Anda di halaman 1dari 2

Gerakan Transformasi Ki Hajar Dewantara Dalam Memajukan Pendidikan Indonesia

Pendidikan pada masa kolonial

Pendidikan merupakan fondasi penting dalam membangun peradaban suatu bangsa.


Pendidikan pada zaman Belanda bisa dikatakan merupakan pondasi berbagai sistem yang
berlaku di Indonesia. Perkembangan pendidikan di Indonesia menjadi lebih progresif ketika
memasuki tahun 1900, yakni era Ratu Juliana berkuasa di kerajaan Belanda. Van Deventer
yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda menerapkan politik etis (Etische
Politiek) pada tahun 1899 dengan motto “de Eereschuld” (hutang kehormatan) Secara umum,
sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik
Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan
pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS,
VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum
(MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.

Pendidikan pada masa penjajahan Belanda pada awalnya hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bangsa Belanda di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya pendidikan
digunakan sebagai alat penjajah untuk mencetak tenaga kerja murah atau pegawai rendahan
yang sangat diperlukan untuk perusahaan-perusahaan Belanda. Sedangkan dalam hal karier
orang pribumi dihambat ketika masuk dunia kerja, baik di swasta maupun pemerintahan.
Karena banyak pribumi yang masuk HIS atau ELS di usia lebih dari 7 tahun alias telat
sekolah, maka kesempatan kerja lulusan SMA pribumi berkurang.

Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemeirntah kolonial Belanda berdasarkan garis warna
dan diskriminasi. Prinsip ini dibedakan pada jenis dan tingkatan berdasarkan pembagian
golongan masyarakat kolonial yaitu, golongan Eropa, golongan Timur Asing (Cina dan
Arab), dan golongan pribumi. Selain itu juga terdapat perbedaan menurut status sosial, yaitu
priyayi dan pribumi pada umumnya. Pemisahan menurut golongan masayarakat dan status
sosial dipertegas dengan penggunaan bahasa pengantar yaitu Bahasa Belanda untuk golongan
Eropa dan elite pribumi, sedangkan Bahasa Melayu untuk golongan pribumi.

Menjelaskan perbedaan pelaksanaan pendidikan pada masa kolonial dan pendidikan


abad 21

Pada abad 21 pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana negara untuk membangun
dan memperkuat fondasi bangsa. Pendidikan merupakan hak segenap warga negara
Indonesia. Hal ini telah dituangkan dalam amanat undang-undang dasar negara republik
Indonesia 1945 pasal 31 terkait pendidikan dan kebudayaan. Lebih lanjut dijelaskan pada
pasal 31 ayat 2 bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
Pada abad 21 pendidikan terbuka untuk semua lapisan masyarakat, tidak ada lagi diskriminasi
atas dasar apapun. Pendidikin diselenggarakan dengan mengedepankan nilai-nilai budaya dan
kekayaan luhur bangsa sebagaimana pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan abad 21 merupakan pendidikan yang menginterasikan antara kecakapan,
pengetahuan, sikap, dan penguasaan teknologi informasi.

Jika pada masa kolonial kecakapan yang diajarkan terbatas, sebaliknya pada abad 21 peserta
didik memiliki sumber belajar yang tidak terbatas untuk mempelajari keterampilan dalam
segala aspek sebanyak-banyaknya. Pada masa kolonial, pendidikan diselenggarakan untuk
menghasilkan tenaga kerja untuk dipekerjakan demi kepentingan penjajah, pada abad 21
pendidikan bertujuan untuk membantu peserta didik agar mereka bisa memperoleh
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, serta menjadi manusia yang merdeka
lahir, batin, dan tenaganya. Pendidikan abad 21 diharapkan dapat mengantarkan siswanya
memiliki kecakapan untuk berpikir dalam tingkat yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai