUKUM PERSELISIHAN

Dosen:

H. Artaji, S.H., M.H

Disusun untuk Memenuhi nilai tugas mata kuliah Hukum Perselisihan

Tanggal : 15/11/2018

DISUSUN OLEH:

Indah Lestari H. 110110160345

Daniel Bregas Prabandaru 110110160368

Jeremy Aidianto Naibaho 110110160369

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
dalam rangka melengkapi nilai tugas mata kuliah Hukum Perselisihan. Dalam proses
pembuatan makalah ini, kelompok mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, bapak H.
Artaji S.H., M.H selaku dosen Hukum Perselisihan yang telah membimbing dan mengajarkan
mata kuliah Hukum Perselisihan kepada kami.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala kritik dan saran dari pembaca, dalam rangka penyempurnaan makalah
ini. Kami berharap manfaat ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Jatinangor, 14 November 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan bagian dari segala tumpuan dan harapan kedua orang tua/suami dan
istri sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari ikatan
perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan.
Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan
keluarga juga terasa lengkap. Namun, tidak dapat dipungkiri tujuan mulia tersebut
terkadang tidak dapat tercapai sesuai dengan harapan. Tidaklah sedikit dari pasangan
suami-istri mengalami kesulitan dalam memperoleh keturunan. Sehingga dengan
keadaan demikian banyak di antara mereka melakukan adopsi atau pengangkatan
anak.

Pengangkatan anak adalah mengangkat anak orang lain yang dimasukkan ke dalam
keluarga sendiri, sehingga terjadi peralihan tanggung jawab dari orang tua kandung
kepada orang angkat dalam hal mendidik, membesarkan maupun memenuhi apa yang
menjadi kebutuhan anak angkat tersebut.

Di Indonesia, terdapat tiga sistem hukum yang berlaku dan mengatur permasalahan
tentang pengangkatan anak. Ketiga sistem hukum tersebut ialah Hukum Perdata
(BW), Hukum Adat dan Hukum Islam. Ketiga sistem hukum ini tidaklah sama dalam
memandang implikasi adanya pengangkatan anak. Hal ini karena pada masing-masing
sistem hukum mempunyai dalih hukum yang berbeda sehingga melahirkan implikasi
atau konsekwensi hukum yang berbeda pula.

Di kalangan masyarakat Indonesia, pengangkatan anak lazim dilakukan dengan cara


yang berbeda-beda menurut hukum adat setempat. Bila seseorang tidak memperoleh
anak walaupun telah bertahun-tahun menikah sedangkan ia menginginkan mendapat
anak, maka dalam keadaan demikian ia mengangkat anak orang lain dijadikan anak
sendiri, baik dengan memutuskan hubungan anak itu dengan orang tua kandungnya
maupun tidak. Orang tua ada yang percaya, bahwa dengan mengangkat anak orang
lain ia akan memperoleh anak kandung. Maka dianggaplah pengangkatan anak
sebagai pancingan bagi kelahiran seorang anak kandung.1

Sejalan dengan perkembangan waktu, pengangkatan anak mengalami pergeseran.


Pengangkatan anak yang pada awalnya terutama ditujukan untuk kepentingan orang
yang mengangkat anak, tetapi untuk saat ini masalah pengangkatan anak ditujukan
untuk kepentingan anak yang diangkat.

Pengangkatan anak ditujukan untuk kepentingan anak yang diangkat tercantum pada
Pasal 39 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa
pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak
dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.

Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai bagaimanakah pengangkatan anak


yang dilakukan oleh seseorang(orang tua angkat/wali/keluarga) yang berbeda agama
dengan agama si anak, pengangkatan anak yang berbeda agama ini tentunya akan
menimbulkan suatu perselisihan hukum/stelsel hukum. Apakah pengangkatan anak
tersebut dapat dilakukan menurut hukum perselisihan serta bagaimanakah
pengaturannya?

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pengangkatan anak antar orang yang


berbeda agama?
2. Dapatkah pengangkatan anak antar orang yang berbeda agama dilakukan
menurut hukum perselisihan?
3. Bagaimanakah contoh kasus pengangkatan anak antar orang yang berbeda
agama?

1
Tafal, Bastian, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat, Rajawali Press, Jakarta, 1985, hal. 44.

Anda mungkin juga menyukai