Anda di halaman 1dari 24

PANDUAN

TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF


UPTD PUSKESMAS WIRADESA

DINAS KESEHATAN KABUPATEN PEKALONGAN


BAB I
DEFINISI

Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seorang individu


(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dengan lambang kata-kata) untuk
merubah tingkah laku orang lain.
Komunikasi efektif adalah proses komunikasi yang baik dan berdampak sesuai dengan
yang diinginkan komunikator. Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan
oleh komunikator sesuai dengan pengalaman yang pernah diperoleh komunikan.
Komunikasi harus dilaksanakan dengan terencana, terpola, efektif dan sistematis agar
terhindar dari kesalahpahaman yang dapat menimbulkan masalah, seperti ketidakpuasan
pelanggan yang akan mengakibatkan terjadinya permasalahan hukum.
Komunikasi dengan pasien ataupun keluarga pasien harus dibangun dengan baik
sesering mungkin agar dapat membantu proses penyembuhan. Keluarga pasien pun perlu
diberi edukasi agar mengetahui hal-hal yang terkait dengan kesehatan sehingga secara
tidak langsung UPTD Puskesmas Wiradesa dapat membantu menciptakan masyarakat
yang sehat.
Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik dan berdampak efektif, maka seluruh
karyawan di UPTD Puskesmas Wiradesa harus memiliki nilai-nilai etika berkomunikasi
diantaranya jujur, terbuka, terpercaya, sopan, transparan, empati, dan memotivasi.Yang
bertujuan Memberikan panduan teknis bagi pelaksana serta pimpinan tentang tata cara
berkomunikasi yang efektif di UPTD Puskesmas Wiradesa , sebagai bahan acuan dalam
mengembangkan sistem pengumpulan data / informasi / pesan sesuai dengan kondisi
masing – masing unit kerja dan menyampaikannya dengan baik kepada komunikan,
menciptakan sistem komunikasi yang cepat, tepat, berkelanjutan, up to date dan dapat
dipercaya agar efektif serta berdampak pada kepuasan pelanggan.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup
1. Komunikasi antar pegawai UPTD Puskesmas Wiradesa di setiap unit kerja.
2. Komunikasi kepada pasien.
3. Komunikasi kepada keluarga pasien.
4. Komunikasi kepada masyarakat yang ada di rumah sakit.
5. Komunikasi dalam penerbitkan majalah, bulletin dan atau newsletter.
6. Komunikasi pada media online seperti seperti Website, House Journal online, akun
media sosial, dan lain sebagainya.
7. Komunikasi kepada pers.
8. Komunikasi kepada stakeholder (pihak-pihak yang memiliki kepentingan seperti
LSM, organisasi masyarakat, rekanan, kolega, dan instansi lain).
9. Komunikasi kepada pemerintah.
B. Batasan Operasional
1. Komunikasi adalah sebagai proses dimana seorang individu (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dengan lambang kata-kata) untuk merubah
tingkah laku orang lain.
2. Komunikasi efektif adalah proses komunikasi yang baik dan berdampak sesuai
dengan yang diinginkan komunikator.
3. Komunikator (sender) adalah orang yang melakukan komunikasi dengan orang
lain untuk mengirimkan suatu pesan/informasi kepada orang lain yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak.
4. Komunikan (receiver) adalah orang yang menerima pesan/informasi dari
komunikator.
5. Pesan (message) adalah informasi yang disampaikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dari komunikator ke komunikan.
6. Media (channel) adalah alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke
komunikan.

BAB III
TATA LAKSANA KOMUNIKASI

A. Proses Komunikasi
Proses komunikasi secara umum digambarkan sebagai berikut :
1. Proses pernyataan pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
2. Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu,
atau untuk merubah sikap, pendapat, perilaku, baik secara langsung atau tidak
langsung.
3. Proses dimana seseorang (komunikator) mengatakan sesuatu (pesan) kepada
seseorang (komunikan), menggunakan saluran tertentu (media) dan dengan efek
tertentu (feedback).
4. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan
seseorang kepada orang lain yang secara langsung mampu “menerjemahkan”
pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan.
5. Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
untuk melancarkan komunikasi karena komunikan sebagai sasarannya berada di
tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.

B. Teknik Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan
sikap (attitude change) atau perubahan perilaku (behavior change) atau setidaknya
perubahan opini (opinion change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Dalam
komunikasi efektif, proses penyampaian informasi harus tepat waktu, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahpahaman.
Proses komunikasi efektif adalah sebagai berikut :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara
lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan.
2. Isi pesan dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh penerima pesan.
3. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.
Lima fondasi membangun komunikasi efektif yaitu :
 Berusaha benar-benar mengerti orang lain (emphatetic communication).
 Memenuhi komitmen / janji.
 Menjelaskan harapan.
 Meminta maaf dengan tulus ketika membuat kesalahan.
 Memperlihatkan integritas pribadi

Faktor-faktor penunjang komunikasi efektif adalah :


a. Faktor komunikan
Seseorang atau sekelompok orang dapat menerima pesan dengan baik, jika berada
dalam kondisi sebagai berikut :
1) Mengerti pesan yang disampaikan, baik itu dari bahasa, dialek dan gaya
bahasa jika diperlukan gunakan bahasa daerah
2) Menyadari bahwa keputusan sesuai dengan tujuan dan bersangkutan dengan
kepentingan pribadinya.
3) Waktu / timing menerima suatu pesan harus tepat.
4) Sikap, nilai, penampilan harus sesuai dengan norma komunikan.
5) Jenis kelompok komunikan harus diperhatikan.

b. Faktor komunikator
Terdapat dua faktor penting pada diri komunikator agar komunikasi berjalan
efektif yaitu :
1) Kepercayaan pada komunikator (source credibility)
Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat
tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang
besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap. Dengan lebih dikenal
dan disenanginya komunikator oleh komunikan maka lebih besar
kecenderungan komunikan untuk merubah sikap sesuai dengan yang
diinginkan komunikator
2) Daya tarik komunikator (source attractiveness)
Seorang komunikator juga akan mempunyai kemampuan merubah sikap
komunikan dengan menonjolkan atau menampilkan daya tariknya. Misalnya
komunikator menonjolkan kesamaan dirinya dengan komunikan, bersenda
gurau sesuai dengan nilai komunikan, menggiring komunikan ke arah opini
yang sama dan memuaskan sehingga komunikator meraih simpati
komunikan. Kesamaan yang dapat dibangun seperti kesamaan ideologi dan
kesamaan demografi.
Kemampuan yang tidak kalah penting adalah kemampuan membaca
pikiran / memahami kepentingannya, kebutuhannya, kecakapannya,
pengalamannya, kemampuan berpikirnya, kesulitannya, dan sebagainya.

c. Faktor pesan
1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyajikan/
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4) Pesan harus menyarankan sesuatu untuk memperoleh kebutuhan sesuai situasi
kelompok komunikan dalam memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Hambatan komunikasi diantaranya adalah :


a. Gangguan (barrier)
Menurut sifatnya, gangguan komunikasi terbagi kedalam dua jenis, yaitu
gangguan mekanik dan gangguan semantik. Gangguan mekanik yaitu gangguan
yang disebabkan oleh saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
Contohnya adalah gangguan suara ganda (interferensi) pesawat radio, kebisingan
kendaraan di jalan raya. Gangguan semantik yaitu gangguan yang berkaitan
dengan makna dari pesan tersebut, biasanya ditimbulkan saat penggunaan bahasa.
Contohnya secara denotatif semua orang akan setuju, bahwa anjing adalah
binatang berbulu, berkaki empat. Secara konotatif banyak yang menganggap
anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan. Tetapi
untuk sebagian lainnya, perkataan anjing mengkonotasikan binatang yang
menakutkan dan berbahaya.

b. Kepentingan
Kepentingan akan membuat orang selektif dalam menerima pesan. Seseorang
yang sedang tersesat di hutan dan beberapa hari tidak menemukan makanan
sedikit pun, dan diberi pilihan berlian dan makanan, maka seseorang tersebut
dipastikan akan memilih makanan.
Contoh lain, memberi materi mengenai operasi tulang tidak akan efektif,
tetapi jika memberi materi mengenai perawatan luka dan gizi seimbang bagi
keluarga yang sedang menunggu pasien pasca operasi barangkali akan lebih
efektif.

c. Motivasi Terpendam
Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan
keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Motivasi seseorang berbeda dari waktu
ke waktu, dari tempat ke tempat. Perbedaan motivasi itu yang dapat menjadi
hambatan komunikasi.
Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi maka semakin besar pesan akan
diterima dengan baik. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu
komunikasi yang motivasinya tak sesuai dengan komunikan.

d. Prasangka
Prasangka merupakan suatu hambatan berat bagi kegiatan komunikasi karena
orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan
menentang komunikator yang hendak memberikan komunikasi. Contohnya
prasangka terhadap suatu ras, agama, pendirian politik, kelompok, pendek kata
perangsang yang dalam pengalaman pernah memberi kesan yang tidak baik.
Contohnya seorang politikus yang di suatu tempat mengemukakan suatu
analisis yang ternyata meleset akan ditanggapi dengan penuh prasangka apabila ia
kembali berpidato di tempat tersebut.

C. Macam-macam teknik komunikasi efektif diantaranya adalah :


1. Teknik Komunikasi Efektif Antar pribadi
Komunikasi antarpribadi adalah suatu proses pengiriman pesan antara dua
orang atau kelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika.
Komunikasi antarpribadi terjadi secara dialog dan memungkinkan terjadi
feedback dan interaksi secara langsung dari komunikan. Dibandingkan dengan
bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam
kegiatan mengubah opini, kepercayaan, sikap, dan perilaku komunikan.
Dalam komunikasi antarpribadi, komunikasi efektif tercapai bila terjadi
kesamaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
Komunikasi efektif antar pribadi mempunyai 5 ciri yaitu :
a. Keterbukaan.
b. Empati.
c. Dukungan.
d. Rasa positif.
e. Kesetaraan.

Kiat sukses berkomunikasi :


a. Kenali dengan baik lawan bicara.
b. Jangan terlalu banyak bicara dan kurang mendengar.
c. Jangan merasa dan memperlihatkan bahwa kita lebih tahu daripada lawan kita
bicara.
d. Kenali betul diri sendiri dan kemampuan diri sendiri

Yah..benar Dikomfirmasikan Jadi isi pesannya ini yah pak …

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

2. Teknik Komunikasi Efektif Antara Dokter dan Pasien


Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara
efisien, dengan tujuan utama komunikasi dalam penyampaian informasi atau
pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerjasama antara
dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non-verbal
menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang dan
kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk
mengatasi permasalahannya.
Dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan :
a. Disease centered communication style atau doctor centered communication
style yaitu komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha
menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai
tanda dan gejala-gejala.
b. Illness centered communication style atau patient centered communication style yaitu
komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya,
harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta
o
Kiat komunikasi dalam menyampaikan informasi menurut Konsil Kedokteran
Indonesia yaitu :
 Tanyakan, apakah ada yang dikhawatirkannya.
 Gunakan bahasa yang mudah dimengerti, sesuai tingkat pemahamannya
(usia, latar belakang pendidikan, sosial budaya).
 Tidak dianjurkan memakai bahasa atau menggunakan istilah kedokteran.
Kalaupun harus menggunakannya, beri penjelasan dan padanan katanya
(kalau memang ada).
 Tidak perlu tergesa-gesa dan sekaligus, pemberian informasi harus
dilakukan secara bertahap.
 Jika menyampaikan berita buruk, gunakan kata atau kalimat persiapan atau
pendahuluan, misalnya, “Boleh saya minta waktu untuk menyampaikan
sesuatu?” untuk melihat apakah dia (yang diajak berkomunikasi) siap
mendengar berita tersebut.
 Hindari memakai kata-kata yang bersifat mengancam, seperti “Kalau tidak
melakukan anjuran saya, kalau ada apa-apa jangan datang ke saya”.
 Gunakan kata atau kalimat yang menimbulkan semangat atau
meyakinkannya.
 Ulangi pesan yang penting.
 Pastikan pasien/keluarga mengerti apa yang disampaikan.
 Menanggapi reaksi psikologis yang ada, terlihat dari ucapan atau sikap dan
dengan empati. ”Saya dapat mengerti jika ibu khawatir”.
 Menyimpulkan apa yang telah disampaikan.
 Beri kesempatan pasien/ keluarga untuk bertanya, jangan memonopoli
pembicaraan.
 Berikan nomor telpon yang bisa dihubungi jika sewaktu-waktu diperlukan.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri
dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan
berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang
Emphatic Communicationin Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan
betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati
disusun dalam batasan definisi berikut :
1) Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien
(aphysician cognitive capacity to understand patient’s needs)
2) Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an
affectivesensitivity to patient’s feelings),
3) Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan
empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to
patient).

3. Teknik Komunikasi Efektif Antara Tenaga Kesehatan


Komunikasi dalam menyampaikan informasi antara tenaga kesehatan
membutuhkan perhatian yang utama. Metode yang digunakan untuk komunikasi
tersebut harus dapat digunakan sebagai komunikasi verbal dan non verbal yang
akurat, jelas dan mudah dipahami sehingga tidak terjadi misinterpretasi yang dapat
berpengaruh terhadap penanganan pasien selanjutnya. Diantaranya adalah :
a. Komunikasi antara dokter umum dengan dokter spesialis (DPJP).
b. Komunikasi antara dokter spesialis(DPJP) dan dokter spesialis terkait.
c. Komunikasi antara dokter dengan perawat.
d. Komunikasi antara perawat / antar petugas Rumah Sakit.

4. Teknik komunikasi efektif di UPTD Puskesmas Wiradesa adalah :


a. Teknik TBK (Tulis, Baca dan Konfirmasi)
1) Perintas harus di catat / di tulis secara lengkap oleh petugas petugas
kesehatan yaitu meliputi :
 Isi perintah.
 Nama pemberi perintah.
 Nama penerima perintah.
 Tanggal dan jam.
Perintah/ Instruksi baik lisan dan via alat komunikasi atau hasil
pemeriksaan yang disampaikan harus ditulis pada berkas rekam medis.
dikonfirmasi ulang pada saat DPJP Visite instruksi harus dicek kembali oleh
DPJP kemudian ditanda tangani pada kolom cap konfirmasi (stempel “read
back”) dalam waktu 24 jam. Apabila dokter DPJP sedang tidak ada
ditempat maka cap konfirmasi dapat ditanda tangani oleh dokter
pengganti yang ditunjuk oleh dokter DPJP.
2) Baca Perintah/ Instruksi lisan via alat komunikasi/ telepon dan laporan hasil
pemeriksaan di baca ulang/ di eja, waspadai nama-nama obat yang
NORUM/ LASA (Nama Obat Rupa Sama/ Look Like Sound Like) seperti :
- Aminophilin 200 mg – Amitriptyline 25 mg
- Acyclovir 200 mg – Acyclovir 400 mg
Perintah/ Instruksi lisan via alat komunikasi atau hasil pemeriksaan Nama-
nama obat atau tindakan yang tidak jelas akan di eja dengan ejaan alphabet
yang sudah di standarisasi :
3) Konfirmasi ulang Instruksi baik lisan dan via alat komunikasi atau hasil
pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan
hasil pemeriksaan.

b. Teknik SBAR
Perawat/ dokter jaga akan melaporkan kondisi pasien dengan sistem SBAR
( Situasi – Background – Assessment – Rekomendasi) :
 Situasi yaitu : keluhan pasien atau keadaan saat ini yang menjadi
perhatian.
 Background yaitu : tanggal masuk, diagnosa penyakit, obat-obatan yang
telah diberikan.
 Assesment yaitu : hasil pemeriksaan terkini atau penilaian saat ini oleh
provider.
 Rekomendasi yaitu : apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
pasien saat ini.

5. Pelaporan hasil pemeriksaan kritis


1) Proses penyampaian hasil pemeriksaan kritis kepada dokter yang merawat
pasien.
2) Pelaporan hasil kritis adalah proses penyampaian nilai hasil pemeriksaan yang
memerlukan penanganan segera dan harus dilaporkan ke DPJP dalam waktu
kurang dari satu jam.
3) Dokter atau petugas menyampaikan hasil kritis ke DPJP , bila tidak bisa di
hubungi maka petugas menghubungi dokter / perawat di bagian terkait.
4) Dokter / petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat nama lengkap, tanggal
dan waktu.

6. Pelaporan pemeriksaan CITO


1) Proses permintaan dan penyampaian pemeriksaan tes CITO.
2) Pemeriksaan cito adalah pemeriksaan yang harus segera dilakukan dan segera
disampaikan hasilnya, baik hasil normal maupun abnormal misalnya
pemeriksaan analisa gas darah, foto thorak dan lain sebagainya.
7. Alur pelaporan nilai kritis dari penunjang

PETUGAS dr. PENANGGUNG JAWAB


LABORATORIUM LABORATORIUM

RAWAT INAP RAWAT JALAN & UGD


PERAWAT PERAWAT

DPJP / dr. Jaga / Konsulen Jaga DPJP / dr. Poli / Dokter spesialis
8. Mekanisme pelaporan hasil pemeriksaan kritis dan pemeriksaan cito
1) Pada 15 menit pertama : Perawat harus segera melaporkan pada dokter jaga/
IGD.
2) Pada 15 menit kedua : dokter jaga harus melaporkan kepada dokter
Konsulen/dokter yang meminta pemeriksaan.
3) Pada 15 menit ketiga : bila belum berhasil dokter jaga bisa menghubungi
urutan pimpinan sebagai berikut :
- Kepala Komite medik.
- Kepala atau Direktur Rumah Sakit.

D. Teknik Berbicara Efektif


Teknik berbicara yang efektif dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai berbicara.
b. Mengatur volume bicara agar lebih keras dari biasanya. Caranya dengan
mengatur, agar suara dapat didengar oleh jajaran orang yang duduk atau berdiri
paling jauh dari tempat kita berbicara.
c. Menggunakan kata-kata sehari-hari, yang dikenal oleh pendengar. Orang akan
tertarik pada pembicaraan yang menggunakan kata-kata yang akrab ditelinganya
daripada kata-kata yang tidak dimengerti (misalnya istilah-istilah dalam bahasa
asing).
d. Layangkan pandangan ke seluruh pendengar.

E. Teknik Mendengar Efektif


Ada ungkapan yang mengatakan kalau kita ingin didengar orang maka belajarlah
menjadi pendengar yang baik. Mendengar adalah hal yang utama dalam
berkomunikasi, mendengar dengan efektif berarti mendengar untuk mengerti apa yang
dikatakan dibalik pesan.
Prosesnya adalah :
a. Mendengar efektif dengan menangkap ungkapan non verbal sebaik
isyarat/petunjuk verbal. Artinya pada saat mendengarkan dengan efektif penerima
akan mendapatkan umpan balik dengan menguraikan sendiri melalui kata-katanya
tentang pesan yang disampaikan oleh pengirim, dan mengulang kembali dengan
caranya sendiri.
b. Penerima pesan mengecek kembali, yaitu apa yang ada dibalik pesan yang
diterimanya untuk mengerti pesan apa yang sesungguhnya diterima.
c. Gambaran perilaku, ini merupakan gambaran individual yang sangat spesifik,
kegiatan pengamatan kepada orang lain tanpa membuat keputusan atau
generalisasi tentang latar belakang, orangnya atau sifatnya.
Teknik mendengar efektif dapat membantu dan memastikan para komunikator
mempunyai informasi yang akurat. Memastikan bahwa kualitas informasi yang baik
tidak hanya merupakan tantangan dalam komunikasi. Keduanya baik pengirim
maupun penerima ingin memastikan bahwa mereka mempunyai kualitas ketepatan dari
informasi yang benar.
BAB IV
Informasi dan Edukasi Pada Pasien
1. Panduan komunikasi efektif diterapkan kepada:
a. Antar pemberi pelayanan saat memberikan perintah lisan atau melalui telepon.
b. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit kepada
pelanggan.
c. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien.
d. Semua karyawan saat berkomunikasi via telepon dan lisan.
e. Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratorium secara lisan atau
melalui telepon.

2. Pelaksana panduan komunikasi ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas


laboratorium, petugas informasi, pelaksana PKRS, semua karyawan.

3. Ruang lingkup kegiatan pemberian informasi dan edukasi pasien dan keluarga.
a. Pelaksanaan pemberian informasi dan edukasi.
Pemberian informasi dan edukasi dilaksanakan seiring dengan pelayanan
kesehatan yang di berikan :
1) Pelayanan Rawat Jalan, yaitu pemberian edukasi pada pasien dan
keluarga pasien saat mendapatkan pelayanan di rawat jalan/ruang
poliklinik.
2) Pelayanan Rawat Inap, yaitu pemberian edukasi pasien dan keluarga
pasien saat mendapatkan pelayanan di ruang rawat inap, ruang rawat
darurat dan ruang rawat intensif.
3) Pelayanan Penunjang Medik, yaitu pemberian edukasi pasien dan
keluarga saat mendapat pelayanan obat, pelayanan gizi/nutrisi, pelayanan
laboratorium, rehabilitasi medik dan pelayanan penunjang.

Selain pendidikan/edukasi selama pasien di rawat di rumah sakit, guna


membantu pemenuhan kebutuhan kesehatan berkelanjutan dari pasien setelah
keluar rumah sakit, maka dikembangkan pendidikan di luar rumah sakit,
dengan tujuan :
1) Meningkatkan rasa percaya dari pasien karena pendidikan/edukasi di
komunitas tersebut memberi kesempatan untuk bersosialisasi dengan
komunitas orang yang memiliki atau pernah memiliki penyakit yang
sama.
2) Pasien dapat senantiasa atau bahkan melatih teknik-teknik perawatan
sederhana yang dapat diakukan sendiri oleh pasien maupun keluarganya.
3) Pasien dapat ikut mensosialisasikan cara-cara pencegahan terkait dengan
penyakitnya kepada masyarakat luas, sehingga berperan dalam
mengurangi angka kesakitan maupun kematian.
Adapun bentuk kegiatan pendidikan/edukasi diluar rumah sakit telah
dikembangkan dengan : Rumah sakit menjalani kerjasama dengan organisasi di
komunitas untuk mendukung promosi kesehatan berkelanjutan, seperti : HIV,
Senam Diabetes, Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia).

b. Sasaran Edukasi
Agar pelaksanaan pendidikan/edukasi pasien dan keluarga dapat berjalan
secara optimal maka perlu ditetapkan prioritas sasaran, yaitu:
1) Pasien dan atau keluarga pasien yang masuk dalam kategori 5 penyakit
terbanyak di masing-masing SMF.
2) Pasien dan atau keluarga pasien yang mendapat terapi khusus, diet
khusus, tindakan khusus dan menggunakan peralatan khusus.
3) Pasien dan atau keluarga pasien yang memerlukan penanganan
interdispliner (perawatan bersama), dan jika diindikasikan edukasi dapat
diberikan secara kolaborasi tim multidisiplin.

c. Pelaksana Edukasi
Pelaksanaan edukasi pasien dan keluarga adalah tenaga profesional
kesehatan yang mempunyai kompetensi sebagai edukator terdiri dari:
1) Dokter.
2) Perawat/Bidan.
3) Ahli Gizi.
4) Rehabilitasi medik
5) Farmasi
6) Petugas Radiologi
7) Petugas Laboratorium
8) Petugas lain yang memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien.

d. Materi Edukasi
Terkait pelayanan yang diberikan, pasien dan keluarga perlu
mendapatkan edukasi, prioritas edukasi pada topik-topik sebagai berikut:
1) Edukasi tentang kondisi kesehatan dan diagnosis penyakit.
2) Edukasi tentang penggunaan obat yang efektif dan aman, potensi efek
samping.
3) Obat, potensi interaksi obat dengan obat atau makanan.
4) Edukasi tentang keamanan dan efektifitas penggunaan peralatan medis.
5) Edukasi tentang diet dan nutrisi yang benar.
6) Edukasi tentang manajemen nyeri.
7) Edukasi tentang teknik rehabilitasi medik.

e. Metode Edukasi
Didalam proses edukasi yang efektif perlu dipertimbangkan pemilihan
metode pembelajaran, sebagai berikut:
1) Pendidikan individu, yaitu pendidikan yang diberikan kepada pasien dan
keluarga secara perorangan menggunakan metode ceramah, diskusi,
simulasi, observasi ataupun demonstrasi.
2) Pendidikan kelompok, yaitu pendidikan yang diberikan kepada pasien
dan keluarga secara berkelompok menggunakan metode ceramah,
diskusi, simulasi, observasi ataupun demonstrasi.

f. Tempat Pelaksanaan Edukasi


Untuk efisiensi dan efektifitas pelaksanaan edukasi pasien dan keluarga,
maka tempat edukasi diatur sebagai berikut:
1) Edukasi yang bersifat individu dapat dilaksanakan diruang poliklinik,
kamar ruang rawat inap, ruang konsultasi gizi, ruang konsultasi
pelayanan farmasi.
2) Edukasi yang bersifat kelompok dapat dilaksanakan diruang tunggu
rawat jalan

g. Sarana Edukasi
Audit visual merupakan saran penunjang atau alat bantu untuk
keberhasilan mencapai informasi dan pendidikan kepada pasien dan keluarga.
Adapun macam- macam alat bantu atau fasilitas edukasi yang perlu
disiapkan, yaitu:
1) Leaflet.
2) Poster, Banner, Spanduk, stiker
3) LCD.
4) Papan tulis
5) Audio.
6) Video.

h. Evaluasi
Edukasi pasien dan keluarga merupakan kegiatan yang
berkesinambungan mulai dari persiapan/perencanaan, pelaksanaan dan hasil
kegiatan. Dengan melihat kesinambungan kegiatan tersebut evaluasi
merupakan suatau hal yang sangat penting.
Evaluasi dalam proses pelaksanaan edukasi pasien dan keluarga,
meliputi:
1) Evaluasi terhadap pelaksana edukasi.
2) Evaluasi terhadap materi dan metode edukasi.
3) Evaluasi terhadap sarana edukasi.
4) Evaluasi terhadap hasil edukasi

Sedangkan alat evaluasi dapat menggunakan metode observasi, interview


dan kuesioner. Pelaksanaan evaluasi dilakukan secara berkala oleh Tim PKRS.

BAB V

A. Tata Laksana Pemberian Informasi dan Edukasi Pasien


1. Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang
informasi yang akan di sampaikan, memiliki rasa empati dan ketrampilan
berkomunikasi secara efektif.
2. Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan berjalan
secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat pasien dirawat,
akan pulang atau ketika datang kembali untuk berobat.
3. Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga merasa
nyaman dan bebas, antara lain:
a. Dilakukan dalam ruang ,yang dapat menjamin privasi.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk
kenyamanan mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang – barang lain hendaknya tidak
menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi
4. Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka pemberian
informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga/pendamping pasien.
5. Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa
percaya terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
6. Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien (termasuk
adanya keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi
pengobatan).
7. Mendapatkan data yang akurat tentang obat – obat yang digunakan pasien,
termasuk obat non resep.
8. Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya, pendidikan dan
tingkat ekonomi pasien/ keluarga.
9. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan
dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga.
b. Pendidikan kesehatan pengobatan ; Penggunaan obat – obatan yang
aman, nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat –
obat tertentu (contoh: obat tetes, inhaler), cara penyimpanan, berapa lama
obat harus digunakan dan kapan obat harus ditebus lagi, apa yang harus
dilakukan terjadinya efek samping yang akan dialami dan Bagaimana
cara mencegah atau meminimalkannya, meminta pasien/keluarga untuk
melaporkan jika ada keluhan yang dirasakan pasien selama
menggunakan.
c. Pendidikan kesehatan manajemen nyeri.
d. Pendidikan kesehatan diet.
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis.
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit.
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)
h. Pendidikan yang berkaitan dengan Hak dan kewajiban Pasien.

B. Tahapan proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien &


keluarganya berkaitan dengan kondisi kesehatannya.
1. Tahap Assesmen Pasien
Sebelum melakukan edukasi, agar dapat dipahami dengan baik maka
petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan data
yang didapatkan dari assesmen awal pasien dan di lengkapi sesuai form
assesmen kebutuhan, perencanaan pendidikan pasien dan keluarga,
diantaranya:
- Keyakinan atau kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien
dan keluarga.
- Kemampuan membaca menulis, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.
- Hambatan emosional dan motivasi (emosional: Depresi, senang dan
marah).
- Keterbatasan fisik dan kognitif.
- Kemauan pasien untuk menerima informasi.

Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga


bersedia dan maupun untuk belajar, hasil penilaian didokumentasikan dalam
rekam medis. Hasil asesmen pasien dicatat dalam rekam medis dan digunakan
sebagai acuan dalam merencanakan pemberian edukasi sesuai kebutuhan
pasien dan keluarga.
2. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
- Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
- Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu
dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan
leaflet atau media cetak lain kepada pasien dan keluarga sekandung
(istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya
kepada mereka.
- Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membacanya.

3. Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah:
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. Pertanyaannya
adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang
bpk/ibu bisa pelajari ?”.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi
yang telah disampaikan, kira- kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah
dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa bisa via
telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.

C. Alur Implementasi Pemberian Edukasi


1. Unit Rawat Jalan
Bagian Pendaftaran (admission)

Ruang Tunggu
(dilakukan Promosi Kesehatan oleh Tim PKRS)

Asesmen kebutuhan, kemauan, dan kemampuan belajar pasien


(Dokter Poliklinik / Perawat)

Pelaksanaan edukasi oleh Petugas Edukator sesuai kebutuhan


(Dokter, Perawat, Ahli Gizi, fisiotherapis, farmasi, Analis
Keseha, Ra)

Pencatatan di form RM
2. Unit Rawat Inap
TPPRI (admission)

Instalasi Rawat Inap

Asesmen kebutuhan edukasi

Pelaksanaan edukasi oleh petugas edukator sesuai kebutuhan


(dokter, perawat, ahli gizi, farmasi, fisiotherapis)

Pencatatan di form RM
Dengan pemberian edukasi pasien dan keluarga, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien dan keluarga, dengan
demikian diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan proses pengobatan
pasien. Setiap edukator dalam memberikan edukasi, wajib mencatat atau mengisi
formulir edukasi pasien dan keluarga di rekam medik (RM 10.1 dan RM 10.2) dan
ditanda tangani oleh kedua belah pihak baik edukator maupun pasien atau keluarga
pasien yang menerima edukasi. Hal ini sebagai bukti dokumentasi bahwa pasien dan
atau keluarga telah mendapatkan layanan edukasi dengan tepat dan benar.
BAB VI
DOKUMENTASI

Dalam melaksanakan komunikasi perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :


1. Komunikasi Antar pribadi
Komunikasi dilakukan oleh petugas di unit kerja masing-masing baik antar
pegawai, maupun antara pegawai UPTD Puskesmas Wiradesa dengan pelanggan.
2. Komunikasi Kelompok Kecil
Kegiatan komunikasi kelompok kecil dilakukan di UPTD Puskesmas Wiradesa
dalam bentuk promosi kesehatan, pemberian informasi kesehatan, seminar, kuliah,
pelatihan dan lain sebagainya. Komunikator dapat melakukan kegiatan komunikasi
tersebut di unit kerja masing-masing, atau berkoordinasi dengan unit kerja lain
untuk menunjang kelancaran kegiatan.
Komunikasi berupa edukasi kepada pasien, keluarga pasien dan pelanggan lainnya
dilakukan di setiap unit kerja serta harus berkoordinasi dengan Tim Promosi
Kesehatan Rumah Sakit agar lebih terorganisir dan efektif.
3. Komunikasi Kelompok Besar
Kegiatan komunikasi dalam lingkup kelompok besar di UPTD Puskesmas
Wiradesa seperti apel upacara, peringatan dan perayaan hari-hari besar lainnya
harus berkoordinasi dengan Subbagian Humas & Protokoler serta mendapat
persetujuan dari Direktur UPTD Puskesmas Wiradesa .
4. Komunikasi Massa
Kegiatan komunikasi formal dengan organisasi/ instansi di luar UPTD Puskesmas
Wiradesa , misalnya wawancara/ sebagai narasumber di media cetak, media
elektronik, dan lain-lain dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan
Sub bagian Humas & Protokoler.
Apabila masyarakat memerlukan data/ informasi/ pesan yang berhubungan dengan
layanan publik harus berkoordinasi dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Data UPTD
Puskesmas Wiradesa .
Media komunikasi resmi milik UPTD Puskesmas Wiradesa seperti website, situs
jejaring sosial, telepon, dan papan pengumuman dikelola oleh Sub Bagian Humas UPTD
Puskesmas Wiradesa bekerja sama dengan Instalasi SIMRS & Infokes dengan meminta
sumber informasi/ pesan dari berbagai unit kerja di UPTD Puskesmas Wiradesa .
Sedangkan materi komunikasi untuk media massa didapat dari berbagai narasumber.
Narasumber yang berwenang memberikan pernyataan dalam bentuk ucapan maupun
tulisan adalah anggota/ staf UPTD Puskesmas Wiradesa atau narasumber lain atas
persetujuan Direktur UPTD Puskesmas Wiradesa .
Pedoman ini merupakan panduan teknis mengenai prinsip-prinsip komunikasi antar
petugas di lingkungan UPTD Puskesmas Wiradesa mulai dari pimpinan sampai staf
pelaksana termasuk dokter dan perawat, juga antara petugas dengan pelanggan internal
maupun eksternal (pasien, keluarga pasien dan masyarakat rumah sakit).
Dengan berkembangnya era teknologi komunikasi dan informasi maka sebaiknya
pedoman ini perlu dievaluasi setelah dua tahun masa berlakunya.

Pekalongan, 12 Maret 2019

KEPALA UPTD PUSKESMAS


WIRADESA KABUPATEN
PEKALONGAN

dr. F.FERRY SUSANTO


Penata Tk I
Huruf Kode alfabet Huruf Kode Alfabet
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliete W Whiskey
K Kilo X X-ray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
LAMPIRAN KODE ALFABET
DAFTAR PUSTAKA

Permenkes RI No. 1691/ Menkes / Per / VIII / 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
M. Haig, Kathleen., Sutton, R.N. Staci., dan Whittington, R.N. John, M.D. Maret 2006.
SBAR: A Shared Mental Model for Improving Communication Between Clinicians.
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations Vol. 32 No. 3.
Uchyana Efendy, Onong, Prof. DR. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Komunikasi Efektif Dokter – Pasien. Jakarta.
Mulyana, Deddy, Prof. M.A., PH.D. Komunikasi Efektif.

Anda mungkin juga menyukai