Anda di halaman 1dari 20

Sistem Penyaliran Tambang

Penyaliran yang diuraikan berikut ini dititikberatkan pada metode


atau teknik penanggulangan air pada tambang terbuka. Penyaliran bisa
bersifat pencegahan atau pengendalian air yang masuk ke lokasi
penambangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah kapan cuaca ekstrim
terjadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat membahayakan
kegiatan penambangan, oleh sebab itu kondisi cuaca pada tambang
terbuka sangat besar efeknya terhadap aktifitas penambangan. Apabila
hal ini sudah diperhitungkan sebelumnya, maka kegiatan penambangan
akan terhindar dari kondisi yang membahayakan tersebut.
Pengertian Sistem Penyaliran Tambang
Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan
untuk mencegah masuknya aliran air ke dalam lubang bukaan tambang
atau mengeluarkan air tersebut.
Pengendalian Air Tambang
Terdapat dua cara pengendalian air tambang yang sudah
terlanjur masuk ke dalam front penambangan yaitu dengan sistem
kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan adit. Sistem penyaliran
dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan
pada tambang open cast atau kuari, karena dapat memanfaatkan
gravitasi untuk mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke
lokasi yang lebih rendah. Pompa yang digunakan pada sistem ini lebih
efektif dan hemat.

Gambar 3.1 Penampang sistem adit


Metode Penyaliran Tambang
Penanganan mengenai masalah air tambang dalam jumlah besar
pada tambang terbuka dapat dibedakan menjadi beberapa metode,
yaitu:
Mengeluarkan Air Tambang (Mine Dewatering)
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke
lokasi penambangan. Beberapa metode penyaliran tambang (mine
dewatering) adalah sebagai berikut :
1. Membuat sump di dalam front tambang (Pit)
Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi
kerja. Air tambang dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian
dipompa keluar. Pemasangan jumlah pompa tergantung pada
kedalaman penggalian, dengan kapasitas pompa menyesuaikan debit air
yang masuk ke dalam lokasi penambangan.

2. Membuat paritan
Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang
terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal dari sumber mata air
atau air limpasan menuju kolam penampungan, langsung ke
sungai atau diarahkan ke selokan (riool). Jumlah parit ini disesuaikan
dengan kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu. Apabila parit harus
dibuat melalui lalulintas tambang maka dapat dipasang gorong-gorong
yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan
volume maksimum pada saat musim penghujan deras dengan
memperhitungkan kemiringan lereng. Bentuk standar melintang dari
parit umumnya trapesium.
Penyaliran Tambang (Mine drainage)
Penyaliran tambang adalah mencegah air masuk ke lokasi
penambangan dengan cara membuat saluran terbuka sehingga air
limpasan yang akan masuk ke lubang bukaan dapat langsung dialirkan
ke luar lokasi penambangan. Upaya ini umumnya dilakukan untuk
penanganan air tanah yang berasal dari sumber air permukaan.
Beberapa metode penyaliran tambang (mine drainage) adalah
sebagai berikut:
a. Metode Siemens
Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa
ukuran 8 inch, di setiap pipa tersebut pada bagian ujung bawah diberi
lubang-lubang, pipa yang berlubang ini berhubungan dengan air tanah,
sehingga di pipa bagian bawah akan terkumpul air, yang selanjutnya
dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya dibuang.

b. Metode Elektro Osmosis


Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka
pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang
disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini
digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini dialiri
listrik, maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir
menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa
keluar.

c. Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah


Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam
tanah guna menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang
sumur dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan
bawah tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena air akan mengalir
sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa.

Hal Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang


 Permeabilitas

Disamping parameter-parameter lain, permeabilitas merupakan


salah satu yang perlu diperhitungkan. Secara umum permeabilitas dapat
diartikan sebagai kemapuan suatu fluida bergerak melalui rongga pori
massa batuan.
 Rencana Kemajuan Tambang

Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi pola


alir saluran yang akan dibuat, sehingga saluran tersebut menjadi efektif
dan tidak menghambat sistem kerja yang ada.
 Curah Hujan

Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan adalah air


hujan, sehingga besar kecilnya curah hujan yang terjadi di sekitar lokasi
penambangan akan mempengaruhi banyak sedikitnya air tambang yang
harus dikendalikan. Data curah hujan biasanya disajikan dalam data
curah hujan harian, bulanan, dan tahunan yang dapat berupa grafik
atau tabel.
Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan Metode
Gumbel yang dilakukan dengan mengambil data curah hujan bulanan
yang ada, kemudian ambil curah hujan maksimum setiap bulannya dari
data tersebut, untuk sampel dapat dibatasi jumlahnya sebanyak n data.

Dengan menggunakan Distribusi Gumbel curah hujan rencana


untuk periode ulang tertentu dapat ditentukan. Periode ulang
merupakan suatu kurun waktu dimana curah hujan rencana tersebut
diperkirakan berlangsung sekali. Penentuan curah hujan rencana untuk
periode ulang tertentu berdasarkan Distribusi Gumbel. Untuk itu data
curah hujan harus diolah terlebih dahulu menggunakan kaidah statistik
mengingat kumpulan data adalah kumpulan yang tidak tergantung satu
sama lain, maka untuk proses pengolahannya digunakan analisis regresi
metode statistik.

Xr = X +(σxσn) . (Yr–
Yn) …………………....................... (3.1 )
Keterangan :
Xr = Hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
X = Curah hujan rata-rata
σx = Standar deviasi curah hujan
σn = Reduced standart deviation, nilai tergantung dari banyaknya data
Yr = Reduced variate, untuk periode hujan tertentu (table 3.2)

Tabel 3.1
Periode ulang hujan untuk sarana penyaliran

Keterangan Periode ulang hujan (tahun)


Daerah terbuka 0–5
Sarana tambang 2- 5
Lereng-lereng tambang dan 5- 10
penimbunan
Sumuran utama 10 -25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100

Untuk menentukan reduced variate digunakan rumus dibawah


ini:

Yt = (-ln⁡(-ln(T-
1))T …………………....................... (3.2 )
Keterangan:
Yt = Reduced variate (koreksi variasi)
T = Periode ulang (tahun)

Untuk menentukan koreksi rata-rata digunakan rumus:

Yn = ln(-ln⁡(n+1-
m))n+1 …………………....................... (3.3 )
Rata-rata Yn, YN = ΣYnN

Untuk menghitung koreksi simpangan (reduced standar


deviation) ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Sn = Σ(Yn-YN)2(n-
1) …………………....................... (3.4)
Keterangan:
Yn = Koreksi rata-rata
YN = Nilai rata-rata Yn
n = Jumlah data
Untuk menentukan curah hujan rencana digunakan rumus:

CHR = X + SSn(Yt-
YN) …………………....................... (3.5)
Dari hasil perhitungan diperoleh suatu debit rencana dalam
satuan mm/hari, yang kemudian debit ini bisa dibagi dalam perencanaan
penyaliran. Selain itu juga harus diperhatikan resiko hidrologi (PR) yang
mungkin terjadi, resiko hidrologi merupakan angka dimana kemungkinan
hujan dengan debit yang sama besar angka tersebut, misalnya 0,4 maka
kemungkinan hujan dengan debit yang sama atau melampaui adalah
sebesar 40%. Resiko hidrologi dapat dicari dengan menggunakan
rumus:
PR = 1-(1-
1TR) TL …………………....................... (3.6)
Keterangan:
PR = Resiko hidrologi
TR = Periode ulang
TL = Umur bangunan

Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam


kurun waktu tertentu dihitung berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu
:
I
= R2424 (24t) 2/3 ………………….......................
(3.7)
Keterangan :
R24 = Curah hujan rencana perhari (24jam)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Waktu konsentrasi (jam)

Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan


dapat dilihat pada table 3.2
Tabel 3.2
Hubungan Derajat dan Intensitass Curah Hujan

Derajat hujan Intensitas curah Kondisi


hujan (mm/menit)
Hujan lemah 0.02 – 0.05 Tanah basah semua
Hujan normal 0.05 – 0.25 Bunyi hujan terdengar
Hujan deras 0.25 – 1.00 Air tergenang diseluruh
permukaan dan
>1.00 terdengar bunyi dari
Hujan sangat genangan
deras Hujan seperti
ditumpahkan, saluran
pengairan meluap

Perencanaan Saluran Terbuka

Pada perencanaan saluran terbuka ada beberapa faktor lapangan


yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Catchment area/water deviden
Catchment area adalah suatu daerah tangkapan hujan yang
dibatasi oleh wilayah tangkapan hujan yang ditentukan dari titik-titik
elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup
dengan pola yang sesuai dengan topografi dan mengikuti
kecenderungan arah gerak air. Dengan pembuatan catchment
area maka diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan
terkonsentrasi pada elevasi terendah. Pembatasan catchment
area dilakukan pada peta topografi, dan untuk merencanakan sistem
penyalirannya dianjurkan menggunakan peta rencana penambangan
dan peta situasi tambang.

2. Waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk
mengalir dari titik terjauh ke tempat penyaliran. Waktu konsentrasi
dapat dihitung dengan rumus dari “Kirpich”.

tc = HL ………………….......................
(3.8)
Keterangan :
tc = Waktu terkumpulnya air (menit)
L = Jarak terjauh sampai titik penyaliran (meter)
H = Beda ketinggian dari titik terjauh sampai ke tempat berkumpulnya
air (meter)

3. Saluran Terbuka
Bentuk penapang saluran yang paling sering digunakan dan
umum adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya,
murah, efisien, mudah dalam perawatannya, dan stabilitas kemiringan
lerengnya dapat disesuaikan dengan keadaan daerahnya.
Setelah diketahui luas penampang bisa ditentukan jari-jari
hidrolis dengan Rumus Manning. Untuk bentuk saluran yang akan dibuat
ada beberapa macam bentuk dengan perhitungan geometrinya sebagai
berikut :
Table 3.3
Dimensi Penampang basah
Tinggi
Lebar atas muka air Faktor kemiringan
Penampang (B) (y) (x) Luas (A) Keliling (D) Ja

b y b.y b + 2h

1:1 → x : h
1:1,5→x=1,5y
b + 2x y 1:2→x=2y (b+x)y b+2y (1+x2)
(b+

Ф=cos-1((d- лD (1- (лD(1-Ф/


2(d- 0,5D)/0.5D) Ф/180)+ (d- 0,5D)ztgФ
0,5D)tgФ d 0,5D)2tgФ Л.D(1-Ф/180)

Perhitungan geometri dari beberapa bentuk saluran terbuka


Tabel 3.4
Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan

Bahan Kemiringan dinding saluran


Batu/cadas Hampir tegak lurus
Tanah gambut/peat ¼:1
Tanah berlapis beton ½:1
Tanah bagi saluran yang lebar 1:1
Tanah bagi parit kecil 1,5 : 1
Tanah berpasir lepas 2:1
Lempung berpori 3:1

Tabel 3.5
Sifat-sifat hidrolik pada saluran terbuka

Kemiringan rata-rata dasar Kecepatan rata-rata


saluran (m/det)
(%)
Kurang dari 1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4

4. Air limpasan (run off)

Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di


atas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Dalam neraca
air digambarkan hubungan antara curah hujan
(CH), evapotranspirasi (ET), air limpasan (RO), infiltrasi(I), dan
perubahan permukaan air tanah (dS), sebagai berikut :

CH = I + ET + RO ±
dS …………………....................... (3.9)

Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga


tidak semua air yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber
bagi sistem drainase. Dari banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu
:

1. Kondisi penggunaan lahan


2. Kemiringan lahan
3. Perbedaan ketinggian daerah

Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang


disebut koefisien air limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan
maksimum ditentukan dengan menggunakan Metode Rasional, antara
lain sebagai berikut :

Q = 0,278 × C × I ×
A …………………....................... (3.10)
Keterangan:
Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan (Tabel 3.7)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

Penggunaan Rumus Rasional mengasumsikan bahwa hujan


merata di seluruh daerah tangkapan hujan, dengan lama waktu hujan
sama dengan waktu konsentrasi.

Jenis Material
Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap
kondisi penyebaran air limpasan karena untuk setiap jenis dan kondisi
material yang berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing.
Beberapa perkiraan koefisien limpasan terlihat pada tabel 3.6:

Tabel 3.6
Beberapa harga koefisien kekasaran manning

Tipe dinding saluran n


Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040

Tabel 3.7
Koefisien material dan kecepatan izin aliran

No Material Nilai Kecepatan aliran (m/det)


n Air jernih Air keruh
1 Pasir halus koloida 0.020 0.457 0.672
2 Lanau kepasiran non koloida 0.020 0.534 0.762
3 Lanau non koloida 0.020 0.610 0.914
4 Lanau alluvial non koloiada 0.020 0.610 1.067
5 Lalau kaku 0.020 0.672 1.067
6 Debu vulkanis 0.020 0.672 1.067
7 Lempung kompak 0.025 1.143 1.525
8 Lanau alluvial, koloida 0.025 1.143 1.524
9 Kerikil halus 0.025 0.672 1.524
10 Pasir kasar non koloida 0.030 1.143 1.524
11 Pasir kasar koloida 0.025 1.129 1.829
12 Batuan D 20 mm 0.028 1.340 1.9
13 Batuan D 50 mm 0.028 1.980 2.4
14 Batuan D 100 mm 0.030 2.810 3.4
15 Batuan D 200 mm 0.030 3.960 4.5
16 Tanah berumput 0.030 - 2
17 Pasangan batau 0.017 - 5
18 Tembok diplester 0.010 - 5

Perencanaan Sump

Sump merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk


menampung air limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu
dipompakan serta dapat berfungsih sebagai pengendap lumpur. Tata
letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang
disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng
tambang.

Perencanaan Sistem Pemompaan

1. Tipe sistem pemompaan


Sitem pemompaaan dikenal ada beberapa macam tipe
sambungan pemompaan yaitu :
a. Seri
Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka
nilai head akan bertambah sebesar jumlah head masing-masing
sedangkan debit pemompaan tetap.
b. Pararel
Pada rangkaian ini, kapasitas pemompaan bertambah sesuai dengan
kemampuan debit masing-masing pompa namunhead tetap. Kemudian
untuk kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu untuk diperhatikan

2. Batas Kapasitas Pompa


Batas atas kapasitas suatu pompa pada umumnya tergantung
pada kondisi berikut ini :
a. Berat dan ukuran terbesar yang dapat diangkut dari pabrik ke tempat
pemasangan.
b. Lokasi pemasangan pompa dan cara pengangkutannya.
c. Jenis penggerak dan cara pengangkatannya.
d. Pembatasan pada besarnya mesin perkakas yang dipakai untuk
mengerjakan bagian-bagian pompa
e. Pembatasan pada performansi pompa.

3. Pertimbangan ekonomi
Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi
untuk pembangunan instalasi maupun biaya operasi dan
pemeliharaannya.
4. Julang total pompa
Julang total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan
jumlah air seperti direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi
yang akan dilayani oleh pompa. Julang total pompa dapat ditulis sebagai
berikut :

Ht=hc+ hv+hf+ hI …………………....................... (3.11


)
Keterangan :
Ht = Julang total pompa (m)
hc = Julang statis total (m)
hv = Velocity head (m)
hf = Julang gesek (m)
hI = Jumlah belokan (m)

a. Julang statis (static head)


Adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan
tinggi antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan.

hc = h2 –
h1 …………………....................... (3.12 )
Dimana :
h2 = Elevasi air keluar
h1 = Elevasi air masuk

b. Julang kecepatan (velocity head)


Julang kecepatan adalah kehilangan yang diakibatkan oleh
kecepatan air yang melalui pompa.

hv =
( v22 ×g ) ………………….......................
(3.13)
Dimana :
v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik)

c. Julang kerugian gesek dalam pipa


Untuk menghitung julang kerugian gesek didalam pipa dapat
dipakai salah satu dari dua rumus berikut ini :
V = C . Rp.
Sq …………………....................... (3.14)
Atau
hf =
λ. LD . v22g ………………….......................
(3.15)
Keterangan :
v = Kecepatan rata-rata aliran didalam pipa (m/dtk)
C,p,q = Koefisien-koefisien
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien hidrolik
hf = Julang kerugian gesek dalam pipa (m)
λ = Koefisien kerugian gesek
g = Percepatan gravitas (ms-2)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)

Selanjutnya untuk aliran turbulen julang kerugian gesek dapat


dihitung dengan berbagai rumus empiris.
i. Rumus Darcy
Dengan cara Darcy, maka koefisien kerugian gesek (λ)
dinyatakan sebagai berikut:

λ = 0,020
+ 0,0005D …………………....................... (3.16)
Rumus ini berlaku untuk pipa baru dari besi cor. Jika pipa telah
dipakai selama bertahun-tahun, harga koefisien kerugian gesek (λ) akan
menjadi 1,5 sampai 2 kali harga barunya.
ii. Rumus Hazen-Williams
Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung
kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang.

V =
0,849CR0,63S0,54 …………………....................... (3.17)
Atau
Hf = 10,666.Q1,85x LC1,85 D4,85 ………………….................
...... (3.18)
Keterangan :
hf = Julang kerugian (m)
v = Kecepatan rata-rata didalam pipa (m/s)
C = Koefisien (table 3.9 )
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien hidrolik (S=hfL )Q = Laju Aliran ( m3/s)
L = Panjang pipa

Tabel 3.8
Kondisi pipa dan harga koefisien (Formula Hazen-William)
Jenis Pipa C

Pipa besi cor baru 130


Pipa besi cor tua 100
Pipa baja baru 120-130
Pipa baja tua 80-100
Pipa dengan lapisan semen 130-140
Pipa dengan lapisan terarang batu 140
d. Julang kerugian dalam jalur pipa

Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan terjadi


apabila ukuran pipa, bentuk penampang atau arah aliran berubah.
Kerugian ditempat-tempat transisi yang demikian ini dapat dinyatakan
secara umum dengan rumus:
hf =
n. f. v22g …………………....................... (3.19)
Keterangan :
v = kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/s)
f = Koefisien kerugian
g = Percepatan gravitasi (9.8m/dtk2)
hf = Julang kerugian (m)

Cara menentukan harga koefisien kerugian (f) untuk berbagai


bentuk transisi pipa akan diperinci seperti dibawah ini:

Jika kecepatan aliran (v) setelah masuk pipa, maka harga


koefisien kerugian dari rumus (3.17) untuk berbagai bentuk ujung
masuk pipa menurut Weisbach adalah sebagai berikut:
f = 0,5 ………………..……………………………………………………. (i1)
f=
0,25 ……………..………………………………………………………. (i2)
f = 0,06 (untuk r kecil) sampai …………...………………………………. (i3)
f= 0,005 (untuk r
besar) ……..……………………………………………. (i4)
f= 0,56 …………...…………………………………………………………
(i5)
f = 3,0 ( untuk sudut tajam) sampai
f = 1,3 (untuk sudut 45) …………………...………………………………. (i6)
f = fi + 0,3 cos θ + 0,2 cos 2θ, dimana fi adalah koefisien bentuk dari
ujung masuk dan mengambil harga (i1) sampai (i6) sesuai dengan
bentuk yang dipakai.
Bila ujung pipa isap yang berbentuk lonceng dan tercelup
dibawah permukaan air maka harga f berkisar antara 0,2 sampai 0,4.
Terdapat dua macam belokan, yaitu belokan lengkung dan belokan
patah. Untuk belokan lengkung digunakan rumus:

f= [0,131 + 1,847 (D/2R)3,5]


(θ90 )0,5 ………......................... (3.20)
Dari percobaan Weisbach dihasilkan rumus yang umum dipakai
untuk belokan patah adalah:

f= 0,946 sin2.θ/2 + 2,047


sin4.θ/2 .…………......................... (3.21)
keterangan :

f = Koefisien kerugian
R = Jari-jari lengkung belokan
θ = Sudut belokan

e. Daya poros dan efisiensi pompa


e.i Daya air
Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari
pompa persatuan waktu. Daya air (Pw) dapat dihitung dengan
menggunakan Rumus:

Pw = γ. Q .
H …………......................... (3.22)

Keterangan:
γ = Bobot isi air (kN/m3)
Q = Kapasitas (m3/detik)
H = Julang total (m)
Pw = Daya air (kW)

e.ii Daya poros


Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan pompa adalah sama
dengan daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa. Daya poros
(P) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
P = Pwηρ …………………....................... (3.23)
Keterangan:
ηρ = Efesiensi pompa
P = Daya poros

Efesiensi pompa untuk pompa-pompa jenis khusus harus


diperoleh dari pabrik pembuatnya.

Settling Pond
Berfungsi sebagai tempat menampung air tambang sekaligus
untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut bersama air
dari lokasi penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi
terendah dari suatu daerah penambangan, sehingga air akan masuk
ke settling pond secara alami dan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui
saluran pembuangan.
Dengan adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari
daerah penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak
menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat
pembuangan akhir. Selain itu juga tidak menimbulkan pendangkalan
sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa bersama air.
Bentuk settling pond biasanya hanya digambarkan secara
sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi
sebenarnya dapat bermacam-macam bentuk disesuaikan dengan
keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat
bermacam-macam, namun pada setiap settling pond akan selalu ada 4
zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material
padatan. Keempat zona tersebut adalah :

1. Zona masukan (inlet)


Merupakan tempat masuknya air lumpur kedalam settling
pond dengan anggapan campuran padatan-cairan yang masuk
terdistribusi secara seragam.

2. Zona pengendapan (settlement zone)


Merupakan tempat partikel padatan akan mengendap. Batas
panjang zona ini adalah panjang dari kolam dikurangi panjang zona
masukan dan keluaran.

3. Zona endapan lumpur (sediment)


Merupakan tempat partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami sedimentasi dan terkumpul di bagian bawah kolam.

4. Zona keluaran (outlet)


Merupakan tempat keluaran buangan cairan yang jernih. Panjang
zona ini kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur
dari ujung kolam pengendapan.

Ukuran Settling Pond


Untuk menentukan dimensi settling pond dapat dihitung
berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
1. Diameter partikel padatan yang keluar dari kolam pengendapan tidak
lebih dari 9 x 10-6 m, karena akan menyebabkan pendagkalan dan
kekeruhan sungai.
2. Kekentalan air
3. Partikel dalam lumpur adalah material yang sejenis
4. Kecepatan pengendapan material dianggap sama
5. Perbandinga dan cairan padatan diketahui

Luas settling pond dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


A
= QtotalV ….…………………....................... (3.
24)
Keterangan:
A = Luas settling pond (m2)
Qtotal = Debit air yang masuk settling pond (m3/detik)
V = Kecepatan pengendapan (m/dtk)
Perhitungan Prosentasi Pengendapan

perhitungan prosentase pengendapan ini bertujuan untuk


mengetahui kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsih
untuk mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air
limpasan tambang. Untuk perhitungan, diperlukan data-data antara lain
(%) padatan dan persen (%) air yang terkandung dalam lumpur
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap dengan
kecepan (V) sejauh (h) adalah:
tv
= hV(detik) ………………….......................
(3.25)
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan
dengan kecepatan (Vh) adalah:
Vh
= QtotalA ………………….......................
(3.26)
Th
= PVh (detik) ………………….......................
(3.27)
Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap
dengan baik jika (tv) tidak lebih besar dari (th).
Persentase pengendapan = th(th+tv) x
100% ……………..................... (3.28)

http://syaiful049.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai