Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chemical Oxygen Demand


COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air,
dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia
baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar
didegradasi. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh
kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion krom.
Prinsip reaksinya sebagai berikut :
H+(g) + CxHyOz(g) + Cr2O72- (l) CO2(g) + H2O(g) + Cr3+(s)
katalis
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten
terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dan
sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada
BOD.Kenyataannya hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh
oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam,
diperkirakan 95% - 100% bahan organik dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.Nilai COD pada
perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L,
sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada
limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L
Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah
tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel
(dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan
katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.
Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi.
Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi
bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat
ditentukan.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-
zat organik yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air, namun tidak semua zat-zat organik dalam air bungan
maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui test COD antara
lain :
 Zat organik yang dapat diuraikan seperti protein, glukosa
 Senyawa-senyawa organik yang tidak dapat teruraikan seperti
NO2-, Fe2+, S2-, dan Mn3+
 Homolog senyawa aromatik dan rantai hidrokarbon yang hanya
dapat dioksidasi oleh adanya katalisator Ag2SO4.
Dalam tes COD digunakan larutan K2Cr2O7 untuk
mengoksidasikan zat-zat organik dalam keadaan asam yang mendidih
dengan reaksi :
H+(g) + CxHyOz(g) + Cr2O72- (l) CO2(g) + H2O(g) + Cr3+(s)
H2SO4

Dimana asam sulfat (H2SO4) berperan sebagai katalisator yang


berfungsi untuk mempercepat reaksi (katalis) sedangkan HgSO4,
ditambah untuk menghilangkan ion klorida yang ada dalam air
buangan.
Uji coba ini secara khusus bernilai apabila BOD tidak dapat
ditentukan, karena terdapatnya bahan-bahan beracun. Manfaat lain
dari uji coba ini adalah waktunya singkat. Uji coba ini tidak
mengadakan perbedaan antara zat organik yang stabil dan yang tidak
stabil. Dia tidak dapat memberikan suatu petunjuk tetang tingkat
dimana bahan-bahan yang aktif secara biologis dapat diseimbangkan
namun untuk semua tujuan yang praktis, ia dengan cepat dapat
memberikan data analisa yang teliti tentang zat-zat yang dapat
dioksidasi dengan sempurna secara kimiawi.
Air buangan yang mengandung komponen-komponen yang
dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme sering dijumpai sebagai
contoh air yang mengandung besi dalam jumlah tinggi sering
ditumbuhi oleh bakteri besi yaitu ferrobacillus atau ferrobacillus
ferooxidans, air yang mengandung H2S sering ditumbuhi oleh bakteri
belerang yaitu thiobacillus.mikroorganisme yang bersifat saprofit
organotrofik sering tumbuh pada air buangan yang mengandung
sampah tanaman dan bangkai hewan. Pada contoh lain, insektisida
organik sintetik dapat digunakan atas tiga kelompok yaitu :
 Insektisida organoklorin, seperti DDT
 Insektisida organofosfor, seperti perthion dan baygon
 Insektisida karbonat, seperti karboril dan baygon
Sifat-sifat insektisida tersebut berbeda-beda meskipun
termasuk dalam satu kelompok. Dua sifat insektisidanya yang penting
jika dilihat dari segi pencemarannya terhadap lingkungan yaitu daya
racunnya dan kemudahan untuk terdegradasi.
COD dengan BOD sama-sama menganalisa kebutuhan
oksigen.Namun pengujian COD pada air sampel memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan pengujian BOD.
Keunggulannya antara lain:
- Sanggup menguji air limbah industri yang beracun dan tidak
dapat diuji dengan pengujian BOD karena bakteri akan mati.
- Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam,
sedangkan analisa BOD memerlukan waktu 5 hari.
- Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/L, tidak
dibutuhkan pengenceran sampel sedan pada umumnya analisa
BOD selalu membutuhkan pengenceran.
- Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih
tinggi dari tes BOD.
- Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap
mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal menjadi tes
COD.
2.2 Bilangan Permanganat

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan


reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksinya adalah
merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan oleh
pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses
reduksi). Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh suatu zat,
sedangkan reduksi adalah pengambilan elektron oleh suatu zat. Reaksi
oksidasi ditandai dengan bertambahnya bilangan oksidasi sedangkan
reduksi sebaliknya. Kalium permanganat secara luas digunakan
sebagai larutan standar oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai
indikatornya sendiri (autoindikator) (Hamdani, 2012).
KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan
titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi
seperti Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya.
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti :
1. Ion-ion Ca2+, Ba2+, Sr2+, Pb2+, Zn2+, dan Hg+ (I) yang dapat
diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci,
dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat
secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan
hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang
bersangkutan.
2. Ion-ion Ba2+ dan Pb2+ dapat pula diendapkan sebagai garam
khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam,
ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+
dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan
banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4 (Barutu, 2012).
Dalam permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat telah digunakan sebagai zat
pengoksida secara meluas lebih dari seratus tahun. Pereaksi ini mudah
diperoleh, murah, dan tidak memerlukan indikator kecuali bila
digunakan larutan yang sangat encer. Setetes permanganat 0,1 N
memberikan warna merah muda yang jelas kepada volume larutan
dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menyatakan
berlebihnya pereaksi yang digunakan (Day dan Underwood, 1981).
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat karena memiliki
harga potensial reduksi yang besar yang berarti kalium permanganat
sangat mudah direduksi sehingga memiliki daya oksidasi (sifat
oksidator) zat lain yang menjadi lawannya, dengan mekanisme reaksi;
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O ( E0= +1,52)
Berdasarkan reaksi, kalium permanganat hanya bersifat oksidator
dalam suasana asam, namun pada suasana basa kalium permanganat
ini tidak memiliki daya oksidasi, melainkan mengendap menjadi
Mn(OH)2 yang nantinya akan membentuk MnO2 yang mengendap
juga. Oleh karena itu pada saat titrasi penentuan konsentrasi kalium
permanganat harus ditambahkan asam sulfat. Kalium permanganat
juga dapat berfungsi sebagai zat yang memiliki kemampuan sebagai
autoindikator, artinya bentuk teroksidasi dan tereduksi dari kalium
permanganat memiliki warna yang berbeda sehingga pada saat proses
titrasi yang melibatkan kalium permanganat tidak perlu ditambahkan
indikator redoks.
Pada saat penentuan konsentrasi kalium permanganat, digunakan
asam oksalat sebagai zat baku primer. Asam oksalat dikatakan zat
baku primer dikarenakan asam oksalat merupakan zat yang stabil,
memiliki Mr tinggi dan memiliki kriteria lainnya sebagai standar
primer. Asam oksalat dapat bereaksi dengan kalium permanganat
dengan reaksi:
C2O42- 2CO2 + 2e- (x5)
MnO4-+ 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O (x2)
5C2O42- + 2MnO4- + 16 H+ 2Mn2+ + 8H2O +10 CO2
Karena asam oksalat merupakan asam organik, asam oksalat
bereaksi lambat dengan kalium permanganat, sehingga dalam proses
titrasinya harus dalam keadaan panas, agar kita lebih mudah
melakukan titrasi dan mencegah kesalahan penentuan Titik Akhir
yang diakibatkan oleh lamanya reaksi antara asam oksalat dan kalium
permanganat. Fungsi penambahan asam sulfat selain untuk
mengasamkan larutan pada saat titrasi asam sulfat juga berperan
sebagai pembentuk garam sulfat, karena jika Mn2+ bereaksi dengan
anion sulfat membentuk larutan MnSO4 yang tidak berwarna,
sehingga produk yang terbentuk (Mn2+) tidak akan mengganggu
pengamatan pada saat titik akhir (Subhi, 2010 ).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


4.1.1. Pengamatan In situ
Suhu Air : 28°C
Kondisi Cuaca : Cuaca mendung, tidak beragin,
Kondisi Sungai : Berbau, berwarna hitam
Sumber pencemar : Permukiman penduduk, warung pada sekitar
Sungai
Tabel 4.1 Pengamatan DO,DHL, Suhu, pH, dan Kekeruhan
No. Hasil Pengamatan Gambar

1. Pengukuran DO : 1,37 ppm

2. Pengukuran DHL : 437 µs

3 Pengukuran Suhu : 27°C

4 Pengukuran pH : 7,35
No. Hasil Pengamatan Gambar

5 Kekeruhan : 46,8 NTU

4.1.2. Pengamatan Eks situ


4.1.2.1 COD
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Penetapan COD
No Hasil Prngamatan Gambar
Ditambah K2Cr2O7 sebanyak 1,5 ml
1
Warna : Kuning

Ditambah Pereaksi Asam sebanyak


2
3,5 ml
Warna : Kuning

Ditambah indikator Ferroin


3
sebanyak 1ml
Warna : Hijau

Dititrasi dengan FAS sebanyak


4
16,8 ml
Warna : Merah jingga
4.1.2.2 Bilangan Permanganat

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Penetapan Bilangan Permanganat


No Hasil Prngamatan Gambar
Ditambah KMnO4
1
Warna : Merah muda seulas

Ditambah H2SO4
2
Warna : Kuning

Proses Pemanasan
3
Warna : Hilang/ bening

Ditambah H2C2O4
4
Warna : Bening

Dititrasi dengan KMnO4


5
Warna : Merah muda seulas

4.2. Hasil Perhitungan


4.2.1. COD
Diketahui : Ditanya : Konsentrasi COD = ?
Volume sampel = 2,5 ml
Volume FAS = 12,2 ml
N FAS = 0,01
Volume blanko = 16,8 ml
Rumus :

Jawab :
(16,8−12,2)𝑥 0,01 𝑥 8 𝑥 1000
COD mg/l = 2,5

= 147,2 mg/l

4.2.2. Bilangan Permanganat


Diketahui: Ditanya : Bilangan Permanganat ?
V sampel = 100 ml
V KMnO4 (1) = 23 ml
V KMnO4 (titrasi) = 8,8 ml
N KMnO4 = 0,01
V H2C2O4 = 10 ml
N H2C2O4 = 0,01

Rumus :

Jawab :

((23+8,8) 𝑥 0,01)+(10 𝑥 0,01)𝑥 31,6 𝑥 1000


mg/l = 100

= 132,09 mg/l
4.2.3. Beban Pencemar
Tabel 4.4 Nilai Beban Pencemar
Kelompok 1 2 3 4 5 6 7
Q 0,0231 0,0183 0,2625 0,02727 0,0025 0,3142 0,3652
Bp 111,548 119,132 119,4 111,232 112,18 120,08 119,764
Kelompok 8 9 10 11 13 13 14

Q 0,2947 0,2921 0,2895 0,3319 0,2975 0,0208 0,8115


Bp 139,988 120,08 120,712 122,608 127,348 132,09 139,35

Rumus

Diketahui
( Q1 x C1) + (Q2 x C2) + ....+ (Q14 x C14) =433,5914
C1 + C2 + C3 +....+C14 = 3,3746

433,5914
Jawab : BP = 3,3746 = 127,775 mg/l

4.3.Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang penetapan COD dan penetapan
bilangan permanganate Sebelumnya, dilakukan sampling pada sungai yang
berada di sebrang medika. Dilakukan pengamatan secara in situ. Didapati
bahwa kandungan DO dalam sungai sebesar 1,37 ppm, daya hantar listrik
sebesar 437 µs, pH sebesar 7,34, dan kekeruhan air sungai 46,8 NTU.

4.3.1. Penetapan COD


Metode yang digunakan pada penetapan COD adalah refluks tertutp
secara trimetri. Penambahan Kalium Dikromat pada proses berfungsi sebagai
oksidator (Oxidixing Agent) selama proses oksidasi berlangsung. H2SO4
pekat merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Tujuan
digunakannnya H2SO4 dalam praktikum Chemical Oxygen Demand (COD)
karena larutan tersebut dapat mempercepat reaksi pada senyawa organik
yang lambat reaksinya dan berfungsi pula sebagai penentu suasana asam.

Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan nilai COD yang


terkandung dalam sampel air yaitu 147,2 mg/l. Nilai tersebut sangat
melebihi baku mutu sungai kelas 4 pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air yaitu sebesar 100 mg/l.

Hal ini menegaskan bahwa sangat banyak kandungan bahan organik


dalam sampel. Berdasarkan teori semakin banyak bahan organik yang
terkandung, semakin tinggi nilai COD. Tak dapat dipungkiri, keadaan sekitar
sungai ternyata sangat mempengaruhi kadar COD. Sungai ini berada disekitar
daerah penduduk, terdapat ruko dan tempat pembuangan sampah sementara,
Semakin banyak aktivitas yang dilakukan mahluk hidup, semakin banyak
bahan organik yang dihasilkan.

4.3.2. Penetapan Bilangan Permanganat

Penentuan kadar bahan organik yang terkadung dalam sampel air


dengan pengujian nilai permanganat dapat dilakukan dengan metode
permanganometri. Permanganometri merupakan metode titrasi yang
didasarkan atas titrasi reduksi danoksidasi atau redoks. Titrasi ini
menggunakan kalium permanganat, yang merupakanoksidator kuat sebagai
titran

Pereaksi kalium permanganate bukan merupakan larutan standar


primer dan karenanya perlu distandarisasi terlebih dahulu dengan zat baku
utama(larutan standar primen). Untuk menstandarisasi larutan kalium
permanganate dapat digunakan suatu reduktor, misalnya asam oksalat.
oksalat merupakan standari primer yang baik untuk permanganate dalam
suasana asam.

Dari hasil perhitungan yang dilakukan, didapati bilangan


permanganate pada sampel air sebesar 132,09 mg/l. Angka tersebut sangat
jauh dari standar baku mutu air minum yang tertera pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 yaitu hanya 10mg/l.
Tingginya kadar permanganat dalam air sampel dapat menyebabkan adanya
rasa ataupun warna pada air, selain itu tingginya kadar permanganat dalam
air dapat memicu timbulnya berbagai penyakit pada manusia jika dikonsumsi
dalam jumlah besar, seperti menyebabkan kerusakan pada ginjal, hati,kulit,
sistem saraf pusat. Untuk itu, guna menjaga kualitas estetika air dan
menjamin kesehatan konsumen, air sampel memerlukan pengolahan lebih
lanjut untuk dapat layak dikonsumsi sebagai air baku kelas 1 ataupun air
minum
BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang teah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan seperti :


1. Kadar COD dalam sampel air sungai sebesar 147,2 mg/l dan kadar
tersebut melewati baku mutu sungai kelas 4 dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu
sebesar 100 mg/l.
2. Nilai COD yang tinggi menunjukan kandungan bahan organik dalam
sampel air yang juga tinggi,
3. Kandungan permanganat pada sampel air sebesar 132,09 mg/l, angka
tersebut sangat jauh dari standar baku mutu air minum yang tertera
pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
416/MEN.KES/PER/IX/1990 yaitu hanya 10mg/l.
4. Dari hasil perhitungan keseluruhan beban pencemar pada sungai
tersebut sebesar 127,775 mg/l.
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan Santika, SS. 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional
: Surabaya

Budiyono. 2013. Teknik Pengolahan Air. Graha Ilmu : Yogyakarta

Day, RA dan A.L Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif.


Erlangga : Jakarta

Wahyuni, Ni Kadek. 2015. Analisis Permanganat


(https://www.academia.edu/11931948/Analisis_Permanganat diaskes
pada 20 April 2019)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai