Kelompok 1
UNIVERSITAS INDONESIA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahasa Belanda di Sekolah Ambtenaar di Hindia Belanda pada Abad XIX
Abad XIX merupakan titik awal berkembangnya pendidikan yang merata bagi rakyat
Hindia Belanda. Pada masa ini, pemerintah kolonial mulai menyadari betapa pentingnya
bahasa bagi persatuan dan kesetiaan penduduk untuk takluk pada pemerintah kolonial1.
1
Kees Groeneboer dalam tulisannya Weg tot het Westen; Het Nederlands voor Indie 1600-1950; Een
taalpolitiek geschiedenis pada tahun 1993 yang diterjemahkan oleh Drs. Christina Suprihatin
2
Sebutan untuk bahasa ibu dari ayah yang berasal dari Belanda.
2
Setelah ELS didirikan, pemerintah memegang peran aktif untuk menyusun buku
pelajaran. Pemerintah Hindia Belanda menetapkan dua metode utama pengajaran bahasa
Belanda, yaitu Metode Prinsen3 yang diciptakan oleh PJ. Prinsen dan Metode Bouman4 yang
diciptakan oleh H. Bouman. Dalam proses belajar mengajar, pembelajaran Metode Prinsen
sangat populer pada paruh awal abad XIX. Sementara itu, di paruh akhir abad XIX, Metode
Bouman lebih mendominasi walaupun Metode Prinsen juga masih diminati. Beberapa buku
paket juga diterbitkan untuk mendukung pengajaran kedua metode ini. Leefels ten dienste der
scholen in Nederlandsche Indie (Buku-buku pelajaran membaca untuk keperluan
sekolah-sekolah di Hindia Belanda) karya A.C. Oediman yang terbit pada tahun 1839 itu
merupakan salah satu contoh buku paket yang bersumber pada Metode Prinsen.
3
Metode pendidikan yang mengganti pembacaan ejaan lama dengan bunyi atau suara.
4
Metode pendidikan yang mempelajari bunyi melalui pengamatan.
5
Sekolah yang dikelola oleh bekas sultan Cirebon dan diperuntukkan bagi gadis dari keluarga tidak mampu
berusia di bawah 12 tahun. Sekolah dengan lama belajar selama 4 tahun ini mengajarkan tata cara membaca dan
menulis secara sederhana dalam bahasa Melayu dan menari serta menyanyi.
6
Makmur, Djohan, dkk. Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta: CV. Manggala Bakti,
1993, hal. 58.
7
idem, hal. 58.
8
Artinya pencerahan dalam bahasa Jerman. Paham ini bercirikan dengan kepercayaan pada nalar, akal sehat,
sifat baik manusia dan perikemanusiaan.
3
mengalami perkembangan yang signifikan ketika berada di bawah kekuasaan Raffles. Pada
akhirnya, masa peralihan dua kekuasaan pemerintah itu berimbas besar pada perkembangan
pendidikan dan bahasa Belanda di Hindia Belanda. Keduanya berjalan lambat dan
dikesampingkan untuk memenuhi agenda kerja pemerintah lainnya.
4
pada murid-murid ELS untuk mempersiapkan mereka menjadi pegawai rendahan atau
melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.
9
Pendidikan HBS yang memakan waktu selama 5 tahun diperuntukkan anak didik yang ingin melanjutkan ke
tingkat universitas, sementara 3 tahun untuk melanjutkan ke sekolah Pendidikan Perwira, Pegawai Negeri atau
Akademi Perdagangan.
5
Indlansch School memang dikhususkan untuk anak-anak golongan bumiputra yang memiliki
pengetahuan minim mengenai bahasa Belanda. Sehingga kegiatan belajar mengajar
menggunakan bahasa Melayu sebagai pengantarnya dan bahasa Belanda sebagai pelajaran
bahasa asing yang wajib dikuasai. Sekolah ini terbagi menjadi dua kelas sekolah berdasarkan
lokasi sekolah, lama pendidikan, anak didik dan sasaran pekerjaan tamatannya. Pembagian
sekolah ini, yaitu:
a. Indlansch School der Eerste Klasse
Sekolah kelas ini didirikan di pusat kota dengan lama waktu pendidikan selama tiga
tahun. Anak didik sekolah ini terdiri dari anak-anak golongan elit setempat yang kemudian
setelah lulus diharapkan menjadi seorang pegawai administrasi.
b. Indlansch School der Tweede Klasse
Sekolah ini didirikan di daerah terpencil atau kota-kota di pelosok dan kebanyakan
muridnya berasal dari kalangan rakyat biasa. Mereka harus menempuh waktu pendidikan
selama 5 tahun agar kelak ketika lulus, dapat bekerja di kantor pemerintahan dan menjabat
sebagai pegawai rendahan.
Lulusan Hoofdenschool d iharapkan mampu dan mau menjalin kerja sama dengan pemerintah kolonial di
10
2.2 Bahasa Belanda di Sekolah Dokter Djawa di Hindia Belanda pada Abad XIX
Pada paruh abad XIX, wabah penyakit cacar dan kolera menyerang masyarakat di
daerah Banyumas dengan tenaga kedokteran yang masih sangat kurang. Kejadian yang cukup
membahayakan ini menggugah semangat dari salah satu dokter Hindia Belanda, dokter
Willem Bosch11, untuk mengadakan kegiatan mengenai pendidikan kesehatan bagi seluruh
masyarakat di Banyumas. Namun, keinginannya harus kandas akibat hambatan yang sangat
berpengaruh, yaitu berbahasa. Kemampuan sebagian besar masyarakat Banyumas masih
kurang dalam memahami bahasa Jawa, terlebih bahasa Belanda. Oleh karena itu, dokter W.
Bosch mengusulkan pertemuan untuk membahas tentang rencana pengajaran kesehatan bagi
para pemuda bumiputra yang nantinya akan menjadi vaccinateur12. Pemerintah Belanda
kemudian menyetujui karena mendidik tenaga lokal akan jauh lebih efektif dan murah
daripada mendatangkan dokter-dokter dari Belanda.
Pada 2 Januari 1849, Surat Keputusan Gubernemen No. 22 dikeluarkan dan berisi
tentang pendirian Sekolah Dokter Djawa yang kemudian dibuka dua tahun setelahnya pada
tahun 1951. Sekolah ini merupakan sekolah pendidikan kedokteran pertama Hindia Belanda
yang pengajarannya dilakukan di Rumah Sakit Militer yang terletak di Weltevreden13. Tujuan
pengajaran dari Sekolah Dokter Djawa adalah untuk mendidik para pemuda14 dari kalangan
priyayi yang akan dipekerjakan sebagai vaksinator juga asisten dokter Belanda. Peraturan
11
Dokter Willem Bosch merupakan Kepala Jawatan Kesehatan pada masanya.
12
Diambil dari Bahasa Belanda. Memiliki arti mantri cacar dalam konteks ini.
13
Weltevreden merupakan sebuah nama tempat yang terletak di Batavia. Weltevreden ditetapkan menjadi
satu-satunya tempat Sekolah Dokter Djawa setelah menghilangkan dua sekolah di Semarang dan Surabaya.
14
Pemuda asal Jawa dengan kisaran umur 14 sampai dengan 18 tahun.
7
sekolah yang masih diskriminatif terhadap masyarakat bumiputra membatasi siswa yang
terpilih untuk mendapatkan pendidikan di sekolah15. Syarat masuk hanya sebatas berasal dari
kalangan elit dari suku Jawa dan yang bisa berbahasa Melayu saja. Pengajaran ini dilakukan
oleh pimpinan yayasan Rumah Sakit Militer, yaitu dokter P. Bleeker, dengan masa
pendidikan selama dua tahun dengan tujuh belas mata pelajaran, di antaranya ilmu hitung,
ilmu ukur, ilmu faal, ilmu pengetahuan mengenai bedah dan bahasa Belanda. Lalu pada 5
Juni 1853, keluar Surat Keputusan Gubernemen No. 10 yang menetapkan bahwa lulusan dari
sekolah ini akan mendapatkan gelar “Dokter Jawa”.
Para lulusan hasil dari pendidikan selama dua tahun masih dianggap tidak mumpuni
untuk dijadikan vaccinateur menurut pemerintah Hindia Belanda. Masa pendidikan dianggap
terlalu cepat, kemampuan di bidang kesehatan juga komunikasi menjadi bukti dari
ketidaksiapan mereka. Oleh karena itu, siswa yang mendaftar di Sekolah Dokter Djawa pada
tahun-tahun berikutnya mendapatkan masa pendidikan yang jauh lebih lama menjadi tujuh
tahun. Syarat masuk pun menjadi berat karena siswa yang diterima sudah harus bisa
membaca dan menulis bahasa Melayu dalam aksara latin. Mata pelajaran ditambah menjadi
dua puluh tujuh dengan bahasa Belanda yang dijadikan bahasa pengantar pada tahun 1875.
Masa pendidikan yang berlangsung selama tujuh tahun ini terbagi menjadi dua bagian, dua
tahun pertama untuk persiapan belajar bahasa Belanda dan lima tahun berikutnya untuk
memfokuskan keahlian sebagai dokter. Perubahan ini menyebabkan banyaknya siswa yang
terpaksa harus dikeluarkan karena ketidakmampuannya berbahasa Belanda, sehingga hanya
tamatan Europeesche Lagere School yang diterima di sekolah ini.
Sekolah Dokter Djawa kemudian mengalami reorganisasi dan beberapa kali
mengubah kurikulumnya. Hingga pada tahun 1889, Sekolah Dokter Djawa berakhir ditandai
dengan munculnya School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA atau Sekolah
Dokter Pribumi). Sekolah dokter yang baru ini menerima siswa dari seluruh Hindia Belanda
dengan surat perjanjian yang berisi kesediaan untuk bekerja bersama pemerintah selama
sepuluh tahun ketika telah lulus. Masa pendidikan bertambah menjadi sepuluh tahun dengan
tiga tahun persiapan bahasa Belanda dan tujuh tahun mempelajari berbagai mata pelajaran
yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan menggunakan bahasa Belanda sebagai
pengantarnya. Akan tetapi, mereka juga diizinkan untuk menolak dengan syarat membayar
ganti rugi biaya selama sepuluh tahun pendidikannya. Lulusan dari STOVIA akan
15
Siswa yang mendapat pendidikan kesehatan di Sekolah Dokter Djawa hanya berjumlah 30 orang.
8
mendapatkan gelar Indlandsche Artsen (Dokter Pribumi), dengan wewenang untuk
mempraktekkan ilmu kedokteran secara keseluruhan termasuk kebidanan. Penyempurnaan
terakhir yang dilakukan pada tahun 1913 membuat gelar ikut berubah menjadi Indische
Artsen (Dokter Hindia Belanda).
Pada tahun yang sama, sekolah dokter ke-dua didirikan di Surabaya dengan nama
Nederlansch Indische Artsen School (NIAS) dengan tujuan agar dapat langsung menghasilkan
lulusan yang dapat bekerja di desa dengan pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam melakukan proses belajar mengajar, kurikulum NIAS disamakan dengan kurikulum
STOVIA dengan masa pendidikan yang juga selama sepuluh tahun. Siswa yang diterima
NIAS lebih luas lagi karena selain hanya lulusan ELS16, terbuka juga untuk semua etnis dan
golongan, seperti pribumi, Arab dan Tionghoa.
Tahun 1919, dokter Hulskoff memimpin rumah sakit yang baru didirikan dengan
nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting di wilayah Weltevreden17. Rumah sakit ini
dijadikan tempat praktek bagi para siswa STOVIA dengan fasilitas yang lebih baik dan
lengkap. Setelah mengganti namanya beberapa kali, sejak 17 Agustus 1964, rumah sakit ini
resmi ditetapkan menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Penerapan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah tinggi
memberikan pengaruh yang baik pada kalangan bumiputra. Setelah fasih dalam berbahasa,
mereka juga dapat bekerja sesuai dengan prosedur atau bahkan melanjutkan sekolahnya di
negeri Belanda. Namun, hal ini juga menjadi bumerang bagi pemerintah Belanda. Pemuda
bumiputra memiliki semangat juang yang tinggi sehingga pembekalan mengenai bahasa
Belanda yang diterimanya digunakan sebagai alat untuk melakukan perlawanan terhadap
Belanda sebagai penjajahnya.
2.3 Dampak Berdirinya Sekolah-sekolah Ambtenaar dan Dokter Djawa di Hindia Belanda
pada Abad XIX
2.3.1 Bahasa Belanda
Bahasa Belanda pada saat itu belum begitu berkembang dengan luas, dikarenakan
hanya kaum-kaum tertentu saja yang bisa mempelajari bahasa Belanda seperti kaum
16
adalah singkatan dari Europeesche Lagere School, y ang merupakan sekolah dasar bagi
ELS
para anak keturunan Belanda.
17
Kawasan ini sekarang berada di sekitar Pasar Baru, Senen dan Salemba.
9
bangsawan atau kaum elite yang dapat mempelajarinya. Pada saat itu rata-rata sekolah
menggunakan bahasa pengantar, yaitu Belanda. Sedangkan untuk sekolah kaum bumiputra
tidak menggunakan bahasa Belanda, namun sekolah untuk kaum bumiputra menggunakan
bahasa Melayu. Pada saat itu juga bahasa Belanda dianggap sebagai alat untuk dapat meraih
kedudukan yang lebih tinggi dan alat untuk mendapat jalan ke peradaban Barat.
10
mengambil bagian di kancah pergerakan nasional, Rivai merupakan perintis pembentukan
Indische Partij di wilayah Sumatera.
11
(korektor kepala) karena memiliki kemampuan bahasa Belanda yang baik. Pada tahun 1913,
ia keluar dari De Prianger Bode dan mulai tertarik dengan hal politik, kemudian ia masuk ke
Serikat Islam (SI). Pada tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan SI ke negeri Belanda untuk
mempropagandakan Comite Indie Weerbaar (Panitia Pertahanan Hindia).
Di Belanda dia membicarakan masalah pertahanan bagi Indonesia sehubungan dengan
terjadinya Perang Dunia I. Selain itu, ia mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda agar di
Indonesia didirikan sekolah teknik. Beberapa tahun kemudian di Bandung didirikan
Technische Hooge School (sekarang merupakan Institut Teknologi Bandung).
2. Soewardi Soerjaningrat
Soewardi Soerjaningrat merupakan lulusan dari s pernah bersekolah di STOVIA,
tetapi tidak sampai selesai dikarenakan soewardi sakit. Soewardi mahir berbahasa Belanda
dibuktikan dengan menulis karangan berbahasa Belanda “Als ik eens Nederlander was”
(Seandainya saya seorang Belanda). Tulisan ini sangat tajam dan menyindir kolonial
Belanda, pemerintah kolonial terhina oleh kefasihan intelektual bumiputra memamerkan
bahasa Belanda, namun mengandung politik di negeri jajahan.
Soewardi dan Tjipto berpendapat bahwa bahasa milik penjajah bisa digunakan untuk
menghina penjajah. Pesona itu terus berlanjut melalui pengajaran bahasa Belanda di
sekolah-sekolah. Kaum bumiputra perlahan menggandrungi bahasa Belanda, mempelajari
dan menggunakannya dalam urusan politik, ekonomi, pendidikan dan seni. Bahasa Belanda
turut mengantar kaum bumiputra menjadi modernitas.
Soewardi juga terlibat aktif dalam Kongres Pengajaran Kolonial yang diadakan di
Den Haag. Ia ikut menjadi salah satu pembicara dalam kongres yang membahas soal
pengajaran di Hindia untuk bumiputra. Soewardi menyatakan untuk menjadikan bahasa
Melayu sebagai bahasa pergaulan dan pengajaran di tingkat dasar. Sedangkan bahasa Belanda
digunakan pada tingkat sekolah lanjutan. Soewardi mengatakan bahwa berjuang di negeri
Belanda tidak efisien, pendidikan di negeri Belanda harus dimanfaatkan untuk
mempersiapkan senjata bagi perjuangan di tanah air.
2.3.4 Dampak berdirinya sekolah Ambtenaar dan Dokter Jawa bagi Rakyat Indonesia:
Dampak dari diberdirikannya sekolah Ambtenaar dan Dokter Jawa adalah Rakyat
Indonesia mendapatkan kesempatan untuk mengenyam bangku pendidikan, walaupun hanya
12
dikalangan tertentu saja. Banyak munculnya kaum terpelajar atau kaum cendikiawan, banyak
para pemuda yang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke negeri Belanda,
setelah pulang dari Belanda mereka mendirikan perkumpulan-perkumpulan yang menuntut
tercapainya kemerdekaan. Munculnya pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Indische
Vereeniging (Perhimpunan Indonesia), dan Serikat Islam. Wakil-wakil dari pergerakan inilah
yang kemudian akan tampil dikancah politik Hindia-Belanda, serta menempatkan fungsinya
untuk menyalurkan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.
13
BAB III
KESIMPULAN
1. Dalam proses pengajaran di sekolah-sekolah Ambtenaar dan Dokter Jawa pada abad
XIX bahasa Belanda memegang peranan penting sebagai sebuah penghubung ilmu
pengetahuan terhadap dunia Barat. Ilmu-ilmu kejuruan yang dibutuhkan untuk
mendidik kaum bumiputra disalurkan ke Indonesia menggunakan bahasa Belanda.
3. Bahasa Belanda pada saat itu banyak dipelajari oleh kaum terpelajar. Pada saat itu
juga bahasa Belanda dianggap sebagai alat untuk dapat meraih kedudukan yang lebih
tinggi dan alat untuk mendapat jalan ke peradaban Barat. Bagi para pemuda bahasa
Belanda merupakan taktik, strategi dan bahkan menjadi senjata itu sendiri untuk
melawan Belanda.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dzulfia, Z. (2017, Mei 02). Soewardi Soerjaningrat dan Esai yang Membakar Pembesar
Kolonial. Retrieved September 26, 2018, from
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/05/02/soewardi-dan-esai-yang-membakar-pem
besar-kolonial
Groeneboer, Kees. Politik Bahasa pada Masa Hindia Belanda volume 1 No. 1 tahun 1999.
Makmur, Djohan, dkk. Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta: CV.
Manggala Bakti, 1993.
Raditya, I. N. (2017, Oktober 20). Abdul Rivai, Agen Ganda Pribumi-Belanda. Retrieved
September 26, 2018, from Tirto: www.tirto.id/abdul-rivai-agen-ganda0pribumi-belanda-cyEZ
Raditya, I. N. (2017, Juni 17). Sepak Terjang Abdoel Moeis yang Anti-komunis. Retrieved
September 27, 2018, from
https;//tirto.id/sepak-terjang-abdoel-moeis-yang-anti-komunis-cqTB
15