Anda di halaman 1dari 54

Verifikasi Metode COD secara ASTM D-1252, Photometri SQ 118 dan EPA

410.3, Salinitas berdasarkan Standard Method 16th Edition dan Horiba U-10,
dan DO secara yodometri dengan metode SNI 06-6989.14-2004

Angga Dwinovantyo

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia 16680. Jalan Agatis Kampus IPB
Dramaga. Email: anggadn11s@apps.ipb.ac.id

Data analisis yang baik dan benar hanya dihasilkan dari analisis yang
menggunakan metode standar, baik standar nasional atau internasional yang
tervalidasi menurut ketentuan SNI 19-17025-2000 serta memiliki ketertelusuran
(traceability) ke standar nasional atau CRM (Certified Reference Materials).
Meskipun demikian suatu laboratorium harus melakukan verifikasi kinerja metode
tersebut agar dapat memenuhi persyaratan kebutuhan/ penggunaannya. Untuk
metode hasil pengembangan suatu laboratorium, atau metode standar yang
dimodifikasi, harus divalidasi terlebih dahulu.

Disadari akan pentingnya verifikasi dan validasi metode dalam menjamin


ketepatan dan ketelitian data analisis, maka diperlukan data verifikasi minimal 1
kali dalam 1 tahun. Untuk bukti kepercayaan yang diberikan oleh instansi yang
melakukan jasa analisis kimia, serta para produsen komoditi dimana salah satu
penilaian kualitas produknya adalah hasil analisis kimia.

A. Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)


Berdasarkan Metode ASTM D 1252 (A), Metode Photometri SQ 118,
dan Metode EPA 410.3

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)


adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air, dengan pengoksidasi K2Cr2O7
yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).

1
2

Angka BOD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
yang secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Analisis COD berbeda dengan analisis BOD namun perbandingan antara


angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Nilai BOD selalu lebih kecil
dari nilai COD. Hal ini disebabkan karena BOD bergantung kepada bakteri
pengurainya. Misalnya dalam air terdapat senyawa kompleks dan senyawa
sederhana. Umumnya, bakteri bisa menguraikan senyawa organik yang sederhana
saja, sehingga senyawa organik yang kompleks belum teroksidasi sempurna.
Berbeda dengan penetapan COD, seluruh senyawa organik bisa diuraikan
sehingga jumlahnya selalu lebih besar dari BOD. Dalam tabel 1. Tercantum
perbandingan angka tersebut untuk beberapa jenis air.

Tabel 1. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air

Jenis Air BOD5/COD


Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60
Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis 0,20
Air sungai 0,10
Ket: BOD5 adalah BOD pada hari kelima

Angka perbandingan yang lebih rendah dari seharusnya, misalnya untuk air
buangan penduduk (domestik) < 0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat
racun bagi mikroorganisme.

Tidak semua zat-zat organik dalam air buangan maupun air permukaan
dapat dioksidasi melalui tes COD atau BOD. Tabel 2 dibawah ini merupakan jenis
zat-zat organik atau anorganik yang tidak atau dapat dioksidasikan oleh tes COD
dan BOD.
3

Tabel 2. Jenis zat-zat yang tidak atau dapat dioksidasi melalui tes COD dan BOD

Jenis zat organik / anorganik Dapat dioksidasi melalui tes


COD BOD
Zat organik yang biodegradable a
X X
(protein, gula, dan sebagainya)
Selulosa dan sebagainya X -
N organik yang biodegradable
X X
(protein dan sebagainya)
N organik yang non-biodegradable,
X -
NO2-, Fe2+, S2-, dan Mn2+
NH4+ bebas (nitrifikasi) - Xb
Hidrokarbon aromatik dan rantai Xc -

Keterangan :
a
Biodegradable = dapat diuraikan
b
Mulai setelah 4 hari, dan dapat dicegah dengan pembubuhan inhibitor.
c
Dapat dioksidasikan karena adanya katalisator Ag2SO4

Theoretical Oxygen Demand (ThOD) atau Kebutuhan Oksigen Teoritis


adalah kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi zat organik dalam air yang
dihitung secara teoritis. Jumlah oksigen tersebut dihitung bila komposisi zat-zat
organik terlarut telah diketahui dan dianggap semua C, H, dan N habis teroksidasi
menjadi CO2, H2O, dan NO3-. Untuk masing-masing jenis air (air sungai, air
buangan penduduk, air limbah industri) terdapat perbandingan angka ThOD,
COD, dan BOD yang tertentu. Tabel 3 menunjukkan perbandingan angka-angka
tersebut untuk air buangan penduduk.

Tabel 3. Perbandingan angka kebutuhan oksigen teoritis, kimia, dan biokimia,


untuk air buangan penduduk (suhu 20oC bagi tes BOD)

ThOD 100 %
COD (metode standar) 83 %
COD (tes cepat) 70 %
4

BOD20 (BOD ultimat) dengan nitrifikasi 69 %


BOD20 (BOD ultimat) nitrifikasi ditiadakan 59 %
BOD5 dengan nitrifikasi 48 %
BOD5 nitrikifasi ditiadakan 42 %

Keterangan :
Angka-angka tersebut dapat menyimpang sebesar 10 %.

1. Prinsip Analisis COD


Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan
K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih (reaksi 1) :
Ag2SO4
CaHbOc + Cr2O7 2- + 8 H+ CO2 + 2 Cr3+ + 4 H2O (1)
(warna kuning) (warna hijau)

Selama reaksi yang berlangsung ± 2 jam ini, uap direfluks dengan alat
kondensor, agar zat organik yang bersifat volatil (mudah menguap) tidak lenyap
keluar.
Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat
reaksi. Sedangkan merkuri sulfat (HgSO4) ditambahkan untuk menghilangkan
gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka
zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang
tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen
yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero
amonium sulfat (FAS), dengan reaksi yang berlangsung sebagai berikut :

6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O (2)

Indikator feroin yang digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu
disaat warna hijau kebiruan larutan berubah menjadi cokelat kemerahan. Sisa
K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko
tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.
5

2. Prinsip Metode Photometri Spectro Quant 118

Metode ini sesungguhnya sebanding dengan metode uji cara refluks titrasi,
yang membedakan hanya penggunaan volume larutan sampel dalam jumlah kecil
berupa kuvet bulat dari spektrofotometer untuk absorbansinya pada panjang
gelombang yang dipilih. Metode ini hanya diaplikasikan pada volume-volume
sampel yang sedikit dan menghendaki rentang tiap analisis serta penggunaan
bahan-bahan yang sedikit, sehingga lebih ekonomis.
Sampel dimasukkan dengan hati-hati pada tabung reaksi yang telah
dimasukkan reagen deret tinggi dan katalis Ag2SO4 terlebih dahulu kemudian di
tutup rapat. Teknik ini bertujuan untuk meminimalisi hilangnya bahan-bahan
organik yang mudah menguap.
Setelah ditutup, tabung dipanaskan dalam pemanas listrik pada suhu 148 oC
selama 2 jam. Konsentrasi COD ditentukan melalui metode spektrofotometri pada
panjang gelombang 600 nm setelah pemanasan.
Bahan-bahan organik yang mudah menguap akan hilang bila sampel dengan
reagen dikocok-kocok sebelum kuvet ditutup. Hilangnya bahan-bahan organik
pada prosedur metode spektrofotometri lebih sedikit daripada metode titrasi.
Kesalahan pengukuran secara spektrofotometer dapat terjadi karena
kekeruhan dari garam-garam yang terbentuk. Kuvet yang digunakan harus bebas
dari goresan pada kaca. Apabila kuvet kurang tepat untuk digunakan, jangan
masukan sampel kedalamnya.
Penetapan Kebutuhan Oksigen Kimiawi cara Photometer SQ 118 ini
berdasarkan kepada penentuan sisa oksidator, yaitu ke dalam larutan yang
dianalisis dilewatkan berkas sinar monokromatis. Energi sinar yang melewati
larutan tersebut hanya dapat diadsorb oleh dikromat. Besarnya energi yang
diadsorbsi oleh dikromat berbanding lurus dengan konsentrasi dikromat dalam
larutan.
Spektofotometri adalah suatu proses analisis optis. Proses ini menggunakan
serapan cahaya yang dilewatkan dalam larutan untuk menentukan konsentrasi dari
zat yang terdapat dalam sampel. Lampu halogen yang tersedia berfungsi sebagai
sumber cahaya dalam Photometer SQ 118. Lampu halogen ini memancarkan
cahaya spektrum dilewatkan melalui celah masuk dan didispersikan oleh lensa.
6

Pita panjang gelombang yang sempit (idealnya monokhromatis) dari sinar yang
didifraksikan melalui celah kedua dilewatkan ke dalam larutan sampel yang
diukur. Sinar yang tidak diserap oleh larutan sampel tetapi melewati larutan
dilewatkan celah ketiga dan dilewatkan melalui lensa kedua sampai pada
pemilihan filter. Bagian ini digunakan untuk menyeleksi bagian sempit dari deret
panjang gelombang kira-kira 10 nm. Sebagai contoh filter hijau, hanya cahaya
hijau yang diperbolehkan untuk digunakan, sedangkan panjang gelombang yang
lain memutar kembali. Kemudian setelah didapatkan panjang gelombang yang
cocok sampai pada photodiode silicon dari instrumen, selanjutnya untuk
mengukur intensitas sinar ditransmisikan secara elektronik dan pengukuran data
diukur oleh mikro processor secara digital.

2 4 6

3 5 7 8 9
1

Stabilisator

Penguat
Keterangan :

1. Lampu Halogen
2. Celah 1 Transformator
Digital Analog
3. Lensa 1
4. Celah II
5. Kuvet Keyboard
6. Celah III Mikro
Prosesor
7. Lensa Display
8. Pemilihan Filter
9. Photo Diode Silicon
Memori

Gambar 1. Konstruksi Pengukuran Photometer SQ 118


7

Bila cahaya jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk
akan dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya diteruskan. Jika
intensitas sinar yang diteruskan, maka perbandingan antara intensitas sinar yang
masuk dengan intensitas sinar yang diteruskan digambarkan sebagai transmisi.

Io Contoh It
Ia

Ir

Gambar 2. Intensitas Cahaya Terhadap Media


Keterangan :
Io = Intensitas cahaya mula-mula
Ia = Intensitas cahaya yang diserap
Ir = Intensitas cahaya yang dipantulkan
It = Intensitas cahaya yang diteruskan atau dipancarkan

Hukum yang mendasari alat spektrofotometer yaitu Hukum Lambert-Beer,


yang berbunyi:
“Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan,
maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan
bertambahnya tebal media dan kepekatan zat uji.”
Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Io It
A = -log T = log It T = Io A = Ɛ.C.t

Sehingga dapat disimpulkan :


100
A = -log T = log %T = Ɛ.C.t

Keterangan :
T = transmisi Io = intensitas sinar masuk
C = kepekatan It = intensitas sinar keluar
t = tebal media
Ɛ = tetapan (molar absorbtivity index)
8

3. Gangguan, Keuntungan, dan Kekurangan Tes COD

a. Gangguan
Kadar klorida (Cl-) sampai 800 mg/L di dalam sampel dapat
menggangu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut
teroksidasi oleh dikromat, sesuai reaksi di bawah ini :
6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O (3)
Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat
(Hg2SO4) pada sampel, sebelum penambahan pereaksi lainnya. Ion merkuri
bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida, sesuai reaksi di
bawah ini :
Hg2+ + 2 Cl- HgCl2 (4)

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil
dan tidak mengganggu oksidasi zat organik dalam tes COD.
1
Nitrit (NO2-) juga teroksidasi menjadi nitrat (NO3-). 1 mg NO2 – N* ~
i, 1 mg COD. Jika konsentrasi NO2 – N > 2 mg/L, maka harus dilakukan
penambahan 10 mg asam sulfamat per mg NO2 – N baik dalam sampel
maupun dalam blanko.

b. Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD


Analisis COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan
analisis BOD5 memerlukan waktu 5 hari. Untuk menganalisis COD antara
50 – 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan pada
umumnya analisis BOD selalu membutuhkan pengenceran.
Ketelitian dan ketepatan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3
kali lebih tinggi dari tes BOD. Gangguan dari zat yang bersifat racun
terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi masalah pada tes
COD.

1
NO2 – N adalah nitrogen nitrit, yaitu jumlah mg N yang terikat dalam bentuk NO2-
9

c. Kekurangan
Tes COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu
reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologi (yang sebenarnya
terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal
tersebut maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang
teroksidasi secara biologi.

4. Ketelitian dan Perhitungan

Penyimpangan baku antar laboratorium adalah 13 mg/L. Penyimpangan


maksimum dari hasil analisis dalam suatu laboratorium sebesar 6 % masih
diperkenankan.
Perhitungan COD yaitu :
(b−a) x N x 8 x 1000
COD (mg/L) =
S
Keterangan:
b = Volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi blanko.
a = Volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi sampel.
N = Normalitas FAS yang digunakan
S = Volume sampel yang digunakan.

5. Pengambilan dan Pengawetan Sampel

Gunakan botol kaca bila memungkinkan. Penggunaan botol plastik harus


bersih dari zat-zat organik yang mungkin tersisa di dalamnya.
Sampel yang mengandung lumpur harus dikocok sampai merata sebelum
dianalisis, karena lumpur juga terdiri dari zat-zat organik yang harus
dioksidasikan dalam tes COD untuk mendapatkan angka COD yang benar dan
tepat.
Sampel yang tidak stabil yaitu sampel yang mempunyai kadar bakteri atau
Fe2+ tinggi, harus dianalisis segera.
Sampel dapat diawetkan dengan penambahan larutan H2SO4 pekat sampai
pH 2 (kira-kira 0,8 mL H2SO4/ L sampel), dan disimpan pada suhu 4oC.
B. Salinitas dengan Standard Method 16th Edition dan Horiba U-10

1. Prinsip Analisis Salinitas


Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Air laut
secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3 - 5 %.

Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut


Air Tawar Air Payau Air Saline Brine
<0,05 % 0,05 – 3 % 3 – 5% >5%

Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan


didasarkan bahwa halida-halida terutama klorida adalah anion yang paling
banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa
dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam bagian perseribu (part per
thousand, ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam
untuk setiap kilogram larutan.

Salinitas menggunakan metode Argentometri, metode ini


menggunakan penitar Perak Nitrat (AgNO3) 0,28 N dan indikator K2CrO4
(Underwood A.L, Analisis Kimia Kuantitatif). Disini terjadi pengendapan
sempurna ion yang sedang ditentukan dengan larutan perak, misalnya saja
untuk titrasi ion klorida, mula-mula akan terbentuk endapan putih AgCl
sampai seluruh ion klorida habis bereaksi. Keberadaan sedikit ion kromat
mampu membentuk endapan berwarna merah coklat dengan ion perak (I)
berlebih.

Reaksinya adalah AgNO3 + Cl- AgCl (putih)

AgNO3 + CrO42- Ag2CrO4 (merah bata)

Seluruh AgCl akan mengendap lebih dulu, karena hasil kelarutannya (ksp)
lebih kecil daripada Ksp Ag2CrO4.

10
11

2. Gangguan, Keuntungan, dan Kekurangan Uji Salinitas


Kekurangan uji salinitas dengan metode argentometri adalah membutuhkan
pereaksi perak yang harganya relatif mahal. Selain itu mungkin terjadi
kesalahan pengamatan endapan pada saat pengamatan titik akhir dalam
proses titrasi.

3. Ketelitian dan Perhitungan


- Klorisitas ekivalen dari 1 mL Larutan AgNO3 :
Cl Eq = N AgNO3 x 0.0355

- Klorisitas
Clo = mL AgNO3 x Cl Eq x fp

- Salinitas
Berdasarkan tabel konversi Klorisitas-Salinitas, didapatkan hasil dengan
satuan g/kg.
C. Oksigen Terlarut Secara Yodometri SNI 06-6989.14-2004

1. Prinsip Analisis Oksigen Terlarut


Adanya oksigen terlarut di dalam air yang berasal dari udara dan dari
prosen fotosintesa tumbuhan air, sangat penting untuk menunjang
kehidupan organisme air. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran
secara alamiah banyak tergantung pada kecukupan kadar oksigen terlarut.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah miligram oksigen
terlarut dalam air yang dinyatakan dengan mg O2/L.
Oksigen dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan
ke dalam larutan dalam keadaan basa sehingga terjadi endapan MnO 2.
Dengan penambahan asam sulfat pekat dan alkali iodida-azida, maka akan
dibebaskan iod yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iod yang dibebaskan
tersebut kemudian dianalisis dengan metode titrasi iodometri yaitu dengan
menggunakan larutan standar tiosulfat dan indikator kanji dengan titik akhir
tak berwarna.

Reaksi : MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 (putih) + K2SO4


Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 (coklat) + H2O
MnO2 + KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6

2. Gangguan, Keuntungan, dan Kekurangan Uji Oksigen Terlarut


Kekurangan Uji Oksigen terlarut adalah proses pengamatan pada saat
penambahan MnSO4 dan alkali iodida azida yang menghasilkan warna
endapan coklat atau putih. Ketika penambahan H2SO4 pekat ke dalam
larutan, maka endapan tersebut akan larut. Apabila terbentuk endapan
coklat, maka larutan akan berwarna coklat dan apabila terbentuk endapan
putih maka larutan akan tidak berwarna, sehingga proses pengamatan pada
saat titrasi akan menjadi sulit.

3. Ketelitian dan Perhitungan


Volume Penitar (Tio) x N tio x Bst O2 x 1000
Mg/L DO = Volume Botol−(V. MnSO4+V. Alkali Iodida Azida)

Ket : Bst O2 = 8

12
D. Pendekatan Statistik

1. Kesalahan di dalam Analisis Kimia


Setelah melakukan analisis terhadap suatu sampel, seorang analis akan
selalu dihadapkan pada masalah, yaitu keterpercayaan hasil yang didapatkan.
Untuk itu, yang harus diperhatikan pertama kali adalah hal-hal yang biasa
menyebabkan data yang diperoleh tersebut tidak dapat dipercaya. Dalam hal
ini tentunya adanya kesalahan dalam melakukan analisis. Istilah kesalahan ini
menunjuk kepada perbedaan antara data yang didapat dengan nilai yang
sesungguhnya. Nilai sesungguhnya dari konstituen dalam suatu sampel adalah
abstrak, dan dapat dilakukan pendekatan. Semakin dekat dengan nilai
sesungguhnya, maka semakin baik analisis yang dilakukan dan semakin dapat
dipercaya.
Didalam pekerjaan analisis kimia (analisis kuantitatif) terdapat dua jenis
kesalahan yang mungkin terjadi, yaitu kesalahan determinan dan kesalahan
indeterminan. Kesalahan determinan merupakan kesalahan yang pada
umumnya mudah diketahui. Dimana sumber kesalahan ini adalah :
a. Kesalahan peralatan
Kesalahan peralatan dapat disebabkan oleh peralatan yang tidak sesuai,
rusak, atau tidak dikalibrasi.
b. Kesalahan operator
Merupakan kesalahan personal yang dapat diperbaiki dengan semakin
bertambahnya pengalaman serta keterampilan operator atau teknisi
dalam menangani pekerjaan analis kimia. Kesalahan yang sering terjadi
misalnya: memindahkan larutan, melarutkan zat, pemanasan sampel,
dan sebagainya. Kesalahan operator lainnya meliputi kesalahan
perhitungan dan pengertian yang keliru tentang suatu pengukuran.
c. Kesalahan metode
Merupakan kesalahan serius yang dilakukan oleh analis kimia.
Beberapa sumber kesalahan metode antara lain kotoran, pelarutan
kembali dari suatu endapan adalah reaksi samping, reaksi-reaksi yang
tidak sempurna, adanya impuritas di dalam reagen kimia dan
sebagainya.

13
14

Sedangkan kesalahan indeterminan merupakan perbedaan-perbedaan


hasil yang kecil yang tidak dapat diprediksi atau diestimasi dan terjadi pada
saat pekerjaan analisis dilakukan secara berulang oleh seorang analis pada
kondisi yang identik atau sama. Maka dalam hal ini untuk mengambil
kesimpulan yang dianggap paling benar dapat digunakan hukum-hukum
probabilitas.
Kesalahan indeterminan pada hakekatnya disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan dari analis untuk mengenali, mengontrol atau mengoreksi adanya
faktor luar yang menyebabkan terjadinya kesalahan.

2. Ketepatan dan Ketelitian Pengukuran


Ketepatan atau akurasi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
ketepatan hasil pengukuran antara hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran
dengan hasil atau harga yang sebenarnya. Harga yang sebenarnya seringkali
jarang diketahui, oleh sebab itu akurasi ini merupakan ukuran kecocokan
dengan harga yang dianggap benar.
Akurasi dari suatu metode atau suatu pengukuran dapat dihitung dengan
cara perbandingan harga yang diukur dengan harga yang diketahui dari suatu
zat standar yang telah diketahui komposisinya.
Ketelitian atau presisi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
kecocokan hasil dari suatu pengukuran berulang dari suatu sampel yang
diukur. Presisi dapat pula dinyatakan sebagai kedapatan ulang. Suatu
pengukuran akan memberikan ketelitian atau presisi yang bagus tetapi belum
tentu memberikan ketepatan atau akurasi yang baik, misalnya bila pada
pengukuran terjadi kesalahan sistematik. Sebaliknya, presisi secara relatif
memberikan harga yang jelek, namun akurasinya diantara sekian banyak
pengukuran beberapa diantaranya memberikan harga yang tetap.
Namun karena pada umumnya harga pengukuran atau hasil analisis
yang sebenarnya tidaklah diketahui, maka dapat dikatakan bahwa semakin
baik presisinya, semakin besar kemungkinannya untuk mendapatkan harga
yang sebenarnya. Kita tidak akan dapat mengharapkan hasil yang tepat atau
akurat bila ketelitian atau presisi pengukurannya buruk. Para analis berupaya
15

melakukan pengukuran hasil yang menyakinkan semakin banyak pengukuran


yang dilakukan, ketelitian hasilnya makin dapat dipercaya

Presisi : Buruk Presisi : Buruk


Akurasi : Buruk Akurasi : Baik

Presisi : Baik Presisi : Baik


Akurasi : Buruk Akurasi : Baik

Gambar 3. Presisi dan Akurasi

1. Uji Signifikan
Seorang analis kimia sering dihadapkan pada suatu masalah untuk
menyatakan dua bahan yang dianalisis apakah merupakan bahan yang sejenis
atau berbeda. Dalam hal ini keputusan harus diambil apakah perbedaan hasil
analisis kedua bahan tersebut merupakan harga kesalahan indeterminan atau
memang merupakan harga yang berbeda.
Selain itu, seorang analis juga perlu membandingkan dua metode
analisis, misalnya salah satunya adalah metode analisis yang sedang
dikembangkan dan metode lainnya adalah metode yang telah sering
digunakan karena merupakan metode standar (misalnya metode ASTM, IP,
ISO, SII, SNI, dll). Bagaimana seorang analis ini akan mengambil keputusan
bila hasil-hasil analisis yang dikerjakan terhadap bahan yang sama tetapi
menggunakan metode yang berbeda ini menunjukkan perbedaan yang
signifikan? Untuk ini diperlukan kaidah statistik uji signifikan.
16

2. Uji Ketepatan (Uji t)


Tingkat ketepatan suatu metode dapat diuji dengan membandingkan
harga rata-rata dari sederetan data dari percobaan dengan nilai rata-rata
sesungguhnya yang merupakan harga yang telah diketahui dari penelitian
sebelumnya atau jumlah yang diketahui dari suatu sampel larutan.
Cara ini disebut uji t dengan persamaan sebagai berikut :
√N
t = ( x̅ - µ ) S

Keterangan :
x̅ = rata-rata statistik dari sederetan data percobaan
µ = jumlah sesungguhnya suatu konstituen dalam sampel buatan
s = standar deviasi
N = jumlah data

Bila harga t hitung yang diperoleh lebih kecil dari harga t pada tabel,
maka perbedaan harga antara sebenarnya µ, dan harga hasil pengukuran x,
tidak signifikan. Artinya kedua harga tersebut dikatakan sama.

5. Uji Kecermatan (Uji F)


Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah ada perbedaan yang
signifikan antara dua buah metode berdasarkan perhitungan simpangan baku
masing-masing metode. F didefinisikan sebagai perbandingan variansi dari
kedua metode, sedang variansi itu sendiri adalah kuadrat dari simpangan
bakunya. Persamaan sebagai berikut :
𝑆1 2
F=
𝑆2 2
Dimana S12 > S22. Dalam hal ini terdapat dua derajat perbedaan yang
berbeda, yaitu derajat kebebasan dari metode pertama dan derajat kebebasan
dari metode lainnya yang besarnya masing-masing adalah N-1, dimana N
adalah jumlah pengukuran masing-masing metode.

Bila harga F yang dihitung dengan rumus diatas harganya lebih besar
dari harga F pada tabel pada tingkat kepercayaan yang dipilih, maka
dikatakan adanya perbedaan yang signifikan dari variansi kedua metode
tersebut.
METODE ANALISIS
A. Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)
Berdasarkan Metode ASTM D 1252 (A), Metode EPA 410.3, dan Metode
Photometri SQ 118

Pembuatan Larutan Induk Kalium Hidrogen Ftalat yang mengandung


COD 1000 mg/L

Pembuatan Larutan Induk Kalium Hidrogen Ftalat yang mengandung


COD 100, 500, 1000 mg/L

Metode ASTM Metode Photometri SQ


Metode EPA 410.3
D-1252 118

Uji Ketepatan (Uji t) Uji Kecermatan


(Uji F)

Gambar 4. Skema Langkah Kerja COD

17
18

1. Persiapan Analisis

a) Persiapan Larutan Standar Kalium Hidrogen Ftalat


- Larutan induk Kalium Hidrogen Ftalat yang mengandung COD 1000
mg/L (1 mL = 1 mg COD)
Dilarutkan 0,851 g Kalium Hidrogen Ftalat (KC8H5O4) standar primer
dengan aquadest dalam labu ukur 1 L dan diencerkan sampai tanda
batas.
- Larutan standar Kalium Hidrogen Ftalat yang mengandung COD 100
mg/L yaitu dengan cara memipet sebanyak 10 mL yang dimasukkan
dan dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL, sehingga
dalam labu ukur 100 mL tersebut terdapat 100 mg/L COD.

b) Persiapan Alat-Alat yang Digunakan


i. Alat-alat yang digunakan pada ASTM D – 1252 (A) :
- Pipet volum 10, 20, dan 50 mL
- Labu semprot
- Batu didih
- Bulp
- Buret 50 mL
- Erlenmeyer Asah 500 mL
- Statif
- Piala Gelas 400 mL
- Hot Plate
- Refluks
- Pipet Tetes
- Gelas Ukur 100 mL
- Neraca Digital
- Labu Ukur 100 mL dan 1 liter
- Pengaduk
- Kaca Arloji
- Corong
- Lemari Asam
19

ii. Alat-alat yang digunakan pada Photometri SQ 118 :


- Alat Photometer Spectro Quant 118 merk Merck
- Thermoreactor
- Tabung Ulir
- Pipet serologi 5 dan 10 mL
- Labu Ukur 100 mL dan 1 L
- Corong
- Pengaduk
- Bulb
iii. Alat-alat yang digunakan pada EPA 410.3 :
- Pipet volum 10, 20, dan 50 mL
- Labu semprot
- Batu didih
- Bulp
- Buret 50 mL
- Erlenmeyer Asah 500 mL
- Statif
- Piala Gelas 400 mL
- Hot Plate
- Refluks
- Pipet Tetes
- Gelas Ukur 100 mL
- Neraca Digital
- Labu Ukur 100 mL dan 1 liter
- Pengaduk
- Kaca Arloji
- Corong
- Lemari Asam
20

c) Persiapan Bahan-Bahan yang Digunakan


i. Bahan-Bahan yang Digunakan pada ASTM D – 1252 (A)
- Larutan Standar Kalium Hidrogen Ftalat (KC 8H5O4) 100, 1000
mg/L
- Fero amonium sulfat 0,25 N (FAS / FeSO 4.(NH4)2SO4.6 H2O)
- Merkuri sulfat (Hg2SO4)
- Indikator Ferroin Sulfat
- Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N
- Reagen Sulfat (Ag2SO4 dan H2SO4 pekat)
- Aquadest
- Es batu
ii. Bahan-Bahan yang Digunakan pada Photometri SQ – 118
- Larutan Standar Kalium Hidrogen Ftalat (KC 8H5O4) 100, 1000
mg/L
- Larutan COD A (Merkuri sulfat (HgSO4))
- Larutan COD B (Kalium dikromat (K2Cr2O7) dan Asam Sulfat
pekat ( H2SO4 (p) )
- Aquadest
iii. Bahan-Bahan yang Digunakan pada EPA 410.3
- Larutan Standar Kalium Hidrogen Ftalat (KC 8H5O4) 100, 500
mg/L
- Fero amonium sulfat 0,25 N (FAS / FeSO 4.(NH4)2SO4.6 H2O)
- Merkuri sulfat (Hg2SO4)
- Indikator Ferroin Sulfat
- Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N
- Reagen Sulfat (Ag2SO4 dan H2SO4 pekat)
- Aquadest
- Es batu
- NaCl (Sebagai larutan pengaruh gangguan Cl-)
21

2. Prosedur Analisis
a) Standarisasi Fero Alumunium Sulfat (FAS) 0,25 N
a. Disiapkan larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N
b. Dipipet 25 mL larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7), dimasukkan ke
dalam erlenmeyer
c. Ditambahkan 5 mL H2SO4 4N dan beberapa tetes indikator Ferroin.
d. Dititrasi dengan FAS hingga titik akhir larutan dan endapan merah
bata.

b) Prosedur Analisis COD ASTM D – 1252 (A)


a. Disiapkan sampel larutan standar COD (KHP) 100 dan 1000 mg/L.
b. Dipipet 10 mL larutan standar COD, dipipet 40 mL air suling,
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah.
c. Dipipet 50 mL air suling ke dalam erlenmeyer asah untuk blanko.
d. Erlenmeyer asah ditempatkan di atas baskom berisi es dan
ditambahkan 1-2 gram merkuri sulfat (Hg2SO4), 5 mL reagen sulfat,
dan beberapa buah batu didih. Diaduk hingga homogen.
e. Dengan erlenmeyer asah tetap berada di baskom berisi es,
ditambahkan 25 mL larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N secara
perlahan (dengan pipet volumetri) dan diaduk hingga homogen.
f. Kemudian ditambahkan 70 mL reagen sulfat kembali secara perlahan,
Diaduk hingga homogen.
g. Erlenmeyer asah direfluks (memakai kondensor) dengan hot plate
selama 2 jam.
h. Setelah 2 jam, erlenmeyer didinginkan, kemudian ditambahkan 8-10
tetes indikator feroin, lalu dititrasi dengan larutan FAS 0,25 N hingga
titik akhir berwarna merah kecoklatan, dan dicatat volumenya.

c) Prosedur Analisis COD Photometri SQ 118


a. Dipipet 0,30 mL larutan A dan 2,30 mL larutan B, dimasukkan ke
dalam test tube COD (kering dan bersih).
b. Campuran larutan tersebut dikocok hingga larut sempurna.
22

c. Ditambahkan 3 mL larutan standar Kalium Hidrogen Ftalat 100 dan


1000 mg/L ke dalam test tube yang telah diisi campuran larutan A dan
B, dikocok sampai larut. Hal yang sama juga dilakukan untuk blanko.
Perlu diperhatikan bahwa tabung reaksi menjadi panas akibat reaksi
eksoterm dalam larutan.
d. Dipanaskan test tube tersebut di dalam thermoreactor selama 2 jam
pada suhu 148oC.
e. Setelah itu test tube diangkat dan ditempatkan pada rak tabung,
dibiarkan hingga dingin.
f. Tekan tombol n , masukkan nomor metode (nomor 29). Kemudian
tekan tombol pada fotometer. Setelah itu tekan tombol .
(blanko) tunggu sampai muncul waktu reaksi atau muncul tulisan
“masukkan blanko” di layar.
g. Masukkan tabung yang bersisi blanko ke dalam tempat pengukuran.
h. Tekan tombol , nilai blanko akan muncul (nol) di monitor.
i. Keluarkan blanko, masukan sampel ke dalam tempat pengukuran.
j. Tekan tombol , baca hasil yang keluar pada monitor.

d) Prosedur Analisis COD metoda EPA 410.3


a. Disiapkan sampel larutan standar COD (KHP) 100 mg/L dengan cara
dipipet 10 mL larutan KHP 100.000 mg/L ke dalam labu ukur 100
mL.
b. Kemudian ditambahkan pengaruh gangguan kandungan Cl- 5000
mg/L (ditimbang 0,82399 g NaCl) dan 15000 mg/L (ditimbang 2,4720
g NaCl).
c. Diimpitkan dengan air suling hingga tanda tera.
d. Dipipet 10 mL larutan standar COD, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer asah. Dipipet 40 mL air suling, diaduk hingga hingga
homogen.
e. Dipipet 50 mL air suling ke dalam erlenmeyer asah untuk blanko.
f. Erlenmeyer asah ditempatkan di atas baskom berisi es dan
ditambahkan 1-2 gram merkuri sulfat (Hg2SO4), 5 mL reagen sulfat,
dan beberapa buah batu didih. Diaduk hingga homogen.
23

g. Dengan erlenmeyer asah tetap berada di baskom berisi es,


ditambahkan 25 mL larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N secara
perlahan (dengan pipet volumetri) dan diaduk hingga homogen.
h. Kemudian ditambahkan 70 mL reagen sulfat kembali secara perlahan,
Diaduk hingga homogen.
i. Erlenmeyer asah direfluks (memakai kondensor) dengan hot plate
selama 2 jam.
j. Setelah 2 jam, erlenmeyer didinginkan, kemudian ditambahkan 8-10
tetes indikator feroin, lalu dititrasi dengan larutan FAS 0,25 N hingga
titik akhir berwarna merah kecoklatan, dan dicatat volumenya.
k. Membuat kurva koreksi klorida dengan COD (ordinat) dan klorida
(absis) menggunakan Natrium Klorida dengan variasi konsentrasi
klorida dari 4000 mg/L sampai 20.000 mg/L.
B. Salinitas Berdasarkan Standard Method 16th Edition dan Horiba U-10

Sampel Air Laut

Standard
Metode Horiba U-10
Method

Uji Ketepatan (Uji t) Uji Kecermatan


(Uji F)

Gambar 5. Skema Langkah Kerja Salinitas

24
25

1. Persiapan Analisis

a) Persiapan Larutan Standar NaCl

- Larutan induk Natrium Klorida yang memiliki konsentrasi 0,28 N.


Dikeringkan 35,00 g NaCl, kemudian ditimbang sebesar 29,6740 g.
Dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 1 L dan diencerkan sampai
tanda batas.

b) Persiapan Alat-Alat yang Digunakan


i. Alat-alat yang digunakan pada ASTM :
- Pipet volum 25 mL
- Labu semprot
- Bulp
- Buret 50 mL
- Erlenmeyer Asah 500 mL
- Statif
- Piala Gelas 400 mL
- Pipet Tetes
- Gelas Ukur 100 mL
- Neraca Digital
- Labu Ukur 1 liter
- Pengaduk
- Kaca Arloji
- Corong

ii. Alat-alat yang digunakan pada Horiba :


- Alat Water Checker U-10 Merk Horiba

c) Persiapan Bahan-Bahan yang Digunakan

i. Bahan-Bahan yang Digunakan pada ASTM


- Larutan Standar Natrium Klorida 0,28 N
- Perak Nitrat (AgNO3) 0,28 N
- Indikator Kalium Kromat (K2CrO4)
- Sampel Air Laut
26

ii. Bahan-Bahan yang Digunakan pada Horiba


- Sampel Air Laut

2. Prosedur Analisis

a) Standarisasi Perak Nitrat 0,28 N


a. Disiapkan larutan Natrium Klorida (NaCl)
b. Dipipet 25 mL larutan NaCl, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
c. Ditambahkan 6 tetes indikator K2CrO4.
d. Dititrasi dengan AgNO3 hingga titik akhir terbentuk endapan coklat.

b) Prosedur Analisis Salinitas ASTM


a. Disiapkan sampel larutan air laut, dipindahkan ke piala gelas 400 mL.
b. Dipipet sebanyak 25 mL, dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah 500
mL.
c. Ditambahkan 6 tetes indikator Kalium Kromat (K2CrO4) kemudian
dihomogenkan.
d. Dititrasi dengan AgNO3 0,28 N dengan titik akhir endapan coklat.

c) Prosedur Analisis Salinitas Horiba


a. Disiapkan alat Horiba Water Checker U-10, ditekan tombol POWER.
b. Setelah muncul angka pada layar, tekan tombol MODE. Pilih mode
SAL untuk pengecekan salinitas.
c. Dipindahkan sampel air laut ke dalam wadah pengukuran.
d. Dimasukkan tabung sel ke dalam wadah pengukuran, ditunggu hingga
angka salinitas muncul dilayar.
C. Oksigen Terlarut Secara Yodometri SNI 06-6989.14-2004

1. Persiapan Analisis
a) Persiapan Larutan Natrium Tiosulfat 0,025 N
Ditimbang 6,2057 g Na2S2O3.5H2O. Kemudian dilarutkan dengan air
suling dalam labu ukur 1 L. Dihomogenkan dan dipindahkan ke botol
kaca.
b) Persiapan Pereaksi Larutan Alkali Iodida Azida
Ditimbang 70,0423 g KOH, 15,0013 g KI, dan 1,0035 g NaN3
kemudian masukkan ke dalam labu ukur 1 L, dilarutkan dengan air
suling. Dihomogenkan dan dipindahkan ke botol kaca.
c) Persiapan Pereaksi Larutan MnSO4
Ditimbang 18,2003 g MnSO4.H2O kemudian dilarutkan dengan air
suling ke dalam labu ukur 50 mL. Diaduk dan dihomogenkan.
d) Persiapan Alat-Alat yang Digunakan
- Pipet volum 1 mL
- Labu semprot
- Bulp
- Buret 50 mL
- Erlenmeyer Asah 500 mL
- Statif
- Piala Gelas 400 mL
- Pipet Tetes
- Gelas Ukur 100 mL
- Neraca Digital
- Labu Ukur 1 liter
- Pengaduk
- Kaca Arloji
- Corong
e) Persiapan Bahan-Bahan yang Digunakan
- MnSO4.H2O - KOH
- Na2S2O3.5H2O - NaN3
- KI

27
28

2. Prosedur Analisis
a) Standarisasi Natrium Thiosulfat 0,025 N
a. Disiapkan larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) 0,025 N
b. Dipipet 20 mL larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7), dimasukkan ke
dalam erlenmeyer
c. Ditambahkan 10 mL Larutan KI 10%.
d. Dititrasi dengan Thio hingga warna larutan dari kuning menjadi
kuning agak hijau, ditambahkan indikator kanji. Dititrasi kembali
hingga titik akhir larutan berwarna hijau.
b) Prosedur Verifikasi Analisis Oksigen Terlarut
a. Disiapkan air yang telah di aerasi selama 24 jam.
b. Disiapkan botol DO Winkler 300 mL, dicelupkan ke dalam wadah
air aerasi sehingga terisi penuh, ditutup.
c. Ditambahkan 1 mL MnSO4 secara terukur.
d. Setelah itu ditambahkan 1 mL Alkali Iodida Azida secara terukur,
ditutup kemudian dikocok hingga terbentuk endapan. (Endapan putih
= DO kecil, Endapan Coklat = DO besar)
e. Ditambahkan 1 mL H2SO4 pekat ke dalam botol winkler tersebut.
Dikocok kembali.
f. Dipindahkan larutan yang berada di dalam botol winkler ke dalam
erlenmeyer.
g. Dititrasi dengan Thio hingga warna larutan dari kuning menjadi
kuning agak hijau, ditambahkan indikator kanji. Dititrasi kembali
hingga titik akhir larutan berwarna hijau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penentuan COD Berdasarkan Metode ASTM D-1252 (A), Metode
Photometri SQ 118, dan EPA 410.3

Tabel 4. Data hasil analisis COD berdasarkan metode ASTM D-1252 (A)
Konsentrasi COD (mg/L)
Ulangan
100 1000
1 105,04 999,25
2 102,34 1008,55
3 93,04 1008,55
4 93,04 999,25
5 102,34 1017,86
Rata-rata 99,16 1006,69

Tabel 5. Nilai t perhitungan pada analisis COD berdasarkan metode ASTM


D-1252 (A)

Konsentrasi COD (mg/L) Nilai t perhitungan t tabel

100 -0,3301 2,776


1000 1,9228 2,776

Tabel 6. Data analisis COD berdasarkan metode Photometri SQ 118


Konsentrasi COD (mg/L)
Ulangan
100 1000
1 94 1004
2 96 993
3 101 990
4 104 980
5 98 1002
Rata-rata 98.6 993.8

Tabel 7. Nilai t perhitungan pada analisis COD berdasarkan metode


Photometri SQ 118
Konsentrasi COD (mg/L) Nilai t perhitungan t tabel

100 -0,7885 2,776


1000 -1,4278 2,776

29
30

Tabel 8. Uji Kecermatan (Uji F) antara metode standard methods ASTM D


1252 dan Fotometri SQ- 118 dari hasil analisa COD 100 dan 1000 mg/L.
Konsentrasi COD (mg/L) S2 ASTM D S2 Fotometri Nilai F
1252 SQ- 118
100 5,69 3,97 1,43
1000 7,78 9,71 1,25

Untuk melihat tingkat ketepatan masing-masing metode maka


dilakukan uji ketepatan. Pengujian tingkat ketepatan harus ditentukan
terlebih dahulu nilai t dalam tabel dengan derajat kepercayaan yang dipilih.
Ternyata nilai t tabel untuk 5 buah data dengan derajat kepercayaan 95%
adalah 2,776. Pada tabel 5 nilai t hitung untuk metode ASTM D 1252 (A)
terhadap nilai COD pada konsentrasi 100 mg/L adalah -0,3301 dan nilai
COD pada konsentrasi 1000 mg/L adalah 1,9228. Demikian pula untuk
metode Photometri SQ 118, pada tabel 7 nilai t hitung pada nilai COD untuk
konsentrasi 100 mg/L adalah -0,7885 dan untuk konsentrasi 1000 mg/L
adalah sebesar -1,4278.
Uji kecermatan (Uji F) yang dilakukan untuk menunjuk apakah ada
perbedaan yang signifikan antara metode standard methods ASTM D 1252
dan Fotometri SQ 118 berdasarkan perhitungan simpangan baku masing-
masing metode, diperoleh bahwa harga F hitung lebih kecil dari F tabel,
maka disimpulkan bahwa kedua metode tidak berbeda nyata.
31

Koreksi Klorida
y = (8,3071 x 10 -3 )x - 7,088
180
R = 0,9964
160
Konsentrasi COD 140
120
100
80
60
40
20
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Konsentrasi Klorida (Cl-)

Gambar 6. Kurva Linearitas Koreksi Klorida COD Metode EPA 410.3

Tabel 9. Data hasil analisis COD berdasarkan metode EPA 410.3

COD 100 mg/l COD 100 mg/l COD 500 mg/l COD 500 mg/l
Ulangan dengan 5.000 dengan 15.000 dengan 5.000 dengan 15.000
mg/L Cl- mg/L Cl- mg/L Cl- mg/L Cl-

1 95,81 99,61 502,49 501,90


2 103,25 99,61 492,39 508,63
3 100,21 106,35 509,22 501,90
Rata-
99,76 101,86 501,37 504,14
rata

Tabel 10. Nilai t perhitungan pada analisis COD berdasarkan metode EPA
410.3
Konsentrasi COD (mg/L)
Nilai t perhitungan t tabel
dan pengaruh klorida (Cl-)
100 mg/L Cl- 5000 ppm -0.1112 4,303
100 mg/L Cl- 15000 ppm 0,8282 4,303
500 mg/L Cl- 5000 ppm 0,2802 4,303
500 mg/L Cl- 15000 ppm 1,8434 4,303
32

Pada tabel 10 (metode EPA 410.3) nilai t yang didapat pada COD
konsentrasi 100 mg/L dengan gangguan klorida 5.000 mg/L Cl -, COD
konsentrasi 100 mg/L dengan gangguan klorida 15.000 mg/L Cl -, COD
konsentrasi 500 mg/L dengan gangguan klorida 5.000 mg/L Cl - dan COD
konsentrasi 500 mg/L dengan gangguan klorida 15.000 mg/L Cl- berturut-
turut adalah sebesar -0.1112, 0,8282, 0,2802, dan 1,8434. Nilai t
perhitungan yang diperoleh pada seluruh percobaan lebih kecil dari nilai
uji t (t tabel derajat kebebasan 4,303).

Maka disimpulkan bahwa nilai rata-rata percobaan metode ASTM


D-1252 (A), Photometri SQ 118, dan EPA 410.3 tidak berbeda nyata
dengan harga sesungguhnya pada sampel.

1) Pembahasan Metode ASTM D-1252 (A) dan EPA 410.3


i. Pada penentuan COD metode ASTM D-1252 (A) selama reaksi
yang berlangsung ± 2 jam uap direfluks dengan alat kondensor agar
zat organis volatil tidak lenyap keluar.
ii. Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi.
iii. Penambahan merkuri sulfat (Hg2SO4) ditambahkan untuk
menghilangkan ganggua klorida yang pada umumnya ada di dalam
air buangan, namun pada analisa ini digunakan larutan standar
Kalium Hidrogen Ftalat yang kemungkinan gangguan kloridanya
kecil. Kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat
menggangu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan
tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, sesuai reaksi dibawah ini :
6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O
iv. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat
(Hg2SO4) pada sampel, sebelum penambahan pereaksi lainnya. Ion
merkuri bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida,
sesuai reaksi di bawah ini :
Hg2+ + 2 Cl- HgCl2
33

v. Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat
kecil dan tidak mengganggu oksidasi zat organik dalam tes COD.
vi. Nitrit (NO2-) juga teroksidasi menjadi nitrat (NO3-). 1 mg NO2 – N*
~ 1.1 mg COD. Jika konsentrasi NO2 – N > 2 mg/L, maka harus
ada penambahan 10 mg asam sulfamat per mg NO2 – N baik dalam
sampel maupun dalam blanko.
vii. Pada saat pembuatan reagen sulfat, Ag2SO4 tidak mudah larut,
untuk larut membutuhkan waktu ± 1 hari, sehingga penghimpitan
dilakukan setelah Ag2SO4 sudah larut sempurna.
viii. Pada penambahan pengoksidasi K2Cr2O7 harus berlebih untuk
memastikan seluruh zat organis habis teroksidasi sempurna, karena
K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk
menentukan berapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7
tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero ammonium sulfat
(FAS), dimana reaksi yang terjadi sebagai berikut :
7 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O

2) Pembahasan Metode Photometri SQ 118


i. Setelah penambahan pereaksi dan sampel, tutup test tube serapat
mungkin untuk menghindari zat organis volatile menguap.
ii. Setelah dilakukan pemanasan, test tube didinginkan dahulu
hingga suhu kamar agar tidak terlalu panas untuk menghindari
kerusakan pada dinding alat.
iii. Penggunaan test tube pada saat proses pengukuran harus
diperhatikan karena baret pada dinding kaca akan mengakibatkan
terdispersinya cahaya yang berasal dari fotometer.
iv. Diutamakan mengecek konsentrasi Cl - pada sampel secara
fotometri sebelum melakukan analisis COD. Konsentrasi Cl - yang
lebih dari 800 mg/L akan mengakibatkan nilai COD menjadi
lebih besar dari sebenarnya.
B. Hasil Penentuan Salinitas Berdasarkan Standard Method 16th Edition dan
Horiba U-10

Tabel 11. Data analisis salinitas berdasarkan Standard Method 16th Edition
Ulangan Analisa pada (g/kg)
1 30,06
2 30,06
3 30,03
4 30,13
5 30,09
6 30,06
7 30,13
8 30,03
9 30,06
10 30,06
Rata-rata = 30,07

Tabel 12. Data analisis salinitas berdasarkan metode Horiba


Ulangan Nilai Salinitas
(x)
1 30.80
2 30.70
3 30.80
4 30.70
5 30.80
6 30.70
7 30.85
8 30.70
9 30.70
10 30.80
Rata-rata = 30,75

Tabel 13. Uji Kecermatan (Uji F) antara metode standard methods ASTM
dan Horiba dari analisis Salinitas

S2 Standard Method S2 Horiba Nilai F


0.0015 0.0036 2,40

Pembahasan :
i. Uji kecermatan (Uji F) yang dilakukan untuk menunjukan apakah ada
perbedaan yang signifikan antara metode standard methods dan Horiba
U-10 berdasarkan perhitungan simpangan baku masing-masing metode,

34
35

diperoleh bahwa harga F hitung sebesar 2,40 lebih kecil dari F tabel,
maka disimpulkan bahwa kedua metode tidak berbeda nyata.
ii. Larutan AgNO3 dan larutan air laut pada awalnya masing-masing
merupakan larutan yang jernih tidak berwarna. Larutan kemudian
berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang bertindak
sebagai indikator.
iii. Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna
putih yang merupakan AgCl. Ketika ion Cl - sudah habis bereaksi
dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3
kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan
Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.
iv. Titrasi secara Argentometri ini dapat berlangsung dengan baik jika pH
larutan diatur antara 6,5 – 9,0. Dalam larutan asam dapat terjadi
perubahan kromat menjadi dikromat. Hal ini terjadi karena adanya
reaksi :

2 CrO42- + 2H+ 2 HCrO4- 2 Cr2O7 + H2O

Sedangkan dalam larutan terlalu basa, dapat terjadi pengendapan


menjadi perak (I) oksida. Hal ini terjadi karena adanya reaksi :

2 Ag+ + OH- 2 AgOH AgO2 (coklat) + H2O

v. Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus
juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO
yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.
C. Hasil Penentuan Oksigen Terlarut Berdasarkan Metode SNI 06-6989.14-2004

Tabel 14. Data analisis oksigen terlarut

Ulangan Analisa pada suhu 27oC (mg/L)


1 7.62
2 7.76
3 7.59
4 7.59
5 7.66
6 7.73
7 7.59
8 7.63
9 7.59
10 7.66
Rata-rata = 7.64

Keterangan : Pembanding nilai oksigen terlarut pada suhu 27 oC adalah 7,96


menurut Standard Method 16th Edition.

Tabel 15. Nilai t perhitungan pada analisis DO berdasarkan metode SNI 06-
6989.14-2004

n Nilai DO teoritis (x) (x-X) = d d2


1 7.62 -0,02 0.0004
2 7.76 0.12 0.0144
3 7.59 -0.05 0.0025
4 7.59 -0.05 0.0025
5 7.66 0.02 0.0004
6 7.73 0.09 0.0081
7 7.59 -0.05 0.0025
8 7.63 -0.01 0.0001
9 7.59 -0.05 0.0025
10 7.66 0.02 0.0004
X x = 7,64 (d2) = 0.0338

S2 = Σd2 = 0,0338/9 = 0,00376


n-1
S = √ S2 = 0,0613
t = ( X – μ ) √N = (7,64 – 7,96) x √10/0,0613 = -16,5078

36
37

Untuk melihat tingkat ketepatan masing-masing metode maka


dilakukan uji ketepatan. Pengujian tingkat ketepatan harus ditentukan terlebih
dahulu nilai t dalam tabel dengan derajat kepercayaan yang dipilih. Ternyata
nilai t tabel untuk 10 buah data dengan derajat kepercayaan 95% adalah
2,262. Pada tabel 15 nilai t hitung adalah -16,5078. Nilai t perhitungan yang
diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel derajat kebebasan.
Pada saat penambahan MnSO4 kemudian alkali iodida azida, terjadi
pembentukan endapan coklat untuk DO tinggi, dan putih untuk DO rendah.
Hal ini dikarenakan oleh jumlah oksigen yang berada dalam sampel
tersebut, dengan reaksi :
MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 (putih) + K2SO4
Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 (coklat) + H2O
Apabila jumlah oksigen dalam sampel banyak, maka warna larutan
ketika ditambahkan MnSO4 dan alkali iodida azida akan terbentuk endapan
coklat (MnO2).
Jika oksigen terlarut memiliki konsentrasi yang sangat kecil dalam
sampel, maka sulit dideteksi kandungannya karena warna endapan coklat
hasil reaksi Mangan (II) hidroksida dengan oksigen tidak terbentuk. Hal ini
dikarenakan jumlah oksigen dalam sampel tidak cukup banyak untuk
mengoksidasi Mangan (II) Hidroksida membentuk Mangan (IV) Oksida.
Karena proses pengamatan pada saat penambahan MnSO 4 dan alkali
iodida azida yang menghasilkan warna endapan coklat atau putih. Ketika
penambahan H2SO4 pekat ke dalam larutan, maka endapan tersebut akan
larut. Apabila terbentuk endapan coklat, maka larutan akan berwarna coklat
dan apabila terbentuk endapan putih maka larutan akan tidak berwarna,
sehingga proses pengamatan pada saat titrasi akan menjadi sulit. Hal ini bisa
diatasi dengan penambahan kanji langsung ketika hendak melakukan proses
titrasi, karena masih mungkin terbentuk endapan MnO2 yang berwarna
coklat walaupun sangat sedikit konsentrasinya sehingga tidak begitu terlihat
warna coklatnya.
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Uji ketepatan (Uji t) terhadap metode standard methods ASTM D 1252 dan
Fotometri SQ 11, dan EPA 410.3 dimana harga t yang diperoleh lebih kecil
dari t tabel. Maka disimpulkan bahwa perbedaan antara harga sebenarnya
dan harga hasil pengukuran tidak signifikan, artinya kedua harga tersebut
sama.
2. Uji kecermatan (Uji F) yang dilakukan pada metode standar ASTM D 1252
dan Fotometri SQ 118 berdasarkan perhitungan simpangan baku masing-
masing metode, diperoleh bahwa harga F hitung lebih kecil dari F tabel,
maka disimpulkan bahwa kedua metode tidak berbeda nyata.
3. Metode Photometri SQ 118 memiliki kelebihan dalam hal efisiensi
penggunaan pereaksi yaitu membutuhkan pereaksi yang lebih sedikit.

4. Penetapan salinitas diperoleh data pada Uji kecermatan (Uji F) yang


dilakukan pada Standard Method 16th edition dan Horiba U-10 berdasarkan
perhitungan simpangan baku masing-masing metode, diperoleh bahwa
harga F hitung lebih kecil dari F tabel, maka disimpulkan bahwa kedua
metode tidak berbeda nyata.
5. Pada penetapan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) didapat hasil uji t
sebesar -16,5078. Nilai t perhitungan yang diperoleh lebih kecil dari nilai t
tabel derajat kebebasan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang didapatkan, maka penulis


menyampaikan sedikit saran :
1. Dalam analisis COD dengan menggunakan metode Photometri SQ 118
pengukuran dilakukan pada suhu kamar agar tidak terlalu panas untuk
menghindari kerusakan pada dinding alat.

38
39

2. Dalam analisis COD dengan menggunakan metode ASTM D-1252 (A)


setelah proses refluks selesai, sebaiknya langkah titrasi menunggu sampai
suhu erlenmeyer telah mendekati suhu ruangan dan lakukan pembilasan
pada bagian kondensor dengan air suling.
3. Dalam analisis COD, khususnya pada sampel yang mengandung kadar Cl -
tinggi seperti air laut, disarankan untuk menggunakan metode EPA 410.3
dan juga mengukur konsentrasi Cl- terlebih dahulu pada sampel. Hal ini
dikarenakan pada konsentrasi Cl- diatas 854 mg/L akan mempengaruhi
konsentrasi asli dari COD yang disebabkan oleh reaksi reduksi dari Kalium
Dikromat menjadi Kalium Kromat oleh ion Cl -. Setelah didapat konsentrasi
Cl-, kemudian dimasukkan pada rumus pengaruh klorida. Sehingga
diperoleh perkiraan konsentrasi COD tambahan oleh ion Cl- tersebut.
4. Ketelitian pada analisis kimia sangat diperlukan, khususnya dalam proses
analisis kuantitatif. Penggunaan faktor koreksi pada setiap jumlah volume
pada alat merupakan salah satu cara agar analisis yang dilakukan menjadi
lebih teliti. Pengkalibrasian alat secara rutin juga sangat penting agar hasil
yang didapat menjadi lebih akurat dan valid.
DAFTAR PUSTAKA

A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

American Society Testing and Materials (ASTM). 2005. Standard Test Methods
for Chemical Oxygen Demand (Dichromate Oxygen Demand) of Water (D
1252)
Day RA. Jr dan A.L. Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga
Eaton, Andrew D, Lenore S Clesceri, dkk. 2005. Standard Methods for The
Examination of Water & Wastewater 21st Edition. Washington: American
Water Works Association.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Ismail, Krisnandi. 2009. Analisis Instrumental. Bogor: Sekolah Menengah Analis
Kimia Bogor.

Manual Photometer Spectro Quant 118

U.S. Environmental Protection Agency – U.S EPA 410.3 Editorial Reviasion.


1978. Chemical Oxygen Demand (Titrimetric, High Level for Saline Waters)

Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kuantitatif. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka

40
LAMPIRAN

COD Berdasarkan ASTM D 1252 (A) dan Photometri SQ 118

Dari hasil standarisasi dengan menggunakan larutan K2Cr2O7 0,25 N, maka


volume Feri Aluminium Sulfat (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan
regresi Y = 0,99369 X – 0,0522) yang digunakan adalah:

Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)


27,05 mL 26,82 mL
27,15 mL 26,92 mL
Rata-rata vol sebenarnya setelah terkoreksi adalah : 26,87 mL

Sehingga konsentrasi dari FAS adalah :


N FAS = ((V . N) K2Cr2O7) / V Na2S2O3
= ( 25,021 X 0,25) / 26,97
= 0,2326 N

Volume FAS (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan regresi Y = 0,99369 X


– 0,0522) yang digunakan untuk perhitungan adalah :

COD 100 mg/L


Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
29,70 mL (Blanko) 29,46 mL
29,30 mL 29,06 mL
29,15 mL 28,91 mL
29,20 mL 28,96 mL
29,20 mL 28,96 mL
29,15 mL 28,91 mL

COD 1000 mg/L


Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
29,70 mL (Blanko) 29,46 mL
24,30 mL 24,09 mL
24,25 mL 24,04 mL
24,25 mL 24,04 mL
24,40 mL 24,19 mL
24,40 mL 24,09 mL

41
Contoh perhitungan nilai COD

V.FAS Blanko = 29,46 mL


V.FAS Sampel = 24,09 mL
COD (mg/L) = (Vp.Blanko-Vp.Sampel) x N FAS x 8 x 1000 / Vol Sampel
= (29,46-24,09) x 0,2326 x 8 x 1000 / 10
= 999,25 mg/L

Hasil analisa COD 1000 mg/L Hasil analisa COD 100 mg/L

Analisa pada (mg/L) Analisa pada (mg/L)


999,25 105,04
1008,55 102,34
1008,55 93,04
999,25 93,04
1017,86 102,34
Rata-rata = 1010,49 Rata-rata = 99,16

Uji Ketepatan (uji t) Metode ASTM D 1252 dari hasil analisa COD 100 dan 1000
mg/L.
Nilai COD
n (x-X) = d d2
(x)
100 1000 100 1000 100 1000
1 105,04 999,25 5,88 -7,442 34,5744 55,3834
2 102,34 1008,55 3,18 1,858 10,1124 3,4521
3 93,04 1008,55 -6,12 1,858 37,4544 3,4521
4 93,04 999,25 -6,12 -7,442 37,4544 55,3834
5 102,34 1017,86 3,18 11,168 10,1124 124,7242
X 99,16 1006,69 Σd2 =129,708 Σd2= 242,3952

Untuk COD 100 mg/L


S2 = Σd2 = 129,708/4 = 32,427
n-1
S = √ S2 = 5,69
t = ( X – μ ) √N = (99,16 – 100) x √5 / 5,69 = -0,3301
S
Untuk COD 1000 mg/L
S2 = Σd2 = 242,3952/4 = 60,60
N-1
S = √ S2 = 7,78
t = ( X – μ ) √N = (1006,69– 1000) x √5 / 7,78= 1,9228
S

42
Uji Ketepatan (uji t) Metode Fotometri SQ 118 dari hasil analisa COD 100 dan
1000 mg/L.
n Nilai COD (x-X) = d d2
(x)
100 1000 100 1000 100 1000
1 94 1004 -4,6 10,2 21,16 104,04
2 96 993 -2,6 -0,8 6,76 0,64
3 101 990 2,4 -3,8 5,76 14,44
4 104 980 5,4 -13,8 29,16 190,44
5 98 1002 -0,6 8,2 0,36 67,24
X 98,6 993,8 Σd2=63,2 Σd2=376,8

Untuk COD 100 mg/L


S2 = Σd2 = 63,2 = 63,2 = 15,8
N-1 5 – 1 4
S = √ S = 3,97
2

t = ( X – μ ) √N = (98,6 – 100) x √5 = -0,7885


S 3,97
Untuk COD 1000 mg/L
S2 = Σd2 = 376,8 = 376,8 = 94,2
N-1 5 – 1 4
S = √ S = 9,71
2

t = ( X – μ ) √N = (993,8 – 1000) x √5 = -1,4278


S 9,71

Nilai t hitung pada analisis COD berdasarkan metode standard methods ASTM D
1252 dan Fotometri SQ- 118 dari hasil analisa COD 100 dan 1000 mg/L
Nilai t perhitungan
Konsentrasi COD ASTM D fotometri SQ- t tabel
(mg/L) 1252 118
100 -0,3301 -0,7885 4,604
1000 1,9228 -1,4278 4,604

Uji Kecermatan (Uji F) antara metode standard methods ASTM D 1252 dan
Fotometri SQ- 118 dari hasil analisa COD 200, 600, dan 1000 mg/L.
Konsentrasi COD S2 ASTM D S2 Fotometri SQ- Nilai F
(mg/L) 1252 118
100 5,69 3,97 1,43
1000 7,78 9,71 1,25

43
Untuk COD 100 mg/L
F = S2 (1) = 5,69 = 1,43
S2 (2) 3,97

Untuk COD 1000 mg/L


F = S2 (1) = 9,71 = 1.25
S2 (2) 7,78

Catatan : Nilai yang lebih besar sebagai S2 (1)

44
COD Berdasarkan Metode EPA 410.3

Koreksi Klorida

Cl- (ppm) V FAS 0,25 N Dikali Faktor Koreksi COD


0 (Blank) 30,00 mL 29,76 mL 0,00 ppm
4000 29,90 mL 29,66 mL 18,61 ppm
8000 29,70 mL 29,56 mL 55,82 ppm
12000 29,50 mL 29,26 mL 93,04 ppm
16000 29,30 mL 29,06 mL 130,26 ppm
20000 29,15 mL 28,91 mL 158,168 ppm

Koreksi Klorida
y = (8,3071 x 10 -3 )x - 7,088
180
R = 0,9964
160
140
Konsentrasi COD

120
100
80
60
40
20
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Konsentrasi Klorida (Cl-)

Dari hasil standarisasi dengan menggunakan larutan K2Cr2O7 0,25 N, maka


volume Feri Aluminium Sulfat (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan
regresi Y = 0,99369 X – 0,0522) yang digunakan adalah:

Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)


29,95 29,71
29,95 29,71
Rata-rata vol sebenarnya setelah terkoreksi adalah : 29,71 mL

Sehingga konsentrasi dari FAS adalah :


N FAS = ((V , N) K2Cr2O7)/ V Na2S2O3
= ( 25,021 X 0,25) / 29,71
= 0,2104 N
45
Volume FAS 0,2126 N (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan regresi Y =
0,99369 X – 0,0522) yang digunakan untuk perhitungan adalah :

COD 100 mg/L with 5.000 mg/L Cl-


Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
31,90 mL (Blanko) 31,64 mL
31,20 mL 30,94 mL memakai FAS 0,2326 N
31,15 mL 30,90 mL
31,50 mL (Blanko) 32,24 mL memakai FAS 0,2104 N
31,70 mL 31,44 mL

COD 100 mg/L with 15.000 mg/L Cl-


Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
32,50 mL (Blanko) 32,24 mL
31,20 mL 30,95 mL
30,30 mL (Blanko) 30,05 mL
29,00 mL 28,76 mL
28,95 mL 28,72 mL

COD 500 mg/L with 5.000 mg/L Cl-


Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
32,50 mL (Blanko) 32,24 mL
29,30 mL 29,06 mL
29,35 mL 29,11 mL
29,25 mL 29,01 mL

COD 500 mg/L with 15.000 mg/L Cl-


Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
31,90 mL (Blanko) 31,64 mL
28,20 mL 27,96 mL
28,15 mL 27,92 mL
28,20 mL 27,96 mL

Contoh perhitungan nilai COD 100 mg/l dengan 5000 mg/L Cl-
V. FAS Blanko = 31,64 mL
V. FAS Sampel = 30,94 mL

46
(Vp.Blanko−Vp.Sampel) x N FAS x 8 x 1000
COD = { } – {8,3071x10-3 x – 7,088}
Vol Sampel

(31,64−30,94) x 0,2104 x 8 x 1000


= - {8,3071x10-3 x 5000 – 7,088}
10
= 130,256 – 34,4475
= 95,81 mg/L

Hasil analisa COD 100 mg/l with 5.000 mg/L Cl- (34,4475 mg/L COD)
COD (mg/L) Setelah dikurangi Koreksi
Klorida (mg/L)
130,26 95,81
137,70 103,25
134,66 100,21
Rata-rata = 99,76

Hasil analisa COD 100 mg/l with 15.000 mg/L Cl- (117,5185 mg/L COD)
COD (mg/L) Setelah dikurangi Koreksi
Klorida (mg/L)
217,13 99,61
217,13 99,61
223,87 106,35
Rata-rata = 101,86

Hasil analisa COD 500 mg/l with 5.000 mg/L Cl- (34,4475 mg/L COD)
COD (mg/L) Setelah dikurangi Koreksi
Klorida (mg/L)
536,94 502,49
526,84 492,39
543,67 509,22
Rata-rata = 501,37

Hasil analisa COD 500 mg/l with 15.000 mg/L Cl - (117,5185 mg/L COD)
COD (mg/L) Setelah dikurangi Koreksi
Klorida (mg/L)
619,42 501,90
626,15 508,63
619,42 501,90
Rata-rata = 504,14

47
Uji Ketepatan (uji t) Metode ASTM D 1252 dari hasil analisa COD 100 dan 1000
mg/L.
Nilai COD (x)
n (x-X) = d
100 100 500 500 100 100 500 500
Cl- Cl- Cl- Cl- Cl- Cl- Cl- Cl-
5000 15000 5000 15000 5000 15000 5000 15000
1 95,81 99,61 502,49 501,90 -3,95 -2,25 1,12 -2,24
2 103,25 99,61 492,39 508,63 3,49 -2,25 -8,98 4,49
3 100,21 106,35 509,22 501,90 0,45 4,49 7,85 -2,24
X x = x = x = x =
99,76 101,86 501,37 504,14

d2
100 100 500 500
Cl- 5000 -
Cl 15000 Cl- 5000 -
Cl 15000
15,6025 5,0625 1,2544 5,0176
12,1801 5,0625 80,6404 20,1601
0,2025 20,1601 61,6225 5,0176
 d = 27,9851
2
 d2 = 30,2851  d = 143,5173
2
 d = 30,1953
2

Untuk COD 100 mg/L Cl- 5000


S2 = Σd2 = 27,9851/2 = 13,9926
n-1
S = √ S2 = 3,74
t = ( X – μ ) √N = (99.76 – 100) x √3/3,74 = -0.1112
S
Untuk COD 100 mg/L Cl- 15000
S2 = Σd2 = 30,2851/2 = 15,1426
n-1
S = √ S2 = 3,89
t = ( X – μ ) √N = (101,86 – 100) x √3/3,89= 0,8282
S
Untuk COD 500 mg/L Cl- 5000
S2 = Σd2 = 143,5173/2 = 71,7587
n-1
S = √ S2 = 8,47
t = ( X – μ ) √N = (501,37 – 500) x √3/8,47 = 0,2802
S

48
Untuk COD 500 mg/L Cl- 15000
S2 = Σd2 = 30,1953/2 = 15,0977
n-1
S = √ S2 = 3,89
t = ( X – μ ) √N = (504,14 – 500) x √3/3,89 = 1,8434
S
Nilai t hitung pada analisis COD berdasarkan metode standard methods ASTM D
1252 dan Fotometri SQ- 118 dari hasil analisa COD 100 dan 1000 mg/L
Nilai t perhitungan
Konsentrasi COD t tabel
EPA 410.3
(mg/L)
100 mg/L Cl- 5000 -0.1112 4,303
100 mg/L Cl- 15000 0,8282 4,303
500 mg/L Cl- 5000 0,2802 4,303
500 mg/L Cl- 15000 1,8434 4,303

49
Penetapan Salinitas dengan Standard Method 16th Edition dan Horiba
U-10

Dari hasil standarisasi dengan menggunakan larutan NaCl, maka volume


AgNO3(terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan regresi Y = 0,99369 X –
0,0522) yang digunakan adalah:

Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)


45,10 mL 44,76 mL
45,00 mL 44,66 mL
Rata-rata vol sebenarnya setelah terkoreksi adalah : 44,71 mL

Sehingga konsentrasi dari AgNO3 adalah :


N AgNO3 = mg NaCl / Vp AgNO3 x Bst NaCl x fp
= 29674 / 44.71 x 58,5 x 1000 / 25
= 0,2836 N

Volume AgNO3 (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan regresi Y = 0,99369


X – 0,0522) yang digunakan untuk perhitungan adalah :

Pembacaan Alat Volume Sebenarnya (d)


42,50 mL 42,18 mL
42,50 mL 42,18 mL
42,45 mL 42,13 mL
42,60 mL 42,32 mL
42,55 mL 42,23 mL
42,50 mL 42,18 mL
42,60 mL 42,28 mL
42,45 mL 42,13 mL
42,50 mL 42,18 mL
42,50 mL 42,18 mL

Contoh perhitungan nilai salinitas


Klorisitas ekivalen dari 1 mL Larutan AgNO3 :
Cl Eq = N AgNO3 x 0,0355
= 0,2836 x 0,0355
= 0,01007
Klorisitas
Clo = d x Cl Eq x fp
Clo I = 42,18 x 0,01007 x 1000 / 25
= 16,99 Cl/L

50
Salinitas
Berdasarkan tabel konversi Klorisitas-Salinitas, didapatkan hasil konversi
dari klorisitas sebesar 16,99 Cl/L adalah 30,06 g/kg salinitas.

Hasil analisa Klorisitas dan Salinitas


Analisa pada
Klorisitas (Cl/L) Salinitas (g/kg)
16,99 30,06
16,99 30,06
16,97 30,03
17,03 30,13
17,01 30,09
16,99 30,06
17,03 30,13
16,97 30,03
16,99 30,06
16,99 30,06
Rata-rata : 17,00 Rata-Rata : 30,07

Uji Kecermatan (uji F) Standard Method dari hasil analisa Salinitas

N Nilai Salinitas (x-X) = d d2


(x)
1 30,06 -0,01 0,0004
2 30,06 -0,01 0,0004
3 30,03 -0,04 0,0016
4 30,13 0,06 0,0036
5 30,09 0,03 0,0009
6 30,06 -0,01 0,0004
7 30,13 0,06 0,0036
8 30,03 -0,04 0,0016
9 30,06 -0,01 0,0004
10 30,06 -0,01 0,0004
X X = 30,07 Σd2 = 0,0133

S2 = Σd2 = 0,0133/9 = 0,0015


n-1

51
Uji Kecermatan (uji F) Metode Horiba dari hasil analisa Salinitas

Nilai Salinitas
n (x-X) = d d2
(x)
1 30,80 0,05 0,0025
2 30,70 -0,05 0,0025
3 30,80 0,05 0,0025
4 30,70 -0,05 0,0025
5 30,80 0,05 0,0025
6 30,70 -0,05 0,0025
7 30,85 0,10 0,0100
8 30,70 -0,05 0,0025
9 30,70 -0,05 0,0025
10 30,80 0,05 0,0025
X 30,75 Σd = 0,0325
2

S2 = Σd2 = 0,0250 = 0,0325 = 0,0036


N-1 10 – 1 9

Uji Kecermatan (Uji F) antara metode standard methods ASTM dan Horiba dari
analisis Salinitas

S2 ASTM S2 Horiba Nilai F


0,0015 0,0036 2,40

F = S2 (1) = 0,0036= 2,40


S2 (2) 0,0015

Catatan : Nilai yang lebih besar sebagai S2 (1)

Tabel Konversi Klorisiti ke Salinitas

Klorisitas (Cl/L) Salinitas (g/kg) Salinitas (g/kg) Klorisitas (Cl/L)


16,90 29,90 17,01 30,09
16,91 29,92 17,02 30,11
16,92 29,94 17,03 30,13
16,93 29,96 17,04 30,15
16,94 29,97 17,05 30,16
16,95 29,99 17,06 30,18
16,96 30,01 17,07 30,20
16,97 30,03 17,08 30,22
16,98 30,04
16,99 30,06
17,00 30,08

52
Penetapan Oksigen Terlarut Metode SNI 06-6989.14-2004

Dari hasil standarisasi dengan menggunakan larutan K2Cr2O7 0,025 N, maka


volume natrium tiosulfat (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan regresi Y
= 0,99369 X – 0,0522) yang digunakan adalah:

Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)


20,15 19,97
20,10 19,92
Rata-rata vol sebenarnya setelah terkoreksi adalah : 20,33 mL

Sehingga konsentrasi dari Na2S2O3 adalah :


N Na2S2O3 = ((V . N) K2Cr2O7)/ V Na2S2O3
= ( 20,06 X 0,025) / 19,915
= 0,0251 N

Volume thio (terkoreksi berdasarkan kalkulasi persamaan regresi Y = 0,9936 X –


0,0522) yang digunakan untuk perhitungan adalah :
Pembacaan Alat (mL) Volume Sebenarnya (mL)
12,08 12,21
12,75 12,88
12,55 12,68
12,95 13,08
12,90 13,03
12,30 12,43
12,35 12,48
12,25 12,38
12,50 12,63
12,60 12,73

Contoh perhitungan nilai DO


Volume Na2S2O3 = 4,095 mL
DO = (1000 .V.Np . Bst O2)/ (Vol botol – (Vol MnSO4 + Vol alkali iodida azida))
= ( 1000 x 4,095 x 0,0251 x 8) / (300-2)
= 2,7593 mg/L

53
Hasil analisa DO
Analisa pada suhu 27oC (mg/L)
7,62
7,76
7,59
7,59
7,66
7,73
7,59
7,63
7,59
7,66
Rata-rata = 7,64

Keterangan : Pembanding nilai oksigen terlarut pada suhu 27 oC berdasarkan


Standard Method 16th Edition adalah 7,96
Uji Ketepatan (uji t)

Nilai DO
n (x-X) = d d2
(x)
1 7.62 -0,02 0.0004
2 7.76 0.12 0.0144
3 7.59 -0.05 0.0025
4 7.59 -0.05 0.0025
5 7.66 0.02 0.0004
6 7.73 0.09 0.0081
7 7.59 -0.05 0.0025
8 7.63 -0.01 0.0001
9 7.59 -0.05 0.0025
10 7.66 0.02 0.0004
X x = 7,64 (d2) = 0.0338
S2 = Σd2 = 0,0338/9 = 0,00376
n-1
S = √ S2 = 0,0613
t = ( X – μ ) √N/S = (7,64 – 7,96) x √10/0,0613 = -16,5078
Tabel pengaruh suhu terhadap oksigen terlarut menurut Standard Method 16 th
Edition
Temperature oC Oksigen Terlarut (mg/L)
26,0 8,113
27,0 7,968
28,0 7,827
29,0 7,691
30,0 7,559

54

Anda mungkin juga menyukai