Anda di halaman 1dari 4

MODEL EVALUASI KIRKPATRICK

Dalam model evaluasi Kirkpatrick, terdapat empat level evaluasi yang menggambarkan urutan
sebuh alur evaluasi program diklat. Setiap level dalam model evaluasi ini sangat penting dan
mempengaruhi level berikutnya. Keempat level evaluasi itu adalah:

1. Reaction
2. Learning
3. Behavior
4. Results

Berikut ini penjelasan tiap level evaluasi tersebut.

1. Reaction

Evaluasi pada level ini mengukur bagaimana peserta diklat bereaksi terhadap diklat yang
diikuti, atau dengan kata lain mengukur kepuasan peserta diklat (customer satisfaction).
Reaksi dimaksud dapat berupa perasaan, pemikiran, dan keinginan peserta tentang
pelaksanaan diklat, narasumber dan lingkungan diklat. Dalam hal ini perlu disusun standar
dan cara pengukuran yang akan digunakan sehingga penilaian oleh peserta dapat
dibandingkan dengan standar. Program diklat dianggap efektif apabila proses diklat yang
diikuti peserta menyenangkan dan memuaskan bagi peserta sehingga mereka tertarik dan
termotivasi untuk belajar, bahkan sangat mungkin peserta akan merekomendasikan diklat
tersebut atau diklat-diklat lain di tempat itu kepada teman-teman di kantornya. Sebaliknya,
apabila proses diklat tidak memuaskan bagi peserta, mereka tidak akan termotivasi untuk
belajar, atau bahkan enggan untuk mengikuti diklat lain di tempat tersebut. Partner (2009)
mengemukakan bahwa the interest, attention, dan motivation of the participants are critical
to the success of any training program, people learn better when they react postively to the
learning environment. Kepuasan peserta diklat tersebut dapat diukur dari kepuasan mereka
terhadap beberapa aspek, misalnya materi yang diberikan, fasilitas yang disediakan,
metode pembelajaran yang digunakan, media pembelajaran yang digunakan, sampai
dengan menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Pengukuran dalam evaluasi ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik kuantitatif maupun kualitatif. Level evaluasi
ini bersifat sangat mendasar dan melibatkan pembelian umpan balik secara langsung dari
peserta diklat. Banyak sekali organisasi menggunakan evaluasi level satu ini sebagai satu-
satunya alat evaluasi mereka. Kekuatan evaluasi level ini adalah kemudahan dalam
mendapatkan informasi. Bagaimanapun, angka kepuasan yang bagus tidak bisa menjamin
pembelajaran yang berhasil dan penerapan selanjutnya dari isi pembelajarn tersebut. Dari
sudut pandang pengajar, adalah penting untuk mendapatkan indeksi kepuasan yang baik
untuk menarik minat peserta baru dan dan untuk menarik peserta lama untuk mengikuti
diklat-diklat lainnya. Juga, jika peserta tidak puas, mereka mungkin tidak akan termotivasi
untuk belajar. Jadi, tingkat kepuasan yang baik tidak bisa menjamin terjadinya
pembelajaran, penilaian yang buruk kemungkinan besar akan menurunkan kemungkinan
terjadinya pembelajaran. Form evaluasi yang ada di lembaga diklat masing-masing bisa
digunakan. Lakukan evaluasi untuk menentukan apakah semua informasi yang relevan
yang dibutuhkan akan diberikan oleh peserta. Pertanyaan-pertanyaan tambahan mungkin
perlu diberikan. Evaluasi ini diberikan segera setelah proses pembelajaran berakhir.

2. Learning

Level ini mengukur proses belajar dalam diklat, yaitu terjadinya transfer pengetahuan
(transfer of learning), dengan kata lain mengukur sejauh mana pembelajaran terjadi.
Beragam teknik dapat digunakan untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran sudah
dicapai. Jenis-jenis penilaian level kedua diantaranya penilaian kinerja, simulasi, studi
kasus, drama, dan latihan-latihan. Juga sangat dimungkinkan untuk mengembangkan pre-
test dan post-test untuk mengukur evaluasi level ini untuk meihat apakah peserta
menunjukkan penguasaan yang sebenarnya terhadap topik pembelajaran sebelum dan
setelah mengikuti pelajaran. Hasil tes ini dapat dikuantifikasi seperti halnya menggunakan
t-test. T-test yaitu sebuah tes statistik yang digunakan untuk menentukan apakah
serangkaian hasil tes signifikan secara statistik. Tapi harus diingat bahwa meskipun peserta
sudah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diajarkan dalam diklat, tetap
tidak ada jaminan bahwa hal tersebut akan diaplikasikan dalam pekerjaan.

3. Behavior Evaluasi

Level tiga bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan
diterapkan dalam pekerjaan. Evaluasi level ini tidak bisa dilakukan sebelum evaluasi level
pertama dan level kedua dilakukan. Bahkan ketika indeks kepuasan sangat bagus dan tujuan
pembelajarn terpenuhi atau tercapai, transfer pengetahuan menjadi perilaku mungkin saja
tidak terjadi.
Pengukuran pada level ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan: Apabila peserta telah
selesai mengikuti diklat, perubahan perilaku apa yang terjadi? Perubahan perilaku dapat
langsung terjadi begitu selesai diklat karena ada kesempatan untuk itu, tetapi bisa juga tidak
terjadi karena tidak pernah ada kesempatan.

Kirkpatrick mencatat ada empat kondisi yang harus dipenuhi agar perubahan perilaku bisa
terjadi:

1) Peserta harus mempunyai keinginan dari dalam dirinya untuk berubah


2) Peserta harus tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya
3) Peserta harus bekerja dalam iklim kerja yang mendukung
4) Peserta harus diapresiasi perubahan yang dilakukannya. Syarat ketiga yaitu iklim yang
mendukung, berkaitan dengan lingkungan kerja peserta diklat.

Agar transfer pengetahuan dan keterampilan menjadi perilaku bisa terjadi, lingkungan juga
harus mendukung terjadinya perubahan tersebut. Penerapan model evaluasi Kirkpatrick
menunjukkan bahwa, pada tahap implementasi, lingkungan di mana peserta diklat bekerja
sehari-hari lebih berpengaruh daripada pembelajaran itu sendiri. Beberapa hambatan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam pekerjaan antara lain:

1) Kurangnya kesempatan untuk mempraktikkan hasil pembelajaran


2) Kurangnya kapasitas personal untuk menerapkan hasil pembelajaran
3) Keyakinan bahwa usaha yang dilakukan tidak akan mengubah kinerja menjadi lebih
baik
4) Keyakinan bahwa kinerja yang diinginkan akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut
oleh peserta
5) Sejauh mana atasan secara aktif menghambat penggunaan pengetahuan dan
keterampilan baru
6) Dukungan atau resistensi dari rekan kerja ketika menggunakan pendekatan-pendekatan
baru.

Syarat keempat, yaitu apresiasi atau penghargaan terhadap perubahan, dapat bersifat instrinsik
dan ekstrinsik. Penghargaan instrinsik adalah kepuasan psikologis yang diperoleh individu dari
pekerjaannya. Ketika seseorang dihargai secara instinsik, dia akan lebih bersemangat dan
bertekad untuk bekerja dengan lebih baik. Penghargaan ekstrinsik adalah imbalan ekonomis
yang diterima dari orang lain, misalnya kenaikan gaji, pemberian bonus, dan imbalan lainnya.
Banyak organisasi menghindari evaluasi level ketiga karena menghabiskan waktu, menambah
biaya dalam proses diklat dan pengembangannya, dan seringkali kacau. Evaluasi level tiga
dapat dilakukan dengan beragam cara, antara lain dengan melakukan survey terhadap atasan
alumni diklat. Survey bisa dilakukan melalui email, telepon, surat, atau sarana lainnya. Atau
bisa juga dilakukan dengan survey atau wawancara 360 derajat, yaitu kepada alumni diklat,
atasan alumni diklat, rekan kerja, dan bawahan (jika ada), atau orang lain yang mengetahui
perilaku alumni diklat, apakah ada perubahan perilaku setelah mengikuti diklat.

4. Results

Results dapat diartikan sebagai hasil akhir yang terjadi setelah peserta mengikuti diklat. Hasil
akhir bisa berupa kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan tingkat
kesalahan, penurunan angka kecelakaan kerja, kenaikan keuntungan, dan sebagainya.
Mengenali hasil akhir program diklat penting, sebagai alasan untuk membuat program diklat
tersebut. Oleh karena itu, hasil akhir dari setiap program diklat sebaiknya dicantumkan dalam
Kerangka Acuan Program (KAP). Pada tahap ini, apabila memungkinkan, ada data target
sebelum diklat dan setelah diklat. Memang banyak program diklat yang hasil akhirnya tidak
dapat dinilai dengan satuan uang, tetapi tetap dapat diketahui hasil akhir tersebut secara
kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai